Batuk Pilek dan Antibiotik

Tuesday, September 17, 2019

Batuk pilek dan antibiotik



Musim kemarau tahun ini terasa begitu lama, ya? Puncaknya sejak bulan Juli kemarin, parahnya sampai sekarang pun masih berlanjut. Di Jakarta, kemarin sampat diguyur hujan meski tidak lebat, setidaknya bisa mengurangi panas serta polusi udara yang sekarang benar-benar lagi di level buruk banget. Emang, iya, ya? Kalau dihirup sih nggak berasa, ya. Bukan seperti kabut asap di daerah lain. Tapi, melihat debu di rumah yang hitam, rasanya ini memang luar biasa buruk.


Dan, kondisi seperti ini biasanya diikuti oleh batuk pilek baik dialami orang dewasa ataupun anak-anak. Termasuk anak-anak di rumah. Mulai dari sulung sampai si bungsu, semuanya gantian aja batuk pilek atau common cold.


Saya pribadi termasuk orang yang lumayan tenang ketika anak-anak kena batuk pilek, asal nggak radang telinga dan demam, kayaknya masih slow dan nggak ke dokter. Masalahnya, kalau demam, kadang kejang demam. Kalau batuk pilek, kadang ke radang telinga juga sehingga saya merasa harus berkonsultasi dengan dokter untuk mengatasi masalah seperti ini.


Masalahnya, tidak semua dokter merasa perlu berdiskusi dengan pasiennya. Ada yang main horor-horor-an dulu…kwkwk, ada yang nakuti padahal nggak seserem itu. Ada yang juga yang menjelaskan dengan sangat baik, tetapi ujung-ujungnya ngasih antibiotik dan ketahuan nggak RUM (Rational Use of Medicine).


Dan faktanya, hampir semua dokter yang saya temui memang nggak RUM. Coba deh kasih saya referensi dokter di sekitar Jakarta Timur yang RUM? Masa iya saya harus ke RS. Pasar Rebo demi menemui dokter Apin yang jauhnya minta ampun. Sedih kalau udah percaya ternyata salah ngasih obat juga. Ujung-ujungnya jadi malas ke dokter…hiks.


Kemarin, terakhir ke dokter saya merasa itu adalah dokter yang terbaik dan lumayan. Ngasih antibiotik iya, tetapi saya tahu antibiotik nggak diperlukan untuk kasus anak saya. Beliau menjelaskan bahwa ketika dia kena radang telinga, memberikan obat Rhinos yang biasa untuk gejala alergi rhinitis itu wajib meski anaknya nggak flu sekalipun. Karena obat ini bisa membantu membuka saluran telinganya yang tersumbat.


Faktanya? Baru aja kemarin saya membaca salah satu email anggota di milis sehat yang mengeluhkan kondisi sama seperti si bungsu, batuk pilek, sakit telinga dan kehilangan pendengaran. Kemudian dokter wati selaku pengasuh milis sehat memberikan link dari RCH tentang otitis media di mana pemberian antibiotik tidak diperlukan serta nggak butuh juga yang namanya Rhinos. Pas baca itu rasanya tertampar keras, karena selama beberapa minggu ini si bungsu sudah habis 2 botol Rhinos…*pengen nyakar tembok.


Seketika langsung ilfeel sama dokter kemarin. Kok, bisa sih ngasih obat yang sebenarnya nggak perlu? Bahkan penjelasannya itu sangat masuk akal disbanding dokter lain yang biasa hanya main horor-horor-an gitu. Saya sempat percaya dia RUM meski sempat ngasih AB, minimal dia bener ngasih obat yang nyambung ketimbang sebelumnya yang ngasih obat buat infeksi usus…kwkwk. Ternyata nggak begitu juga.


Batuk Pilek Tidak Memerlukan Antibiotik


Batuk pilek itu disebabkan virus. Nggak perlu antibiotik yang fungsinya buat infeksi bakteri. Dan yang namanya infeksi virus lama nggak bisa berubah jadi infeksi bakteri juga kali. Biasanya ketika ditanya, kenapa kok dikasih AB? Bukannya ini cuma infeksi virus? Dokter dengan gugup mengatakan, infeksinya kan udah lama, jadi khawatir jadi infeksi bakteri (ini pun tanpa pemeriksaan lebih). Super gemas nggak sih? Kwkwk.


Kalau memang benar infeksi bakteri, seharusnya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut demi memastikan bakteri apa sih yang sedang menginfeksi? Biar AB yang dikasih nggak mubadzir gitu. Sayangnya, nggak ada dokter begini…huaaa.

 

Baca-baca Lagi Banyak Referensi Sebelum Menebus Obat


Ini perlu banget ketika kita mau menebus obat. Jangan seperti saya kemarin yang karena terburu-buru, akhirnya ditebus semua. Benar nggak bayar karena memang ditanggung oleh asuransi kantor suami seluruhnya, tapi ngapain juga nebus obat yang nggak perlu, kan?


Jangan sampai juga kita salah ngasih obat ke anak hanya karena kepanikan kita. Tetangga sebelah dulu akhirnya kehilangan anaknya karena lalai tidak membaca label obat. Anaknya keracunan obat dan akhirnya meninggal. Yang ngasih obat ini dokter, lho dan faktanya nggak sesuai sama usia bayi. Orang tuanya sempat membaca label obatnya, tetapi anaknya udah menelan obat itu. Saat itu dia baru sadar ada yang salah...hiks.


Jadi, kayaknya hal semacam ini yang menjadi begitu lumrah di Negara kita nggak bisa dibilang sederhana kasusnya. Apalagi kalau sudah melibatkan nyawa. Apalagi membeli AB di negeri ini begitu mudahnya, nggak seperti di Negara lain. AB itu memang berguna kalau dipakai sebagaimana mestinya. Tapi, kalau dipakai tanpa diagnosis yang tepat, ujung-ujungnya hanya merugikan manusia. Terjadi resistensi, menurunkan imunitas, dan masih banyak lagi.


Semoga ke depannya saya bisa menemukan dokter RUM yang nggak jauh dari rumah. Terkadang saya ke dokter lebih banyak karena butuh diskusi bukan semata-mata meminta obat.


Salam,

Comments

  1. Wah ngeri bgt ya kalau dokter sampai salah ngasih obat mbak, akibatnya fatal.
    Aku jd inget temannya alm.ayahku, anaknya sakit, dikasih obat, setelah obat di habiskan sama anaknya ternyata dokternya salah ngasih obat dan anak itu jadi nggak bisa melihat (buta), astaga, ini 100% faktor kesalahan dokter yg salah ngasih obat

    ReplyDelete