Thursday, December 31, 2020

Tahun yang Penuh Kejutan

Kejutan



Kita sudah ada di akhir tahun 2020. Rasanya baru kemarin kita menghirup awal Januari. Kemudian pandemi tiba di Indonesia dan mengubah segalanya. Jadi, nggak salah kalau saya sebut tahun ini sebagai tahun penuh kejutan. Penuh rasa kaget atas perubahan yang serba tiba-tiba, kekhawatiran yang begitu berlebih, hingga kehilangan yang tak bisa dihindari.

Qadarallah, kita merasakannya. Masa pandemi yang entah akan berakhir kapan. Nggak ada yang tahu, bahkan hingga detik ini, kasus positif semakin tinggi di mana-mana. Bukan hanya di Indonesia.

Memikirkan hal mengerikan begini benar-benar bikin parno. Akhirnya, nggak habis-habis menangis setiap hari. Belum lagi buat yang kehilangan keluarga, nggak bisa pulang, dan bertemu orang yang disayang, hingga kehilangan pekerjaan. Benar-benar tahun penuh dengan kejutan, kan?

Namun, saya ingat bahwa Allah tidak akan membebani seorang hamba dengan masalah dan ujian yang melebihi kemampuannya. Jadi, ujian ini mungkin terasa berat, tapi Allah sudah menakar dan mengetahui bahwa kita mampu melewatinya. So, please, jangan nyerah *berbisik pada diri sendiri.

Baca Juga:

Tiba-tiba Jadi Ibu Guru


Pandemi ini menakutkan, tapi sungguh penuh dengan hikmah. Anak-anak jadi sekolah di rumah dan bertemu orang tuanya sepanjang hari, selama 24 jam dalam sehari, hingga hampir setahun lamanya.

Tugas mendidik tidak lagi dipegang ibu guru, tapi juga orang tua. Kalau kita nggak ikut membantu di rumah, akan jadi lebih sulit buat anak-anak. Andai anaknya sudah punya rasa tanggung jawab, bisa menyelesaikan tugas tanpa diminta apalagi dipaksa, insyaallah nggak ada masalah. Namun, bagaimana dengan anak yang mesti didorong terus? Tugas menumpuk hingga berbulan-bulan?

Saya benar-benar bisa melihat perbedaan itu sejak pandemi. Setiap anak itu unik. Kemampuan mereka pun nggak bisa disamakan. Bersyukurnya, si sulung nggak harus drama kalau ngerjain tugas. Itu benar-benar memudahkan saya sebagai orang tua. Selama bisa dilakukan sendiri, dia nggak akan minta tolong. Sangat bersyukur dengan kamu, Mas. Masyaallah tabarakallah.

Berbeda dengan Masnya, si bungsu yang mestinya masuk TK A, akhirnya batal sekolah tahun ini. Karena nggak memungkinkan buat masuk sekolah dan sekolah online sepertinya kurang efektif buat dia, jadi kami memutuskan di rumah dulu belajarnya.

Kenyataannya, apakah dia belajar di rumah? Nggak dong…kwkwk. Dia nggak suka belajar menulis dan sebagainya. Sehari-hari dia menggambar dan belajar mengaji bersama saya, seperti kebiasaan sebelumnya, anak-anak belajar membaca Alquran selalu dengan saya. Itu juga yang saya ingat saat kecil dulu.

Meskipun di depan rumah ada musholla dan anak-anak tetangga ngaji di sana, Ibu tetap mengajari anak-anaknya sendiri di rumah. Dan itu yang ingin saya lakukan juga ketika punya anak. Alhamdulillah, saya bisa melakukannya :)

Tetap Produktif di Rumah


Pandemi ataupun nggak, sebenarnya nggak terlalu banyak mengubah aktivitas sehari-hari saya. Karena selama ini memang kerjaannya di rumah aja. Jarang banget pergi atau jalan-jalan kecuali sesekali.

Ketika pandemi, saya sempat bingung mau ngapain, nih? Karena menulis pun bakalan susah nerbitin di mana-mana. Sedangkan beberapa bulan terakhir, fokus saya menulis buku. Awal pandemi rasanya masih nggak pasti mau ngapain, apalagi anak dan suami di rumah semua…kwkwk.

Qadarallah, saya berani memulai hal baru. Ya, menggambar. Kayak anak kecil menemukan mainan baru. Senang dan bersemangat. Ketika orang lain berlatih seminggu 3x, saya lakukan hampir setiap hari. Sampai akhirnya, saya bisa mendapatkan pekerjaan dari hobi baru ini. Allah baik banget.

Dan yang nggak saya sangka, akhir tahun ini justru banyak jalan Allah buka. Bersyukur banget. Awalnya, yang saya rasa mustahil, tiba-tiba Allah datangkan dengan begitu mudahnya.
Udah, deh. Kalau hitung-hitungan pakai logika manusia, nggak akan pernah sampai.

Satu hal yang saya yakin, apa pun yang kita inginkan, asalkan baik, dilakukan dengan sungguh-sungguh serta cara yang benar, insyaallah akan dimudahkan. Baik-baikin diri sendiri dengan  berbuat baik sama orang lain. Banyak-banyakin berbagi (nggak harus materi). Bikin bahagia orang, nanti Allah yang bahagiain kita. Matematikanya Allah itu beda pokoknya. Kamu harus yakin itu.

Belajar Berprasangka Baik


Orang dengan kategori highly sensitive person atau HSP itu memang peka, tapi ya buruknya jadi suka mikir berlebihan. Saya baru tahu bahwa HSP itu memang ada dan bukan hanya saya. Ketika orang lain sebut kita ini lebay banget dan baperan, ternyata ada sebutan yang lebih tepat dari itu, kok :D

Saya tahu rasanya dimaki-maki orang karena saya HSP sehingga mudah sekali berpikir berlebihan sampai berburuk sangka. Namun, semakin saya belajar, saya semakin paham bagaimana mengendalikan perasaan dan pikiran sendiri. Saya begitu sensitif, pengalaman yang kurang menyenangkan pun ikut memperburuk keadaan saya.

Apa saya nggak bisa berubah? Drama terjadi berulang-ulang, bukan hanya karena saya yang HSP, tapi juga dari lingkungan yang membuat saya akhirnya menarik diri. Selama saya masih ada di situ, ceritanya bakalan sama dan berulang. Itulah yang dikatakan oleh mentor saya.

Gimana sekarang? Semua jauh lebih baik, insyaallah. Saya belajar menerima yang sudah terjadi, saya belajar memaafkan diri sendiri dan juga orang lain. Saya belajar mengikhlaskan yang sudah-sudah. Meskipun memaafkan nggak bisa disebut melupakan juga, ya :D

Saya sangat percaya, pikiran positif akan membawa hal baik dalam hidup kita. Jangan gampang berburuk sangka atas setiap keadaan. Apalagi sama Allah. Ketika kita mendapatkan musibah, akan lebih baik kalau kita fokus dengan hal baik yang mungkin terjadi setelahnya. Atau, daripada sibuk membenci keadaan, mending lihat lagi ke bawah, ada orang yang jauh lebih susah.

Sambil sujud sambil bilang, ‘Allah, saya sangat bersyukur atas semua kehendak-Mu. Nggak habis-habis nikmat yang sudah Engkau beri.’

Karena memang sebanyak itu nikmat Allah dalam hidup kita. Semakin disyukuri, semakin ringan beban yang kemarin terasa berat banget. Semakin disyukuri, semakin bahagia hidup meskipun sederhana sekali.

Bukan saya nggak terdampak karena pandemi, saya pun merasakannya. Namun, rasanya yang Allah kasih jauh lebih banyak daripada yang telah hilang. Dan saya percaya, rencana Allah itu nggak pernah salah. Kalau kita sebagai manusia bisa aja salah ketika merencanakan sesuatu, tapi, Allah bukan manusia. Jadi, percaya sama Allah, ya :)

Selamat Tinggal 2020 yang Penuh Pelajaran


Jangan terlalu membenci diri sendiri karena banyak hal nggak tercapai atau karena pernah melakukan kesalahan. Saya pun sama. Namun, hidup ini terus berjalan. Yang kemarin adalah pelajaran, asal jangan kita masuk ke dalam lubang yang sama untuk ke sekian kalinya.

Kalau kita dianjurkan bisa memaafkan kesalahan orang lain, maka jangan enggan memaafkan diri sendiri. Kalau kita bisa mencintai diri sendiri, insyaallah kita pun mampu membahagiakan orang lain.

Tahun ini penuh pelajaran berharga, ya? Belajar ikhlas, belajar berbaik sangka, belajar sabar, belajar tetap berusaha di tengah keterbatasan, dan banyak hal lainnya. Satu hal yang nggak pernah berubah, selama kita dekat dengan Allah, berharap hanya pada-Nya, nggak akan kecewa kita. Beda ketika kita berharap sama makhluk.

So, mari kita tutup tahun 2020 dengan penuh rasa syukur, berharap tahun 2021 akan jauh lebih baik. Tetap semangat ya jadi versi diri kita yang paling baik. Nggak masalah belajarnya pelan-pelan asalkan tetap melangkah dan nggak diam di tempat.

Salam hangat,

Featured image: Photo by Soyoung Han on Unsplash

 

Friday, December 18, 2020

Review Jujur Bikin Roti Antigagal Pakai Re-Bread

Review Re-Bread



Harusnya, sih, bikin review seminggu atau sebulan setelah pemakaian. Karena nggak cepat-cepat ditulis, akhirnya baru kesampaian sekarang setelah berbulan-bulan memakai Re-Bread. Lupa tepatnya kapan beli mesin roti ini. Kalau nggak salah awal pandemi.

Kenapa tertarik beli Re-Bread? sejak lama memang pengin beli mesin roti atau mixer roti. Tapi, setelah cek, mixer roti harganya juga lumayan kalau mau yang bagus dengan kapasitas adonan yang lumayan juga. Mikir dua kali untuk membelinya.

Pernah direkomendasikan sama teman, katanya Re-Bread ini sangat membantu. Kita bisa menyiapkan bahan sebelum tidur, besoknya kita dapat menyantap hangat-hangat roti yang baru matang sesuai waktu yang diinginkan. Wah, sangat menggoda, ya? :D

Setelah pandemi, saya jadi lebih rajin di dapur. Iya, semua masakan hampir selalu dibuat sendiri. Pernahlah jajan, tapi ya nggak sering. Anak-anak termasuk yang doyan banget makan roti. Biasanya saya memang membuatnya sendiri. Namun, sejak pandemi, mulai parno kalau sering-sering beli. Kalau nggak salah ingat, baru bulan-bulan kemarin berani beli lagi di depan rumah.

Kalau sering bikin roti, jujur waktu saya habis untuk memegang mixer. Selama ini saya hanya pakai hand mixer. Untuk membuat adonan roti yang kalis, saya butuh waktu sekitar 2 jam. Itu baru ngulen adonannya saja. Belum menunggu proofing dan memanggang. Bisa habis waktu setengah hari hanya demi membuat roti yang habisnya hanya dalam sekejap.

Akhirnya, kepikiran lagi buat beli mixer roti atau bread maker. Setelah menimbang berkali-kali, akhirnya saya memutuskan membeli Re-Bread via online. Bagi yang pengin membeli, harga Re-Bread ini sekitar 2 jutaan. Dibandingkan mixer roti dengan kapasitas jumlah yang sama, apalagi Re-Bread punya banyak pilihan menu selain ngulen adonan dan memanggang, jelas Re-Bread masih juara.

Baca juga:


Benarkah Bikin Roti Pakai Re-Bread Antigagal?


Re-bread


Beberapa kali saya membuat roti dengan resep dari buku resep Re-Bread. Saya pilih menu ngulen hingga memanggang, tapi, saya masih kurang puas dengan hasilnya. Sampai dengan resep roti lembut sekalipun, saya masih merasa kalau itu nggak maksimal.

Foto di atas adalah contoh roti yang saya buat dengan Re-Bread. Hasilnya bagus, hanya saja roti yang dihasilkan cenderung berat dan bikin cepat kenyang saking beratnya. Dan setelah dingin, rotinya jadi kurang enak. Nggak lembut maksimal pokoknya.

Saya sudah bertahun-tahun membuat roti sendiri. Dengan berbagai macam resep, hasilnya selalu bagus. Setelah dingin masih sangat enak disantap. Kenapa pakai Re-Bread nggak bisa sebaik itu hasilnya?

Saya pikir, karena proses mengulennya terlalu sebentar. Untuk membuat roti dengan resep dari Re-Bread, diproses mulai dari adonan hingga memanggang, proses mengulennya hanya satu kali. Saya lihat, adonan belum kalis maksimal.

Selain itu, proses memanggang dengan panas yang kurang cenderung membutuhkan waktu yang cukup lama. Ketika memanggang roti pakai oven listrik, saya butuh waktu maksimal 15 menit saja dengan suhu hampir 200’C. Saya pikir, ini sangat berpengaruh terhadap tekstur roti.

Setelah berkali-kali mencoba resep dari Re-Bread dan hasilnya masih sama, saya pun menyerah dan beralih menggunakan resep sendiri. Iya, Re-Bread hanya saya pakai untuk mengulen saja. Itu pun saya butuh 3x ngulen. Nggak bisa sekali ngulen langsung kalis, lho :D

Minimal saya nggak harus capek-capek pegang mixer lagi. Dengan Re-Bread, pekerjaan saya jadi lebih mudah. Sambil mengulen, saya bisa mengerjakan pekerjaan lain semisal menghitung uang *lha…kwkwk.

Jadi, beneran antigagal? Jelas ini benar dong. Bikin roti pakai Re-Bread memang antigagal. Namun, soal hasilnya, saya belum puas.

Re-Bread Bisa Apa Saja?


Re-bread


Re-Bread ini nggak hanya pinter ngulen adonan, tapi juga punya banyak menu yang bisa kita coba. Misalnya, bisa bikin yogurt, brownies, selai, bubur kacang hijau, dll. Saya lupa Re-Bread ini bisa bikin apa saja…kwkwk. Sejauh ini, saya belum pernah pakai menu lain, hanya menggunakan tombol ngulen hingga memanggang.

Penasaran pengin juga nyoba bikin yogurt atau selai buah untuk olesan roti. Dengan buku resep yang sangat tebal, kita bisa nyobain berbagai macam resep dengan panduan yang sangat lengkap. Nggak bisa review hasil resep lainnya karena saya juga belum nyoba…kwkwk.

Apalagi yang bisa dilakukan oleh Re-Bread? Berhemat. Iya, walaupun dipakai hingga memanggang, listrik di rumah masih aman, lho. Benar-benar hemat listrik, sih.

Dengan membuat roti sendiri, kita juga bisa menyajikan roti yang lebih sehat kepada keluarga *padahal ya kayaknya sama aja…kwkwk. Saya selalu memakai resep sendiri, tapi bukan berarti roti saya nggak sesehat yang dibuat dengan resep dari Re-Bread. Bahan dasar membuat roti itu standar saja, kok. Misalnya tepung, telur, susu, gula, margarin, air, dan ragi instan. Nggak perlu menambahkan pelembut apalagi pengawet, karena dalam satu atau dua hari juga sudah habis….kwkwk.

Maksimal Jumlah Adonan 


Di dalam buku resep dari Re-Bread, jumlah adonan kering maksimal nggak boleh sampai 500 gram. Jadi, beberapa kali saya hanya membuat adonan maksimal sekitar 400an gram saja. Untuk diproses hingga dipanggang, rasanya memang wajar. Karena roti akan mengembang ke atas, kan?

Tapi, khusus buat ngulen adonannya saja seperti yang saya lakukan, kita bisa membuat hingga 500 gram adonan kering. Insyaallah masih aman, kok. Dan hasilnya tetap kalis elastis dengan 3x ngulen (tiga kali klik menu ngulen).

500 gram adonan kering ini bisa menghasilkan banyak roti. Bisa 3-4 loyang, lho. Sangat cukup untuk dimakan sekeluarga sampai besoknya :D

Worth It Nggak Punya Re-Bread?


Re-bread



Buat saya sangat worth it. Kenapa? Meskipun hanya saya pakai untuk mengulen adonan, tapi ini jelas sangat membantu. Dengan banyak pilihan menu, hemat listrik, dan harga yang lumayan terjangkau dibandingkan mixer roti, jelas ini lebih oke buat saya. Kebutuhan saya hanya sebatas untuk konsumsi sendiri, bukan dijual. Jadi, ya, oke banget daripada harus beli mixer roti yang ukuran kecil dan nggak tahu sekokoh apa juga barangnya.

Sebelum membeli, saya juga membaca beberapa review yang sama. Ada yang bilang, bikin roti dengan buku resep dari Re-Bread hasilnya memang nggak selembut kalau pakai resep sendiri. Jadi, dia pun memakai resep sendiri untuk menghasilkan roti selembut yang diinginkan. Nggak berbeda dengan saya, kan?

Sejauh ini, setelah berbulan-bulan pakai re-Bread nggak ada masalah. Kecuali satu. Mangkuk untuk mengulen yang dilapisi keramik tergores gara-gara suami saya sembarangan ngaduk adonan pakai sendok...huhu. Auto nyari baru lagi saking kagetnya :D

Kalau baru mencampur adonan, otomatis masih lembek dan menempel ke mana-mana. Biasanya saya bersihkan bagian sisi-sisinya dengan spatula karet. Namun, suami salah paham, pakai sendok dong bersihinnya saat mesin roti nyala dan berputar. Sendok tersentak dan masuk dalam putaran. Klotak klotak. Langsung tergores :D


Roti Re-bread



Teman-teman bisa lihat hasilnya. Mulai dari adonan yang sudah proofing hingga selesai dipanggang dengan oven listrik. Sejauh ini saya suka pakai Re-Bread untuk ngulen dan hasilnya nggak bohong memang kalis banget.


Gimana, kamu jadi beli atau nggak, nih?

Salam hangat,

 

Thursday, December 3, 2020

Edukasi Keluarga Tentang Pentingnya Bijak Konsumsi Obat

RUM



Sebagai orang tua, siapa, sih, yang tega melihat anaknya sakit? Ketika pertama kali bayi kita demam, buru-buru kita bawa ke dokter saking paniknya. Apalagi jika itu anak pertama. Jangan sampai terlambat ditangani. Kekhawatiran semacam itu memang pasti terjadi, tapi, benarkah kita sebagai orang tua boleh terburu-buru membawa anak ke dokter ketika sakit?

Saat menjadi orang tua, saya percaya, tanggung jawab lebih besar menanti bukan hanya soal bagaimana cara kita mendidik mereka dan mendampingi tumbuh kembangnya dengan tepat, tapi juga soal menjaga kesehatan mereka terutama di usia balita.

Ketika anak-anak masih balita, ada saja kepanikan yang saya alami terutama ketika mereka sakit. Misalnya saat si sulung berusia dua tahun, dia mulai alami demam tinggi dan kejang demam pertama kali. Panik? Tentu saja. Bahkan hampir pingsan saking paniknya. Tapi, saya bersyukur bisa mengontrol kepanikan itu dan tahu harus apa ketika kejang demam itu muncul.

Begitu juga ketika si bungsu lahir. Drama bolak balik sakit itu masih terjadi, bahkan mungkin lebih heboh. Hampir sebulan dia alami demam dengan diagnosa tidak jelas di usianya yang masih enam bulan. Bolak balik ambil darah untuk diperiksa sampai hampir putus asa saya memeriksakannya ke dokter. Hasilnya, masih nihil. Nggak tahu penyebab demamnya apa saat itu.

Saya memang panik, tapi kepanikan itu bisa diatasi karena sejak hamil anak pertama, saya memutuskan untuk menjadi calon ibu yang ‘lebih pintar’ daripada saya yang sebelumnya. Iya, keputusan untuk bergabung dalam sebuah milis kesehatan mengubah hidup saya.

Dulu, buat saya, belajar tentang kesehatan harusnya hanya buat dokter dan kalangan medis. Namun, sejak hamil anak pertama, saya memahami bahwa konsumen kesehatan pun mestinya juga mengerti dan turut belajar minimal hal-hal sederhana saja seperti tentang penyakit yang sering terjadi pada balita.

Karena banyak mendengar sharing dan penjelasan dari para dokter baik di milis, website, hingga dari buku, saya pun punya bekal menghadapi hari esok. Saat anak kejang pertama kali, saya panik, tapi saya tahu tidak semestinya meletakkan sendok ke dalam mulutnya karena itu bisa menggangu pernapasannya. Saat dia kejang pertama kali dan berulang hingga usia enam tahun, saya tidak gegabah melakukan banyak tindakan apalagi gampang rawat inap.

Sebab kejang demam sebenarnya tidak memengaruhi otak anak. Kejang demam pun tidak bisa dicegah dengan obat kejang. Obat kejang yang saya sediakan di rumah hanya dipakai saat anak mengalami kejang demam.

Pengetahuan sederhana seperti ini benar-benar sangat membantu ketika saya harus menjaga anak sendirian saat suami sedang dinas ke luar negeri selama beberapa minggu. Saya bersyukur dan sangat beryukur, tinggal jauh dari orang tua membuat saya merasa sendirian. Namun, saya bisa hidup mandiri di usia yang masih sangat muda. Menikah di usia 19 tahun dan memiliki seorang putra di usia 21 tahun. Jika dulunya saya enggan belajar, bisa jadi saya salah mengambil tindakan ketika anak sakit.

Kebanyakan dari kita sering terlalu panik ketika anak sedang sakit. Buru-buru membawanya ke dokter dengan alasan supaya lekas sehat. Padahal, lebih tepat jika dikatakan supaya orang tua lebih tenang meskipun entah apakah tindakannya sudah tepat atau tidak. Sebab, tidak semua penyakit membutuhkan obat. Tidak setiap sakit, kita mesti ke dokter.

Ada saatnya ketika anak demam cukup dirawat di rumah dengan obat penurun panas. Tapi, ada saatnya kita tidak boleh menunda sedetik pun untuk pergi ke dokter ketika terjadi tanda gawat darurat.

Kekompakan dari Orang Tua

Saya bukan orang berpendidikan tinggi. Lahir di sebuah desa kecil dan hanya mengenyam pendidikan pesantren. Ketika saya menikah dan pindah ke Jakarta, kehidupan berubah drastis. Hal paling berat terjadi ketika saya dan suami berbeda pendapat mengenai cara yang tepat menangani anak yang sedang sakit.

Dia bukan orang yang rational use of medicine (RUM). Sedikit-sedikit konsumsi obat. Padahal hanya flu. Sedikit-sedikit minum antibiotik, padahal hanya common cold. Dan itu benar-benar bertolak belakang dengan prinsip yang telah saya pelajari selama masa kehamilan anak pertama.

Saat anak kejang demam pertama kali, saya memutuskan membawanya ke dokter untuk memastikan kondisinya baik-baik saja. Sesampainya di UGD, dokter jaga meminta si sulung dirawat inap dengan alasan mau observasi.

Saat itu, saya tahu anak saya baik-baik saja. Dia bangun dan menangis. Dia mau minum dan tidak sedang hilang kesadaran. Saya menolak rawat inap. Namun, dokter sedikit mengancam dan menakut-nakuti. Gimana kalau penyakitnya berbahaya?

Okay, saya terima. Anak saya boleh rawat inap, tapi tanpa diinfus. Saya tidak mau dia trauma dengan rumah sakit. Dengan membolehkannya rawat inap saja, saya sudah membuka kemungkinan anak tertular sakit lebih parah selama di rumah sakit. Di sana, tempatnya virus dan bakteri, lho. Jika tidak dibutuhkan, saya tidak mau ke rumah sakit.

Dokter menertawakan penolakan saya. Karena merasa dokter kurang jelas memberikan alasannya dan berbekal pengetahuan saya selama belajar di milis kesehatan, sampai-sampai saya membawa sebuah buku yang ditulis langsung oleh seorang dokter spesialis anak, saya memutuskan batal rawat inap. Saya benar-benar mempertimbangkan, tidak asal ambil keputusan.

Saya ingat betul, suami mengatakan bahwa dia tidak bisa membantu ketika terjadi sesuatu karena besoknya harus ke luar kota. Dia melimpahkan semua keputusan besar itu kepada saya seorang diri.

Setelah menimbang dan melihat klinis anak, saya memutuskan menolak saran dari dokter dan mengatakan bertanggung jawab kepada suami saya jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan nantinya.

Saya hanya minta diresepkan obat kejang untuk jaga-jaga. Karena obat ini memang wajib dimiliki jika ada riwayat kejang demam pada anak. Setelahnya, kami pulang. Apa yang terjadi? Anak saya yang selama beberapa hari demam, saat itu juga demamnya mulai reda. Dia hanya kena common cold. Hidungnya meler. Dia mau makan dan minum. Dia mulai aktif dan bermain lagi. Dia baik-baik saja!

Perbedaan pendapat antara saya dan suami terjadi hingga beberapa tahun berikutnya. Buat saya, ini berat sekali. Memang, pasti sulit buat dia menerima pendapat saya, karena saya memang bukan ahlinya. Tapi, bukan berarti semua orang tua nggak bisa mempelajari ini.

Perjalanan kami bertemu banyak dokter, baik yang RUM dan tidak, membuat pikiran suami pelan-pelan terbuka. Saya sangat berterima kasih kepada beberapa dokter spesialis anak yang RUM, menjelaskan dengan baik, sehingga kami sebagai orang tua merasa tercerahkan sekali. Kami pun bisa menangani dengan tepat saat anak sakit.

Salah satu dokter spesialis anak di Jakarta Timur pernah mengatakan kepada saya,

“Dokter kadang hanya mengikuti permintaan orang tua. Ada orang tua yang meminta obat macam-macam hingga antibiotik meskipun itu tidak diperlukan. Apa yang ibu lakukan sudah tepat. Obat demam di rumah sudah cukup.”

So, kita sebenarnya punya peran juga membantu dokter supaya tetap RUM. Saat kita memutuskan membawa anak ke dokter, tidak selalu tujuannya untuk mendapatkan obat. Bisa jadi hanya untuk konsultasi dan memastikan diagnosa.

Saat si bungsu demam hampir sebulan dengan begitu banyak tindakan yang kurang tepat dari beberapa dokter berbeda, saya merasa harus segera bertemu dengan dokter yang RUM. Selama ini, kami hanya mendatangi dokter terdekat. Menerima berbagai tindakan medis yang kurang tepat, karena saya sendiri pun kurang memahami penyebab demam si bungsu saat itu.

Setiap selesai periksa darah dan dokter menerima hasilnya, tidak ada diagnosa yang jelas. Hanya virus katanya, hasil cek darah baik. Tapi, saya mendapatkan resep antibiotik. Padahal, virus, kan nggak mempan juga sama antibiotik, ya?

Dokter lain malah meminta anak kami segera rawat inap. Celakanya, suami sependapat. Akhirnya, saya memutuskan mengajak suami pergi ke rumah sakit yang jaraknya lumayan lebih jauh dari rumah, hanya demi berkonsultasi dengan dr. Apin. Do you know who dr. Apin? Dr. Arifianto, Sp.A atau akrab disapa dr. Apin ini merupakan salah satu dokter yang ada di milis kesehatan yang saya ikuti. Saya sering berkonsultasi juga via grup waktu itu. Dan saya tahu, beliau pasti RUM.

Saat sampai di sana, beliau membaca semua hasil dari tes darah hingga urin yang dilakukan sebelumnya. Beliau menimang anak saya. Katanya, semua baik-baik aja, kok. Kami pun ngobrol hingga beliau berkata,

“Kayaknya ibu ke sini hanya demi menunjukkan pada Bapak, ya?”

Yess, dokter benar. Saya pengen suami saya sepaham dengan saya. Kalau saya yang bilang, dia pasti menolak. Karena saya memang bukan ahlinya. Tapi, saat dr. Apin yang bicara, setidaknya dia akan sulit menyangkal. Masa iya dokter salah? :D

Dan kami pun pulang dengan perasaan lega. Tanpa obat, tanpa antibiotik.

Panjang sekali perjalanan ini buat saya. Siapa yang mau anak sakit? Mestinya lekas kasih obat dong biar sehat. Logikanya seperti itu, ya? Tapi, kalau nggak tepat dan nggak bijak, itu hanya bisa melegakan kita sebagai orang tua, tapi justru memperburuk kondisi anak.

Karena Tidak Semua Penyakit Butuh Obat


Makanya, tidak setiap sakit kita mesti ke dokter dan menelan antibiotik. Orang bilang saya penganut herbal dan antidokter, padahal, saya hanya berusaha bijak menggunakan obat. Karena, meskipun namanya ‘obat’, pasti ada efek sampingnya ketika diminum. Apalagi kalau dipakai tidak sesuai kebutuhan. Benar, kan?

Saat anak sedang demam misalnya, jangan panik dan buru-buru menurunkan demamnya saja, tapi pikirkan juga penyebabnya. Demam bukan penyakit. Demam adalah alarm tubuh, menandakan sedang terjadi infeksi baik karena virus atau bakteri.

Selama ini, kita sering salah mengartikan demam. Kayaknya, demam ini musuh besar buat kita. Padahal, ia pahlawan, lho. Demam terjadi sebagai bentuk perlawanan tubuh terhadap kuman. Dalam kondisi suhu tubuh tinggi, kuman akan mudah mati.

Kesalahan lainnya, kita sering nggak RUM menangani anak demam. Karena demam terjadi selama lebih dari tiga hari, kita memberikannya antibiotik. Padahal, demam disebabkan virus bisa terjadi lebih dari 3 hari juga, tergantung imunitas anak.

Belum lagi kita hanya mengukur suhu dengan perasaan, memakaikan baju tebal, lupa memerhatikan kebutuhan cairan, hingga salah memberikan kompres dingin saat anak sedang sakit. Hmm, coba koreksi kesalahan kita dengan membaca 5 Pertolongan Pertama Saat Anak Demam.

Ada saatnya anak memang tidak membutuhkan obat sama sekali ketika sakit. Misalnya saat sedang common cold. Apalagi jika tidak disertai demam, masih aktif, mau makan dan minum seperti biasa.

Saya pikir, hal-hal mendasar seputar kesehatan anak sangat perlu dipelajari untuk kita sebagai orang tua. Dan pengetahuan ini benar-benar bisa meredam kepanikan kita saat anak sedang sakit. Panik itu boleh, tapi setidaknya kita tahu harus apa dan kapan mesti membawa anak ke dokter.

Beruntung, kita bisa belajar banyak tentang kesehatan anak, mulai dari hal sederhana seperti penanganan yang tepat saat anak demam hingga penyakit lainnya di theAsianparent Indonesia. Artikel kesehatan anak hingga pengetahuan seputar parenting bisa kita dapatkan di sini. Artikelnya persis pula dengan apa yang telah saya pelajari dan jalankan selama ini. Bahagia ada situs sebaik ini. Menjadikan kita sebagai orang tua lebih 'pintar' menghadapi kondisi-kondisi sulit dan tak terduga.

Di zaman secanggih sekarang, rasanya tidak ada alasan lagi untuk malas belajar, minimal dengan membaca artikel kesehatan yang tepat sebelum memutuskan berkunjung ke dokter. Karena menjadi orang tua belajarnya bukan hanya tentang pola asuh saja, pengetahuan dasar tentang kesehatan anak pun menjadi hal yang tidak bisa dinomorduakan.

Anak Belajar dari Orang Tua

Teladan orang tua


Saat kita berusaha bijak menggunakan obat, saat itu anak-anak juga belajar hal yang sama dari kita. Ketika sedang demam, mereka tidak buru-buru minta minum obat. Lebih baik banyak minum air hangat. Konsumsi banyak cairan saat sedang demam tidak perlu dipaksa. Mereka tahu apa yang harus dilakukan saat sedang sakit.

Saya pun merasa bersyukur, karena mereka lebih banyak mengerti. Mereka juga membantu saya supaya lebih bijak menggunakan obat. Kalau anak-anak rewel dan tidak bisa ditenangkan, otomatis orang tua pun akan lebih mudah panik.

Anak-anak melihat bagaimana kita bertindak dan bersikap. Sakit memang tidak nyaman, tapi di sisi lain bisa meningkatkan imunitas mereka. Anak-anak terutama yang sudah masuk sekolah akan lebih sering mengalami episode mudah sakit. Sebab, sekolah memiliki risiko lumayan tinggi menularkan penyakit terutama common cold.

Bolak balik batuk pilek itu biasa. Apalagi, hanya sedikit dari mereka yang memedulikan kebersihan. Ketika anak-anak lain cuek bersin sembarangan saat sedang common cold, saya mengedukasi si kecil supaya selalu pakai masker saat sedang tidak enak badan. Bukan hanya di sekolah, tapi juga di rumah.

Ia harus lebih rajin cuci tangan supaya tidak menularkan sakitnya kepada orang lain. Dan ajaibnya, anak-anak menurut tanpa perlu dipaksa. Dia tahu, sakitnya bisa berpindah jika tidak menjaga kebersihan. Pakai masker bukan hal sulit buat mereka. Teman-temannya pun harus sehat supaya ia tidak tertular sakit kembali.

Edukasi tentang kesehatan baik tentang menjaga kebersihan dan bijak menggunakan obat perlu dilakukan sejak dini. Seharusnya ini bukan hal aneh dan langka. Seharusnya ini lebih familiar buat mereka. Jangan menunggu pandemi untuk memakai masker, sebab yang menular bukan hanya covid-19 saja. Iya, kan? :)

Sayangnya, tidak banyak orang peduli. Ketika pandemi, kita kelabakan mengedukasi. Butuh waktu untuk membiasakan diri. Bagaimana kalau anak-anak mesti masuk sekolah? Bisakah mereka tetap menjaga jarak dan menjaga kebersihan? Rasa tidak percaya pun muncul.

Betapa kita telah abai tentang ini. Padahal, menjaga kesehatan juga merupakan hal penting. Ini juga menjadi investasi jangka panjang. Anak-anak yang pintar juga butuh fisik yang tangguh. Mereka tidak hanya butuh otak cerdas untuk menyelesaikan soal-soal, tapi juga butuh sehat supaya bisa tumbuh dengan baik. Dan, edukasi mengenai kesehatan serta kebersihan mestinya dimulai dari lingkungan terkecil, yakni keluarga.

Salam hangat,

Featured image: Photo by Kelly Sikkema on Unsplash

 

Friday, November 20, 2020

Resep Roti Sosis Kepang

Roti sosis kepang



Rasanya sudah lama sekali nggak nulis resep di blog. Karena agak rempong dan repot sendiri, habis masak atau baking biasanya hanya disimpan aja fotonya sampai menumpuk…hihi. Tapi, kali ini pengen berbagi resep roti sosis kepang yang baru saya buat tadi pagi.

Resep adonan dasarnya sebenarnya hampir mirip semua, sih. Bahannya hanya terigu protein tinggi seperti Cakra, gula pasir, ragi instan, kuning telur, air, susu bubuk, dan mentega atau margarin. Ada juga resep yang menambahkan pelembut roti. Namun, saya sudah nggak pernah pakai lagi.

Kuncinya, selain dari takaran bahan yang pas, juga terletak pada berapa lama kita mengulen adonan. Dulu, waktu masih ngulen pakai tangan atau hand mixer, saya butuh waktu hingga satu setengah jam. Iya, selama itu untuk mendapatkan roti yang lembut ala saya.

Sekarang, saya pakai mesin pembuat roti. Ngulennya sekitar satu jam-an. Hasilnya kalis banget dan benar-benar bisa menghemat waktu karena bisa disambi mengerjakan pekerjaan yang lain. Satu jam bisa sambil masak dan menyiram tanaman, kan? Kwkwk. Banyak banget soalnya yang mesti diurus. Masya Allah. Alhamdulillah masih sibuk dan sok sibuk yaa :D

Saya bikin resep roti sosis kepang, tapi lupa nggak foto step by step-nya. Jadi, teman-teman bisa cari sendiri di Google, ya…hehe. Untuk roti dengan topping atau isian yang gurih, bisa kurangi sedikit gulanya. Di sini saya pakai satu adonan untuk beberapa jenis roti. Salah satunya roti sobek isi cokelat dan keju. Jadi, tadi saya nggak ngurangi takaran gulanya sama sekali.

Resep Roti Sosis Kepang


500 gram terigu protein tinggi

100 gram gula pasir

4 sdm susu bubuk

2 sdt penuh ragi instan

240 ml air dingin

3 butir kuning telur

90 gram margarin

1/2 sdt garam

Cara membuat:



  • Campur semua bahan kecuali margarin dan garam. Uleni sampai tercampur rata. Setelah tercampur, tambahkan margarin dan garam. Uleni sampai kalis elastis.

  • Diamkan adonan selama kurang lebih 30 menit. Jangan lupa, tutup bagian atasnya dengan kain bersih supaya tidak kering.

  • Siapkan sosis secukupnya. Jangan lupa olesi loyang dengan margarin.

  • Tinju adonan dan buang udara di dalamnya. Ambil adonan seberat 40 gram. Bulatkan dan gilas sampai agak tipis. Tambahkan sosis di atasnya. Gulung sampai semua permukaan sosis tertutup.

  • Potong-potong bagian atas dan jangan sampai mengenai bagian bawah adonan. Lipat setiap bagian yang telah dipotong berlawanan arah. Lakukan hal yang sama sampai adonan habis.

  • Kalau mau membuat roti varian lain seperti roti sobek, siapkan adonan per 30 gram dan bulatkan. Beri isian berupa keju atau cokelat mesis.

  • Diamkan adonan sampai mengembang dua kali lipat. Biasanya sekitar satu jam. Jangan lupa, tutup bagian atasnya selama proofing. Jangan sampai kelamaan yaa.

  • Panaskan oven suhu 180’ atau sesuaikan sendiri dengan oven masing-masing. Saya pakai api atas bawah.

  • Oven roti selama maksimal 15 menit saja. Biasanya, 10 menit saya letakkan di rak bawah, 5 menit saya pindah ke rak atas. Angkat dan olesi permukaannya dengan margarin.

  • Untuk roti sosi kepang, kita bisa tambahkan saus tomat, mayonnaise, keju parut juga di atasnya. Sebaiknya diberi saat akan disantap supaya ketika disimpan nggak lengket ke mana-mana.

Voila! Roti sosis kepang sudah siap disajikan. Hasilnya, super lembut meskipun tanpa tambahan pelembut. Dapat beberapa loyang sekaligus. Kalau ada sisa, bisa kita simpan di dalam plastik, ya supaya roti nggak kering.

Seperti kata Ibu Sisca Soewitomo, ‘Gimana, mudah bukan untuk membuatnya?’ hihi. Segampang itu kalau menjelaskan dan menceritakan. Tapi, pas bikin butuh waktu hampir setengah hari :D

Selamat mencoba dan semoga berhasil, ya! Pastikan raginya aktif dan semua tahapan dilakukan dengan benar.

Salam hangat,

Wednesday, November 18, 2020

Sudahkah Kamu Melakukan Self-Love?

Self-Love



Self-love
dan you are enough semakin banyak digaungkan. Nggak hanya buat kita yang sudah dewasa, tetapi juga buat anak-anak. Jadi, sejak dini diajarin mencintai diri sendiri itu penting banget. Masalahnya, sejak kecil saya mana tahu sama self-love? Dengar pun nggak, kan?

Jadi, bisa disimpulkan bahwa saya begitu telat melakukan self-love dalam hidup. Setelah sekian puluh tahun, dengan banyak masalah yang hampir serupa terjadi berkali-kali dan terulang, akhirnya baru ngeh ‘inti’ dari salahnya di mana. Salah satunya nggak mencintai diri sendiri. Ada yang senasib?

Mencintai diri sendiri itu begitu penting. Bahkan lebih utama ketimbang mencintai orang lain. Sebelum menolong orang lain, kita mesti menolong diri sendiri dulu. Mana bisa kita nolongin orang, sedangkan kita sendiri sedang tersangkut di ranting kering dan hampir jatuh ke jurang?

Memangnya self love itu apa, sih?


Self love bukan berarti bertindak egois dan mementingkan diri sendiri. Bukan juga yang penting aku bahagia dan orang lain bukan urusan kita. Tapi, lebih ke mencintai diri sendiri dan menerima diri kita yang apa adanya tanpa perlu membandingkan diri dengan orang lain.

Sifat gampang sungkan dan nggak bisa nolak itu agak lumayan berat juga dikendalikan. Dan ternyata, membuktikan bahwa kita belum bisa mencintai diri sendiri. Ketika kita berusaha melakukan self-love, otomatas kita nggak boleh memelihara perasaan semacam ini. Lagian buat apa kita melakukan sesuatu yang nggak kita suka demi menyenangkan orang lain? Ujungnya jadi nggak nyaman, kan?

Kalau nolak bukannya sama dengan egois? Nggak sama dong. Karena kita juga boleh berpendapat dan mengutarakan apa yang kita mau, tentunya dengan cara yang baik.

Kita perlu membuat batasan dan nggak harus juga menyenangkan semua orang. Karena, sekuat apa pun kita berusaha buat jadi baik, ada aja yang menganggapnya berbeda. Jadi, bikin batasan dan beranilah mengatakan 'TIDAK' pada hal yang tidak kamu suka atau tidak bisa kamu lakukan. Awalnya pasti canggung dan nggak nyaman banget, tapi setelahnya kamu akan merasa lega.

Menghargai Diri Sendiri dengan Tidak Selalu Menuruti Keinginan Orang Lain


Maksudnya gimana, nih? Setelah menikah dan menetap di Jakarta, hidup saya berubah drastis. Berkumpul dengan orang-orang baru dan berbeda, membuat saya harus beradaptasi lekas. Kebiasaan yang paling terasa perubahannya adalah soal tepat waktu.

Kalau dulu, saya janjian sama teman bisa aja molor datangnya, karena mereka juga molor dan nggak pernah tepat waktu. Atau bahkan pernah kejadian janjian sama teman, dia mau balikin buku pelajaran yang akan saya pakai esok hari, ternyata sampai malam dia belum datang. Akhirnya, hujan lebat saya pergi ke rumahnya dengan sepeda ontel bersama Bapak demi mengambil buku itu. Kenapa maksa-maksa harus ambil bukunya? Karena besoknya mau ujian :(

Tapi, sejak tinggal di Jakarta, sebisa mungkin janjian sama orang, datangnya harus lebih awal. Karena lingkungan juga yang bikin saya seperti ini. Jarang banget ada yang nggak tepat waktu atau ditinggal aja kalau telat. Akhirnya, kita bisa lebih menghargai orang lain dan tentu saja diri sendiri. Self-love itu mestinya kayak gini, lho.

Kalau sudah janjian sama orang di jam yang telah disepakati bersama, ternyata dia telat atau malah nggak jadi tanpa menghubungi atau memberi tahu sebelumnya, nggak ada salahnya menolak dan mengatakan ‘TIDAK’.

‘Tapi, nggak enak, sungkan, ah.’

Nah, perasaan kayak gini bikin kamu nggak bisa mencintai diri sendiri. Bayangkan, saya pernah janjian sama orang, beberapa kali dia menanyakan kapan bisa menghubungi saya, ketika telah disepakati waktunya, saya pun menunggu. Waktu itu benar-benar ngantuk dan capek, tetapi nggak berani tidur, khawatir saya terlambat menjawab telepon.

Saya sampai tidak melakukan kegiatan apa pun demi menerima telepon itu. Setelah ditunggu sekian jam, akhirnya saya memutuskan untuk menghubungi lebih dulu, kelamaan nunggu dan mau beraktivitas. Ternyata, dia bilang nggak jadi. Sedang ada urusan *gubrak.

Tanpa pemberiatahuan sebelumnya? Tanpa japri sebentar aja buat bilang batal? Dan setelahnya, saya banyak menolak kecuali saya benar-benar mau dan punya waktu. Saya nggak lagi sungkan mengatakan ‘TIDAK’ dengan orang yang nggak bisa menghargai orang lain. Apa pun alasannya.

Dulu, saya nggak akan menolak atau lebih tepatnya nggak bisa menolak. Pernah saya menunggu sampai larut, janjian sama orang buat isi kelas. Ternyata setelah dihubungi, saya diminta menunggu. Ternyata, setelahnya dia nggak ngasih kabar lagi kalau admin grupnya nggak bisa dihubungi. Setelah menyiapkan materi beberapa hari sebelumnya dan menunggu sampai berjam-jam, akhirnya malam itu saya batal ngisi kelas dan diganti hari berikutnya.

Jika bisa, saya menolak. Tapi, demi menghargai orang lain dan mengesampingkan perasaan sendiri, saya tetap mengisi kelas. Dan rasanya itu keterlaluan juga. Nggak salah juga kalau misal saya menolak. Bukan masalah juga jika saya tetap mengisi kelas di hari lainnya. Tapi, tentunya saya nggak boleh melakukannya dengan terpaksa atau perasaan karena sungkan. Saya menerima karena saya mau dan senang melakukannya. Saya ulangi, bukan karena sungkan

Hargai Perasaanmu


Apakah kita mesti bilang selalu baik-baik saja dalam kondisi yang nggak baik-baik saja? Kadang, hidup membuat kita mesti meneteskan air mata, sedih, kesel, sampai nyesek. Dan perasaan atau emosi kamu itu nggak salah, kok. Nggak masalah kita mengatakan belum baik-baik saja.

Semua itu kita lakukan demi memahami diri sendiri. Setiap emosi itu penting, dan nggak ada yang salah dengan itu.

Kalau boleh jujur, ada bagian dari diri sendiri yang paling saya benci dan nggak suka. Kadang sampai mikir, kenapa Saya bisa kayak gini? Sesulit itu saya berusaha mengubah, tapi ternyata nggak mudah. Emosi yang disimpan sejak kecil, bagian-bagian buruk yang disimpan dalam memori tanpa dikehendaki, dan tentu saja seharusnya saya nggak menerima itu, apalagi menyimpan dan mengingatnya sampai sedewasa ini.

Tapi, kenapa harus terus menerus menolak dan menyesali keadaan apalagi sampai menyalahkan diri sendiri? Karena itu nggak mengubah keadaan, malah justru semakin menyulitkan saya. Daripada saya hanya fokus pada kekurangan itu, lebih baik saya fokus dengan hal positif lainnya.

Highly Sensitive Person


Salah satu hal negatif yang sering mengganggu salah satunya selalu berpikir berlebihan terhadap suatu hal dan baperan. Orang-orang mengatakan ini jelek dan buruk sekali. Tapi, siapa mau punya pikiran kayak gini?

Kalau kamu termasuk salah satu orang yang sensitif dan gampang baper, bisa jadi kamu termasuk orang yang masuk kategori highly sensitive person atau HSP. Orang HSP ini punya sensitifitas yang sangat tinggi. Saking sensitifnya, orang dengan HSP disebut lebay dan baperan.

Ketika orang-orang yang membenci kamu dan mengatakan kamu lebay dan baperan, Satu Persen bilang kalau kondisi kayak gini termasuk normal, kok. 15-20% orang di dunia tergolong HSP. Jika kamu salah satunya, kamu nggak seburuk yang kamu pikirkan apalagi seperti yang orang lain pikirkan. Kenapa? Karena, sebenarnya kita nggak sendirian.

Apakah orang yang tergolong HSP ini selalu buruk? Sepertinya nggak juga. Karena, ada sisi positifnya juga, termasuk dia begitu peka dengan kehidupannya sendiri, dengan detail kecil yang mungkin nggak dilihat oleh orang lain, sehingga dia paham jika ada perubahan.

Dan lagi, orang yang tergolong HSP ini lebih punya empati dan lebih peduli dengan orang lain. Saking pedulinya, sampai lupa sama perasaannya sendiri *jangan, dong, ya.

Tapi, setiap yang berlebihan itu nggak baik. Termasuk soal HSP ini. Misalnya, kita kepikiran berlebihan saat teman nyetatus apa, atau kita jadi terus menerus mengikuti keinginan orang lain demi menyenangkan dia. Ini termasuk berlebihan.

Kita nggak mungkin memedulikan begitu banyak hal. Termasuk omongan orang tentang diri kita. Misalnya, orang bilang kita gemukan atau terlalu kurus, kita sebenarnya bisa memilih mau bereaksi seperti apa. Peduli atau nggak peduli?

Kalau semua omongan orang atau sikap mereka pada kita selalu kita pikirkan serius, ujungnya kita capek dong. Kita jadi nggak bisa fokus. You care too much.

Jadi, kita mesti tahu apa yang penting dalam hidup kita. Nggak semua hal kita pedulikan. Nggak semua hal kita sambut. Dan lagi, HSP ini mesti dianggap sebagai kelebihan. Nggak selalu seperti kata orang, ‘Dia baperan! Lebay!’. Mending dengerin apa kata Psikolog yang mengatakan bahwa salah satu tips mengendalikan pikiran buat orang HSP adalah dengan menganggap HSP ini sebagai kelebihan. Jadi, kita nggak fokus sama jeleknya terus.

Ternyata Semua Itu Nggak Mudah


Meskipun banyak tips dan cara bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama untuk mengendalikan kebaperan kita sebagai orang HSP, tapi ternyata itu nggak mudah dipraktikkan. Ketika saya mengatakan tidak dan nggak nyaman dengan cara orang melakukan ini itu yang melibatkan diri saya, setelahnya saya berpikir banyak hal, apakah akan begini dan begitu? Apakah ini buruk buat saya? Sampai susah tidur. Padahal, saya hanya mengutarakan pendapat saya dan apa yang saya rasakan. Tapi, setelahnya saya malah memikirkan hal-hal yang tidak perlu.

Apakah sesulit itu? Ya. Tapi, bukannya mustahil. Jadi orang HSP ini berat. Apa-apa selalu dipikir berlebihan dengan tingkat kecemasan yang begitu tinggi. Belum lagi kalau kita punya teman-teman yang suka banget manasin kompor, tapi setelah itu buru-buru cuci tangan seolah nggak pernah ikut campur :D

Tapi, sisi positifnya, kita lebih peka sama orang lain. Ada teman kesulitan, kita nggak akan mikir dua kali untuk membantu. Karena seolah paham bagaimana rasanya berada di posisi itu.

Sudahkah Kamu Melakukan Self-Love?


Kayaknya, belum sepenuhnya. Kalau masih nggak bisa nolak demi menyenangkan orang lain, masih suka membandingkan diri dengan yang lain, atau masih nggak bisa menerima diri kita yang seutuhnya, mungkin kamu juga belum sepenuhnya mencintai diri sendiri.

Nggak masalah, karena setiap orang punya waktu berbeda dan pencapaian berbeda dalam hidupnya. Minimal kita mau belajar dan berusaha, menerima kekurangan kita dan tidak selalu menganggap diri paling buruk. Tetap semangat mencintai diri sendiri, ya. Tentunya tanpa mengabaikan orang-orang di sekitarmu.

Salam hangat,

 

Nggak Harus Kayak yang Lain, You Are Enough!

You Are Enough



Apakah dalam hal pencapaian kita mesti sama dengan yang lain? Apakah kita harus sehebat si A, barulah kita mau mengapresiasi usaha sendiri?

Saat melihat orang sekeren dan sejago itu, pikiran kita pasti bilang gini, ‘Aku mesti kayak dia. Nggak mau tahu, pokoknya kalau belum sehebat dia, aku belum jadi apa-apa.’

Padahal, nggak masalah sebenarnya kalau kita nggak sepandai yang lain atau nggak sehebat idola kita. Karena ini bukan soal hasilnya, tetapi ‘proses’. Kita mestinya merasa cukup dengan apa yang kita punya dan berhentilah membandingkan diri dengan orang lain. Bukan berarti kita diminta berhenti ikhtiar, tapi lebih ke mensyukuri apa yang sudah kita capai selama ini.

Iya, cintai diri kamu dengan tidak banyak membandingkan diri dengan yang lain. Kalau kamu cinta sama seseorang, pasti nggak bakalan mau nyakitin apalagi sampai ngerendahin. Nggak bakalan membandingkan, karena tahu itu nggak nyaman.

Dan, itulah yang mesti kita lakukan pada diri kita sendiri. Sebelum menghargai dan mencintai orang lain, cintailah diri kita terlebih dahulu. Ngerasa aneh? Mungkin karena sejak kecil kita terbiasa mengenal lagu, ‘Satu-satu, aku sayang Ibu. Dua-dua, juga sayang Ayah. Tiga-tiga, sayang Adik Kakak…’ yang mestinya sejak dulu kita diajarkan untuk mengatakan, ‘Satu-satu, aku sayang aku’ kwkwk. Aneh bin ajaib, sih emang :D

Namun, memang ada benarnya juga, kan? Kita nggak pernah dikenalkan bagaimana mencintai diri sendiri. Akhirnya kita sering mengorbankan pendapat bahkan keinginan kita supaya bisa diterima oleh orang lain. Setelah baca buku 'Self Love' yang salah satu penulisnya merupakan mentor saya, saya jadi banyak tahu bagaimana memperlakukan diri sendiri. Begini, lho harusnya. Nggak perlu merasa nggak nyaman menolak atau bilang nggak kalau nyatanya kita memang nggak mau.

Terlalu Sering Melihat Kehebatan Orang Lain Kadang Membuat Kita Insecure


Saking terlalu fokusnya sama pencapaian orang lain, kita jadi lupa untuk menghargai diri sendiri. Hei, cukup. Bersyukurlah atas pencapaianmu dan belajarlah bahwa mereka hebat karena rajin berlatih. Kita nggak boleh hanya fokus sama hasilnya, sampai-sampai melupakan proses dan usahanya.

Kamu juga sedang berproses, kok. Kalau hasilnya belum sebaik si A atau si B, itu bukan masalah besar yang mesti kita pikirkan secara berlebihan. Akhirnya jadi nggak menikmati. Akhirnya jadi rendah diri dan insecure lagi. Sampai hampir putus asa karena gagal memuji diri sendiri yang sudah bekerja keras.

Kita nggak harus terus menerus mengejar apa yang belum kita punya. Kalau semua mesti kita kejar, kapan bisa menikmati dan mensyukurinya? Rasanya begitu berat kalau harus begini terus menerus, kan?

Apakah ini berarti kita jadi gampang merasa puas dengan pencapaian yang sudah ada? Tentu saja tidak. Ini lebih ke menghargai diri kita atas kerja keras dan usaha. Kemudian bersyukur dengan hasilnya dan bersabar menikmati prosesnya. Karena, mau sampai kapan pun, kita akan terus belajar. Jika tidak, sepeda yang kita kayuh akan berhenti di tengah jalan. So, pastikan kita tetap mengayuhnya.

Kita Nggak Harus Jadi yang Orang Lain Inginkan


Dengan alasan supaya disukai semua orang, biar banyak yang sayang dan mau menjadi teman, kita berusaha menuruti apa kata orang. Biar nggak ditinggalkan. Mengorbankan pendapat dan kepentingan pribadi. Padahal, orang lain bisa bebas datang dan pergi begitu saja tanpa bisa kita pastikan mau sampai kapan tetap tinggal?

Mustahil kita bisa menyenangkan semua orang. Biarkan saja mereka pergi dan berlalu, tak perlu memaksakan orang tetap tinggal kalau memang sudah nggak sejalan. Pada akhirnya, kita akan berteman dan dekat dengan orang-orang yang memang memahami dan mengerti seperti apa kita sebenarnya.

Dan lagi, kita nggak perlu berpura-pura jadi orang lain supaya orang nggak membenci. Bukannya yang jahat ataupun baik tetap saja ada yang mencibir? Capek dong ya kalau nurutin apa kata orang terus? Lalu, kapan kamu mendengarkan isi hati kamu sendiri? Kapan kamu mau mengutarakan pendapatmu dan memilih jalan yang sesuai dengan kata hatimu?

Belajarlah Merasa Cukup dengan Apa yang Kamu Miliki


Iya, maksudnya belajarlah bersyukur dengan apa yang telah kamu miliki. Dengan pencapaianmu yang mungkin belum sehebat yang lain, tapi kamu paham betul bahwa ikhtiarmu sudah semaksimal itu.

Jujur saja ini sulit sekali. Karena setiap orang pasti lebih senang melihat ke atas, baik sadar ataupun tidak, karena merasa termotivasi atau malah justru jadi insecure melihat keberhasilan orang lain. Seperti saya sebutkan di awal, kita mesti belajar bersyukur atas pencapaian yang telah diperoleh selama ini. Nggak harus sama dengan yang lain. Sebab jalan masing-masing kita itu berbeda. Nggak pernah sama.

"Ya, ampun! Tapi, ini susah, kan? Saya juga mau seperti Tere Liye, punya banyak novel best seller!"

Tere Liye, dalam sebuah seminar kepenulisan mengatakan, kira-kira begini intinya,

'Nggak ada rumus untuk membuat buku yang bagus atau best seller. Kalimat indah itu bisa ditulis sebab perjalanan panjang, proses yang nggak sebentar, dan jelas bukan datang tiba-tiba.'

Jadi, semua nggak datang tiba-tiba. Jadi, nggak usah buru-buru mengejarnya. Tetap konsisten, tetap disiplin, dan teruslah berusaha. Jangan lupa, tetap dinikmati prosesnya. Soal hasil, kita serahkan pada Allah. Usaha yang baik, insya Allah akan mendatangkan hasil yang baik juga.

Salam hangat,

 

Wednesday, November 11, 2020

Kelas Menggambar Bersama Yatim Mandiri, Khusus Pemula!

Kelas menggambar bersama Yatim Mandiri



Kelas menggambar bersama Yatim Mandiri insya Allah bakalan diadakan pada awal Desember akhir tahun 2020. Bismillah, ya. Insya Allah saya akan menjadi pematerinya dan kita bisa belajar menggambar dengan aplikasi Ibis Paint X bareng-bareng. Lebih santai waktunya karena kita nggak akan pakai zoom, melainkan pakai Whatsapp group.

Setelah mengadakan kelas design bersama KAMMI Brawijaya beberapa minggu yang lalu, saya memberanikan diri menerima tawaran dari Yatim Mandiri untuk mengadakan kelas menggambar khusus pemula demi mengumpulkan dana bagi yatim dan dhuafa.

Awalnya nggak pernah kepikiran bakalan nerima beberapa tawaran apalagi dalam waktu berdekatan seperti ini. Teman-teman yang kenal dekat dengan saya pasti sangat hapal bagaimana saya, hampir nggak pernah mau ngadain kelas apalagi sampai live. Sebuah kemajuan besar kata seorang teman ketika melihat saya mau tampil live lewat zoom bersama KAMMI Brawijaya kemarin…kwkwk.

Murni Untuk Donasi

Buat teman-teman yang sudah bergabung dan bersedia menyisihkan uang untuk infak lewat Yatim Mandiri dan berkenan mengikuti kelas ini, saya sangat berterima kasih. Uang yang masuk murni untuk donasi atau infak yang nantinya akan disalurkan langsung oleh Yatim Mandiri. Semoga berkah, ya :)

Ketika pandemi seperti sekarang, saya bersyukur karena justru semakin banyak orang yang nggak egois dan mementingkan diri sendiri. Semakin pesat perkembangan teknologi, semakin bersemangat pula orang-orang untuk berbagi meskipun kondisi diri sendiri saja belum sebaik apa.

Kita bisa lihat, banyak banget penggalangan dana di mana-mana, membuktikan bahwa masih banyak orang yang membutuhkan bantuan dan begitu banyak pula orang yang mau berdonasi meskipun nominalnya nggak selalu besar.

Saat kita berbagi, saat kita mau berinfak, sebenarnya kita sedang menolong diri kita sendiri, kita sedang membahagiakan diri kita sendiri, karena semua uang yang kita donasikan akan kembali pada diri kita sendiri. Entah hari ini atau esok saat kita telah meninggal.

Dan, berbagi itu nggak harus selalu berjuta-juta jika memang angka itu nggak ada di kantong kita. Nggak harus nunggu sekayah rayah Baim Wong juga, kan? Kita bisa berbagi dalam bentuk apa pun, dan sebesar yang kita mampu.

Nanti Kita Belajar Apa Aja?

Rencananya kelas kali ini akan lebih lama waktunya karena ada masa pendampingan selama kurang lebih 2 minggu. Jadi, teman-teman yang masih mau bertanya ini dan itu, insya Allah masih bisa dijawab di grup. Lebih santai, kan? Nggak buru-buru pokoknya.

Selain belajar menggambar dengan aplikasi Ibis Paint X, saya juga akan isi dengan materi lainnya termasuk cara menulis buku dan menerbitkan karya kita ke penerbit hingga buku kita masuk ke toko buku.

Jadi, ini kelas nulis apa kelas gambar, Kak? Kwkwk. Ini kelas beda pokoknya. Saya pengen teman-teman nggak hanya sekadar bisa menggambar, tapi juga bisa mencari peluang hingga mendapatkan penghasilan dari ilustrasi atau gambar yang sudah dibuat.

Iya, keren banget, kan kalau bisa bikin buku sendiri dengan ilustrasi kita sendiri? Apalagi kalau bisa terbit mayor dan majang di Gramedia? Selama ini, masih banyak orang yang nggak paham bagaimana cara membuat buku solo dan menerbitkannya. Jalannya bermacam-macam. Bisa lewat Bandung, bisa lewat Jakarta, bisa juga lewat Bogor…kwkwk. Atau, kita bisa dapat peluang lain yang nggak kalah kerennya, masya Allah.

Selain itu, kita juga bakalan belajar branding di sosial media. Kita mau dikenal sebagai siapa, nih di sosial media? Jasa apa yang pengen kita tawarkan sehingga orang-orang datang tanpa kita minta? Kita nggak akan dikenal sebagai ilustrator kalau media sosial kita isinya hanya curhatan panjang kali lebar atau isinya hanya foto selfie 24 x sehari. Jadi, tiap jam posting foto. Foto lagi nyapulah, foto lagi nyuci, masak, makan, kwkwk. Bercanda :D

Paling penting adalah kita butuh motivasi dan tentunya teman-teman yang seirama supaya bisa saling support dan menyemangati. Insya Allah kamu bakalan dapetin di kelas ini, ya.

Kelas Menggambar Khusus Pemula


Kita akan belajar menggambar dari dasar banget. Dari yang nggak bisa menggambar, dari yang nggak kenal aplikasi menggambar digital, dari yang nggak tahu apa-apa pokoknya :D

Apa bisa kalau nggak ada bakat? Hampir semua orang bisa melakukan suatu hal karena mau berlatih. Walaupun punya bakat seabreg, tapi nggak mau latihan, jangan harap bisa pandai. Karena pada dasarnya kita mesti berproses, nggak ada yang instan bahkan meski memakai aplikasi menggambar digital.

Ketika teman-teman masuk kelas menggambar, latihan akan menjadi kunci. Mau ikut kelas berapa kali pun, kalau sehari-harinya nggak mau latihan, ya jangan harap bisa bagus hasilnya. Suka gemes, kan kalau ketemu sama orang yang nggak sabaran dalam berproses dan maunya lekas jadi dan bagus. Karena orang lain itu latihan sampai berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, eh kita datang sehari doang, tiba-tiba mau sebagus itu hasilnya? Please, saya mau pingsan dengernya :D

Siapa, sih Yatim Mandiri Itu?

Buat teman-teman yang belum tahu, Yatim Mandiri ini merupakan lembaga sosial yang mengelola zakat, infak, sedekah, serta dana sosial lain yang melalui program-program pemberdayaan masyarakat, khususnya yatim dan dhuafa.

Beberapa waktu lalu, Yatim Mandiri sedang menangani kasus muallaf yang kehilangan penglihatannya. Lebih sedih lagi, beliau merupakan lansia, nggak punya siapa-siapa lagi. Kebayang nggak, sih betapa beratnya harus menjalani hari-harinya selama beberapa tahun terakhir? Ditambah beliau mengalami katarak.

Yatim Mandiri akhirnya membawa beliau periksa ke dokter spesialis mata. Namun, karena keterbatasan ekonomi, baliau belum dioperasi. Targetnya, di bulan Oktober lalu, dana diharapkan sudah terkumpul dan segera dilakukan tindakan operasi untuk memulihkan penglihatannya.

Ini baru satu kasus saja, kita nggak bisa menghitung berapa banyak kasus lain yang mungkin lebih sulit dan lebih buruk lagi. Bersyukur sekali, ada banyak lembaga sosial yang mau membantu, menjangkau hingga ke pelosok dan memberikan bantuan secara langsung bagi yang membutuhkan, salah satunya seperti yang dilakukan oleh Yatim Mandiri.

Jika kita tidak bisa turun langsung, kita bisa mendonasikan uang yang kita punya untuk meringankan beban sesama melalui Yatim Mandiri. Saya catat betul dalam hati, nggak akan Allah biarkan kita kekurangan hanya karena kita sering sedekah. Nggak akan. Jadi, jangan takut buat berbagi, ya :)

Patungan Wakaf Untuk Pembangunan Pesantren Tahfidz Alquran

Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang shalih.” (HR. Muslim)

Sedekah jariyah itu yang seperti apa? Sedekah yang manfaatnya nggak akan terputus. Terus bersambung manfaat yang diberikan. Contohnya wakaf tanah dan Alquran. Selama benda-benda itu masih ada, selama itu pula manfaatnya akan terus ada. Dan insya Allah, pahalanya akan tetap mengalir bagi kita.

Saya berpikir, banyak hal kita lakukan untuk diri sendiri, tapi, rata-rata semua itu hanya dilakukan untuk duniawi semata. Iya, kita makan di restoran dan membeli baju-baju yang mahal, semata-mata demi kepuasan duniawi saja. Nggak ada manfaat lain selain ya sebatas itu.

Apakah yang begitu nggak boleh? Tentu saja boleh. Kita tidak diperkenankan pelit terhadap diri sendiri, selama kita mampu dan membutuhkannya, lakukan yang kita mau. Nah, lantas bagaimana dengan hidup kita setelah di dunia? Apakah harta kita hanya akan dihabiskan untuk yang itu-itu saja? Entah kapan kita akan dipanggil, hanya menunggu giliran.

Jadi, nggak ada salahnya mulai menyisihkan harta untuk tujuan yang lebih kekal manfaatnya. Misalnya untuk sedekah jariyah yang pahalanya bakalan terus mengalir sampai kita meninggal nanti. Kita bisa ikut patungan wakaf membangun pesantren tahfidz bersama Yatim Mandiri di Sragen. Semoga harta yang kamu sisihkan untuk turut serta membangun pesantren tahfidz ini bisa menolongmu di akhirat kelak.

Cara Daftar Kelas Menggambar Bersama Yatim Mandiri


Bagi kamu yang pengen belajar menggambar bersama saya, bisa klik di sini untuk daftar kelasnya. Ada beberapa paket infak yang bisa kamu pilih. Semoga kebaikanmu diganjar berkali lipat oleh Allah. Yuk, kita belajar bareng di kelas menggambar digital yang insya Allah bakalan diadakan awal Desember nanti. Kamu belajar, saya pun belajar.

Sampai ketemu di kelas nanti, ya :)

Salam hangat,

Wednesday, November 4, 2020

Tetap Waras! Ini Dia 5 Ide yang Bisa Kamu Lakukan Selama Pandemi

Kegiatan saat pandemi


Siapa, nih yang masih betah di rumah terutama saat liburan beberapa hari kemarin? Hampir semua orang sudah bosan, bahkan mungkin sampai lupa kalau kondisi sedang pandemi. Karena kelamaan di rumah aja dan jarang banget update berita soal covid-19, tiba-tiba saya merasa kalau pandemi, tuh udah berakhir. Nge-haluu bentar kayaknya saking bosannya di rumah.

Nah, buat yang betah atau lebih tepatnya ngebetah-betahin tetap di rumah kecuali bepergian karena mendesak, kira-kira ngapain aja selama 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu yang telah berjalan hampir setahun terakhir ini?

Rata-rata berkebun, baking, dan tentu saja mengurus rumah. Tapi, sebenarnya ada hal-hal lain yang masih bisa kita kerjakan dan tentu saja membuat kita lebih bahagia. Misalnya melakukan hobi lama yang tertunda? Jangan bilang kalau hobi kamu nge-baking, ya? Hehe.

Dan, ini dia 5 ide yang bisa kamu lakukan selama pandemi dengan tujuan menjaga kewarasan terutama sebagai ibu-ibu yang harus mendampingi anak-anaknya PJJ :D

1. Lakukan Hobi Lama yang Sempat Tertunda


Tadi sempat saya singgung, kita bisa banget memulai hobi lama yang sempat tertunda karena rutinitas yang terlalu padat. Misalnya saya sendiri, sejak pandemi akhirnya berani mengeluarkan tablet yang sudah lama nggak dipakai dan mulai ngegambar lagi.

Terhitung sejak pertengahan Mei lalu saya rutin menggambar hingga hari ini. Happy? Iya, karena tanpa disangka, banyak yang support dan mendoakan. Akhirnya jadi punya banyaak teman baru. Masya Allah.

Saya melakukannya karena bosan dan apa salahnya gambar-gambar lagi karena DL nulis pun nggak sebanyak dulu. Nggak tahunya malah jadi rutin. Nilai positifnya, saya benar-benar belajar dan tahu banyak teknik menggambar meskipun ini masih jauuh jalannya :D

Jadi, kenapa kamu tidak melakukannya juga? Hobi apa, sih yang sempat tertunda karena kesibukan bisa banget kamu mulai saat pandemi. Siapa tahu bermanfaat juga buat kamu. Bukan hanya bikin happy dan menghilangkan stres, bisa juga mendatangkan peluang baru.

2. Membaca Buku


Lebih sibuk mana, sih antara pandemi atau sebelum pandemi? Kayaknya, sih lebih sibuk sebelum pandemi, ya? Kita nggak harus menyiapkan bekal untuk anak sekolah, setrika baju aja jarang karena kita pun jarang pergi keluar rumah, dan sekilas lebih banyak santai pokoknya. Tapi, ternyata setelah dijalani kayaknya nggak sesederhana itu.

Saat pandemi, karena semua di rumah aja, akhirnya kita jadi sibuk di dapur mulu menyiapkan sarapan, makan siang, hingga makan malam. Waktu kayaknya cepet banget berlalu, padahal baru ngapain aja seharian?

Demi menjaga kewarasan, saya rutin membaca buku terutama motivasi setiap hari. Nggak harus berlembar-lembar, cukup beberapa halaman aja asal dikerjakan dengan santai banget. Hasilnya? Seperti sedang memompa semangat buat diri sendiri.

Buku-buku banyak banget dibeli, tapi belum sempat kebaca seluruhnya. Saatnyalah kita tuntaskan *sambil nunjuk diri sendiri…huhuhu.

3. Membersihkan Rumah dari Sudut ke Sudut


Nggak banget, sih idenya? Nggak ada kerjaan lain yang lebih menghiburkah? Kwkwk. Karena bakalan di rumah selama berbulan-bulan bahkan kita sudah melewatinya hampir setahun, akhirnya rumah menjadi tempat istirahat sekaligus nyari hiburan. Karena nggak mungkin ke mana-mana, mau nggak mau kita harus membuat rumah tempat tinggal mejadi hunian paling nyaman.

Mumpung lagi di rumah, nggak ada salahnya kita menata ulang ruangan atau membersihkan sudut rumah yang kotor dan perlu ditata lagi. Biar lebih nyaman dipandang dan ditempati. Saya tipe orang yang senang kalau lihat rumah bersih dan rapi walaupun nggak harus sesempurna itu. Tapi, kayak jadi hiburan banget kalau rumah bersih :D

4. Menulislah!


Tulislah apa yang bisa kita tulis. Karena itu bisa membantu mengurangi stres juga. Nggak usah nulis yang berat-berat, tulislah sebelum tidur tentang hal-hal yang paling kamu syukuri atau tentang impian yang belum terwujud.

Iya, jadi kita rutinkan menulis hal-hal positif bahkan mentor saya menyalin sebuah buku motivasi dengan tulisan tangan untuk disimpan (bukan dikomersilkan). Biarin dibilang kayak ABG lagi karena nulis diary kayak gini asal tidak menulis aib teman aja…kwkwk.

5. Istirahat


Iya, beneran istirahat. Bukan hanya tidur yang cukup, tapi juga beranjak sejenak dari bisingnya media sosial. Kadang, kita capek kalau terus menerus mengikuti yang kayak gitu. Butuh istirahat yang benar-benar istirahat. Merem yang benar-benar nyenyak dan nggak peduliin notifikasi dulu apalagi kalau kurang penting.

Biar hilang lelah kita dan setelahnya kita bisa kembali lagi dengan kondisi hati dan perasaan yang jauh lebih fresh dan bersemangat tentunya.

Meskipun pandemi sudah berlangsung begitu lama, tapi pada akhirnya kita bisa melalui itu dengan perasaan lebih baik dari hari ke hari. Meskipun banyak sekali yang terdampak dan saya yakin itu nggak mudah, tapi percayalah Allah akan gantikan kemuraman itu dengan bahagia yang lebih lega di hari mendatang. Aamiin.

Bukan kondisi baik yang mesti kita punya. Boleh jadi kita termasuk yang mengalami kesulitan saat pandemi. Maka, buatlah kondisi yang kurang menyenangkan itu menjadi lebih baik dengan tidak melulu mengeluhkannya dan perbanyak bersyukur. Karena dengan mengeluh apalagi mencaci keadaan, kondisi yang diharapkan tak mudah juga berbalik ke arah kita.

Iya, ini sulit. Tapi, Allah akan kuatkan. Yuk, bismillah. Insya Allah kita bisa lalui semua ini dengan baik.

Salam hangat,

 

Friday, October 30, 2020

Tips Berhemat di Masa Pandemi

Berhemat di Masa Pandemi



Berhemat di masa pandemi itu sepertinya menjadi keharusan. Terutama setelah banyak orang kena dampak adanya pandemi hingga berbulan-bulan. Misalnya, kehilangan pekerjaan. Mau nggak mau, kita harus belajar berhemat supaya tetap survive hingga pandemi usai.

Siapa yang nggak kena dampak pandemi? Hampir semua orang terkena dampak pandemi. Rasanya masih nggak kebayang kalau pandemi bakalan menimpa kita hingga hampir setahun lamanya. Kaget sudah pasti. Nggak siap dengan keadaan yang tiba-tiba berubah jungkir balik naik turun. Tapi, mau sampai kapan kita kayak gini? Kita nggak mungkin terus menerus menyesali keadaan tanpa memikirkan solusinya.

Yuk, tetap semangat melihat masa depan. Saya yakin, ada banyak hikmah di balik ujian ini. Ketika kita pun terdampak dan hampir nggak tahu mau ngapain, di luar sana mungkin malah ada yang lebih susah daripada kita. Ada orang yang buat makan aja susah. Ya, Rabb. Kita harus bisa melewati ujian ini.

Belajar Melihat ke Bawah


Soal harta kekayaan, kita nggak boleh terus menerus melihat ke atas. Khawatir kesandung langkahnya saking fokusnya melihat orang yang posisinya ada di atas kita. Akhirnya malah bikin kita kurang syukur dan kufur nikmat.

Sesekali mungkin bisa membuat kita termotivasi, tapi dalam kondisi seperti sekarang, sepertinya kita perlu banyak-banyak belajar melihat ke bawah. Iya, biar tahu dan mengerti bahwa bukan hanya kita saja yang diuji, melainkan juga orang lain. Bukan hanya kita saja yang kehilangan pekerjaan, yang lain justru malah kekurangan sekadar untuk makan. Ternyata, semua hamba itu pasti diuji. Ternyata, di bawah kita ada yang lebih kekurangan, tapi, kok hidupnya adem ayem aja, ya? Ternyata dan ternyata. Akhirnya membuat kita sadar bahwa kita itu masih lebih beruntung.

Hemat Bukan Pelit


Perlu diingat, hemat itu bukan pelit. Jangan ragu membantu orang lain yang lebih membutuhkan jika kita masih dikasih kecukupan. Iya, karena hemat itu bukan pelit. Justru banyak orang berlomba-lomba bersedekah di saat kondisi sulit seperti sekarang. Bukan karena mereka punya dan berlebih, tapi karena ingin berbagi di saat sulit.

Jika ada niat pengen dimudahkan urusannya, setidaknya harapan itu disandarkan pada Allah dan apa yang dilakukan adalah kebaikan. Kenapa nggak?

Tips Berhemat di Masa Pandemi


Di masa pandemi seperti sekarang, sebenarnya kita bisa lebih banyak berhemat karena aktivitas memang berubah total. Nggak ada sekolah offline sehingga kita nggak perlu bayar tukang ojek, nggak perlu repot bikin bekal atau pesan catering sekolah juga, lebih berasa karena kitanya juga terus menerus di rumah dan jarang keluar. Sehingga kita pun jarang jajan di luar dan ya benar-benar makan secukupnya dan yang ada aja.

Nah, kira-kira teman-teman punya tips apa selama pandemi supaya bisa tetap berhemat dan insya Allah kita bisa survive sampai pandemi berakhir? Kalau ini versi saya, ya. Silakan disimak siapa tahu bisa terinspirasi :D

  • Tentukan budget per bulan


Meskipun saat ini kita punya uang yang sangat cukup bahkan lumayan, tapi kita nggak boleh seenaknya membelanjakan dan menghabiskan uang tersebut untuk hal-hal yang kurang perlu. Setidaknya, kita harus bersiap-siap minimal untuk setahun ke depan. Iya, sampai akhir 2021 semoga pandemi sudah benar-benar berakhir dan kita bisa hidup normal kembali.

Nah, untuk menyiasati itu, kita perlu menentukan budget bulanan. Kita boleh belanja apa pun yang diperlukan, tapi jangan lebih dari budget yang ditentukan tersebut. Saya berasa banget sih bisa berhemat berkali lipat karena memang aktivitas kita sekarang berbeda dengan dulu saat normal.

Dan, tentu saja saya merasa sangat terbantu dengan cara ini. Akhirnya, kalau belanja benar-benar dipikirkan mana yang perlu atau sekadar buat senang-senang doang? Mana yang mesti didahulukan dan mana yang masih bisa ditunda.

Saya nggak terlalu susah mengubah budget bulanan karena ya memang sehari-hari sejak dulu sampai sekarang terbiasa hidup apa adanya. Bukan belum ada diada-adain *eh :D

  • Beli saat butuh


Kalau memang merasa perlu membeli ya silakan dibeli. Intinya, kita harus tahu mana yang jadi prioritas dan mana yang bukan. Kalau nggak penting-penting amat, ya usahakan nggak usah dibeli. Tapi, kalau memang diperlukan apalagi mendesak, ya kenapa nggak?

Supaya bisa memudahkan, kita mesti bikin list daftar kebutuhan pokok setiap bulannya dan apa aja yang mesti dibayar bulan itu juga. Misalnya, beras, gas, susu, belanjar sayur dan teman-temannya, bayar SPP, bayar listrik, dll. Nah, list itu harus diutamakan karena sudah jelas dibutuhkan. Sisanya, boleh dipertimbangkan dulu.

Kadang, kita kebiasaan beli barang bukan karena butuh, melainkan karena kita senang atau pengen. Padahal, kadang barang yang kita beli nggak selalu dipakai. Mulai sekarang kita mesti mengubah hal kayak gini kalau mau berhemat.

  • Belanja beberapa hari sekali


Untuk belanja kebutuhan pokok di supermarket, saya hanya melakukannya sekali dalam sebulan. Ini nggak berubah seperti sebelum pandemi. Biasanya memang belanja sekaligus banyak. Beli minyak, sabun, dan teman-temannya sudah ditentukan buat kebutuhan sebulan.

Saat pandemi, tentu saja kebiasaan ini nggak berubah juga. Hanya saja mulai memilih yang penting. Nggak perlu main dulu, belanja buku-buku bacaan dan kawan-kawannya yang kurang dibutuhkan. Anak-anak juga nggak pernah ikut karena ngeri, jadi benar-benar bisa dikendalikan…kwkwk.

Sedangkan untuk kebutuhan lain seperti belanja sayur dan teman-temannya, saya hanya pergi seminggu sekali. Iya, hanya seminggu sekali. Masya Allah, kembali ke zaman saya dan Mas masih baru nikah dan punya rumah baru…kwkwk. Kadang, kalau ada yang butuh banget tetap belanja tapi ini jaraang banget. Emang bisa begitu? Bisa banget, insya Allah.

Saya bisa membeli tomat 4-5kg sekali belanja karena rutin bikin jus. Kebutuhan lainnya juga sama disesuaikan. Misalnya telur beli berapa kilo. Mau makan apa selama seminggu ke depan? Harus direncankan baik-baik biar nggak mati gaya pas belanja.

Dengan cara begini, saya bisa berhemat beberapa kali lipat ketimbang sebelumnya.

  • Bikin menu dalam seminggu


Sempat saya singgung di awal, ya kalau kita sebaiknya bikin menu mingguan. Dalam seminggu mau masak apa aja? Misalnya seminggu makan telur ceplok mulu…kwkwk. Tinggal hitung berapakah jumlah telur yang dihabiskan oleh Doni? *soal ujian anak SD :D

Soalnya kalau nggak begini, kita bisa berlebihan saat belanja. Malah semua diborong karena merasa bahwa seminggu itu lama. Padahal, yang dibeli nggak semuanya dihabiskan. Ada yang akhirnya busuk nggak kemakan. Kan, sedih kalau begini.

  • Buka usaha dengan modal kecil


Karena banyak yang kena PHK, akhirnya banyak pula yang pengen buka usaha sendiri. Saran dari ahlinya, usahakan jangan memulai usaha dengan modal besar atau sekaligus. Meskipun setelah dipertimbangkan kayaknya untungnya lumayan banget. Tapi, no, no. Sebaiknya mulai usaha dari modal kecil. Jangan buru-buru sewa ruko, beli peralatan ini dan itu. Karena risikonya lebih besar.

Paling disarankan sih buka usaha kuliner. Dan ternyata memang banyak yang udah mulai. Tetangga saya juga ada yang buka kedai minuman di depan rumahnya. Karena posisi rumahnya pas menghadap jalan raya, kayaknya peluangnya lumayan juga.

Atau, bisa mulai dari jualan online. Mulai dari mulut ke mulut, dari status WA, dsb. Insya Allah bisa berjalan asal tetap konsisten, ya.

  • Jangan belanja dengan cara berutang


Pernah denger seorang karyawan yang kesulitan membayar cicilan mobil dan benda lainnya karena pandemi? Sebenarnya gajinya besar. Tapi, karena punya cicilan banyak, akhirnya dia kesulitan dong buat memenuhi kebutuhan sehari-harinya akibat harus membayar cicilan dulu. Karena pandemi, gajinya juga berkurang. Eh, tapi kalau hanya untuk sehari-hari lebih dari cukup. Masalahnya dia punya banyak cicilan aja.

Hidup itu katanya apa adanya aja. Jangan nggak ada diada-adain. Sudah berapa orang pengen berutang cuma demi membayar cicilan mobilnya? Ampun, deh. Kadang nggak paham kenapa bisa memaksakan diri sampai begini?

Kalau berutang karena mau bayar sekolah anaknya atau membiayai perawatan keluarganya di rumah sakit kayaknya masih wajar. Ini malah buat bayar cicilan mobil? Pengen ketawa, tapi takut dosa *Eh :D

  • Pilih harga diskon atau barang bekas pakai


Nggak selamanya barang diskon itu nggak berkualitas. Ya, ada beberapa yang memang jadi turun harga dan mungkin bisa dipertimbangkan untuk dibeli jika memang butuh. Atau, kita bisa pertimbangkan membeli barang bekas pakai dengan harga lebih murah, tapi kondisinya masih oke.

Kedua hal ini bisa dipertimbangkan dan mungkin juga bisa kita lakukan bahkan meski pandemi sudah berakhir. Dengan catatan ya memang kita butuh sama benda tersebut. Bukan sekadar karena lagi murah, nih. Kapan lagi?

Saya yakin, kita udah dewasa dalam menentukan sikap *tsah. Nggak sama dong dengan anak kecil yang apa-apa mau dibeli dan diborong. Lihat mainan mau dibeli, lihat es krim mau dibeli juga. Meksipun anak saya nggak seheboh itu. Tapi, hal-hal kayak gini sepertinya lebih identik sama kelakuan anak-anak, kan? Anak-anak mana tahu ada uang atau nggak, pokoknya mereka harus punya dan dapat.

Dan, kita bukan anak-anak yang sepolos itu. Insya Allah kita sangat paham bagaimana cara membelanjakan uang sehingga bisa tetap berhemat di masa pandemi. Yuk, biasakan hidup apa adanya. Bukan orang kaya namanya kalau masih malu pakai sepeda ontel dan bukan orang kaya namanya kalau naik mobil masih sombong. Eaa…pinjem kalimatnya mas Jaya Setiabudi :D

Salam hangat,

 

Wednesday, October 28, 2020

Mengajari Anak Toilet Training Sejak Dini

Melatih anak toilet training



Toilet training
pada anak usia balita memang tak selalu mulus sesuai harapan. Ada saatnya anak mau dan mudah diajak kerja sama. Ada saatnya mereka justru memancing emosi orang tua. Apakah sesulit itu menerapkan toilet training?

Saya sedikit cerita tentang pengalaman anak-anak saya yang dulu pernah belajar toilet training di usia yang berbeda. Si sulung disunat saat usianya masih 1 tahun. Gara-gara sunat itulah, dia belajar BAK sambil berdiri dan enggan kencing di popoknya lagi. Meskipun dia belum bisa bicara, tapi saya rutinkan mengantarnya ke kamar mandi untuk buang air kecil.

Lucunya, ketika saya ajak pergi dan tidak mengantarnya ke toilet tepat waktu, dia menahannya sampai saya antarkan ke kamar mandi. Dari sini sudah kelihatan kalau dia mulai paham mesti BAK di toilet, bukan di popok.

Salah satu kunci kesuksesan toilet training terletak pada konsistensi kita juga. Sejauh mana kita bisa disiplin ngajak anak buang air kecil ke toilet? Sejauh mana kita telaten ngajakin mereka dan nggak bosan-bosan mengedukasi lewat pesan-pesan penuh harap *tsah

Sayangnya, setelah luka sunatnya sembuh, saya sempat nggak konsisten lagi. Akhirnya ambyar sudah latihan selama sekian minggu. Dan, dia pun jadi terbiasa lagi BAK di popoknya. Sedih banget, tapi salah siapa?

Dimulai Saat Sudah Siap


Memang, ada usia tertentu yang bisa dijadikan patokan kapan anak siap toilet training. Tapi, setiap anak akan berbeda-beda saat menjalani prosesnya. Ada yang masih belum genap 2 tahun sudah pinter banget komunikasi sama ornag tuanya ketika dia kebelet ke kamar mandi. Ada juga yang belum siap di usia yang sama.

Tapi, buat saya, nggak ada salahnya membiasakan ngajakin anak-anak BAK atau BAB ke kamar mandi sambil terus diulang-ulang ‘kalau kencing atau PUP harus di kamar mandi, ya?’ tanpa pernah bosan. Walaupun hasilnya nggak akan kelihatan instan, setidaknya dia akan mendengar itu dan mengingatnya pelan-pelan.

Dan, nggak perlu dipaksakan karena nanti anak malah jadi stres. Saat si bungsu sudah 3 tahun, dia belum juga lulus toilet training. Ketahuan dong emaknya santuy banget mentang-mentang bungsu…kwkwk. Nggak terlalu heboh seperti saat anak pertama. Saking santainya sampai lupa waktu.

Di usia yang sama, selain belum lulus toilet training, dia juga belum disapih…hiks. Diomelin sama suami karena terlalu santai. Eh, tapi saya memang nggak mau memaksakan diri waktu itu terutama saat menyapih karena pengen adek bisa lepas popok atau berhenti ASI tanpa dipaksa atau minimal nggak terlalu beban ke dia.

Dan saya memutuskan memulainya satu per satu. Iya, jadi saya putuskan disapih dulu, barulah saya ajarkan toilet training. Nggak usah buru-buru semua harus berhasil dalam beberapa hari. No, sabar, Bu. Kita lakukan pelan-pelan supaya dia nyaman dan nggak stres. Kasihan banget kalau sampai anaknya stres, takutnya malah nggak berhasil dua-duanya.

Tetap Pakai Popok atau Lepas Popok Saat Toilet Training?


Saat si sulung belajar toilet training, saya nggak setengah-setengah memulainya. Saya biarkan dia nggak pakai popok! Jadi, banjir dan PUP di mana-mana udah biasa. Dan saya nggak capek bersihin dan menyucikan lantainya karena semangatnya 45 pake banget…kwkwk.

Tapi, jangan harap itu terjadi pada si bungsu. Energi saya kayaknya udah nggak cukup buat melakukan hal yang sama. Bisa keluar tanduk kalau banyak hal terjadi di luar harapan…hihi. Jadi, dia tetap pakai popok sekali pakai, tapi rajin diajak ke kamar mandi untuk buang air kecil. Dan, hasilnya sama aja. Alhamdulillah, berhasil dan lebih santai karena minim kebobolan di lantai gitu.

Lebih enak yang mana? Kalau sudah siap dan merasa bisa menjaga 'kewarasan' ketika anak kencing sembarangan di mana-mana, silakan lepas popoknya karena memang itu membantu si kecil mengetahui kenyataan yang sesungguhnya di balik BAB dan BAK…kwkwk. Yang biasanya kencing menyerap di popok, ini malah jadi banjir. Eh, baru tahu dong kalau basah dan menjijikkan gitu.

Kira-kira itulah ilustrasinya yang saya bayangkan ada dalam benak balita :D

Masalahnya, nggak semua anak mau diajak kerja sama. Contohnya keponakan saya. Dia bisa histeris ketika diajak ke kamar mandi sekadar buat BAK doang. Nggak disiksa, lho. Ketika dilepas popoknya, dia kencing di mana-mana. Menguras emosi dan air mata banget yang begini, ya?

Nah, solusinya bisa tetap pakai popok sambil disiplin diajak ke kamar mandi jika memungkinkan atau pakai aja training pants supaya ketika kencing minimal nggak banjir ke lantai.

Solusi Supaya Anak Nyaman ke Kamar Mandi Saat Toilet Training


Jadi, waktu si sulung berlatih toilet training, rumah kami masih pakai toilet jongkok. Ini agak menyulitkan si kecil karena mustahil dia bisa duduk di WC ukuran orang dewasa tanpa bantuan kita dan agak merepotkan kalau mesti kita gendong.

Berbeda kalau pakai WC duduk seperti sekarang, saya tinggal beli aja potty seat. Beres. Karena kondisi rumah lama kami berbeda, suami nyari ide supaya si sulung bisa nyaman ketika BAK atau BAB di kamar mandi, tentunya tanpa terlalu banyak kita bantu. Biar dia nyaman dan kita pun nggak terlalu repot.

Suami saya membuat WC kecil dari potty training portable dan kursi plastik yang pendek. Potty training portable yang tidak berlubang dilubangi dulu kemudian disambung sama kursinya supaya bisa berdiri di WC jongkok dengan aman. Karena dulu belum ada yang bisa diletakkan di WC, ya. Sekarang sepertinya sudah ada di marketplace.

Dengan cara seperti ini, anak saya jadi nyaman ke kamar mandi. Saat dia mau BAB, kita nggak perlu megangin karena dia bisa duduk dengan nyaman. Pintu biasanya ditutup juga karena dia nggak mau dilihat.

Dengan cara seperti ini, latihan toilet training jadi lebih gampang :)

Edukasi Lewat Cerita


Jadi, dulu saya sering ngajarin anak-anak pakai cerita. Saya gambar apa yang mesti mereka lakukan saat kebelet ke kamar kecil. Dengan cara seperti ini, mereka senang dengerin dan saya harap mereka jadi lebih paham dan kebayang aja ketika harus ke toilet.

Dan cara kayak gini saya ulang-ulang terus, lho. Saat mau tidur juga saya sampaikan hal yang sama. BAB dan BAK di kamar kecil, berhenti kencing di celana. Dan hasilnya tetap nggak instan-lah…kwkwk.

Berhenti Ngompol di Malam Hari


Kalau masih ngompol saat tidur itu wajar. Kalau sudah sampai di tahap ini, setidaknya kita sudah jauh lebih lega. PR-nya jadi lebih sedikit dan insya Allah sedikit lagi selesai. Yeay! Happy banget, kan?

Caranya supaya anak-anak berhenti ngompol di malam hari gimana? Ajakin BAK sebelum tidur sekalian sikat gigi. Nah, kalau setelah ritual bersih-bersih kayak gini mereka belum juga tidur, saya akan ajak mereka ke kamar kecil lagi supaya BAK lagi.

Saat si sulung dulu masih belajar lepas popok, dia malah mau dibangunin tengah malam gitu. Saya lupa tepatnya, apakah saya pakai alarm atau memang bangun sediri. Yang jelas, dia manut ke kamar kecil. Nah, pas si bungsu diajarin kayak gini, nggak bisa ternyata. Dia nolak, sampai kamar kecil dia nangis sebel…kwkwk. Akhirnya saya biarkan dan nggak memaksa.

Malam hari tetap saya pakaikan popok, tapi selalu BAK sebelum tidur. Lama-lama popoknya selalu kering dan akhirnya dia lulus! Masya Allah. Happy banget.

Paling penting dari semua tahapan itu adalah kita mesti tahu bahwa setiap anak itu unik dan pintar. Setiap anak berbeda mengenai kesiapannya saat dilatih toilet training. Jadi, nggak perlu emosi, tapi bersabarlah sampai mereka memahami apa yang kita inginkan. Kalau dibawa stres, saya yakin anaknya lebih stres lagi. So, seng sabar ya, Bu :)

Salam hangat,

 Featured image: Photo by Klikdokter

Thursday, October 22, 2020

21+ Pertanyaan yang Sering Ditanyakan Saat Ingin Belajar Menggambar Digital

21 pertanyaan yang sering ditanyakan saat menggambar digital



Kemarin malam, saya dan Rizka Amalia yang berprofesi sebagai illustrator buku anak mengadakan bincang santai lewat Instagram live. Namanya ngobrol santai plus pertama kali pula, banyak kekurangan karena kita berdua sama-sama deg-degan. Bahkan sempat ambyar saat teman saya menghilang. Bukan karena dia sakti dan bisa ngilang seenaknya. Tapi, karena batre handphone-nya abis…huhu. Pengen ngejitak :D

Meskipun ngobrol santai, tapi saya tetap menentukan tema. Saya ambil tema gambar menggambar. Sebelumnya, saya mempersilakan teman-teman di Instagram untuk mengajukan pertanyaan dengan tema yang saya sebutkan itu. Meskipun ternyata ada juga pertanyaan nyeleneh bin ajaib yang masuk.

Contohnya,

“Kak, aku nggak bisa move on dari mantan, nih! Gimana solusinya?” *Gubrak

“Kak, kalau telinga berdengung padahal nggak ada angin itu kenapa, ya?”

Dan beberapa pertanyaan lain yang nggak masuk tema. Sehingga dengan sangat terpaksa dan senang hati *eh saya skip dulu dari ngobrol santai malam itu.

Waktu satu jam ternyata nggak cukup untuk menjawab 40+ pertanyaan yang sudah saya kumpulkan. Akhirnya, kami memilih beberapa pertanyaan yang dianggap penting. Saya harap sisanya sudah terjawab oleh obrolan sebelumnya.

Karena live semalam tidak saya simpan, maka demi menjawab permintaan teman-teman yang pengen live disimpan supaya bisa diulang lagi, akhirnya saya rangkum dalam postingan ini. Dengan harapan ini jauh lebih mudah dipahami dan bisa teman-teman buka setiap saat.

21+ Pertanyaan Saat Mau Menggambar Digital


1. Pakai aplikasi apa untuk menggambar?


Ini adalah pertanyaan yang sering banget ditanyakan. Padahal, jawabannya sudah saya simpan di highlight, lho. Hanya saja mungkin mereka belum melihat dan membacanya.

Sampai saat ini, saya masih menggunakan aplikasi Ibis Paint X. Kenapa harus Ibis? Karena buat saya, Ibis punya tampilan sederhana dan mudah kita pelajari walaupun kita gaptek pake banget. Dan sejauh ini, apa pun aplikasinya, saya percaya latihan dan kemampuan kita adalah yang paling penting demi menghasilkan karya yang menarik.

Iya, bukan karena aplikasi atau alat menggambar seperti tablet dan Ipad yang digunakan. Melainkan dari latihan dan kegigihanmu itulah bakalan muncul karya yang semakin baik dari hari ke hari.

2. Mbak, kenapa suka menggambar? Kenapa nggak menari aja?


Kenapa nggak menari aja? Jujur saja, saya suka hal-hal yang bisa dikerjakan di belakang layar. Iya, jangan nyuruh saya jadi MC atau nyanyi di panggung apalagi ceramah. Saya nggak suka pekerjaan seperti itu sebab lebih menikmati kerjaan yang nggak dilihat banyak orang.

Kayaknya wajar kalau saya akhirnya suka menulis dan menggambar sejak kecil. Karena kedua aktivitas ini bisa saya kerjakan dalam senyap *asal nggak ketiduran saja :D

Alasan lain, karena saya suka berimajinasi sejak kecil. Dari SD udah seneng banget menggambar. Karena dengan cara ini, saya bisa mewujudkan imajinasi. Seru banget membayangkan punya istana layaknya putri. Eh, lucu dong bisa digambar dan kayak jadi nyata gitu.

3. Teh, buka kelas, dong!


Jangan kau tanyakan lagi soal kelas menggambar ini…kwkwk. Karena saya merasa belum sekeren itu untuk ngajarin orang menggambar. Gimana mau ngajarin, saya aja masih belajar sampai detik ini..huhu.

4. Tip belajar ilustrasi terutama biar gambar kita proporsional


Pernah nggak, sih kamu menggambar, tapi bentuknya nggak karuan? Tangannya kepanjangan dong. Belum lagi kepalanya aneh. Dan saya pernah mengalami itu. Bahkan ya baru beberapa bulan kemarin ada seorang netijen mengomentari gambar saya di Instagram,

“Gambarnya bagus, sih. Tapi, tangannya kepanjangan.”

Dan rasanya makjleb. Tapi, terima kasih karena komentar itu saya jadi perhatian sama tangan yang kepanjangan itu…hihi. Solusinya gimana? Ya, latihan aja yang sering. Di pinterest kita bisa mencari tutorial menggambar mulai dari cara bikin kepala, hingga kaki. Atau kalau mau langsung praktik, cek aja di Youtube. Banyak banget yang share tutorialnya. Asal kamu mau dan niat mau belajar, insya Allah nggak akan sulit dipelajari.

5. Bagaimana cara memainkan layer dan menggambar sketsa?


Saya dan Rizka dulunya satu pesantren. Kami senang ikut kegiatan mading karena di situ kita bisa menerbitkan karya kita. Mulai dari cerpen, puisi, hingga komik atau gambar. Nah, selama di sana, saya dan teman saya nggak pernah belajar teknik bikin sketsa orang misalnya. Kami belajar suka-suka sambil lihat senior atau kakak kelas yang jago dan pintar menggambar. Dan, masalah yang sekarang kurang saya kuasai akhirnya ya bikin sketsa ini.

Jadi, saya kalau bikin sketsa nggak mau menyusahkan diri sendiri. Nggak harus kayak orang lain. Senyaman saya bisa aja. Gambar buletan dulu buat kepala, tapi untuk badan sampai kaki saya nggak sedetail para mastah bikinnya yang mesti bikin buletan buat lengan dan lutut. Nggak sampai segitunya.

Jadi, coba kamu pelajari senyaman kamu. Nggak masalah, kan kita mau lewat jalan mana asal tujuannya sama :D *alasan…kwkwk.

Memainkan layer ini gimana? Tergantung kita menggambar model apa. Kalau saya pakai line art, jadi posisinya di paling atas. Pewarnaan di bagian bawahnya tanpa dipisah-pisah antara wajah, hijab, baju, dll. Saya jadikan satu karena saya nggak kesulitan buat shading meskipun disatukan kayak gini. Model shading saya soalnya sederhana gitu dan bisa terbantu sama adanya line art.

Kalau mau kasih background ya letakkan di paling bawah. Pintar-pintar kamu deh memainkan layer karena fungsinya bisa berbeda tergantung kita mau gambar model apa.

6. Bagaimana supaya tetap istiqomah menggambar tanpa media atau fasilitas?


Zaman masih di pesantren dulu, kami nggak ada media atau fasilitas seperti yang sekarang hampir semua punya. Misalnya handphone atau tablet. Tapi, kita menikmati apa adanya. Iya, yang ada aja dipakai. Kami menggambar di buku, bahkan di kitab kuning suka digambarin pas lagi ngantuk *ampuun.

Anggap aja itu latihan. Dan nggak harus juga medianya sama dengan yang lain. Asal kamu gigih dan tekun, insya Allah kamu bisa mendapatkan hasil yang lebih baik.

7. Tip dan trik agar style menetap apalagi bagian wajah supaya nggak berubah


Pernah dengar sharing dari salah satu ilustrator yang udah berpengalaman. Beliau bilang, style itu nanti bakalan muncul sendiri asal kita rajin berlatih. Kalau di awal, nggak mungkin kita punya ciri khas karena masih nyoba-nyoba banyak style dari ilustrator idola kita. Tapi, setelah berjalannya waktu dan kamu rajin berlatih, insya Allah style itu bakalan muncul dengan sendirinya.

Di awal, kamu bisa nyoba berbagai macam style yang disukai dulu. Nanti kita bisa mengembangkannya supaya lebih sesuai sama keinginan kita.

8. Sejak kapan kenal digital drawing?


Sejak 2018 kayaknya. Seingat teman saya…kwkwk. Saya nggak inget. Waktu itu, kami berdua ngadain sehari 1 postingan di Instagram. Semacam challenge gitu biar kita bisa semangat menggambar dan berlatih.

Tapi, ya setelah itu kami berdua sempat berhenti. Dia lanjut lebih dulu dan sekarang sudah jadi ilustrator buku anak. Sedangkan saya kemarin-kemarin mengubur tablet karena mau fokus menulis buku yang saat ini masih bisa kamu dapatkan di Gramedia atau Gramedia online *malah promosi…hehe.

Kalau mau cek di Instagram saya, pada pertengahan Mei lalu, saya baru nyoba lagi menggambar digital. Sampai dengan saat ini, sudah enam bulanan saya berlatih lagi. Menggambar hampir setiap hari dan posting di Instagram hampir setiap hari juga. Bisa dilihat dan memang kelihatan banget perkembangannya walau sekarang masih belum sebagus apa juga. Tapi, terima kasih untuk diri saya yang mau berjuang sampai sejauh ini *peluk diri sendiri :D

9. Tip agar bisa menggambar


Senang dulu. Kalau mau bisa, kamu harus suka dulu dengan aktivitas satu ini. Karena kalau memang dasarnya nggak suka, ya nggak perlu dipaksa suka dan bisa. Kalau sudah suka, kalian bisa latihan. Iya, latihan sendiri aja dulu karena banyak tutorial bisa kita dapatkan dari media sosial.

Dari obrolan semalam, kami berdua sepakat, nggak ada cara paling ampuh buat kita bisa menmggambar selain latihan dan latihan. Itu kunci utamanya yang nggak boleh kamu tawar-tawar macam nawar kaos kaki 10 biji 15 ribu…huhu.

10. Tip bikin efek pencahayaan


Karena saya pakai aplikasi Ibis, maka saya akan ngajarin kamu pakai aplikasi yang sama untuk membuat efek cahaya.

  • Pertama, kamu harus bikin layer baru di atas gambar yang mau dikasih efek cahaya.

  • Kedua, kamu pilih brush jenis airbrush (normal).

  • Pilih warna kuning atau putih.

  • Ganti layer kamu dari normal jadi menambah seperti terlihat di gambar. Nah, kamu tinggal tentukan mana yang mau dikasih efek cahaya. Kalau hanya bagian gambar tertentu aja, kamu klik juga pangkasan di bagian bawah layer seperti terlihat di gambar.

  • Satu lagi, kalau mau bikin lampu menyala, bisa pakai brush Dip Pen (kasar)

11. Dapat inspirasi menggambar dari mana, Kak?


Dari banyak hal. Dari pengalaman sehari-hari yang diubah jadi gambar, dari Pinterest, dari foto-foto, dll.

12. Pakai brush apa dan ukurannya berapa?


Saya lebih hapal bentuk daripada namanya. Percayalah, itu lebih mudah. Sama seperti ketika saya menggunakan font. Saya lebih hapal bentuknya daripada namanya…hihi.

Nah, untuk brush, saya pakai beberapa jenis. Misalnya airbrush (normal), Dip Pen (kasar), felt Tip Pen (kasar), dan pena pemetaan lunak (luber). Aneh ya soalnya saya pakai bahasa Indonesia...kwkwk.

Sedangkan ukurannya saya nggak tentukan karena dipakai sesuai kebutuhan aja. Kalau gambarnya kecil, kita mesti sesuaikan ukurannya jangan pakai yang terlalu besar. Begitu, ya.

13. Tips Shading dong, Kak!


Saya nggak terlalu jago bikin shading. Kurang pinter tekniknya kayak apa. Bisa dipelajari, tapi saya masih bingung sehingga lebih sering mengandalkan perasaan ketimbang logika :D

Biasanya, shading itu menggunakan warna lebih tua. Diletakkan di bagian lipatan seperti bagian lengan, leher, dll.

14. Kalau gambar pakai sketsa dulu atau langsung aja gambar?


Saya pakai sketsa dulu karena nggak bisa tanpa sketsa. Dan jauh lebih mudah kalau sudah ada sketsa sehingga proses pengerjaan jadi lebih cepat gitu.

Sketsa bisa dibuat di tablet langsung atau di buku dulu. Kalau belum bisa di tablet, nggak masalah bikin di buku seperti yang sering saya coba.

15. Bagaimana menemukan mood saat menggambar?


Kadang nggak mood, apalagi kalau udah capek. Kayaknya mending nggak usah dipaksa tapi jangan juga memanjakan mood kamu yang suka ganti-ganti itu. Istirahat sehari aja maksimal. Besoknya lakukan lagi. Kalau kelamaan bisa lupa dong sama impiannya. Sebulan bukan istirahat namanya. Itu mah berhenti :D

16. Berapa lama latihan menggambar supaya sejago itu?


Ayam jago kali yaa :D

Sejak dulu udah suka menggambar. Mungkin, udah sering nyoba dari kecil sampai dewasa. Tapi, kalau digital drawing dan menggambar seperti sekarang, baru aja saya mulai (lagi) di bulan Mei kemarin.

Tapi, setiap orang akan punya hasil berbeda dengan waktu yang berbeda pula. Bisa jadi, ada yang jago dalam beberapa minggu. Tapi, ada yang masih meraba-raba setelah belajar setahun lebih.

Kalau kamu suka, yang penting dilatih aja dan nikmati prosesnya.

17. Profesi Kakak gambar menggambar juga? Ada background DKV?


Saya seorang IRT. Itu profesi saya. Baik saya ataupun Rizka nggak ada yang kuliah. Kita sempat minder dulu. Bisa nggak ya kita seperti yang lain, sedangkan kami udah bukan remaja bahkan sudah jadi seorang ibu? Nggak kuliah pula. Pengen, tapi udah nggak memungkinkan saat ini. Akhirnya, kita kejar apa yang mungkin dan fokus aja sama target, nggak mau ngeluh apalagi mebesar-besarkan kekurangan kami.

Yups. Saya seorang ibu. Selama ini saya lebih fokus menulis buku. Tapi, sejak pandemi kalian malah kenal saya dari gambar yang saya buat. Nggak nyangka sebenarnya bisa kayak gini.

Menggambar masih jadi hobi dan saya nggak mau membebani diri dengan menjadikannya sebagai pekerjaan ketika saya merasa belum layak dan belum siap. Nggak semua yang kita suka mesti menghasilkan. Gambar aja buat senang-senang. Sesekali menerima tawaran kerja, tapi ketika saya benar-benar klik aja. Terakhir kemarin saya nerima pesanan gambar dari orang Austria. Alhamdulillah, orangnya enak dan saya happy.

18. Kak, gimana bikin background supaya jadi blur?


Di aplikasi Ibis, kamu bisa klik gambar tetesan air dengan nama “kekaburan”. Seaneh itu memang namanya karena saya nggak pakai Bahasa Inggris…kwkwk. Nah, kamu bisa pakai itu untuk membuat blur gambar-gambarmu. Pastikan di layer yang sama, ya.

19. Bagaimana cara menggambar dengan aplikasi Ibis Paint X?


Dipelajari dulu tools-nya dan tonton video-video mengenai aplikasi Ibis. Atau bisa kamu baca di sini. Penting kamu ketahui, sebelum kekeh mau pakai aplikasi, saya lebih menyarankan supaya kamu rajin latihan di kertas dulu. Karena, sebaik apa pun aplikasinya, tetap kemampuan menggambarmulah yang menentukan hasilnya bakalan seperti apa.

20. Aku bisa gambar, tapi kesulitan memadukan warna


Gambar sederhana bakalan cakep kalau warnanya menarik. Jadi, warna memang nggak bisa disepelekan, ya.

Kita bisa ambil satu gambar utuh dan kita pakai warna-warna tersebut untuk membuat satu gambar. Itu diajarkan oleh mentor pak Maman mantox saya saat kami belajar online. Atau, kamu bisa cari palet warna di Pinterest. Semudah itu caranya.

21. Berapa lama menyelesaikan satu postingan?


Maksudnya satu postingan di Instagram, ya. Saya bisa menghabiskan waktu sekitar 1 jam hingga hampir 3 jam. Kalau background sederhana, nggak akan butuh waktu berjam-jam. Soalnya yang lumayan lama ya background-nya.

22. Bagaimana cara membagi waktu antara menggambar, ngeblog, menulis, baking, ngurus rumah dan keluarga?


Bahkan ada yang nanya, dari bangun tidur ngapain aja, Kak? Hehe. Saya manusia biasa sama seperti kamu. Berasa saya dari planet mana…hehe.

Aktivitas saya sama seperti yang lain, kok. Bangun tidur ya masak, nyuci, ngurus anak-anak, jadi ibu guru dadakan. Intinya, lakukan dulu prioritas kamu. Mentor saya malah bikin jadwal harian supaya apa yang dikerjakan nggak berantakan.

Saya nggak sampai bikin jadwal, tapi saya tahu mesti menyelesaikan apa dulu, nih. Kan, nggak tiap hari juga bikin roti dan ngeblog. Nggak tiap hari juga nulis naskah. Untuk menggambar sebenarnya santai banget. Tapi, waktunya juga nggak banyak. Makanya, jangan heran kalau saya sering posting jam 11 malam karena memang masih nunggu anak-anak bobok baru ngerjain gambar sambil selonjoran. dan di saat kayak gitu, mustahil saya bikin tutorial karena saya aja udah males gerak saking capeknya :D

23. Apakah harus pakai stylus pen?


Nggak harus juga, sih. Kamu bisa pakai jari jika nggak ada stylus. Kalau pakai jari dan handphone, sebaiknya bikin sketsa dulu di buku biar line art lebih rapi hasilnya. Sulitnya kalau pakai handphone karena ukurannya lebih kecil ketimbang tablet. Sabar-sabar aja menggambarnya, ya.

24. Bagaimana cara menggambar wajah dengan berbagai ekspresi?


Tinggal cari referensi di Pinterest atau di komik-komik. Sesuai aja sama style kamu. Gampang, kan?

25. Dengan background sesulit itu, apakah semua digambar manual?


Aplikasi itu nggak ngasih kita hasil instan. Jadi, semua harus dibuat manual satu persatu seperti kita ketika menggambar di buku aja. Kecuali kamu mau pakai background yang siap pakai di Ibis paint X. Semua tersedia tapi pastinya terbatas ya pilihannya.

26. Cara add font di aplikasi Ibis Paint X


Kalau kamu buka aplikasi Ibis dan memilih menambahkan text, kamu bisa lihat di jenis font bagian pojok kanan atas ada tanda plus. Kamu bisa klik tanda plus itu dan pastikan jaringan internetmu nggak bermasalah. Nanti, dari situ kamu akan masuk ke Google dengan pilihan situs font free gitu. Tinggal pilih download aja.

27. Apa motivasi Kakak supaya istiqomah berbagi kebaikan dan gimana biar happy ngejalaninnya?


Happy dijalanin karena memang sejak awal sudah suka. Hanya saja dulu belum dapat waktu yang pas aja. Dan, karena sebelumnya saya memang senang menulis buku motivasi, makanya saya jadi merasa ringan dan senang juga menuliskan kalimat positif dalam setiap postingan saya. Sebenarnya, kamu nggak sadar aja bahwa hampir semua kalimat itu ditulis untuk menyemangati diri saya sendiri juga. Dan saya senang melakukan itu.

Kenapa kamu nggak happy ngejalanin? Mungkin memang sejak awal kurang suka atau nggak suka menggambar atau kurang sabar selama berproses. Maunya langsung bagus dan kece. Kalau nggak suka, nggak perlu juga dipaksa, kok. Kita nggak harus sama dengan yang lainnya. Kalau si A bisa menggambar, bukan berarti kamu juga harus melakukan hal yang sama. Ikuti kata hati kamu aja *eaa.

Semoga semua pertanyaan kamu terjawab dalam postingan ini, ya. Tetap semangat dan tekunlah berlatih jika mau hasilnya maksimal. Berlatih tanpa henti dan mencoba tanpa tapi *eaa :D

Salam hangat,