Saturday, November 30, 2019

Bicara Tentang Impian: Perlu Proses Untuk Menebusnya Tuntas

Bicara tentang impian



Bicara tentang impian, tak semua orang mengerti bagaimana mewujudkan. Jika sekadar bermimpi, semua orang bisa melakukan. Namun, untuk menebusnya menjadi kenyataan, sungguh butuh proses panjang yang tidak mudah dan mustahil dimiliki oleh seorang pecundang *ups!

Tapi, memang seperti itulah kenyataan yang sebenarnya. Jika bicara tentang impian, pendar di mata kita tak ada redupnya. Namun, saat bicara tentang proses yang harus dilalui, tidak semua antusias membahas. Karena memang jalannya tak selalu mudah dilalui. Kadang harus berdarah-darah dulu, harus terkilir dulu, harus nangis bombay dulu, harus berkorban banyak hal, termasuk perasaan *eaa.

Melihat orang-orang yang sekarang sukses, di baliknya pastilah ada cerita menyayat hati. Bagi penulis sekelas Tere Liye, naskahnya pernah juga ditolak. Pasti kita sebal berkata, Penerbit mana yang berani menolak naskah Bang Tere Liye?

Namun, mau dielak bagaimanapun, itulah kenyataannya. Karena itu, ketika bicara tentang impian, semua tak akan lepas dari kesabaran kita dalam berproses. Semua lahir dari hal kecil yang sering orang lain remehkan. Semua lahir dari sesuatu yang tidak berharga, kemudian berubah menjadi permata.

Di Balik Komentar, “Mbak, lahiran buku terus?”


Yups! Tergelitik dengan komentar semacam itu. Dulu, saya juga pasti akan mengatakan hal serupa, kenapa ada penulis yang kelihatannya cepat sekali melahirkan buku. Kok, bisa lahiran buku terus?

Setelah ada di titik sekarang, saya hanya bisa tersenyum dan membalas penuh canda jika dikomentari dengan kalimat serupa. Kok, bisa? Karena untuk melahirkan sebuah buku, butuh proses panjang yang tidak mudah, apalagi bagi penulis sekelas saya yang belum apa-apa.

Untuk melahirkan, kita harus mengalami mual muntah di semester pertama. Kadang sampai ada yang dirawat juga, kan? Haha. Menunggu sampai sembilan bulan supaya bisa bertemu buah hati juga bukan waktu singkat. Tak berbeda dengan kami yang berprofesi sebagai seorang penulis. Butuh waktu panjang untuk melihat karya kami terbit dan dipajang di toko buku.

Mari Saya Ceritakan, Begini Prosesnya


Saat ingin mengajukan naskah, kita harus menyelesaikan naskah lengkap. Ini hal wajib jika ingin naskah diperhatikan oleh para editor dan tidak mudah dikembalikan. Sekadar kirim rancangan pun bisa saja, namun siapa kita yang masih pemula? Jangan-jangan hanya terselip di antara ribuan email para penulis senior yang jauh lebih layak. Karena itu, merampungkan naskah sebelum dikirimkan itu perlu sekali.

Setiap penulis punya kemampuan berbeda dalam menyelesaikan naskah bukunya. Hal yang paling lama adalah riset. Kita butuh membaca referensi, nggak boleh asal nulis apalagi copas dari tulisan orang lain. Tere Liye juga katakan hal serupa, waktu riset lebih panjang daripada saat menulis.

Minimal bisa menyelesaikan satu buku dalam sebulan adalah hal luar biasa (tentu bukan buku anak, ya). Kemudian, proses berikutnya mengirimkan naskah lengkap kepada penerbit. Menunggu adalah hal paling membosankan, itu kata mereka yang sedang menunggu pasangan. Satu jam menjemukan, apalagi hingga berbulan-bulan. Tapi, bagi kami para penulis, menunggu adalah sesuatu yang wajib dilakukan. Maksimal empat bulan tidak ada jawaban, artinya naskah kita ditolak.

Kadang dijawab, kadang diabaikan. Nasib kita se-ngenes itu, lho...haha. Makannya, daripada jomlo, penulis jauh lebih sabar kayaknya dalam menanti jodoh bagi karya-karyanya...kwkwk.

Ketika naskah ditolak oleh satu penerbit, bagi kami yang masih mau berjuang itu bukan masalah. Tinggal perbaiki dan kirim ke penerbit lain. Dan nggak perlu ada rasa sakit hati. Bukan jodoh, kenapa mesti dipaksakan? Begitu kata para jomlo.

Sedikit bercerita, beberapa bulan silam, saya sempat merampungkan sebuah naskah dan dikirimkan ke penerbit. Naskah itu akhirnya ditolak. Kemudian saya perbaiki dan dikirim ke penerbit lainnya. Sampai empat bulan lebih tak ada jawaban. Saya yakin, naskah ini ditolak kembali. Tapi, saya masih membiarkan karena sedang sibuk dengan naskah lainnya.

Tak lama, seorang editor yang menolak naskah ini menghubungi saya. Beliau memutuskan melempar naskah itu pada editor lain di penerbit berbeda. Saya sempat kaget karena naskah itu sebenarnya sudah ada jawaban penolakan sebelumnya, namun pada akhirnya justru ditawarkan pada editor lain.

Nggak banyak berharap, akhirnya saya biarkan saja. Beberapa minggu kemudian, editor baru yang menerima naskah saya memberikan jawaban. Masya Allah, naskah saya diterima setelah mengalami dua kali penolakan.

Dan tahukah kamu kenapa editor pertama melempar naskah saya ke editor lainnya? Ternyata beliau lupa kalau email ini telah dibalas sebelumnya. Jadi, semacam ketidaksengajaan. Tapi, buat saya tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Allah izinkan memberikan ending yang indah di akhir tahun 2019.

Tak disangka, ternyata editor yang baru saja menerima naskah saya adalah editor yang memegang naskah buku saya sebelumnya, karena saya mengirimkan naskah (yang dulu) lewat agensi, jadi saya belum mengenal beliau sampai akhirnya beliau bilang kalau beliaulah yang pegang naskah saya yang lain.

Saya pikir ada hal-hal ajaib terjadi di sini. Suka terharu dan ngerasa malu sama Allah karena Dia begitu baiknya membantu saya, sedangkan saya masih banyak lalainya.

Kembali lagi dengan proses menerbitkan buku. Setelah ada kabar naskah di-ACC, kita butuh waktu beberapa bulan untuk proses editing, layout, dan akhirnya siap diterbitkan. Beberapa buku saya butuh waktu beragam untuk akhirnya bisa terbit.

Ada yang butuh waktu sampai enam bulan, 3 bulan, bahkan ada yang hampir dua tahun belum juga muncul hilalnya...kwkwk. Jadi, ketika disebut lahiran terus, masya Allah, kita aminkan saja sambil mengingat prosesnya yang luar biasa panjang.

Kalah Dulu Baru Menang Kemudian


Saat baru memutuskan serius menulis, saya diperkenalkan dengan penerbit yang sering banget ngadain lomba menulis. Salah satunya adalah penerbit DIVAPress yang sekarang bernama Laksana.

Penerbit satu ini seru banget pokoknya. Saya sering ikut lomba-lomba menulis yang diadakan, tapi satu pun nggak ada yang nyangkut...kwkwk. Iya, satu pun nggak ada yang lolos seleksi. Tapi, tetap saja nggak tahu malu, ikut lagi dan lagi.
 

Dua tahun terakhir, saya bisa menembus tembok kemustahilan itu. Ini buku ke-46 yang saya tulis, buku antologi ke 34 yang baru terbit, dan termasuk buku ke-4 yang lolos dalam seleksi bersama penerbit DIVAPress. Masya Allah, sudah empat buku antologi bersama penerbit ini majang di toko buku.

Kalau dulu suka gemas kenapa nggak pernah lolos, sekarang saya sadar, dulu memang belum layak. Allah mau saya usaha dulu, Allah mau saya lebih sabar lagi. Aih, indah sekali jika mengingat semua proses panjang itu :)

Buku Terakhir yang Terbit di Akhir 2019


Insya Allah, selain antologi bersama penerbit DIVAPress yang saya sebutkan di atas, buku solo ini pula merupakan buku terakhir yang terbit di akhir tahun 2019. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Quanta, lini buku-buku islami dari penerbit Elex Media.

Buku ini adalah buku solo ke-2 yang diterbitkan oleh penerbit Quanta setelah sebelumnya di awal tahun 2019 ada buku Agar Suami Tak Mendua terbit di penerbit yang sama. Proses menerbitkan buku ini lumayan singkat ketimbang buku-buku yang lain. Tapi, tak bisa juga disebut seminggu dua minggu bisa terbit, ya :D

Buku ini merupakan buku motivasi bagi muslimah yang ingin berprestasi, menggapai impian, bukan hanya bagi dunia, melainkan bagi akhiranya juga. Alhamdulillah, tak henti-henti hati bersyukur.

Sudah memasuki akhir bulan November 2019. Ini tahun ketiga saya memulai segalanya dari nol. Dan dalam tiga tahun terakhir, sungguh banyak sekali pencapaian yang tidak dibayangkan sebelumnya, baik saat menulis buku, ngeblog, atau menulis artikel.

Di tahun 2020 mendatang, saya harap bisa ada lebih banyak naskah buku yang diselesaikan, karena memang fokus saya menulis buku. Sedangkan untuk ngeblog, saya harap bisa tetap konsisten mengisi, sesekali ikut lomba dan menang itu bonus yang menyenangkan :D

Ada target-target yang harus diselesaikan dengan disiplin, ada impian yang belum terwujud. Bicara tentang impian, apakah kamu sudah siap menebusnya dengan proses? Jangan hanya mau bermimpi, sesekali wujudkan itu supaya hidupmu lebih berwarna. Mau apa pun impianmu, jangan mau ditertawakan dan diremehkan oleh orang lain hanya karena kita tidak bersungguh-sungguh meraihnya.

Salam hangat,


 

Thursday, November 28, 2019

Khusus Pemula: 7 Tips Konsisten Menulis Setiap Hari

tip menulis buku



Hello! Apa kabar semangat menulis kamu hari ini? Detik ini? Apa? Saya mendengar kalimat penuh ragu. Kamu nggak pede? Nggak ada ide? Hmm, apalagi alasan kamu kenapa sampai detik ini masih enggan menulis lagi? Padahal, setiap ditanya tentang impian, kamulah yang paling menggebu menyebut profesi sebagai penulis adalah satu-satunya cita-cita besar yang belum terwujud. Tapi, lihatlah! Kamu justru sedang terang-terangan mengkhianati impianmu sendiri *Plakk!

Namanya juga manusia, ada bosan, capek, pengen udahan, apalagi kalau sampai beberapa bulan atau bahkan sampai hitungan tahun masih belum kelihatan juga hasilnya, kenapa masih begitu-begitu aja? Tapi, apa benar kamu ingin menyerah begitu saja? Yakin nggak iri lihat teman-temanmu update postingan baru di blognya hampir setiap hari? Yakin kamu nggak sakit hati melihat teman satu angkatan di kelas menulis online update status tentang buku terbarunya? :D

Fiuh...Sepertinya saya tidak benar-benar percaya kamu rela melihat semua itu, sedangkan kamu hanya bisa jadi penonton setia aja...hihi. Dan itulah yang saya rasakan ketika tiba-tiba ingin berhenti dan merasa capek. Tapi, setiap kali ingin udahan, ujung-ujungnya malah semakin serius masuk ke dunia literasi.

Bagi yang benar-benar ingin jadi penulis, mau nulis buku, blog, atau artikel, pasti ada perasaan kangen kalau sudah kelamaan nggak nulis. Dan keinginan itulah yang seharusnya dijaga nyalanya jangan sampai padam. Wajarlah kalau sekali dua kali kita ingin istirahat, kemudian berhenti beberapa saat. Tapi, bukan berarti kita harus menuruti keinginan itu seterusnya. Karena menulis adalah passion, sudah pasti kita mau aja dibuat berlelah lillah karenanya *eaa...haha.

Pada postingan kali ini saya mau berbagi tips supaya kamu bisa lebih konsisten menulis, kalau bisa minimal seminggu sekali atau dua kali, semakin keren jika bisa menulis setiap hari.

1. Kamu Benar-benar Suka Menulis


Bukan sekadar nyoba-nyoba, bukan sekadar gaya-gayaan supaya disebut penulis. Kesannya keren, kan? BUKAAAN! Kamu harus memastikan bahwa kamu memang benar-benar menyukainya. Sehingga setiap kali menulis, kamu merasa senang dan menganggap itu adalah me time yang tak tergantikan.

Meski capek, kamu tetap meluangkan waktu untuk menulis, karena kamu yakin benar-benar menyukainya. Nggak sekadarnya, nggak sesempatnya. So, masih layakkah kamu disebut penulis?

2. Perlu Dibiasakan


Nggak mungkin kita bisa menulis dengan lancar kalau tidak membiasakan diri melakukannya setiap hari.

“Tapi, males dan capek, nih! Aku juga nggak ada ide!”

Ah, itu alasan mereka yang tidak bersungguh-sungguh saja. Karena bagi yang serius, mau nunggu tengah malam pun dikerjakan supaya bisa menyalurkan kesenangannya. Karena kalau sudah suka, jalan berliku hingga berduri pun ditempuh.

Sebagai IRT tanpa ART, pengen banget banyak ngeluh capek, udah seharian ngerjain tugas rumah nggak ada habisnya, masih dikejar deadline menulis pula. Rasanya pengen banget udahan kalau inget begini. Tapi, setiap kali perasaan itu muncul, saya tanyakan lagi sungguh-sungguh dalam hati, memangnya kamu yakin mau berhenti? Nggak pengen seperti teman-temanmu yang lain yang meski sibuk banget, namun tetap bisa menulis?

Dan hati saya akan menolak melakukannya karena ingat saya nggak bisa melihat orang lain nerbitin buku atau ngeblog sedangkan saya hanya jadi pembaca...haha. Nggak ridha banget pokoknya...kwkwk.

Jadi, paksain supaya ada waktu untuk menulis sehingga terbentuklah kebiasaan yang nantinya memudahkan kita menyelesaikan tulisan. Begitu :)

3. Tugas Kita Menulis dan Menulis


Saya kurang setuju kalau penulis kebanyakan mikir apakah tulisannya layak dan bagus atau belum? Ya, karena perasaan semacam itu bisa menghambat keinginan kita dan usaha kita. Bikin kita jadi nggak pede. Akhirnya kita nggak pernah berani melanjutkannya lagi.

Saya mau katakan, semua orang yang sekarang pintar dan hebat, sudah pasti mengawalinya dari bawah. Dari tulisan bagus, pasti diawali yang biasa aja. Tere Liye katakan, nggak ada rumus khusus untuk menulis kalimat-kalimat indah. Semua itu terbentuk dari kebiasaan dan konsistensi selama bertahun-tahun sehingga mampu membuat kalimat sederhana menjadi istimewa.

Jadi, menulis dan menulislah dulu. Jangan pikirkan hasilnya dan jangan terlalu banyak dipertimbangkan apakah nantinya akan banyak yang suka atau malah cuma dikacangin. Percayalah, meski kacang bukan camilan mahal, tapi banyak disukai, kok *lol

4. Tulis dari Pengalaman


Nggak usah repot-repot menulis tentang tema susah, apalagi yang butuh riset panjang dan berat. Karena sejatinya hidup aja sudah berat, kenapa masih nyari yang susah, sih? Haha.

Saya akan ceritakan kisah inspiratif dan nyata terjadi. Baru tadi saya baca di grup whatsapp KJM (Komunitas Jago Menulis) yang saya buat setelah challenge SMB (Sebulan Menulis Buku). Salah satu anggota grup berkisah tentang pengalamannya memenangkan lomba menulis di perusahaannya. Dia hanya menulis true story tentang pengalamannya sendiri. Jadi mengalir saja nggak ada beban.

Dia juga tidak berharap bakalan menang. Tapi, apa yang terjadi? Ternyata tulisannya justru menang se-Asia Pasifik, lho. Sampai dibuatkan filmnya juga. Dialah mbak Winarsih yang merupakan agen AIA.

Meski mungkin tulisannya sederhana, tapi karena ditulis dari hati, itu justru ngena banget di hati pembacanya. Dan seperti itulah yang mesti penulis pemula kerjakan. Tulis saja dari pengalaman kamu, asal bermanfaat, isinya positif, tentu nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Lama-lama kita bakalan dapat ritmenya. Lama-lama kita bakalan paham mesti gimana dan bagaimana.

5. Belajar Tiada Henti


Menulis nggak bisa hanya dikerjakan seadanya dan sekadarnya. Sekali-kali ikutlah kelas menulis, supaya kemampuan menulis kita semakin baik dan tentunya kita akan bertemu dengan orang-orang yang punya hobi serupa. Jadi lebih semangat, deh nanti.

Saya sendiri suka mengikuti kelas menulis hingga kelas editor pun ikutan. Karena kita nggak akan pernah rugi mengikuti semuanya meski nanti pada akhirnya nggak semua ilmu bisa dipraktikkan.

Atau, saya suka belajar dan mencari tahu sendiri lewat Google. Misalnya tentang cara membuat outline, ya jangan nunggu dijelaskan satu per satu oleh orang lain, coba cari sendiri dan langsung bikin biar lega hati kamu :D

6. Buat Jadwal Khusus


Kalau kamu masih kurang mampu mengatur waktu sehingga kesulitan meluangkan waktu untuk menulis, coba bikin jadwal supaya kegiatan kamu sehari-hari bisa lebih teratur. Masa seharian nggak ada waktu nulis sama sekali? Yakin? Jangan-jangan bukan waktu yang kurang, melainkan kamu yang nggak mau meluangkan waktumu untuk menulis.

Setelah ada jadwal, disiplinlah melakukannya. Jangan dilanggar. Percayalah, dari kerja kerasmu insya Allah akan ada ending keren setelahnya, insya Allah.

7. Share Tulisanmu!


Alhamdulillah! Kamu sudah menulis dan saatnya mempersilakan orang lain membacanya. Ngapain nulis capek-capek, tapi hanya disimpan sendiri? Share dong cerita atau tulisan kamu minimal di media sosial yang kamu punya. Biarkan orang lain yang menilainya.

Seperti saya katakan sebelumnya, masalah bagus atau nggak itu tidak jadi soal. Asalkan konsisten, insya Allah nanti tulisanmu bakalan bagus dengan sendirinya. Biarkan waktu yang menjawabnya. Percayalah :)

Dari sekian banyak tips yang saya jabarkan, mana yang belum bisa kamu kerjakan? Wajarlah jika sesekali kamu enggan menulis, tapi bukan berarti kamu boleh berhenti begitu saja kecuali kamu memang benar-benar tidak berniat menjadi penulis yang sebenarnya.

Karena menjadi aneh jika ada penulis yang malas nulis. Saya sendiri bingung mendengarnya...haha. Kamu penulis, tapi kerjaan kamu bukan nulis? Itu maksudnya apa coba? Kwkwk. So, luruskan lagi niat kamu. Benar-benar ingin jadi penulis atau sekadar ingin disebut penulis? Kamu sendiri yang bisa menjawabnya.

Salam hangat,

Pict by Pexels.com

 

Tuesday, November 26, 2019

Pengalaman Mengubah Font di Wordpress Menggunakan Plugin

mengubah font wordpress



Mengubah font di Wordpress itu GAMPANG-bagi yang jago dan SUSAH, rumit, bahkan mustahil, hingga ingin menyerah dan sampai lupa makan dan minum-bagi yang gaptek seperti saya *auto nangis bombay...haha. Tujuh hari tujuh malam saya mikir gimana caranya mengubah font di blog saya yang baru ini. Sudah browsing dari A-Z tetap aja nggak ada cara yang benar-benar berhasil diterapkan.

Tapi, bukan saya dong kalau menyerah begitu aja *aslinya emang udah nyerah...kwkwk. Karena gatel lihat tampilan blog belum sesuai keinginan, akhirnya nyoba lagi berkali-kali, hingga akhirnya berhasil dan sesuai keinginan.

Sebelumnya, font di blog saya ini memang agak bermasalah. Maksudnya dari spasi terlalu rapat, penggunaan huruf kapital berlebihan di mana-mana yang bikin tampilannya jadi nggak rapi gitu, dan jenis font yang nggak sesuai. Akhirnya jadi malas ngisi dan sibuk ngubah-ngubah berkali-kali. Ya, Rabb...rempong bener ngasuh wordpress...haha.

Mengubah Font di Wordpress Secara Manual


Kemarin saya sempat mencoba mengubah font secara manual, namun tidak semudah yang dijelaskan di beberapa artikel yang saya temukan di Google. Bisa jadi memang ada kesalahan dari saya karena yakin ada tahap-tahap yang saya lewati saking nggak paham-pahamnya...haha.

Sudah edit CSS, tapi tetap nggak ada perubahan. Pengen nyakar-nyakar blog sendiri, sampai nggak enak makan, nggak bisa tidur...haha. Lebay banget, deh. Tapi, memang saya termasuk orang yang agak rewel dengan tampilan blog, jadi kalau nggak sreg kebawa hingga merusak mood menulis. Bawaannya pengen utak atik aja sampai beres.

Meski pada akhirnya saya pakai plugin, tapi ada bagian-bagian yang tetap harus diedit di bagian CSS. Misalnya untuk spasi, penggunaan huruf kapital, dan ukuran hurufnya. Untuk mengubah huruf kapital menjadi normal kamu hanya perlu menghapus kode text-transform: uppercase pada bagian yang ingin diubah. Ini berlaku bukan hanya untuk wordpress, tapi juga untuk blogspot. Namun, harus berhati-hati banget kalau mau ngedit CSS, khawatir ada kode-kode yang terhapus dan bikin blog kamu berantakan.

Kemarin, tiap buka bagian CSS untuk mengedit beberapa bagian, deg-degannya nggak abis-abis...kwkwk. Takut dan horor banget. Karena orang gaptek sebenarnya nggak boleh sampai utak atik bagian ini, sih...kwkwk. Hanya saja saya termasuk yang nekat aja :D

Ubah Font di Wordpress Pakai Plugin


Saya menyimpan setelan di CSS yang sebagian sudah diubah mulai dari spasi, hapus kode untuk huruf kapital biar kembali normal, dan akhirnya menyerah pakai plugin. Awalnya saya pakai plugin Easy Google Fonts. Dan ternyata plugin ini kurang nyaman dipakai, banyak bagian yang berubah nggak jelas banget *atau saya malah yang nggak jelas? :D

Akhirnya saya hapus lagi, kemudian galau tingkat dewa lagi. Mikir lagi...haha. Hingga akhirnya ketemulah plugin WP Google Fonts. Setelah dicoba, dia bekerja lebih baik daripada plugin sebelumnya. Voila! Blog sudah berubah sesuai keinginan meski ada yang kelebihan ngasih spasinya..kwkwk.

Plugin WP Google Fonts ini bisa kamu gunakan dengan mudah cukup klik bagian pengaturan setelah kamu mengaktifkannya. Nah, kamu bisa pilih berbagai jenis font yang tersedia dan terserah mau diterapkan di bagian mana. Kamu juga bisa menggunakan lebih dari dua jenis font, lho. Tapi, sebaiknya nggak perlu terlalu banyak menggunakan beberapa jenis font sekaligus supaya tampilan blog kamu lebih rapi dan cantik. Katanya, sih, begitu..hihi.

Butuh Waktu untuk Melihat Hasilnya


Sebenarnya, perubahan yang terjadi terutama untuk bagian yang diedit lewat CSS nggak bisa langsung dilihat terutama kalau kita membuka blog lewat laptop atau Google secara langsung. Ini, sih, saya tahunya nggak sengaja. Ya, semua emang serba dicoba-coba, jadi ya pahamnya nggak sengaja, berhasilnya nggak sengaja...kwkwk.

Kalau sy cek tampilan blog setelah pakai WP Google Fonts di laptop atau Google, nggak banyak perubahannya kecuali pada bagian paragraf. Jadi, yang baru diedit di bagian CSS hampir nggak berubah sama sekali.

Tapi, pas cek lewat link yang dikirim ke whatsapp, barulah ketahuan semua perubahannya. Akhirnya saya berani bilang bahwa untuk menampilkan perubahan itu butuh waktu terutama jika dilihat dari Google.

Saya memastikan bagian-bagian yang diedit di CSS sudah benar-benar beres, mulai dari spasi, ukuran font, jenis huruf kapital, dll, supaya segera terlihat hasil akhirnya seperti apa. Berselang beberapa hari, bagian-bagian yang diedit mulai terlihat perubahannya. Hingga hari ini semua benar-benar berubah sesuai keinginan.

Happy banget? Banget, masya Allah. Akhirnya berhasil juga mengubah jenis font setelah tujuh hari tujuh malam mandi kembang *lol...haha.

Postingan ini tidak mengupas tutorial melainkan curhatan kebahagiaan sebagai orang gaptek yang sok tahu dan nekat banget...haha. Kalau kamu, pernahkah mengalami hal serupa seperti yang saya alami?

Kenapa harus ribet-ribet mengubah tampilan blog sampai bikin pusing? Karena blog itu ibarat rumah kita, rumah cerita-cerita kita, rumah bagi pengalaman kita, rumah yang menyimpan banyak kenangan. Maka saya berusaha membuat rumah ini menjadi semenarik mungkin, supaya saya senang mengisinya, supaya orang nyaman ketika berkunjung dan membaca cerita-cerita di dalamnya.

Meski bagi sebagian orang penampilan blog nggak penting-penting banget, tapi buat anak visual seperti saya, tampilan blog termasuk gambar-gambar itu luar biasa penting. Karena emang benar-benar bikin mood  menulis naik turun...kwkwk.

Apa pun itu, semua blogger pasti punya cara sendiri untuk menampilkan yang terbaik, setiap dari kita punya cara sendiri juga supaya tetap memiliki motivasi besar untuk mengisi blog di sela-sela kesibukan. Rempong-rempong dikit, tapi happy. Kira-kira begitulah :)

Salam hangat,

 

Monday, November 25, 2019

Resep JSR untuk Flu dan Batuk

Resep JSR Flu dan Batuk



Batuk pilek adalah penyakit menular yang sering menyerang manusia. Baik dari balita hingga dewasa. Terutama di musim tidak menentu seperti sekarang, kadang panas, kadang hujan, penyakit flu dan batuk yang disebabkan virus ini gampang banget menular. Meski bukan termasuk penyakit berat, namun saya akui flu dan batuk bikin hidup nggak nyaman, tidur nggak nyenyak, makan nggak enak, segitu mengganggunya.

Sejak saya belajar di milis sehat dan tahu bahwa penyakit disebabkan virus nggak ada obatnya, maka sejak itulah saya mengurangi bahkan menghindari sama sekali penggunaan obat flu dan batuk. Baik buat saya dan juga bagi anak-anak.

Kenapa harus minum obat jika kita tahu obat itu nggak bisa nyembuhin penyakit disebabkan virus? ‘kan aneh banget kitanya? Meski disebut aman, minum obat akan memperberat kerja ginjal. Jadi, kalau memang nggak dibutuhkan banget, saya jarang minum obat. Pengecualian untuk paracetamol atau obat pereda panas dan pengurang nyeri ini, saya masih pakai sampai sekarang terutama saat meriang :D

Sejak saya menjalankan diet beberapa bulan lalu, daya tahan tubuh memang jauh lebih baik. Biasanya saya sering kena flu dan batuk, selama menjalankan diet, paling hanya sakit tenggorokan beberapa hari, kemudian hilang gitu aja. Nggak pernah sampai seberat dulu.

Misalnya pusing pun, qadarallah akan hilang dengan hanya minum air rendaman atau rebusan rempah. Sesimpel itu, deh, pas benar-benar menjaga pola makan dengan benar. Selama sekitar 5-6 bulan menjalankan diet, saya memang tidak pernah minum obat sama sekali. Masya Allah.

Resep JSR untuk flu dan batuk ini sebenarnya justru saya dapat dari resepnya Dewi Hughes yang ia sebut dengan Wonderwood. Jadi, resep ini menurut saya bisa juga dipakai bagi teman-teman yang ikutan JSR. Diet Kenyangnya Dewi Hughes dengan JSR nggak banyak berbeda sebenarnya. Hanya ada beda-beda sedikit saja, jadi yang ikut JSR bisa banget pakai resep-resep dari Diet Kenyang, begitu juga sebaliknya.

Kalau pusing-pusing atau meriang, coba minum rebusan rempah-rempah ini, deh. Insya Allah, langsung hangat di badan. Baunya emang khas rempah banget, jadi yang nggak suka minum jamu kayaknya nggak bakalan suka juga minum resep ini...haha.

Tapi, saya kasih solusi buat yang nggak suka dengan menambahkan perasan jeruk nipis dan madu ketika akan diminum. Jadi, minumannya seger dan hangat plus ada manis-manisnya gitu *bukan iklan...kwkwk.

Resep JSR untuk Flu dan Batuk Diambil dari Resep Diet Kenyang



Karena sekarang nggak terlalu fanatik dengan JSR meski postingan isinya JSR semua...haha, akhirnya justru pakai resepnya Dewi Hughes. Semoga nggak digetok keroyokan sama emak-emak yang ikutan JSR garis lurus :D

Saya itu nggak mau berlebihan mengikuti ini dan itu karena memang sedang tahap belajar. Akhirnya memang saya nyaman mempelajari semuanya dulu. Kemarin toh akhirnya ada yang nggak cocok di saya yakni soal berat badan saya yang nggak berhenti turun meski telah menyentuh angka ideal. Akhirnya ada yang perlu diubah dari pola makan saya lagi.

Saya memang punya buku-buku Dewi Hughes, karenanya banyak yang saya pelajari di sana. Ada yang saya ambil, tetapi ada juga yang tidak saya praktikkan. Misalnya, makan yang alami oke, diolah dengan benar oke, namun untuk hypnoterapy saya kurang berkenan mengikuti sebab itu tidak sejalan dengan keyakinan saya dalam agama Islam. Berpikir positif baiklah, karena memang seharusnya kita selalu berpikir positif atau ber-husnudzon. Sisanya semua bisa saya ikuti.

Setelah saya pelajari, memang Diet Kenyang ini nggak beda jauh dengan JSR. Hanya saja, Diet Kenyang lebih bersih aja makannya. Misalnya, nggak makan gula pasir artinya nggak makan semua jenis gula juga. Sedangkan untuk JSR masih bisa mengonsumsi gula aren.

Untuk resep ini saya rasa sangat bisa dijalankan oleh teman-teman yang bukan hanya menjalankan Diet Kenyang, namun juga menjalankan JSR karena nggak ada yang bertentangan sama sekali dengan bahan-bahan yang digunakan.

Intip Resep-resep JSR di Instagram

 

Bagi yang mengikuti JSR, bisa banget intip-intip resep JSR di Instagram. Pasti banyak banget tagar-tagar resepnya. Karena agak males nyari dan udah dapat yang pas, akhirnya saya hanya mencoba resep ini dan sudah saya minum sejak beberapa bulan yang lalu hingga sekarang.

Selain di Instagram, teman-teman juga bisa dapatkan resep-resep JSR di Cookpad, lho. Ajaib banget, kan, JSR ini ada di mana-mana...haha. Resepnya juga cukup beragam, ada yang pakai serai, jeruk nipis, dan bunga telang, dll.

Minuman Herbal Pereda Flu dan Batuk ala JSR


Yup! Mari kita lihat resep wonderwood-nya Dewi Hughes berikut ini, apakah sejalan dengan prinsip JSR atau tidak? Menurut saya sejalan aja, kok. Bahan-bahannya tinggal ambil dari rempah-rempah di dapur, ya. Rasanya memang wangi dan hangat banget, namun buat saya pribadi ini sangat membantu meringankan gejala flu dan batuk. Bahkan untuk pusing-pusing. Resep sedikit saya modifikasi, ya.

Bahan:


2 batang jahe merah atau jahe biasa, geprek

2 batang kayu manis

½ biji pala

10 butir cengkeh

5 butir kapulaga

2 bunga lawang

3 gelas air

1 buah jeruk nipis

1-2 sdm madu

Cara membuat:


1. Rebus 3 gelas air sampai mendidih.

2. Masukkan semua bahan kecuali jeruk nipis dan madu.

3. Setelah 5 menit, angkat.

4. Setelah hangat, masukkan perasan air jeruk nipis dan madu. Segera minum selagi hangat.


Bukan Anti Dokter dan Obat Kimia


Saya mau katakan bahwa tidak semua orang yang senang mengonsumsi herbal semacam ini anti dengan obat dokter. Karena saya sering menjumpai orang seperti itu, yang bertahan saat anak sesak, memaksa mencoba tetap di rumah dengan obat herbal dan semacamnya. Jujur saja saya kurang setuju dengan pemikiran semacam itu, karena bagaimanapun kita tetap butuh dokter dan obat-obatan kimia untuk kasus tertentu.

Namun, saya coba untuk lebih RUM (Rational Use of Medicine) dan ini telah saya pelajari di milis sehat jauh sebelum saya mengenal JSR dan Diet Kenyang.

Kenapa saat flu dan batuk nggak perlu minum obat? Lantas kenapa banyak dijual obat batuk dan flu? Pertanyaan itu pasti sering muncul di benak kita. Alasannya, flu dan batuk disebabkan oleh virus yang hanya bisa disembuhkan dengan daya tahan tubuh. Jadi, mending kita makan makanan yang baik gizinya supaya daya tahan tubuh meningkat.

Batuk juga bukan penyakit yang harus dihentikan, itu adalah reaksi tubuh untuk mengeluarkan virus yang masuk ke dalam saluran pernapasan kita. Allah baik banget menciptakan tubuh kita sesempurna ini, sehingga jika ada masalah, tubuh akan menyelesaikannya sendiri, mengatasi dengan reflek batuk tersebut.

Bagi yang kurang memahami, ujung-ujungnya lekas beli sirup supaya batuk cepat berhenti. Kalau dokter yang RUM, nggak bakal mau ngasih obat batuk dan pilek. Karena paham itu tidak diperlukan. Sedangkan pertanyaan kenapa masih banyak yang jual obat flu dan batuk? Jawabannya bisa kamu temukan di dalam hatimu sendiri *eaaa...haha. Ya, itulah bisnis. Meski ada obat tertentu yang dilarang beredar di luar negeri, di Indonesia tetap ada yang jual. Dan saya bisa katakan itu amazing bangetlah.

Sekali lagi, saya nggak anti dengan dokter dan obat. Jika anak kita batuk pilek kemudian sesak. Jangan tunda untuk membawanya ke dokter karena kita nggak bisa mengatasinya sendiri. Kita butuh dokter, kita butuh obat. Beberapa tanda gawat darurat seperti ini memang harus dipelajari supaya nggak salah langkah. Jadi, minimal kita tahu kapan harus ke dokter, kapan bisa mengatasinya di rumah.

Makannya, saya bersyukur banget bisa kenal milis sehat. Qadarallah, karena banyak belajar di milis bersama dokter-dokter yang RUM, saya jadi mengerti bagaimana seharusnya bertindak ketika sakit.

Dari JSR, Diet Kenyang, hingga milis sehat, semoga ada nyambung-nyambungnya, ya? Haha. Karena buat saya itu adalah sesuatu yang tidak terpisahkan. Hal-hal yang saya pelajari setelah menikah dan beberapa akhirnya saya terapkan sehingga membuat saya lebih mandiri ketika jauh dari orang tua.

Tetap sehat, tetap bijak pakai obat, dan jangan terlalu fanatik sama herbal sampai membenci dokter. Sebab masih banyak dokter yang RUM, yang enak diajak ngobrol, yang asyik diajak diskusi dan cari solusi bareng :)

Salam hangat,

*Pict by Pexels.com

 

Sunday, November 24, 2019

Hukuman Bagi Anak, Perlukah?

Hukuman Bagi Anak, Perlukah



Waktu sekolah dulu, saya termasuk siswi yang jarang sekali mendapatkan hukuman. Tapi, bukan berarti saya nggak pernah merasakan dihukum, ya? Haha. Hukuman paling lekat di ingatan adalah cubitan seorang guru Matematika yang mendarat di lengan. Nyubit bisa sampai lebam dan biru. Sadis banget, deh, guru saya satu ini...haha.

Alasan beliau menghukum saya simpel aja, karena saya dan beberapa teman nggak disiplin pakai seragam yang seharusnya. Pada hari tertentu (tepatnya saya lupa), kami seharusnya memakai seragam warna hijau. Ini memang seragam baru di sekolah kami, jadi, belum seluruhnya punya dan belum seluruh siswa memakainya.

Karena bahan seragamnya panas dan bikin gerah, akhirnya banyak di antara kami yang nekat memakai seragam warna putih untuk kemeja dan tetap memaki rok warna hijau. Bikin aturan sendiri gitu...kwkwk. Alhasil kalau sampai bertepatan ketika guru tersebut masuk kelas, bisa kena cubit.

Sebenarnya, perlukah memberikan hukuman bagi siswa siswi yang melanggar aturan sekolah? Seperti kasus saya, wajar saja guru menghukum karena memang jelas kami melanggar aturan dan jadi kebiasaan bukan sekali dua kali kami lakukan. Usia kami pun saat itu sudah kelas 2 atau kelas 3 SMP. Hukuman semacam itu meski bikin jera, namun nggak bikin trauma juga, bukan hal yang horor banget. Justru sekarang kalau ingat bikin cekikikan sendiri.

Tapi, bagaimana dengan hukuman yang justru dapat menjatuhkan mental anak-anak? Misalnya tanpa sengaja bisa membuat mereka malu di depan teman-temannya dan akhirnya menjadi sasaran bullying?

Hukuman Tidak Menjatuhkan Mental Anak


Kemarin saya sempat membaca sebuah postingan menarik di salah satu grup whatsapp, postingan ini berkisah tentang seorang pemuda yang bertemu dengan gurunya saat sekolah dulu. Dia bertanya, apakah sang guru tidak mengingatnya?

Guru tersebut tidak ingat sama sekali dengan muridnya yang baru saja menyapa. Sang murid keheranan kenapa bisa beliau tidak mengingatnya?

Kemudian mengalirlah kisah menarik setelahnya. Saat sekolah, ia sempat mencuri jam tangan milik salah seorang temannya. Saat pemilik jam tangan melapor kepada sang guru, beliau memutuskan menggeledah tas dan kantong baju para siswa. Namun, uniknya, semua mata siswa ditutup dan tidak diperkenankan melihat.

Saat sampai pada giliran pemuda itu, sang guru kemudian mengambil jam tangan itu dari kantong bajunya. Kebayang di dalam hati pemuda itu takut dan deg-degannya? Pasti dia bakal dipermalukan di depan semua murid. Hidupnya bakalan hancur banget karena ditertawakan satu sekolah. Belum lagi nanti dia bakal jadi sasaran bullying teman-temannya yang lain. Begitu yang ia pikir.

Namun, guru tersebut tidak menghentikan menggeledah siswa satu kelas meski jam tangan itu telah ditemukan. Jam tangan itu akhirnya dikembalikan pada pemiliknya tanpa menyinggung siapa pelakunya. Masalah itu pun tak pernah disinggung lagi oleh sang guru.

Setelah mendengar cerita dari muridnya, guru itu pun berkata, “Bagaimana aku bisa mengingatmu sedangkan saat aku mengambil jam tangan dari kantongmu, mata pun sengaja aku pejamkan?”
Pendidikan memerlukan seni dalam menutup keburukan

Seperti itulah cerita di atas ditutup dengan kalimat pendek yang begitu dalam. Apa, sih, inspirasi dari kisah di atas? Entah itu ditulis dari kisah nyata atau fiksi, tetap saja menimbulkan rasa hangat di dalam hati setelah membacanya. Bagaimana tidak, seorang guru yang nyata-nyata bisa menyebut nama murid yang telah mencuri jam tangan, justru memilih mendiamkan dan seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

Saya percaya, si pencuri jam tangan ini, tanpa perlu ditegur pun sebenarnya sudah merasa bahwa dirinya memang salah. Teguran guru di depan semua siswa bisa jadi justru membuat mentalnya down, bahkan membuat masa depannya hancur, dan lebih parahnya dia bisa membenci sang guru seumur hidupnya.

Namun, karena ‘kepintaran’ sang guru dalam menyelesaikan masalah ini justru akhirnya membuat sang murid tetap mendapat efek jera tanpa harus merasa dipermalukan.

Ya, hukuman itu nggak perlu mempermalukan para siswa. Hukuman itu sebaiknya memang memberikan efek jera, namun dalam memberikan hukuman perlu mempertimbangkan banyak hal. Jangan sampai tujuan baik justru menimbulkan hal negatif yang tidak diinginkan.

Hukuman Harus Dikerjakan Oleh Siswa Itu Sendiri


Maksudnya apa? Saya mungkin termasuk orang yang cukup berlapang dada ketika anak sendiri diberi hukuman oleh guru. Apalagi jika jelas anak saya memang melakukan kesalahan. Seperti misalnya kemarin, dia kena hukuman mencuci sajadah temannya karena ia masih bermain ketika jam istirahat usai. Hukumannya tidak sebatas itu, dia juga harus membantu mengangkat bangku saat piket, dan sebagainya.

Ketika pulang sekolah dia sempat bingung dan mewek, karena dia merasa tidak melakukan kesalahan, kenapa kena hukuman? Bahkan saat itu ada sekitar 20 siswa yang kena...haha. Saya sendiri tidak percaya, masa iya nggak salah tiba-tiba dihukum? Pasti ia salah hanya saja nggak menyadari.

Ternyata, anak saya merasa benar karena sempat disuruh istirahat usai mengerjakan proyek kelas. Jadi, dia bermain di kelas, sedangkan jam istirahat sebenarnya sudah habis. Intinya dia memang salah, namun tidak menyadarinya.

Nah, hukuman yang diberikan kepadanya buat saya masih masuk akal. Karena bisa dia kerjakan sendiri. Sajadah itu pun dia cuci sendiri. Dan beres. Saya berpesan, lain kali berhati-hati supaya tidak melakukan kesalahan. Dihukum bukan hal memalukan, "Itu bentuk dari tanggung jawab kamu karena telah melakukan kesalahan."

Toh, hidup ini tidak selalu akan berjalan mulus dan sesuai keinginan. Ada saatnya harus merasakan pahit, asam, dan asin. Nggak mungkin selalu manis, kan?

Namun, berbeda jika hukuman yang diberikan kepada siswa tidak bisa mereka kerjakan sendiri. Misalnya karena makan siang di kelas, siswa harus membawa makanan sejumlah teman sekelasnya. Itu artinya orang tuanya pun harus ikut kena hukuman karena mustahil anak usia di bawah 10 tahun bisa beli makanan sebanyak itu.

Bicara Empat Mata


Kadang, anak yang bandel itu hanya butuh lebih banyak dipeluk katanya. Kadang ada anak yang luar biasa spesial tingkah lakunya bukan karena mereka layak disebut bandel, tapi mereka hanya butuh orang yang memerhatikan, dia begitu bisa jadi karena mencari perhatian semata. Maka ketika dia membuat masalah dan melakukan kesalahan, nggak ada salahnya mengajaknya bicara empat mata saja.

Namun, tidak semua siswa berani bicara kepada gurunya terlebih jika selama ini ia merasa bahwa dirinya hanya menjadi pembawa masalah. Bisa jadi ia sudah takut duluan, ngeri dihukum dan sebagainya.

Masalah semacam ini memang bukan sepenuhnya tugas guru untuk meluruskan atau membenahi. Karena saya sangat percaya, keluarga punya peran besar dalam membentuk karakter anak-anak selain lingkungan sekolah dan bermainnya. Jadi, selain guru membantu di sekolah, orang tua juga jangan lepas tangan. Sebisa mungkin justru harus saling kerja sama.

Buat saya pribadi, hukuman itu kadang memang perlu. Saya sendiri tidak mau memberikan hukuman dalam bentuk tugas yang sebenarnya itu memang sudah harus jadi tanggung jawab mereka. Misalnya, karena melanggar, anak-anak harus mencuci piring setiap selesai makan atau mencuci bajunya sendiri.

Saya katakan kepada sulung bahwa itu bukan sebuah hukuman. Itu adalah tugas dia di rumah supaya mandiri. Saya tidak mau memberikan hukuman semacam itu karena saya khawatir mereka akan mengerjakan tugas tersebut sebatas ketika dihukum saja. Mending cari alternatif hukuman lain yang lebih membantu misalnya meminta anak-anak diam di tangga selama beberapa menit setelah mereka ribut dan bertengkar.

Hukuman sederhana semacam itu lebih berguna terutama supaya semua yang terlibat bisa menenangkan diri dulu, nggak kebanyakan ngomong sementara waktu...haha.

Baik di rumah atau di sekolah, saya percaya hukuman fisik sama sekali tidak berguna kecuali hanya memberikan trauma berat buat anak-anak. Sudah sering lihat sendiri berita guru yang memberikan hukuman fisik pada muridnya dan tidak jarang akhirnya banyak yang meninggal dunia, kan? Semoga kejadian semacam itu nggak muncul atau terulang lagi.

Jangankan anak-anak, kita saja yang dewasa sering sekali melakukan kesalahan, karenanya ketika berniat memberikan hukuman pada mereka, pertimbangkan banyak dampak negatif dan positifnya. Jangan sampai tujuan baik kita justru mendatangkan hal buruk di kemudian hari. Semoga tidak sampai terjadi :)

 

*Pict by pexels.com

 

Friday, November 22, 2019

Ngeblog, Demi Passion atau Karena Uang?

Ngeblog demi passion atau uang



Siapa, sih, yang nggak suka dapat penghasilan dari pekerjaan yang disukainya? Seperti Kang Ridwan Kamil bilang, pekerjaan yang menyenangkan adalah hobi yang dibayar. Saya sangat setuju dengan kalimat tersebut. Saat mengerjakan pekerjaan yang kita sukia, rasanya nggak ada beban buat menyelesaikannya. Kita juga nggak bakalan stres karena pekerjaan itu memang sesuai dengan keinginan kita.

Namun, bagaimana jika kita harus mengerjakan sesuatu yang di luar hobi atau passion kita? Sebagian orang mungkin terpaksa bertahan dalam pekerjaan itu demi alasan yang sangat masuk akal seperti untuk menafkahi keluarga, dan itu nggak pernah salah.

Lantas, bagaimana dengan kegiatan ngeblog kita sekarang? Apakah benar-benar harus dikerjakan karena hobi dan passion atau boleh demi uang? Secara kita tahu, profesi menjadi blogger apalagi full time blogger begitu menjanjikan. Siapa yang bisa menolak apalagi jika menjadi blogger adalah impian kita, keinginan dari hati terdalam *eaaa.

Selama menjadi blogger, saya masih setengah waktu mengerjakannya, bukan setengah hati, ya? Haha. Maksudnya, saya mengisi blog ketika kegiatan menulis buku sedang longgar, ketika saya butuh rekreasi dari penatnya menulis naskah, atau sebagainya. Buat bersenang-senang sambil curhat aja *lol.

Jadi, belum bisa dikatakan sebagai blogger sepenuh jiwa raga apalagi profesional...kwkwk. Apalagi membuat konten untuk blog itu nggak semudah yang dibayangkan, harus paham SEO, bisa menarik buat dibaca banyak orang, bermanfaat, dan banyak lagi kriterianya. Sedangkan selama ini saya menulis sekadar karena saya suka melakukannya. Sedikit demi sedikit memang mulai mempelajari SEO dan mulai lebih serius, makannya pindah ke wordpress, tapi itu saja pastilah belum cukup.

Ngeblog Demi Uang


Kalau ngeblog demi mendapatkan uang apakah salah? Saya pikir nggak ada yang salah dengan semua itu asalkan kita memang bekerja dengan profesional. Ngejar uang nggak masalah, karena saya pun senang ketika mendapatkan penghasilan dari blog sendiri.

Tapi, kita harus paham, bahwa untuk mendapatkan itu jalannya nggak mudah, Zubaidah! Iya, butuh kerja keras yang nggak biasa, nggak hanya sekadar bisa menulis kemudian dapat uang. Nggak bisa hanya sekadar ngisi blog tiap hari, kemudian dapat penghasilan. Nggak semudah itu.

Karenanya, jika kita masih merasa sebagai pemula, jangan buru-buru berhenti ketika blog nggak menghasilkan apa-apa. Maka di sinilah pentingnya kita mencintai pekerjaan kita. Seperti kata salah seorang blogger senior, Mbak Widyanti pemilik blog widyantiyuliandari.com,
“Ngeblog untuk uang sama sekali enggak salah. Tapi, saya sudah mengamati ratusan blogger pemula. Dan di atas itulah kesimpulan saya. Yang saya coba share di kelas-kelas terutama untuk pemula adalah blogging untuk kegembiraan, blogging untuk kewarasan, blogging untuk kebaikan. Money will follow...Seperti halnya rezeki selalu mengikuti kebaikan...

Maka penting sekali mencintai apa yang kita kerjakan sekarang. Kalau lihat postingan para blogger senior lainnya, rasanya pengen ngumpet di kolong ranjang, sayang di rumah nggak pake ranjang jadi saya urungkan...kwkwk. Sampai di sini kadang saya pengen udahan, ngerasa nggak pede meneruskan, meski sesekali sudah merasakan penghasilan dari ngeblog, tapi buat jadi sebaik yang lain itu terasa begitu sulit.

Namun, kembali lagi, saya nggak mau mematahkan ‘impian’ saya hanya karena saya  belum sehebat yang lain. Bahkan sejak jauh-jauh sebelum saya punya blog, saya tahu berproses itu adalah bagian penting dari meraih impian.

Hingga akhirnya saya bisa mengatakan bahwa saya memang suka ngeblog, tak peduli nantinya bakal menghasilkan atau nggak, bakal sering menang lomba atau nggak, yang dulu saya kerjakan hanya mencoba terus dan tak peduli hasilnya kemudian. Karena keinginan keras ‘tanpa rasa malu’ itulah saya bisa mewujudkan satu per satu impian saya dalam bidang literasi hingga seperti sekarang.

Jika kamu mau mendapatkan penghasilan, benar-benar dapat uang, nggak harus mengerjakan pekerjaan yang sesuai sama passion kamu. Bisa aja kamu mengerjakan pekerjaan yang nggak terlalu kamu suka asal bisa profesional, kenapa nggak? Fokusnya pada uang, kan? Karena pekerjaan yang sesuai sama passion nggak selalu menghasilkan uang lumayan seperti dikatakan oleh sahabat saya dalam postingannya ini. Bekerja sesuai passion, beneran enak atau nggak, sih?

Cintai Profesimu


Saya pernah ada di titik di mana saya sedang senang-senangnya mengikuti orang lain untuk melakukan hal yang sama seperti yang mereka kerjakan. Saya mengusahakannya dengan sungguh-sungguh memang hingga akhirnya saya berhasil melakukannya, namun pada akhirnya saya merasa lelah terus mengikuti orang lain hingga lupa apa yang sebenarnya saya inginkan.

Ketika saya sadar akan hal itu, saya memutuskan berhenti dan mencari apa yang sebenarnya saya senangi. Maka di situlah saya menemukan satu hal yang seharusnya saya usahakan sejak dulu.

Belajar banyak hal nggak pernah salah. Maka saya tidak pernah menyesali keseriusan saya selama belajar menulis artikel, ikut kelas fiksi dan bikin buku, ikut kelas cerita anak dan menulis beberapa buku untuk anak-anak, namun pada akhirnya saya menemukan apa yang sebenarnya saya inginkan dan bisa saya maksimalkan.

Saya kira untuk menemukan semua itu memang butuh proses. Kita harus merasakan menjadi penulis artikel dulu, dikadalin dulu karena fee nggak cair *eaa masa lalu...kwkwk, merasakan jadi penulis buku anak-anak, barulah menemukan apa yang sebenarnya ingin kita kerjakan serius tanpa berganti lagi.

Seperti itu juga saat ngeblog, besok ingin seperti si A, besok lagi ingin seperti si B, namun kemudian kita bakalan menemukan apa yang benar-benar kita bisa lakukan dan benar-benar kita sukai.

Saya bisa katakan,
“Tak perlu muluk-muluk untuk menjadi sehebat siapa, asal bisa jadi diri sendiri dan bersyukur atas apa yang dimiliki, maka itulah pencapaian yang sungguh luar biasa.”

 

Rezeki Mengikuti Kebaikan


Mengutip kalimat dari mbak Widyanti, apa yang kita rawat, apa yang kita cintai dan kita kerjakan dengan sepenuh hati maka insya Allah akan menghasilkan. Kira-kira seperti itulah intinya. Maka, sejak awal seharusnya kita mulai meluruskan niat, bahwa apa yang kita kerjakan semoga menjadi jalan kebaikan bagi kita dan juga bagi orang lain.

Jika kita senantiasa istiqomah melakukan kebaikan, insya Allah bakalan ada rezekinya sendiri. Saat ngeblog, banyak hal yang membuat kita berpikir sebelum menerima kerja sama. Saya tidak bicara tentang orang lain, ya? Hehe. Saya bicara tentang pengalaman saya sendiri. Kalau dipikir rasanya ajaib juga :D

Misalnya saat tiba-tiba ada tawaran kerja sama dengan produk kecantikan, di sini jelas saya yang jarang banget posting foto wajah menolak dan berhati-hati sekali menyampaikannya karena khawatir mereka bakalan kecewa atau tersinggung.

Saya sampaikan bahwa saya menerima tawaran itu jika tidak ada permintaan untuk upload foto wajah atau ada foto before after gitulah seperti kebanyakan yang beauty blogger lakukan. Karena apalah saya mustahil bisa melakukannya. Setelah mengatakan itu, saya kira akan kehilangan tawaran kerja sama, namun kenyataannya nggak. Dua produk kecantikan tersebut menerima alasan saya dan mereka tetap bersedia melakukan kerja sama.

Jadi, jangan takut untuk menjadi diri sendiri karena insya Allah semua orang telah ditakar rezekinya masing-masing, orang lain tidak akan bisa mengambil rezeki kita karenanya tidak perlu iri dengan rezeki orang lain. Kita pun tak akan mampu mengambil rezeki orang karenanya tak perlu berperasangka buruk ketika ada orang lain mendapatkan pekerjaan yang lebih baik daripada yang kita dapatkan.

Sampai di sini saya merasa bersyukur bisa sampai pada titik sekarang, di mana banyak sekali pengalaman manis dan buruk selama nyemplung di dunia literasi baik selama menulis artikel, ngeblog, dan menulis buku.

Pernah ngebayangin nggak, sih, kalau di antara kita semua yang hanya kenal lewat dunia maya kadang bisa saling sikut menyikut...kwkwk. Pernah kebayang nggak, sih, kalau orang baik yang kamu kenal tiba-tiba nggak amanah, menyakiti, atau berbohong tanpa rasa iba?

Entah kamu pernah merasakannya atau tidak, percayalah, dengan memaafkan dan melupakan kedzaliman orang kepada kita akan membuat langkah kita ke depannya semakin ringan dan insya Allah rezeki akan dimudahkan oleh Allah. Jangan takut kehilangan fee kita yang nggak cair di platform A dan B, karena yakinlah itu memang bukan rezeki kita. Misalnya masih rezeki, uang itu akan kembali ke tangan kita, kan? *Kenapa jadi ngelantur...haha.

Saya ngeblog karena saya suka menulis. Itu kalimat sederhana saya dulu ketika pertama kali punya blog. Saya tidak memikirkan apakah blog saya bakal dibaca orang banyak apalagi sampai mikir bakalan dapat uang dari sini. Karena tanpa beban dan alasan berat, akhirnya ngeblognya jadi ringan dan dibikin happy.

Sepertinya saya pun harus kembali pada pemikiran polos saya dulu. Ngeblog untuk menjaga kebahagiaan hati, buat berbagi, dan untuk menyenangkan diri sendiri. Andai suatu saat blog ini benar-benar menghasilkan serupa para blogger senior, itu adalah rezeki saya dan kamu nggak perlu iri *eaa abis ini digetok pakai teflon...kwkwk.

 

Salam hangat dari blogger yang baru sadarkan diri :)

*Sumber foto: Pexels.com


 

Wednesday, November 20, 2019

Pelestarian Cagar Budaya Indonesia Sebagai Identitas Diri Bangsa Bisa Dimulai dari Lingkup Terkecil

Pelestarian cagar budaya Indonesia



Cagar Budaya adalah warisan budaya yang bersifat kebendaan atau tangible. Dalam artian benda-benda yang termasuk dalam Cagar Budaya haruslah berwujud konkrit, bisa kamu lihat dan raba, serta memiliki massa dan dimensi yang nyata. Salah satu contoh Cagar Budaya Indonesia yang sering kita kunjungi adalah bangunan candi.

Kamu tentu pernah berkunjung ke candi Borobudur yang amat terkenal kemegahannya bahkan tidak hanya di negeri sendiri, namun juga dikenal luas di negara lain. Sebagai orang asli Indonesia, tentu kita ikut merasa bangga. Sebab Cagar Budaya bukan hanya menjadi tempat wisata yang bisa mengundang para wisatawan lokal maupun asing, tetapi juga menjadi identitas diri bangsa, sejarah, dan juga pengetahuan.

Sayangnya, sampai sekarang saya masih merasakan minimnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya Cagar Budaya. Kita berkunjung ke objek Cagar Budaya sekadar hanya berkunjung, berfoto selfie, dan tidak lebih daripada itu. Cagar Budaya hanya dijadikan sebuah wisata untuk menyegarkan pikiran dari penatnya rutinitas sehari-hari atau justru hanya dijadikan spot foto menarik untuk mengisi feed Instagram semata. Pernahkah kamu menyadarinya?

Padahal, pelestarian Cagar Budaya tidak boleh lepas dari aspek budaya. Jangan hanya menjadikan Cagar Budaya sebagai tempat yang lekat dengan wisata, karena Cagar Budaya sejatinya menyimpan nilai sejarah yang sangat penting bagi generasi masa depan di negeri kita.

Kurangnya Kesadaran Masyarakat untuk Melestarikan Cagar Budaya



Beberapa tahun lalu, saya hanya mengenal Cagar Budaya sebagai tempat rekreasi. Misalnya saat saya masih tinggal di Kota Malang, di sana ada salah satu Cagar Budaya berupa Candi Kidal yang terletak di desa Tumpang. Saat berkunjung ke sana, saya tidak mengetahui kisah di balik indahnya relief candi Kidal.

Saya dan suami berkunjung sekadar berkeliling melihat-lihat kemudian berfoto di sekitar candi. Tidak ada kesan lebih daripada itu. Saya pikir, orang-orang di sekitar lokasi objek Cagar Budaya candi Kidal pun merasakan hal yang sama. Apalagi bagi orang desa seperti kami, jika tidak bernilai ekonomi, pastilah hanya dianggap ‘pemanis’ saja sehingga tidak ada yang berniat menjaga apalagi melestarikannya.

Tempat itu tidak lebih menarik dari sekadar tempat rekreasi biasa yang seolah tidak mengandung nilai sejarah sama sekali. Penduduk sekitar pun tidak peduli, bahkan ada kejadian sebuah mobil menabrak bangunan candi. Bangunan bersejarah yang seharusnya dijaga dengan baik oleh seluruh masyarakat di sekitar justru diabaikan karena kurangnya pengetahuan mereka tentang pentingnya keberadaan Cagar Budaya tersebut.

Kurangnya edukasi kepada masyarakat membuat objek-objek Cagar Budaya di negeri kita seolah dikesampingkan keberadaannya. Ia kalah oleh megahnya wisata masa kini yang dipenuhi oleh kesenangan belaka. Padahal, jika kita mengenal sejarah dari objek-objek Cagar Budaya, maka terkagumlah kita akan keberadaannya yang masih bisa dilihat hingga saat ini.

Pelestarian Cagar budaya tidak hanya sebatas dilakukan oleh pemerintah semata, sebagai masyarakat kita juga harus ikut berperan aktif melestarikan Cagar Budaya terutama yang ada di sekitar kita sehingga keberadaannya bisa terus dinikmati oleh generasi mendatang. Jangan sampai Cagar Budaya musnah hanya karena ketidakpedulian kita. Betapa mirisnya jika sampai itu terjadi.

Sebagai masyarakat, kita punya kewajiban untuk melestarikan Cagar Budaya dengan cara melindungi dan merawat, mengembangkan, serta memanfaatkannya. Perlindungan terhadap objek Cagar Budaya dimaksudkan agar supaya objek Cagar Budaya terhindar dari kerusakan serta adanya jual beli yang sangat merugikan.

Pengembangan dapat diartikan sebagai upaya untuk menjaga objek Cagar Budaya agar tetap terjaga kualitasnya dan menjaga agar tidak terjadi perubahan dari bentuk aslinya. Sedangkan pemanfaatan Cagar Budaya oleh masyarakat bisa dilakukan dengan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk melestarikan Cagar Budaya baik untuk kepentingan pendidikan, ekonomi, atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

Dalam hal ini, menjadi begitu berat jika masyarakat sendiri tidak memahami pentingnya Cagar Budaya sehingga tidak terbangun nilai kesadaran untuk menjaganya. Padahal, pemerintah tentu tidak bisa sendirian mengurus dan merawat objek-objek Cagar Budaya yang ada di negeri kita.

Peran aktif kita sekecil apa pun bisa membantu pemerintah untuk menjaga Cagar Budaya di Indonesia, sehingga nilai sejarah yang sejatinya menjadi identitas diri bangsa tidak akan hilang, bahkan seharusnya dapat dilihat dan dipelajari oleh generasi masa kini hingga masa depan tanpa terkecuali. Lantas apa saja yang bisa kita lakukan untuk ikut berperan aktif dalam melestarikan dan merawat Cagar Budaya agar tidak musnah?

1. Wisata Edukasi ke Objek Cagar Budaya Indonesia


Kita bisa mengedukasi orang-orang terdekat kita terutama keluarga sendiri. Anak-anak adalah masa depan bangsa yang tentunya harus mengetahui sejarah bangsanya sendiri. Setelah tinggal dan menetap di Jakarta, saya jadi sering mengajak anak-anak berwisata edukasi mengunjungi Kota Tua sambil naik KRL.

Wisata edukasi yang kami lakukan memang sangat sederhana, yakni memperkenalkan objek Cagar Budaya yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat kami tinggal. Kegiatan sederhana ini bisa kita lakukan sambil menceritakan sejarah di balik berdirinya Kota Tua yang begitu istimewa.

Ketika mudik ke Kota Malang, kami sempatkan berkunjung ke candi Kidal yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal kami. Mereka begitu antusias melakukan wisata edukasi karena mengetahui banyak kisah menarik di balik relief-relief candi Kidal. Andai mereka tidak mengerti dan memahami sejarahnya, sudah pasti perjalanan kami hanya sebatas melihat bangunan kuno yang tidak ada artinya.

Maka tugas kitalah sebagai orang tua untuk mengenalkannya kepada anak-anak. Jangan sampai mereka lebih paham sejarah bangsa lain ketimbang bangsanya sendiri. Jangan sampai mereka lebih senang melihat budaya negara lain ketimbang budaya Indonesia yang begitu kaya.

Jika kita punya waktu luang, jangan ragu untuk mengajak anak-anak berkeliling melihat objek Cagar Budaya di kota lain. Saya percaya, anak-anak akan bangga dengan apa yang dilihat andai mereka mengerti nilai sejarah di balik objek Cagar Budaya itu sendiri. Bagaimana menurut kamu?

2. Edukasi Lewat Buku Cerita tentang Cagar Budaya


Beberapa hari yang lalu, salah satu buku antologi saya bertema Cagar Budaya telah terbit dan sampai di rumah dengan selamat. Saya sangat bersyukur bisa menjadi salah satu di antara sekian banyak penulis yang ikut menyumbangkan cerita menariknya dalam buku bertema Cagar Budaya ini.

Lewat buku semacam ini, kita bisa mengenalkan lebih banyak objek Cagar Budaya kepada anak-anak. Diceritakan dengan bahasa sederhana dan menarik, pastinya akan membuat pengetahuan mereka semakin luas sehingga ke depannya kita harap mereka bisa lebih mencintai Cagar Budaya serta dapat menularkan pengetahuan yang dimilikinya kepada teman-temannya yang lain.

Saya berharap, anak-anak tidak hanya mengerti wisata masa kini yang penuh dengan hiburan semata, mereka juga harus mengetahui lebih detail tentang sejarah bangsanya sendiri. Tanpa mengenal budaya negerinya dengan lebih lekat, mustahil mereka bisa mencintai negerinya dengan mendalam. Sedangkan budaya dari luar terus menjejali pikiran mereka dengan hal-hal baru. Kita tidak bisa tinggal diam dan hanya berpasrah diri. Banyak cara sederhana bisa kita lakukan untuk meningkatkan kecintaan mereka terhadap warisan budaya Indonesia.

Jika kita tidak memiliki buku cerita tentang Cagar Budaya, dengan mudah kita bisa mencarinya di internet. Berseluncur ke dunia maya bisa memberikan banyak manfaat asal dilakukan dengan tepat. Bantu mereka mengenal lebih banyak sejarah dari objek-objek Cagar Budaya yang ada di negeri sendiri. Kisah-kisah ajaib di balik objek Cagar Budaya tidak kalah menarik dari dongeng yang sering mereka baca setiap menjelang tidur.

Saya sendiri merasa amat menyesali keterlambatan dalam memahami pentingnya melestarikan dan merawat Cagar Budaya sehingga kunjungan saya sebelum-sebelumnya hanya demi melihat dan berfoto selfie saja. Saya tidak ingin anak-anak seburuk saya dalam memahami pentingnya Cagar Budaya. Saya harap mereka bisa lebih baik dari saya dalam mencintai sejarah bangsanya sendiri. Dan saya bisa memulainya dengan tindakan kecil semacam ini.

3. Bantu Edukasi Anak-anak untuk Ikut Berperan Aktif Merawat dan Melindungi Cagar Budaya


Pernah melihat objek Cagar Budaya yang rusak oleh tangan jahil masyarakat sendiri? Rasanya gemas bukan main, ya karena untuk menemukannya saja butuh waktu yang tidak sebentar. Sedangkan mereka yang tidak memahami pentingnya Cagar Budaya dengan seenaknya merusak misalnya dengan mencoret, mengambil sebagian atau sengaja merusaknya tanpa rasa iba.

Kita bisa mengedukasi anak-anak supaya mereka ikut berperan aktif melindungi Cagar Budaya sehingga tidak ada keinginan untuk merusaknya. Mereka yang tanpa berat hati merusak Cagar Budaya sudah pasti belum memahami apalagi mencintai warisan budaya negerinya sendiri sehingga dengan seenaknya melakukan hal-hal yang amat merugikan.

Maka peran kita sebagai masyarakat bisa kita mulai dari lingkup terkecil yakni keluarga terutama kepada anak-anak. Saya percaya, apa yang kita ajarkan kepada mereka akan melekat dalam hati dan bisa menumbuhkan kepedulian mereka sehingga tidak ada keinginan untuk melakukan hal-hal yang merugikan bangsa kita.

Andai kita tidak mampu melakukan perubahan besar, maka lakukanlah hal kecil yang bisa bermanfaat bagi pelestarian Cagar Budaya Indonesia. Saya pikir tidak ada hal paling mudah selain saling mengedukasi orang-orang terdekat kita. Andai semua orang melakukannya, bukankah akan ada lebih banyak lagi generasi muda yang peduli dengan Cagar Budaya? Andai bisa diterapkan oleh semua orang, pastilah Cagar Budaya bisa terus dilestarikan sehingga tidak musnah tertelan zaman atau kalah dengan wisata masa kini yang begitu menggoda.

Sudahkah kita memahami pentingnya Cagar Budaya sebagai identitas diri bangsa? Saya sudah. Bagaimana dengan kamu?

Salam hangat, 

Friday, November 15, 2019

Menyelami Sejarah Panjang dan Keindahan Hagia Sophia Turki

Hagia Sophia



Hagia Sophia merupakan salah satu destinasi wisata yang sempat kami kunjungi di Turki. Traveling ke Turki rasanya memang tidak lengkap jika tidak mengunjungi museum bersejarah satu ini. Jujur saja, pengalaman ke Turki beberapa hari bagi saya masih sangat kurang. Iya, hanya 3 hari sebelum kami berangkat ke Madinah rasanya serba terburu-buru. Belum lagi saat itu memang sedang musim dingin, jadi nggak fokus juga karena harus menenangkan anak-anak yang kedinginan dan flu.

Tapi, setidaknya saya bersyukur bisa menginjakkan kaki di negara Turki, tempat ketiga yang sangat ingin saya kunjungi setelah Makkah dan Madinah. Perjalanan kali ini juga merupakan kali pertama saya dan suami memutuskan pergi lumayan jauh sambil membawa anak-anak. Nggak kepikiran macam-macam selain hebohnya, senengnya, dan rempongnya...haha.

Saya juga nggak pernah membayangkan jika musim dingin bersalju itu begitu munusuk tulang. Orang Malang pede banget sok kuat bakal bisa menghadapi musim dingin di Turki dengan tenang, faktanya? Setiap keluar dari bus, kami selalu terburu-buru ingin menghangatkan diri. Benar-benar di luar dugaan, ternyata kami nggak sanggup berlama-lama dengan suhu begitu dingin, belum lagi pak suami sampai kena sinusitis karena alergi dinginnya kambuh.

Padahal kami sudah menyiapkan segalanya dengan baik, tetap saja ada kondisi yang tak bisa kami prediksi..hihi. Tapi, kami beruntung bisa menikmati semuanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, perjalanan ini tetap kami syukuri. Salah satu tempat menarik perhatian adalah museum Hagia Sophia yang dulunya merupakan gereja, kemudian diubah menjadi masjid, lantas sekarang berstatus sebagai museum.

Seperti apa kemegahan dan sejarah panjang dari tempat indah satu ini? Simak ulasannya, ya!

Sejarah Hagia Sophia dari Gereja, Masjid, Hingga Museum



Hagia Sophia terletak di Istanbul. Dibangun pada tahun 360. Awalnya Hagia Sophia merupakan gereja bahkan sempat menjadi gereja terbesar di dunia. Namun, pada tahun 1453, Fatih Sultan Mehmet berhasil menguasai Turki. Beliaulah yang akhirnya mengubah gereja Hagia Sophia menjadi masjid.

Saya masih ingat betapa mengagumkannya kisah Fatih Sultan Mehmet ini yang dikisahkan langsung oleh pemandu kami waktu itu. Kemudian beliau shalat di gereja Hagia Sophia dan memutuskan mengubahnya menjadi masjid. Sayangnya, pada tahun 1934, Ataturk mengubah masjid unik ini menjadi museum dan berlaku hingga sekarang.

Nama Hagia Sophia sendiri berasal dari bahasa Yunani yang artinya kebijaksanaan yang suci. Museum ini menjadi salah satu tempat yang wajib banget dikunjungi ketika kamu menginjakkan kaki di negara Turki. Keindahan museum ini tidak hanya mampu membuat kita berdecak kagum, melainkan juga bisa mengantarkan sejarah panjangnya hingga menjadi museum seperti sekarang.

Hagia Sophia Sangat Unik


Kedua mata tak akan lepas dari memandang beberapa kaligrafi bertuliskan lafaz Allah, Muhammad, nama-nama para khalifah, serta kedua cucu Rasulullah saw. Apa yang unik dari museum ini? Yap! Dibiarkannnya mosaik Bunda Maria yang menggendung Yesus. Nggak pernah saya melihat tempat semacam ini sebelumnya.

Selain mosaik Bunda Maria, masih banyak mosaik lainnya yang bisa dilihat dari museum indah ini. Detail dari museum ini benar-benar tak henti bikin kagum. Kalau saya pribadi, begitu lekat membayangkan seperti apa zaman dulu, masa di mana Sultan Mehmet berhasil menguasai tempat ini dan mengubahnya menjadi masjid, namun tetap mempertahankan beberapa detail hingga seperti yang kita lihat sekarang.

Struktur Bangunan yang Luar Biasa Menakjubkan

 

Detail-detail dari bangunan ini memang akan sulit dijelaskan dengan kata-kata *eaaa. Kamu bisa merasakan ketika mengunjungi suatu tempat, rasanya mulut hanya bisa berdecak kagum bahkan nggak kebayang seperti apa proses pembuatannya dulu.

Iya, dan itulah yang bisa dinikmati dari museum bersejarah satu ini. Bangunan Hagia Sophia memiliki kubah yang amat besar. Tinggi kubah mencapai 50 meter dengan lebar 30 meter. Menariknya, cahaya matahari bisa masuk lewat celah-celah jendela yang mengelilingi dasarnya.

Mosaik-mosaik Al-Kitab dan kekaisaran Byzantium bisa kamu temukan di bagian dindingnya. Ini membuktikan bahwa sebelum berubah menjadi masjid, Hagia Sophia dulunya memang merupakan sebuah gereja.

Saat mengunjungi Hagia Sophia, beberapa rekan kami memilih tetap tinggal di salah satu rumah makan yang kami kunjungi. Alasannya, karena memang udara dingin serta gerimis menusuk tulang tidak mungkin dilewati oleh anak-anak yang sebagian masih balita.

Jika ada kesempatan lagi, ingin sekali berkunjung ke Turki di musim semi, menikmati keindahan tulip dan berkeliling lebih lama dari satu tempat ke tempat lainnya. Rasanya masih belum puas menyelami keindahan sejarah Islam di Turki. Negara luar biasa yang begitu saya kagumi, selain juga pemimpinnya. Suatu saat, insya Allah saya akan kembali. Semoga kamu juga :)

Salam hangat,

 

Wednesday, November 13, 2019

Tentang Buku 99 Great Ways to be Wonderful Muslimah

99 Great Ways to be Wonderful Muslimah



Buku 99 Great Ways to be Wonderful Muslimah adalah buku solo kedua saya di Quanta yang insya Allah akan terbit tanggal 25 November 2019 ini. Perjalanan buku ini untuk menemukan jodohnya lumayan unik. Seperti kebiasaan saya yang lalu-lalu, setiap menulis buku saya sangat senang mencari judulnya terlebih dahulu. Andai belum ada judul yang pas, saya pasti akan kesulitan menuliskannya.

Begitu juga dengan buku ini. Judul sudah dibuat jauh-jauh hari, tapi saya masih menunda menulis naskahnya hingga rampung karena sok sibuk....kwkwk. Namun, saya bertekad akan menulis buku ini hingga bisa terbit.

Bulan Agustus lalu, saya berangkat menghadiri event Gramedia Writers & Readers Forum 2019 di Perpustakaan Nasional. Jarang-jarang banget saya mau pergi jauh-jauh, biasanya milih ngadem di rumah. Tapi, karena ada niat sekalian kopdaran sama teman, akhirnya kesampaian juga jalan ke Perpustakaan Nasional.

Niat berangkat menghadiri salah satu event yang diadakan oleh Gramedia ini tak lain adalah supaya bisa bertemu langsung dengan beberapa editor dari Elex Media dan Quanta. Malam sebelumnya akhirnya saya memutuskan membawa outline dan contoh naskah saya dengan judul 99 Great Ways to be Wonderful Muslimah ini dan ditunjukkan kepada salah satu editor Quanta. Deg-degan parah, sih. Kenapa? Karena saya tipe orang yang bebas bicara dalam tulisan, namun gagap saat bertemu langsung...kwkwk.

Dari pertemuan itu, kami sedikit ngobrol mengenai beberapa buku saya di sana yang saat itu berupa buku solo berjudul Agar Suami Tak Medua dan buku antologi Ada Dia di Hatiku. Salah satu editor Quanta tertarik dengan outline yang saya bawa dan akhirnya memutuskan mengambilnya. Iya, maksudnya mau diterbitkan di sana.

ACC oleh Editor Quanta


Kaget? Parah, sih. Karena nggak nyangka bisa langsung diterima pas ketemu pertama kali pula. Masya Allah. Belum lagi yang saya bawa hanya outline dan contoh beberapa bab saja. Sebelumnya saya bertanya, apakah Quanta menerima ajuan naskah berupa outline saja? Beliau mengatakan biasanya tidak. Dan saya pun pernah mengalami ditolak pas kirim outline...kwkwk. Tapi, karena sebelumnya ada beberapa teman titip pertanyaan, akhirnya saya sampaikan juga waktu itu.

Alasannya kenapa? Karena editor belum paham betul seperti apa naskah utuh dari penulis, khawatirnya seperti yang sudah-sudah, ketika mulai menggarap naskah akhirnya banyak revisi di sana sini. Saya pikir wajar editor minta naskah utuh karena naskah yang masuk itu buanyak banget. Nggak kebayang harus menerima naskah yang mungkin seharusnya nggak layak gitu, ya?

Lantas, kenapa naskah saya langsung diterima? Beliau sudah mengetahui tulisan saya dalam buku Agar Suami Tak Mendua. Sepertinya itu bisa jadi pertimbangan bagi editor. Karena itu, andai kamu belum pernah menerbitkan buku, merasa pemula banget, sebaiknya memang hanya kirim naskah utuh ke Quanta. Untuk penerbit lain biasanya ada kebijakan dan aturan berbeda.

Buku 99 Great Ways to be Wonderful Muslimah Bakal jadi Buku Motivasi Keren Buat Muslimah di Masa Kini



Ya, wajarlah saya memuji buku sendiri...kwkwk. Belum dapat orang yang mau endorse gratis, nih...haha.

Sebenarnya buku ini merupakan buku motivasi yang diperuntukkan bagi muslimah usia mulai 14 tahun ke atas. Kamu yang punya adik unyu-unyu dan beranjak remaja bisa diberikan kado spesial berupa buku 99 Great Ways to be Wonderful Muslimah ini, lho. Saya nggak bercanda...haha.

Buku ini berisi motivasi, bukan hanya demi meningkatkan nilai pahala kita sebagai muslimah di sisi Allah, lebih dari itu buku ini juga mampu membuat kamu termotivasi untuk terus memperjuangkan impian tanpa henti.

Muslimah tidak perlu takut bermimpi. Karena kita pun berhak menggapai impian kita tanpa meninggalkan fitrah sebagai seorang perempuan. Kamu yang bercita-cita ingin menjadi luar biasa di masa depan, jangan ragu melangkahkan kaki teguh ke depan. Sebab kita punya hak yang sama untuk menggapai impian.

Blurb 99 Great Ways to be Wonderful Muslimah


Saya bocorkan blurb dalam buku ini, ya :)

Seorang muslimah juga berhak memiliki impian. Bahkan sebagian dari kita bisa melampaui apa yang diinginkan tanpa harus meninggalkan fitrah sebagai seorang perempuan. Islam amat mencintai kaum perempuan. Kita dihormati dan dihargai dengan cara yang mulia. Sudah seharusnya kita menghilangkan jarak antara diri dengan ilahi, supaya setiap langkah senantiasa diberkahi.

Menjadi muslimah hebat bukan hanya milik mereka yang mampu menikmati pendidikan setinggi-tingginya. Bukan juga soal gaya hijab yang dikenakan, melainkan tentang cara berpikir positif serta istikamah di jalan-Nya. Bagaimana kita memulainya? Buku 99 Great Ways to be Wonderful Muslimah ini berisi 99 cara dan tip menjadi muslimah hebat. Mencintai diri sendiri, terus bermuhasabah diri, mengoreksi kesalahan dalam diri, dan memperbaikinya, merasa spesial, membangun energi positif untuk diri sendiri dan lingkungan, senantiasa berprasangka baik kepada Allah, dan lain sebagainya.

Ke-99 cara dan tip ini insya Allah akan membantu kita untuk mewujudkan cita-cita menjadi muslimah hebat dan berprestasi tidak hanya di dunia, melainkan di akhirat juga.


Buku 99 Great Ways to be Wonderful Muslimah Ditulis Kurang dari Sebulan


99 great ways



Jujur saja, sebelumnya saya memang termasuk orang yang lumayan cepat bisa menyelesaikan naskah buku. Tapi, buat kali ini saya merasa sampai eneg dan mual-mual...haha. Nggak tahu, mungkin terlalu terburu-buru karena saya diberikan deadline kurang dari sebulan saat itu.

Alhamdulillah, saya bersyukur nggak nunggak waktunya, bisa selesai tepat di akhir Agustus. Dan setelah selesai, happy banget itu pasti, ya. Karena nggak ada pencapaian yang lebih menyenangkan selain melihat buku rampung ditulis dan bisa beredar di toko buku. Meskipun setelah ini tugas penulis masih segunung, tidak berhenti sekadar menerbitkan buku saja.

Kita masih punya tanggung jawa buat promosiin buku kita ke publik supaya lebih banyak orang tertarik. Bukan sekadar untuk mendapatkan keuntungan, tetapi ketika buku bisa dijangkau lebih banyak pembaca, pasti rasanya lebih lega kan, di hati?

Proses Terbit Memakan Waktu Sekitar 3 Bulan


Buku ini termasuk kilat banget, deh prosesnya. Karena sebelum tiga bulan, buku ini sudah akan segera terbit. Bahkan saya sudah dikirimi cover-nya juga. Masya Allah, happy banget lihat buku sendiri bakalan segera terbit begini.

Biasanya, untuk buku pertama saya dulu, proses hingga terbit memakan waktu lumayan lebih dari tiga bulan. Belum lagi menunggu jawaban ACC atau tidaknya. Karena itu, jadi penulis memang harus sabar banget. Bahkan saya masih ada empat buku di salah satu penerbit mayor yang sudah ACC, tetapi sampai hampir 2 tahun belum muncul juga hilalnya...haha.

Kalau kamu mengalami hal ini, nggak perlu terlalu dipusingkan. Lupakan naskah itu dan menulislah yang baru. Jika di sela-sela menulis buku kamu mulai bosan, cobalah ngeblog biar lebih fresh aja pikiran kamu atau banyak baca buku dan nontooon.

Sesekali saya juga merasa sangat bosan, bahkan kemarin sempat membaca status seorang penulis senior yang bertanya dan butuh motivasi lebih supaya dia bisa semangat menyelesaikan bukunya. Dan di situ saya merasa nggak sendiri.

Bulan ini saya memang harus menggarap salah satu naskah duet yang diterima oleh Stiletto, tetapi saya memang tidak mengambil banyak pekerjaan menulis naskah lagi meski di kepala idenya udah terbang-terbang minta ditulis...haha. Masih pengen jeda sebentar, pengen bersantai dulu. Akhirnya saya bisa ngeblog, membaca beberapa buku, nonton sesekali, dan sekarang mood saya sudah kembali baik.

Bersyukur Tak Henti-hentinya

Pencapaian ini memang bukan apa-apa dibandingkan yang lain. Saya tidak sedang ingin merendahkan diri sendiri, karena yang lain bisa jadi masih banyak yang terus berjuang. Saya juga tidak ingin tinggi hati, karena mereka yang sudah senior pasti akan menertawakan saya di sini. Siapa kamu? Haha. Saya hanya ingin mengucap syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah dan berterima kasih kepada orang-orang terdekat saya, termasuk juga kepada tim Quanta yang mau memberikan kesempatan indah ini.

Ketika masuk ke Gramedia, saya merasa begitu kecil. Iya, sekecil diri saya ketika ada di bumi Allah ini. Di sana buku-buku begitu banyaknya. Jika bukan buku dari penulis best seller atau mereka yang jumlah followers-nya buanyak, sepertinya masih nampak seperti remahan rengginang.

Namun, setiap pencapaian jangan pernah kita remehkan karena itu adalah hadiah dari Allah yang seharusnya mampu memotivasi kita untuk lebih maju ke depan. Yuk, tetap semangat menulisnya. Kalau lelah jangan sekali-kali berpikir untuk berhenti, namun beristirahatlah sebentar. Jika kamu berhenti, artinya kamu memilih untuk gagal! 

Salam hangat,

 

Pengalaman Enam Bulan Menjalankan JSR dan Diet Kenyang

Pengalaman diet



Semoga kamu nggak bosan mendengar cerita tentang perjalanan saya selama menerapkan JSR dan Diet Kenyang. Saya mulai menjalankan JSR dan Diet Kenyang sejak bulan Mei 2019 lalu. Saya akui, ini memang keinginan besar buat menurunkan berat badan sehingga saya mencoba berbagai macam metode diet yang sedang ngetrend saat itu. Saya memang berhasil menurunkan 10 kg bahkan lebih sebelum enam bulan pertama. Tapi, coba kamu bayangkan jika berat badan ternyata turun melebihi yang diinginkan, apa jadinya?

Saya selalu mendengar kalimat, “Dengan kedua metode diet ini, tubuh kita akan mengejar berat idealnya sendiri. Jadi, nggak perlu khawatir berlebihan dan membayangkan hal yang rumit saat mencoba JSR atau Diet Kenyang.”

Tapi, saya merasa sangat kecewa ketika berat badan saya turun terus meski di bulan-bulan terakhir ini berat berat badan turunnya tidak sebanyak bulan-bulan sebelumnya, tetap saja akhirnya membuat saya merasa sangat ketakutan.

Bayangin gini, dulu kamu merasa sangat genduts sampai kamu nggak pede memakai baju favoritmu, tetapi sekarang justru kamu terlihat sangat kurus. Buruknya lagi, ternyata untuk menaikkan berat badan lagi itu sangat sulit, lho. Berbeda ketika belum menjalankan diet, air putih aja rasanya menyumbangkan sekilo berat badan per minggu *lebay!

Saya pun berkesimpulan, ketika dijalankan oleh mereka yang ‘gemuk’ metode diet JSR dan Diet Kenyang ini akan bekerja dengan sangat maksimal, ya bisa bikin kita jadi langsing, nyaman, dan nggak gampang sakit. Tapi, buat yang berat badannya sudah normal, saya merasa metode diet ini kurang cocok dijalankan. Terutama buat saya pribadi. Kondisi orang bisa jadi berbeda, ya.

Dari Diet Kenyang misalnya, kita memang tidak dianjurkan makan nasi sama sekali dalam jenis apa pun. Mau nasi putih, nasi merah, nasi jagung, dan nasi-nasi lainnya. Nggak boleh sama sekali. Karbohidrat kompleks dikonsumsi saat makan siang saja, pagi cukup jus dan potongan buah. Sedangkan makan malam boleh perbanyak sayuran sebanyak yang kamu inginkan.

Dalam Diet Kenyang kita juga dilarang mengonsumsi garam sama sekali, jangan makan gula apa pun bentuknya, mau gula pasir atau gula aren. Dan saya menjalankannya dengan sangat patuh, lho. Bersih banget makanan saya selama ini. Makan udah biasa tanpa nasi dan tanpa garam. Badan memang enak, yang biasanya sering kena common cold, sejak diet saya hampir nggak pernah kena. Walaupun mulai terasa mau flu, saya bisa pulih dengan cepat tanpa pernah minum obat sama sekali. Dan itu amazing banget.

Bagaimana dengan JSR? Hampir sama dengan Diet Kenyang, saya pun menerapkan JSR sekaligus. Sering minum bahkan setiap hari selalu menyiapkan air rendaman buah dan rempah atau infused water. Jika JSR masih membolehkan makan gula aren, maka saya lebih ikuti metode Diet Kenyang soal konsumsi gula ini. Dan saya pun cukup sering memerhatikan ucapan dr. Zaidul Akbar yang menganjurkan kita menghindari nasi putih, “Kalau saya cukup makan lauknya aja, nggak usah makan nasi.” Begitu kata beliau.

Tapi, apa yang terjadi setelah 5 bulan pertama? Saya terlalu kurus bahkan untuk berat ideal pun tak menyentuhnya. Dari angka 40 kg terus merosot ke angka 39 kg. Saya yang awalnya merasa sangat percaya diri bisa punya tubuh ramping lagi, tiba-tiba jadi horor sendiri. Karena ini bukan berat ideal saya, ini bukan berat yang saya inginkan.

Belum lagi banyak mulut-mulut pedas ikut memuji. Duh, pengen nyumpel pakai sendal...kwkwk. Saya ingin menjelaskan bahwa saya yang dulu antusias banget pengen kurusan, ternyata saya sedang mengalami kegagalan dan itu nggak mudah juga buat saya. Saya juga stres, saya sempat kecewa banget dengan pilihan saya dulu. Tapi, nasi sudah menjadi bubur, ya. Apa yang sudah terjadi cukup diambil saja hikmahnya.

Sebulan kemarin saya mulai konsumsi nasi putih lagi, menyentuh gorengan. Perasaan kayak orang depresi, saking pengen gemuknya...kwkwk. Tapi, ternyata nggak ada kenaikan berat badan yang mudah setelah diet. Dan kenyataan itu cukup berat saya terima *nangis...huaaaa

Tetap Perhatikan Jumlah Kalori yang Dikonsumsi Saat Menjalankan Diet


Selama menjalankan JSR dan Diet Kenyang, saya tidak melarang diri mengonsumsi apa yang saya inginkan. Makan ya makan aja, kok. Hanya saja, memang benar-benar bersih dan semestinya itu bagus. Saya merasa salah di bagian menghilangkan nasi dari menu utama harian. Saya, kan, bukan orang yang obesitas, bukan yang sangat gemuk juga, hanya punya berat badan 50 kg, kemudian merasa sangat gemuk dan itu gila banget...haha.

Awalnya saya mengganti nasi putih dengan nasi jagung. Karena sudah merasa horor banget dengan berat badan yang semakin turun. Lama-lama saya mulai nggak jelas mau ngapain lagi...haha. Akhirnya saya kembali mengonsumsi nasi putih demi menaikkan berat badan beberapa kilogram. Dan berhasil, selama sebulan kemarin saya berhasil menaikkan berat badan hingga satu kilogram. Itu prestasi banget...kwkwk.

Saat menjalankan diet, perhatikan jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh kita. Dalam buku ke sekian yang saya garap dan insya Allah akan diterbitkan oleh Quanta (sekarang sedang proses editing, sabar, ya, fans *Auto dilempar panci rame-rame), saya menyebutkan jumlah kalori yang harus dikonsumsi selama menjalankan diet. Jangan sampai kurang dari itu.

Karena memang berbahaya dan bisa mengganggu kesehatan. Semua harus dijalankan dengan baik dan seimbang. Jadi, kurus tapi tetap makan nasi itu nggak bertentangan asalkan kita tahu porsinya.

Makan Mie Instan Pertama Kali Setelah 5 Bulan Berhenti


Emang penting banget, ya, cerita bagian ini? Haha. Iyalah. Setelah memutuskan agak sembarangan demi menaikkan berat badan, saya akhirnya mencoba makan mie instan. Please, jangan bully saya dengan kalimat pedasmu karena saya sudah cukup kenyang dengan omongan orang tentang hal ini...haha *sensi banget!

Setelah saya makan sembarangan, tubuh saya benar-benar protes! Mulai dari terasa berat, pegal semua, nggak jelas banget, pusing, dan banyak lagi. Saya merasa banget ini memang protes tubuh yang awalnya sudah bersih tiba-tiba teracuni kembali *entah apa yang meracunimu...ups! Salah, yak...kwkwk.

Tapi, karena agak kesal dengan badan yang beratnya lebih mirip ukuran sepatu suami sendiri, akhirnya saya agak cuek aja. Makanan yang nggak banget saya makan saat itu adalah mie instan. Perasaan gimana? Berbunga-bunga? Atau sebaliknya? Biasa aja...haha.

Setelah menjalankan diet, ternyata lidah saya agak kurang suka dengan makanan yang semacam itu, penuh MSG dan sebagainya. Sampai bulan kedua ini saya belum ingin makan lagi, kok.

Saya pun memutuskan tetap makan nasi putih atau nasi jagung, kemudian memilih lauk yang dibuat dari bahan alami dan diolah dengan benar. Sepertinya ini lebih cocok buat saya sekarang. Karena jujur saya nggak pengen sakit-sakitan kayak dulu lagi, yang sedikit-sedikit pusing, kena batuk pileklah, dan semacamnya. Jadi, saya mencari cara yang lebih fleksibel aja buat diterapkan sehari-hari.

Apa Kabar Saya Hari Ini?


Saya menanyakan banyak hal dalam diri, selama proses perjalankan panjang kemarin, saya mungkin kurang memperhitungkan banyak hal sehingga yang dipikir hanya ingin kurus dan kurus. Dan itu bahaya banget, sih.

Saya sempat ada di posisi di mana saya merasa ketika berat badan  naik sedikit, perasaan jadi makhluk paling gemuk sedunia. Dan itu bahaya banget, kan? Nggak seharusnya orang kurus merasa gemuk, itu, kan agak gila, ya?

Gimana kalau seterusnya saya terus terobsesi pengen kurus dan kurus sampai nggak sadar kalau tubuh hanya berbalut kulit dan tulang? *auto nangis bombay. Akhirnya saya harus ambil keputusan yang sebenarnya nggak mudah karena selama ini saya sudah melabeli diri dengan orang yang pola makannya amat sehat...kwkwk. Saya pun tidak malu mengakui kegagalan saya sekarang kepada semua orang.

Tapi, itu pilihan yang saya ambil dan semuanya tetap ada risiko. Entah akhirnya bakal dicibir, diejek, diledek, yang jelas saya harus menentukan apa yang buat saya terbaik untuk saat ini. Metode JSR dan Diet Kenyang nggak salah, sih, hanya di saya memang kurang cocok jika dijalankan dalam jangka waktu lama atau seterusnya.

Bagaimana dengan kamu? Apakah masih bingung memikirkan cara terbaik menurunkan berat badan atau malah pusing mikirin gimana caranya menaikkan berat badan? Saya, sih, sudah mengalami keduanya :D

Salam hangat,

Monday, November 11, 2019

Gerimis di Mataku

cerpen



“Kasihan anak-anak. Mereka tidak bisa memilih siapa orang tua mereka. Nasib buruk punya ibu gila seperti aku. Lebih miris lagi mereka harus punya ayah seegois kamu, Mas!”

Napasku penuh sesak. Sudah sejak lama aku ingin menumpahkan kemarahanku pada Mas Dito, sayang pada akhirnya sering aku pendam sendiri. Memilih melupakan dan menganggapnya angin lalu.

Namun, benar kata orang, kemarahan yang dipendam rupanya tidak benar-benar hilang, melainkan hanya bersemayam sejenak untuk kemudian berubah menjadi bom waktu yang siap memusnahkan apa pun. Kali ini aku mengalaminya. Kemarahanku disulut oleh masalah sepele. Namun, karena terlalu banyak luka di dalam diri, akhirnya tumpah menyerupai bah.

Seperti biasa, setiap kali aku marah, Mas Dito memilih diam. Entah apa saja yang dia katakan di dalam hati, benci, kesal, atau marah seperti yang aku rasakan? Sebagai istri, aku tak pernah berniat melawannya. Aku ingin menghormati dia layaknya istri shalehah yang lain di luar sana. Namun sayang, aku tak sebaik itu. Di satu sisi aku terima dengan semua kesalahannya, karena aku pun bukanlah manusia tanpa cela. Tapi, di sisi lain aku lelah dengan ketidak pekaan dia dalam keluarga kecil kami.

Memang benar, menjadi ibu rumah tangga rawan stres. Aku pernah membaca status seorang teman tentang ibu rumah tangga yang rawan kena depresi. Bagaimana tidak, sehari semalam dia sudah bersusah payah menyiapkan banyak hal dan mengerjakan tugasnya demi kebahagiaan orang-orang di rumah. Bahkan ketika orang serumah tertidur lelap, dia rela tidur lebih larut lagi demi menyelesaikan pekerjaannya yang belum usai. Apalagi seorang ibu dengan balita, pastilah bukan hal mudah menyisihkan waktu sebentar saja untuk mengerjakan tugas rumah. Untuk sekadar mandi dan makan dengan tenang saja rasanya sangat langka. Lantas, ketika orang terdekat tidak memberikan dukungan sebagaimana mestinya, hancurlah kehangatan dalam hatinya.

Ibu rumah tangga yang depresi bukan orang yang harus dibenci, melainkan harus dikasihani. Iya, kasihan mereka hidup penuh dengan luka. Kasihan mereka merasa kesepian dan tak seorang pun menganggapnya berharga. Maka serupa itulah perasaanku sekarang. Merasa tak ada harganya. Aku bahkan bertanya dalam hati, sebenarnya Mas Dito mencintaiku dari hatinya atau sebab status pernikahan saja?

Kenapa aku bisa bertanya serumit itu sedangkan kami telah menikah selama hampir sebelas tahun? Bukan hal mustahil sebab dalam sebelas tahun ada banyak hal menyakitkan terjadi. Bukannya ingin mengeluh dan membandingkan kehidupan rumah tangga kami dengan orang lain, melainkan ada sisi ‘perih’ yang tak pernah benar-benar bisa kusembuhkan seorang diri.

Seperti hari ini, ketika aku harus membereskan cucian kotor sekaligus menyetrika pakaian, tiba-tiba anak-anak saling berteriak dan melemparkan makian. Spontan aku yang sudah terlalu lelah ikut berteriak meminta mereka diam. Karena jujur, aku yang lelah tidak bisa diminta bersabar sebentar. Sambil menyikat kemeja Mas Dito yang terkena tinta pulpen, aku memaki di dalam hati, ke manakah Mas Dito? Jangan-jangan dia sedang asyik sendiri bermain ponsel, sedangkan anak-anak bahkan tak ada yang menengahi ketika bertengkar.

Jujur aku kesal. Karena hampir seluruh pekerjaan rumah bersedia aku kerjakan sendiri tanpa seorang pembantu, sedangkan Mas Dito saat libur kerja boleh bersantai-santai tanpa beban. Dia bisa tidur seharian, mengunjungi teman atau kerabat dekat kami sampai sore, bersepeda sesuka hatinya. Sedangkan aku sama seperti ibu rumah tangga yang lain, tidak pernah mendapati tanggal merah dalam pekerjaan harian kami. Tak peduli hari Sabtu atau Minggu, aku tetap harus bekerja. Jika Mas Dito merasa perlu waktu untuk istirahat di tengah kesibukannya bekerja, seharusnya dia paham aku pun ingin menikmati hal yang sama.

Saat sakit pun aku masih harus mengerjakan banyak tugas rumah tangga. Karena itulah, aku katakan kepada anak-anak bahwa seorang ibu tidak boleh jatuh sakit. Karena ketika sakit pun aku harus tetap bekerja. Dan ternyata, pekerjaan ibu rumah tangga itu sangat berat, butuh cara hebat untuk mencegah kami dari ketidakwarasan.

“Semua berteriak! Kalian semua berisik. Malu didengerin tetangga!” ucap Mas Dito sambil berlalu.


 
Aku merasa sangat lucu dengan ucapannya barusan. Dia minta rumah serupa surga, sedangkan dirinya hanya berdiam diri saja. Jujur saja, meski aku kuat melakukan banyak hal di rumah tanpa bantuannya, tetapi dalam hati aku sangat ingin dia ikut campur meringankan pekerjaanku. Aku tak butuh dia beri pembantu, aku cuma ingin dia mau sedikit repot menyapu setiap akhir pekan, menata mainan bersama anak-anak atau menemani anak-anak saat aku melakukan pekerjaan rumah. Sayangnya, dia tidak pernah mengerti.

Aku yang masih sibuk mengurus cucian kotor kemudian naik pitam mendengar kalimatnya itu. Selain menertawakan dalam hati, aku tak tahan untuk melontarkan kalimat protes di hadapannya. Darahku mendidih. Aku menghampirinya yang terbaring di ranjang lantai satu. Aku bertanya, ngapain tidur di atas?

“Aku hanya ingin tidur dengan tenang.”

Sungguh bukan jawaban yang ingin kudengar. Bahkan sungguh tak pernah kuduga dia melontarkan kalimat pendek yang menusuk itu.

“Mau tidur dengan tenang?!” sentakku, “ bukankan dari tadi Mas sudah tidur nyenyak seharian. Bahkan aku dan anak-anak baru saja membangunkanmu karena waktu shalat Ashar mau berakhir. Lalu kamu bilang belum sempat istirahat karena kami semua berisik?”

Aku melanjutkan, “Keterlaluan kamu, Mas! Saat kamu tidur aku sudah naik turun membersihkan ruangan, menyapu dan mengepel. Saat anak-anak bertengkar barusan, aku tidak sedang bersantai melainkan sedang menyikat kemejamu yang kotor! Kenapa kamu tidak mau menemani mereka? Menengahi pertengkaran mereka sehingga kegilaanku untuk memaki anak-anak tak sampai muncul? Aku capek di rumah. Semua pekerjaan aku kerjakan sendiri tanpa pilih-pilih. Aku hanya mau kamu membantuku sedikit saja. Bukankah kamu sudah berjanji akan membantu sekadar menyapu lantai atau menemani anak-anak? Lalu mana kebenaran dari ucapanmu itu?!”

Aku memaki sejadinya. Kulihat anak-anak menjauhiku dengan raut wajah ketakutan. Ibunya sedang gila. Mereka paham seperti apa aku selama ini. Sering aku meminta maaf kepada anak-anak karena sikap tempramenku yang muncul tak kenal tempat. Aku menyesal ketika harus bertengkar bersama Mas Dito di depan mereka. Tapi, aku tak bisa  menahannya. Aku terluka. Luka sejak lama yang tak pernah sembuh diobati, hanya disimpan kemudian semakin banyak dan menjadi.

Aku tahu, masih banyak pernikahan yang lebih buruk daripada yang aku jalani. Sekali pernah Mas Dito bermain perempuan meskipun tak menjalin hubungan serius, tetapi sempat membuatku trauma dan sakit hati. Kemudian perlakuannya yang begitu spesial kepada kerabat lain ketimbang aku istrinya membuat luka itu semakin menganga. Sejak saat itu, aku berhenti menggantungkan diri kepada pria yang aku cintai sejak pertama bertemu. Sejak saat itu aku memutuskan berhenti menjadi seorang wanita lemah dan bodoh di hadapannya. Dan sejak saat itu, entah dari mana aku terlalu malas untuk membesarkan perasaan sayangku padanya.

Semua aku jalani seadanya. Melayani dia adalah kewajibanku, mulai dari pagi menyiapkan kemeja hingga kaos kaki, menyiapkan segelas jus dan kopi di meja makan, dan apa pun aku lakukan dengan baik, tetapi entah kenapa aku tak pernah selekat dulu memandangnya sebagai seorang suami. Semua aku lakukan dengan perasaan datar saja. Bahkan aku yang selama ini bergantung padanya sempat berani memuntahkan kata cerai. Aku tak mau dia meremehkanku. Aku tak suka dianggap selalu bergantung apalagi sampai diancam.

Pertengkaran kali ini begitu menyakitkan. Sehari semalam aku menangis sejadinya. Tak ingin melalukan apa pun. Memilih diam di kamar dan menyendiri. Saat aku marah kemarin, Mas Dito langsung membantu membilas cucian kotor, tetapi itu tak bisa jadi alasan untukku mudah memaafkan. Setelah banyak memaki, aku lebih suka diam dan tak pernah lupa meminta maaf pada anak-anak.

Aku tak suka kejadian semacam ini, tetapi dalam pernikahan selalu saja ada keributan kecil. Meski begitu, bukan berarti aku ingin berpisah darinya. Karena seburuk apa pun itu, aku tetap ingin kami bersama dan sangat berharap dia bisa berubah dan memperbaiki semua kesalahannya sama seperti aku yang berusaha menjadi dewasa di usiaku yang masih sangat muda. Pernikahan tidak seperti masa pacaran, yang ketika benci dan marah dengan mudah melontarkan kata putus. Pernikahan adalah kontrak seumur hidup. Kita dipertemukan karena takdir dan terpisah karenanya juga.

Kadang kupikir mendingan kami udahan aja. Tapi, bagaimana dengan anak-anak? Banyak ibu di luar sana memilih bertahan dalam sebuah hubungan pernikahan yang penuh luka hanya demi anak-anak mereka. Demi anak-anak, banyak ibu yang rela berdiam sambil menangis. Setelah menikah, kita tidak boleh jadi menusia egois. Banyak yang perlu dipikirkan, bukan hanya soal perasaan kita, tetapi ada hati-hati lain yang perlu dijaga.

Dua hari aku tak menyapa Mas Dito. Jujur saja, rasa kesalku sudah hilang, tetapi perasaanku jadi datar kepadanya. Aku mungkin terlalu lelah berpura-pura baik-baik saja. Selama menikah, jarang sekali dia mau bicara dan menyelesaikan pertengkaran kami. Aku pun tak ingin memulai bicara karena ujungnya tidak pernah ada penyelesaian berarti. Kami memilih diam hingga kemarahan itu berakhir. Sayangnya, dengan cara seperti itu, pertengkaran tidak pernah selesai.

Aku melihat anak-anak begitu terluka kemarin. Aku berjanji akan lebih baik saat menghadapi pertengkaran serupa, tidak mesti ada cacian di depan mereka, jangan menangis di depan mereka, dan berpura-puralah menjadi bahagia. Tugasku bukan lagi mengingatkan Mas Dito tentang janji-janjinya. Tugasku adalah menjaga hatiku supaya jangan terluka. Supaya anak-anak tidak ikut merasakannya. Sebab, sejak kecil aku terbiasa diperlakukan dengan buruk oleh orang tuaku, tak sedikit orang di sekitarku menjatuhkanku tanpa rasa iba, semua itu cukup memengaruhi pikiran alam bawah sadarku sehingga sewaktu-waktu aku bisa marah seperti orang kesurupan.

Aku mengasihani diriku sendiri. Ternyata selama ini aku hidup dengan hati penuh luka. Aku berpura-pura bahagia di depan banyak orang, tetapi sejatinya aku mengeluh sangat capek kepada Tuhan. Ya, aku capek dan ingin mengakhiri semuanya.

Sejak aku mengalami banyak hal seburuk itu, aku menjadi maklum kenapa ada ibu bisa membunuh anak-anaknya, kenapa bisa ada seorang insinyur bunuh diri, kenapa ada dosen nekat lompat dari atas gedung? Kamu tahu kenapa? Karena perasaan tidak berharga dan kesepian tanpa seorang pun mengerti itu begitu menyakitkan. Bahkan sangat menyakitkan. Tapi, seharusnya aku paham semua nasib sudah Tuhan gariskan. Aku hanya perlu menerimnya dengan lapang supaya tidak menjadi beban.

Pagi ini Mas Dito berangkat kerja sambil pamit kepada anak-anak. Aku memaafkan dirinya dan aku memutuskan melupakan kejadian kemarin. Aku mencium tangannya, tanpa sepatah kata pun dia balas mencium tanganku. Betapa aku ingin mengatakan bahwa aku mencintainya, namun luka-luka lama menghalangi perasaan itu.

Maafkan,  Mas kalau aku belum sebaik yang kamu inginkan. Maafkan kalau satu waktu aku menjadi beringas karena sakit hatiku. Aku memang gila! Tapi, seharusnya aku sembuh dengan bantuanmu, bukan malah sebaliknya.