Monday, November 14, 2022

Sup Udang Brokoli, Cocok Untuk Anak Batuk Pilek

Sup Udang Brokoli, Cocok Untuk Anak Batuk Pilek
Sup boleh ditambahkan sayuran lain (Photo by Elena Leya on Unsplash)


Drama batuk pilek belum juga usai. Lebih sering memang dialami oleh si bungsu yang masih 7 tahun. Masih beradaptasi dengan virus setelah sekian lama ada di rumah selama pandemi. Apalagi anak-anak memang jarang main ke luar, jadilah interaksi dengan anak-anak lain memang sebatas hanya di sekolah.


Setelah minggu lalu muntah-muntah hebat seharian dan demam tinggi sampai 39,9 C. Nggak sampai seminggu sudah kena common cold lagi. Alhamdulillah nggak sampai demam dan semoga nggak demam lagi. Rasanya kayak pengin bilang capek banget, tapi takut sama Allah :(


Soal obat-obatan dalam bentuk sirup yang dilarang, nggak terlalu berpengaruh besar bagi saya dan anak-anak. Alhamdulillah, mereka bisa beradaptasi cepat dengan minum tablet paracetamol ketika demam. Tinggal dipotek aja ketika mau diminum disesuaikan dengan berat badan. Untuk anak dengan berat badan 10kg bisa pakai ¼ tablet paracetamol 500 mg. Untuk anak 20kg bisa pakai ½ tablet. Untuk aturan di kemasan obat biasanya disesuaikan dengan usia, tapi setiap anak dengan usia yang sama pasti punya berat badan berbeda. Jadi, memang sudah semestinya takaran obat disesuaikan dengan berat badan.


Informasi dosis paracetamol tablet ini saya dapatkan dari Instagram dr. Piprim Basaroh. Sebelumnya, saya sudah memberikan anak-anak obat penurun panas dalam jumlah yang sama pada si bungsu dan sulung. Alhamdulillah, nggak keliru :D


Soal obat batuk dan pilek, sejujurnya sampai sekarang saya nggak percaya dengan obat-obatan tersebut. Karena yang benar-benar bisa menolong mengencerkan dahak ya cairan. Bukan karena saya anti obat, tapi memang sudah disampaikan juga oleh beberapa dokter yang RUM soal ini. Obat-obatan yang berlebihan meski aman, tetap saja ada efek sampingnya. Kalau diperlukan dan memang jelas bermanfaat, nggak apa-apa, tapi kalau sudah overtreatment demi menenangkan orang tuanya sendiri, gimana dong?


Resep Sup Udang Brokoli

Sup Udang Brokoli, Cocok Untuk Anak Batuk Pilek
Photo by Louis Hansel on Unsplash

Karena nggak tahu mau masak apa, jadilah kepikiran buat masak sup udang ini. Supnya bening, gurih dari udang tanpa MSG, juga menyehatkan karena ditambahkan brokoli. Jika teman-teman punya udang segar, jangan terlalu lama disebus supaya nggak alot. Namun, jika udang yang dipakai nggak segar, boleh direbus bersamaan dengan brokolinya. Sekalian biar keluar kaldu gurihnya juga.


Bahan-bahannya mudah dan ini asli enak seger gitu, lho :D *jadi ngiler sendiri…kwkwk. Kebetulan si adek memang suka udang, jadi nggak masalah makan sup ini dengan nasi hangat. Lahap!


Bahan:

¼ udang segar, kupas bersih

Secukupnya brokoli

1 siung bawang putih ukuran besar, geprek

1 batang selederi, simpulkan

Secukupnya merica, gula, dan garam


Cara membuat:

1. Bersihkan udang, cuci sampai bersih. Jika udangnya berukuran besar, boleh dipotong-potong.

2. Bersihkan brokoli dan rendam dalam air garam. Kemudian cuci bersih.

3. Panaskan panci, tumis bawang putih geprek sampai harum.

4. Tambahkan air. Tunggu sampai mendidih. Boleh juga dimasukkan udangnya di tahap ini, ya.

5. Masukkan udang dan brokoli. Tambahkan daun seledri.

6. Bumbui dengan merica, gula, dan garam.

7. Rebus sebentar sampai semua matang.

8. Sajikan sup udang brokoli dengan nasi hangat. Yummy!


Kebetulan nggak ambil fotonya langsung karena malas foto-foto…kwkwk. Si bungsu lahap banget makannya. Karena dia memang suka dengan udang dan brokoli. Tapi, kalau kakaknya nggak suka udang, jadilah nggak akan disentuh walau kita sebut enaak. Ada yang begini juga anaknya?


Ketika sedang common cold begini, makannya butuh yang hangat-hangat, berkuah biar enak di tenggorokan, dan minim minyak. Jadi, makan sup udah yang paling tepat menurut saya. Jika tidak suka udang, coba bikin sup ayam. Gunakan ayam kampung atau pejantan supaya kaldunya gurih sedap. 


Jika anak tidak mau makan nasi, coba ganti dengan jenis karbohidrat lain seperti kentang, pasta, dan sebagainya. Jangan berharap anak banyak makan ketika sakit, asal masuk cairan yang cukup dan makan cukup, insya Allah aman. Nanti, setelah sehat, dia akan lahap sendiri, kok.


Salam hangat,


Thursday, November 3, 2022

Cara Cerdas Menentukan Uang Saku Anak Sekolah SD

Cara Cerdas Menentukan Uang Saku Anak Sekolah SD
Photo by Annie Spratt on Unsplash


Beberapa waktu lalu, di sekolah si Kakak sempat ada kasus pencurian uang saku. Beberapa hari belum ketemu juga setelah sempat digeledah.  Anak ini mengambil uang sejumlah 2 ribuan, 10 ribuan, hingga 20 ribuan. 


Hal yang membuat saya agak kaget karena jumlah uang saku anak-anak sekarang gede-gede juga, ya? hihi. Maklum si Kakak hampir nggak pernah jajan di sekolah karena selalu bawa bekal dari rumah. Dia hanya saya bawakan uang sekitar 5 sampai 7 ribuan yang disimpan di tasnya dan bisa dipakai jika butuh sewaktu-waktu. 


Uang dengan jumlah tersebut tidak diberikan setiap hari karena sampai berbulan-bulan pun masih utuh. Paling dipakai hanya 3 ribu untuk membeli air putih karena minumnya dia habis. Hemat amat, ya anak saya? :D


Aturan dari sekolah pernah menyebutkan bahwa uang saku anak-anak nggak boleh lebih dari 10 ribu, tapi nyatanya banyak anak membawa uang saku lebih dari itu. Jajanan di kantin sekolah memang agak sultan, ya…kwkwk. Soalnya harganya lumayan gitu. Hal ini juga sempat dikeluhkan oleh wali murid yang lain.


Karena kejadian itu, saya sampai bertanya pada si Kakak, memangnya kamu nggak pengin seperti teman-temanmu yang lain? Bisa jajan indomie seminggu sekali di sekolah atau jajan kebab dan burger? Dia jawab, biasa aja. 


Selama ini, saya membawakan dia susu UHT, roti isi selai cokelat kesukaannya, dan biskuit. Kadang, diselang seling dengan kue buatan emaknya seperti kue cubit. Dia dan adiknya nggak pernah bosan dan nggak pernah mengeluh. Ketika tahu teman-temannya punya uang saku dengan nominal yang menurut saya lumayan besar, agak kaget juga kenapa anak saya nggak pernah minta?


Saya bersyukur anak-anak nggak banyak maunya. Pun dengan menu berat untuk makan siang. Kalau dipikir, menu-menu mereka simpel-simpel banget. Nasi goreng, nasi putih dengan brokoli krispi, omelet bayam keju, ayam goreng, perkedel kentang, dan sejenisnya. Menunya akan berputar itu-itu saja, sih…kwkwk. Dan mereka kayak mau bilang, I’ts okay, Bunda. Nggak apa-apa yang penting dibawain makan…kwkwk. Nggak ada ngeluhnya kecuali dia nggak suka menunya seperti si Kakak yang kurang suka dengan ayam goreng, sedangkan adiknya lebih ke pasrah dengan semua menu :D


Semalam saya ngobrol dengan suami dan sempat bilang, Bunda nggak tahu kenapa anak-anak bisa sampai sebegitu manutnya. Kalau ditanya gimana ngajarinnya, saya juga nggak tahu mau jawab apa karena semua terjadi seperti tanpa sengaja. Ya Allah, gini amat, ya? :D


Suami saya bilang, semua bisa dibiasakan. Yes, betul. Tapi, bagi sebagian orang tua nggak mudah juga menerapkan hal semacam ini. 


Balik lagi dengan jumlah uang saku, sebenarnya bagaimana sih cara menentukan uang saku anak SD? 


Cara Cerdas Menentukan Uang Saku Anak Sekolah SD
Photo by Annie Spratt on Unsplash


Memberi Pemahaman Pada Anak Tentang Konsep Uang

Saya selalu mengajarkan pada anak-anak bahwa memperoleh uang itu nggak bisa dengan berdiam diri. Orang tua mendapatkan uang dari bekerja. Anak-anak melihat saya yang meski di rumah, tapi tetap bekerja dan berpenghasilan. Seperti itulah contohnya.


Karena untuk mendapatkan uang itu butuh usaha, kita nggak bisa seenaknya juga menghabiskan uang. Harus sesuai kebutuhan, tapi sesekali boleh menyenangkan diri sendiri dan orang lain dengan membeli hal-hal yang disenangi.


Jangan lupa, harus menabung dan juga berbagi dengan orang lain. Konsep dasar seperti ini mesti ditanamkan supaya anak-anak tidak berpikir bahwa uang bisa keluar dengan sendirinya dari mesin ATM…hihi.


Memberikan Uang Jajan Sesuai Kebutuhan

Waktu TK, anak-anak tidak diperbolehkan bawa uang saku. Jika ada yang bawa, maka harus dititipkan pada Bu Guru. Kantinnya juga nggak ada, jadi mesti ke kantin SD. Jadi, sepanjang anak-anak TK selaman 2 tahun, saya tidak pernah membawakan mereka uang saku. 


Di SD, jam istirahat ada dua kali. Jam 10an pagi jamnya jajan atau makan snack. Sedangkan jam 12 siang jamnya makan siang. Anak-anak sebagian besar akan membawa 2 bekal berupa snack dan makan siang, tapi ada juga yang hanya membawa makan berat saja.


Bagi si Kakak, tentunya dia nggak butuh banyak uang jajan harian karena setiap hari pasti akan saya bawakan bekal dan bagi dia itu sudah lebih dari cukup. Sehingga uang saku 5 sampai 7 ribu itu hampir selalu ada di tasnya sampai sekarang. Seingat saya, baru 2 kali kakak pakai untuk membeli air mineral di kantin dan baru sekali saya tambahkan selama tahun ajaran baru ini.


Saking jarangnya jajan, dulu sampai saya paksa untuk mencoba jajan di kantin. Dia memang kurang suka, karena antre dan sedikit merepotkan. Sedangkan bagi dia jajanannya mungkin nggak terlalu sesuai sama selera. Jadi, nggak worth it banget, gitu…kwkwk.


Sedangkan bagi anak yang mesti jajan di kantin, bisa dicek juga harga jajanan di kantin berapa saja. Misalnya burger 6 ribu, ditambah jajan lain yang lebih murah sudah mengenyangkan apalagi ini bukan jamnya makan berat. Jadi, jajannya sesuai kebutuhan, bukan keinginan. Jumlah 10 ribu rasanya sudah lumayan besar dan sangat cukup bahkan ada teman Kakak yang bisa menabung dari sisa uang saku 10 ribu tersebut.


Perhatikan juga, apakah anak-anak butuh uang lebih untuk naik angkot ketika pulang dan sebagainya. Tentu saja jumlahnya akan berbeda karena setiap anak punya kebutuhan berbeda.


Jika ada yang bawa lebih dari cukup, benar ini memang sesuai kebiasaan saja. Karena ada anak yang seneng banget jajan dan nggak cukup hanya sedikit. Hanya saja ketika ada perbedaan jumlah uang saku cukup mencolok begini, khawatirnya menimbulkan kesenjangan sosial…kwkwk. Seperti uang saku kita sama Sisca Kohl yang bedanya seperti langit dan bumi :D


Kasus pencurian uang di sekolah bisa terjadi juga karena alasan seperti ini. Makanya, sekolah memberikan aturan supaya semua bisa merasa nyaman dan aman.


Bikin Kesepakatan dengan Anak

Saya dan anak-anak selalu berkomunikasi tentang apa pun, termasuk ketika akan memberikan uang saku. Mereka setuju lebih senang bawa bekal dari rumah, juga bawa uang secukupnya yang nantinya bisa dipakai sesuai kebutuhan.


Apa anak-anak nggak menabung? Mereka menabung di celengan dan di bank. Ketika mendapatkan uang dari kami atau dari orang lain, mereka hampir selalu menabungnya di celengan. Ketika sudah penuh, celengan dipecahkan dan uangnya disimpan di bank.


Tahun ini, Kakak pengin bisa kurban dari uang tabungannya sendiri. Waktu denger itu lumayan kaget juga. Dia bisa pakai uang tabungannya karena jumlahnya sudah lumayan besar, tapi keinginan kurban nggak muncul dari semua anak seusia dia.


Karena anak-anak begitu hati-hati saat menggunakan uang, nggak sembarang minta ini itu, saya dan suami juga harus mengapresiasi untuk lebih sering ngasih reward buat mereka. Tapi, Masya Allah, permintaan mereka nggak pernah berlebihan. Hanya pengin komik, beli mainan nggak lebih dari 50 ribu setelah berprestasi, makan es krim, dan itu-itu saja. 


Inilah yang saya terapkan di rumah. Mungkin sedikit berbeda dengan teman-teman lainnya. Nggak apa-apa beda, setiap orang tua pasti tahu yang terbaik bagi anaknya. 


Jadi, berapa jumlah uang saku yang teman-teman berikan pada anak-anak di rumah? 


Salam hangat,