Thursday, October 31, 2019

Ketika Tuhan Memeluk Mimpi-Mimpimu

Impian



Kapan terakhir kali kamu bermimpi? Iya, bukan tentang keinginan untuk menjadi dokter atau polisi, ya. Tapi, hal-hal kecil atau impian besar yang terbesit di hati kamu, namun kadang tidak berani diutarakan sebab merasa tidak pernah mampu mewujudkannya. Kapan terakhir kali kamu menginginkan sesuatu, tetapi sadar kayaknya belum saatnya atau sepertinya mustahil banget untuk diraih. Pernah mengalami hal semacam itu, kan?

Saya percaya, apa yang kita inginkan, terutama yang selalu kita ucapkan dalam barisan doa setiap hari, setiap malam, bahkan menitipkan keinginan itu pada doa keramat ibu, insya Allah akan dikabulkan oleh Allah. Namun, kita tidak pernah tahu kapan tepatnya doa itu akan terwujud.

Alasannya sederhana, bisa jadi Allah masih menundanya karena menunggu kita lebih siap. Bisa juga Allah menundanya supaya kita belajar lebih sabar. Atau justru Allah menggantinya dengan yang lebih baik dari apa yang kita inginkan.

Iyaps! Allah sangat paham dengan apa yang kita butuhkan, bukan sebatas apa yang kita inginkan. Mungkin saja kita sangat menginginkan sesuatu, tetapi kita tidak pernah tahu, bisa jadi itu bukan yang terbaik, bukan yang benar-benar dibutuhkan. Sedangkan Allah yang menciptakan kita tentu saja sangat paham dengan kebutuhan kita.

Karena itu, ketika satu atau dua keinginan kita belum terwujud atau memang akhirnya tidak terwujud, jangan pernah bersedih, tetap berpikiran positif pada ketentuan Allah, karena saya sangat percaya apa yang kita impikan sebenarnya tidak pernah tertolak, kok.

Lebih dari sepuluh tahun yang lalu, saya berniat menjadi mahasiswi. Iya, pengen banget kuliah biar bisa lebih mudah menulis buku. Zaman dulu mikirnya hanya ke sana. Nggak tahu jalan yang lain...haha. Dan keinginan itu akhirnya tidak pernah terjadi sampai detik ini. Saya tidak pernah menyandang status sebagai mahasiswi apalagi sampai mendapatkan gelar sarjana. Tapi, saya berhasil menulis buku, bukan hanya satu, bahkan lebih dari yang saya harapkan dulu. Masya Allah.

Pernah seseorang bertanya pada saya,

“Kuliah di mana dulu, Mbak? Kok, bisa nulis buku?”

Saya ingin menertawakan pertanyaan itu, tapi takut dilempar sandal...kwkwk. Iya, pengen ketawa karena selama ini saya nggak pernah kuliah, menyentuh bangku kuliah pun tidak. Tapi, Allah baik banget, ya, mengabulkan semua keinginan saya meski jarak antara impian dan kenyataan itu begitu jauh. Terhitung sepuluh tahunan. Tapi, Allah benar-benar mengabulkan impian saya, kan? Itulah poin pentingnya.

Mimpi, ya, Mimpi Aja!

 

Sederhana saja, kan? Kalau menginginkan sesuatu, tulis aja, katakan pada semua orang bahwa kamu memang menginginkan itu. Mimpi, ya, mimpi aja! Kenapa mesti ragu? Kenapa harus takut? Bermimpi itu gratis. Nggak butuh membayar mahal. Tapi, ketika kamu berniat mewujudkannya, bayarlah impianmu dengan proses dan kerja keras.

Saat kamu berusaha, jangan pikirkan nanti akan gagal atau berhasil. Jangan terlalu dirisaukan ending-nya. Serahkan saja pada Allah. Dialah yang terbaik mengatur segala urusan kita. Termasuk soal impian kita selama ini.

Bahkan yang Sekadar Terbesit pun Bisa jadi Kenyataan


Iyap! Bahkan sesuatu yang hanya sekadar lewat dalam kepalamu bisa jadi kenyataan, lho. Satu contoh terjadi dalam kehidupan saya. Dulu, tim Cookpad sempat mengunjungi saya untuk ngobrol-ngobrol santai. Saat itu, mereka bertanya, resepnya nanti pengennya mau dijadikan apa? Sekadar disimpan aja atau gimana?

Saya jawab dengan santai, pengennya dijadikan buku resep. Iya, saya pengen banget punya buku resep. Keinginan itu pun berlalu dan tidak pernah saya ingat lagi. Kenapa? Karena sadar, mereka yang bisa menulis buku resep harus punya dua modal. Pertama, followers yang banyaak. Kedua, foto-foto makanan yang super kece.

Dari situ saya memutuskan mundur teratur karena merasa tidak mampu memiliki keduanya. Tapi, saya tetap suka memasak. Mengambil gambarnya dan disimpan di blog atau di akun Cookpad saya.

Waktu berlalu begitu cepat. Bulan ini, saya menulis dua buku, satu solo dan satu duet. Keduanya berisikan resep-resep serta foto yang saya ambil dari kamera smartphone saya sendiri. Iya, bermodal benda sederhana dan kemampuan mengambil gambar yang saya dapatkan secara otodidak. Ternyata semua itu berguna dan siapa sangka justru mengantarkan saya pada keinginan lama yang tak pernah berani saya ucapkan.

Jangan Remehkan Usahamu!


Mau ngeblog, menulis buku, menjadi ilustrator, atau apa pun itu, cobalah bersungguh-sungguh menjalankannya. Karena usaha kamu dinilai oleh Allah. Allah mau lihat seberapa keras kamu berusaha. Sampai batas mana kamu terus berjuang. Karena itu, fokus aja sama usaha kamu dan jangan terlalu sibuk memikirkan hal yang tidak perlu.

Mereka yang berhasil belum tentu jalannya selalu mulus. Bahkan tidak jarang memang harus ditempa dulu dengan ujian berat supaya bisa menjadi manusia yang lebih kuat dan tangguh menghadapi tantangan di masa depan.

Tidak Ada Kata Terlambat untuk Bermimpi

 

Ada seorang teman, merasa sudah terlambat untuk mewujudkan impiannya. Sekarang kami bukan lagi remaja produktif. Bahkan hari-hari kami dipenuhi dengan kesibukan sebagai seorang Ibu Rumah Tangga yang nggak pernah habisnya ngerjain pekerjaan rumah. Bahkan ketika seisi rumah sudah terlelap, saya atau bahkan teman-teman yang menjadi IRT masih melek demi mengerjakan banyak hal.

Kelihatannya memang ngapain, ya, masih punya impian di usia yang tak lagi muda? Kan, kita udah ibu-ibu, kenapa nggak jalanin aja peran sebagai seorang ibu dan istri tanpa perlu menyibukkan diri dengan hal lain yang kalau dilihat Subhanallah capeknya...kwkwk. Bahkan kemarin sempat nyeletuk pada suami, kalau nggak ingat apa yang saya kerjakan sekarang bisa berguna untuk nanti dan nanti, saya bakalan nurutin capeknya badan ini, lho. Saya nggak bermaksud mengeluh, tetapi jujur saja saya memang lumayan capek menjalankan rutinitas sekarang. Capek, tetapi happy.

Tapi, pada akhirnya saya memilih menjalankan semuanya tanpa pernah ingin meninggalkan satu atau bahkan beberapa dari kegiatan menyenangkan baik mengurus rumah sendiri, nyuci dan setrika sendiri, nulis buku, ngurus blog hingga website Estrilook. Nikmati ajalah ya, selagi mampu :)

Saya tidak pernah merasa terlambat untuk berusaha mewujudkan impian. Menjadi istri bukan berarti saya harus selalu sibuk dengan urusan rumah tangga dan anak-anak saja. Tanpa ingin menomorduakan kewajiban itu, saya tetap ingin menjadi seorang perempuan yang berhasil meraih impian-impiannya bahkan kalau perlu impian masa kecil yang dulu belum terwujud.

Karena itu, kadang ada keinginan untuk kuliah. Ingin belajar menjadi mahasiswi, ingin menjadi sarjana. Tapi, mungkin bukan saat ini. Bisa saja setelah semua lebih mudah diatur...haha. Maksudnya ketika anak-anak sudah lebih besar. Sekarang, biarkan saya menjadi milik mereka seutuhnya :)

Hanya Kamu yang Tahu Kapan Impian Itu Akan Terwujud



“Kapan, ya, saya bisa menulis buku solo?”

Jangan tanyakan itu kepada orang lain, namun, tanyakan pada diri sendiri. Kapan kira-kira kamu bisa menyelesaikan buku solo pertama kamu? Ya, hanya kamu yang mampu menjawabnya. Karena kamu sendirilah yang nantinya akan mengusahakan impian itu supaya menjadi nyata.

Saya paham, untuk mencapai sesuatu butuh proses yang panjang. Bahkan kalau dibandingkan teman-teman yang lain, saya masih kalah jauh di belakang. Tapi, saya nggak mau berdiam diri di tempat. Saya berusaha mencari jalan sendiri untuk mencapai apa yang saya inginkan.

Saat ini, selain ingin produktif menulis buku, saya juga ingin lebih serius ngeblog. Tapi, waktunya memang benar-benar kurang. Kalau sibuk nulis buku, blognya dinomorduakan. Kalau sibuk ngeblog, bukunya istirahat...haha. Alhasil seperti belum bisa berjalan semuanya.

Migrasi saya dari blogspot ke wordpress adalah salah satu wujud niat saya untuk lebih serius ngeblog. Ya, meski sampai sekarang masih banyak PR untuk berbenah paska migrasi, tapi setidaknya udah lega karena niat baik itu akhirnya terwujud juga.

Tahun depan, usia saya memasuki kepala tiga. Iyap! Saya ingin sampai menua bisa tetap menekuni dunia literasi, minimal masih tetap ngeblog dan nulis buku *lha kok masih dua-duanya...haha. Saya suka kagum melihat banyak blogger yang ternyata usianya sudah lumayan. Hebat banget masih tetap produktif menulis. Apa kabar saya nanti, ya? Pengennya tetap menulis juga, karena itu, sempat meluncur kalimat serupa pada suami saat ngobrol semalam. Saya ingin tetap bisa menulis di hari tua nanti. Namun, seperti biasa, beliau datar aja, sih, kwkwkwk.

Hidup dengan impian itu bisa membuat kita lebih bersemangat. Iya, hari-hari kita jauh lebih menyenangkan untuk dilalui. Bahkan kalau bisa pengen punya waktu lebih banyak daripada 24 jam *ngayal...haha. Meski sudah menjadi seorang ibu, masih ada beberapa impian yang belum berhasil diwujudkan. Insya Allah akan terwujud dalam waktu dekat. Aamiin.

Bagaimana dengan kamu? Apakah masih ada impian yang belum berhasil terwujud? Jangan menyerah, ya. Usaha terus, berdoa terus, dan jangan lupa, Allahlah yang akan memampukan dan mewujudkan :)

 

*Pict by Pexels.com

Wednesday, October 30, 2019

Review Buku Anak Juga Manusia

anak juga manusia



Judul buku: Anak Juga Manusia

Penulis: Angga Setyawan

Penerbit: Noura Books

Tahun terbit: 2019

Tebal buku: 182 halaman

Sebuah buku parenting yang ditulis ringan oleh seorang praktisi parenting, Angga Setyawan, rupanya memberikan banyak sekali pelajaran bagi saya sebagai orang tua. Awalnya, saya mengenal sebuah akun ‘Anak Juga Manusia’ di Instagram, kemudian memutuskan menjadi followers-nya. Dari sanalah saya kemudian belajar banyak hal, terutama bagaimana cara kita bersikap yang seharusnya kepada anak-anak yang kadang bagi kita terlihat seperti manusia ajaib yang mesti serba bisa.

Ngaku, deh! Kadang kita masih sering mengabaikan anak-anak, kan? Kadang kita masih nggak rela bermain bersama mereka di sela kesibukan kita sehari-hari. Atau jangan-jangan hanya saya yang merasa demikian?

Menjadi orang tua itu belajarnya seumur hidup. Ya, meski kita sudah datang dalam seminar parenting, baca buku parenting, bahkan belajar langsung dari ahlinya, tetap saja ada celah yang membuat kita selalu merasa kurang sempurna sebagai orang tua. Saya sadar, saya manusia, pernah melalui banyak hal ‘kurang menyenangkan’ saat kecil, kemudian tak sedikit juga kadang terbawa pada cara mendidik saya saat ini pada anak-anak. Tapi, meski tahu saya tidak akan bisa menjadi orang tua yang sempurna buat anak-anak, saya ingin mengubah diri saya menjadi sebaik mungkin. Supaya mereka senang dan bangga memiliki saya, iya, sebagai ibu yang melahirkan mereka.

Mereka anak-anak yang tak bisa memilih siapa orang tua mereka. Kitalah yang mengharap mereka lahir di tengah-tengah kita. Kalau dulu kita mengalami banyak trauma masa lalu kurang menyenangkan, buatlah anak-anak tidak pernah merasakannya. Jika dulu kita merasa kurang bahagia, terkadang sering dimarahi dan dipukuli, maka sekarang saatnya kita membuat anak-anak menjadi sebahagia-bahagianya anak manusia.

Tapi, ternyata itu lumayan sulit. Tak jarang saya masih suka marah dengan hal-hal sepele. Susu tumpah, makanan jatuh ke lantai, dan masih banyak lagi. Padahal, kalau dipikir baik-baik, lantai kotor bisa dibersihkan. Meja makan kotor bisa dibereskan. Mainan berantakan bisa mereka rapikan kembali. Tapi, rasa sedih karena dimarahi itu akan membekas dan susah banget hilangnya. Kadang sayanya nggak sadar dengan hal semacam itu meski saya tahu ilmunya.

Karena itu, saya bisa mengatakan bahwa menjadi orang tua itu belajarnya seumur hidup. Nggak akan pernah selesai, bahkan meski anak-anak kita telah beranjak dewasa.

Anak-anak Belajar dari Lingkungan Terdekat


 
Anak-anak adalah Mahakarya Tuhan yang Sempurna. Tidak ada yang pernah salah dengan desain Tuhan. Semua anak terlahir suci. Anak kita hari ini adalah serangkaian apa yang mereka lihat, dengar, dan rasakan. Jangan bermimpi untuk mendidik anak-anak dengan baik, jika kita tidak mengubah cara-cara kita dalam mendidik anak, yaitu mengubah cara-cara kita memperlakukan anak dengan lebih baik. (Anak Juga Manusia, hal 9)

Anak-anak belajar dari lingkungan terdekatnya. Anak-anak belajar dari melihat bagimana orang tuanya bicara, bersikap, dan melihat. Tanpa kita minta, mereka telah mengambil teladan dari orang terdekat yang setiap hari mengisi kenangan di dalam benak mereka. Iya, mereka belajar dari kita, orang tuanya.

Tapi, tidak sedikit orang tua yang masih kurang peduli dengan anak-anaknya. Mereka lebih senang disibukkan dengan pekerjaan kantor atau bahkan lebih sibuk membalas pesan chat dari teman-teman satu angkatan saat kuliah ketimbang mengajak anak-anaknya bicara dan bermain. Mendidik memang bukan soal seberapa banyak waktu yang bisa kita habiskan di rumah. Karena itu, tak heran jika ada wanita karier yang luar biasa dalam mendidik anaknya, padahal kita lihat dia menghabiskan waktu lima hari dalam seminggu di kantor. Kok, bisa?

Karena mendidik bukan sekadar tentang banyaknya waktu kita bersama anak-anak, tetapi seberapa berkualitasnya waktu kita saat  bersama mereka. Malulah kalau kita sebagai Ibu Rumah Tangga justru tidak punya waktu berkualitas bersama anak-anak, malu dengan mereka yang siang sampai malam kerja di luar, tetapi justru berhasil membangun bonding dengan buah hati mereka.

Orang Tua Kerap Meragukan Kemampuan Sang Buah Hati


Apa yang kita harapkan dari anak-anak kita? Setiap dari kita pasti menginginkan mereka tumbuh menjadi anak yang shaleh, berbakti, sukses dunia dan akhirat, serta banyak harapan lain yang tak kalah hebatnya. Sayangnya, ternyata banyak di antara kita yang masih belum memercayai kemampuan mereka.

“Memangnya anakku bisa?” atau “Anakku bisa nggak, ya?”

Sikap pesimis kita justru merusak fitrah mereka. Seharusnya kita melihat seberapa hebat kemampuan mereka bukan dari kelemahan dan kekurangannya, melainkan dari apa yang telah mereka capai selama ini.

Jika kita mau membangun pondasi yang kuat, mustahil kita membangunnya dari kelemahan dan kekurangan, hasilnya pasti akan sangat buruk. Sebaliknya, kita mestinya fokus dengan kelebihan mereka, sehingga mereka bisa mengembangkan kemampuan itu menjadi lebih baik, bahkan kadang melampaui apa yang kita bayangkan selama ini.

Bill Gates, pendiri Microsoft yang juga merupakan salah satu orang terkaya di dunia, ternyata dulunya pernah mengalami disleksia. Louis Pasteur, sang penemu 1.800 vaksin dulunya pernah menderita attention deficit disorder (ADD). Kita juga bisa melihat, salah satunya Masyita yang memiliki kekurangan fisik, namun dia begitu dikagumi banyak orang karena suara merdu dan kuatnya hapalan Alquran yang dimiliki. Lihat mereka, tidak ada yang sempurna, tetapi berkat dukungan penuh dari orang tua, mereka berhasil mendorong diri mereka untuk mencapai batas tertinggi dari kemampuan yang dimiliki.
Semua anak terlahir dengan keyakinan belajar itu asyik karena bermain, tetapi, kita singkirkan keasyikan itu dengan menyuruhnya duduk diam di depan meja. (Anak Juga Manusia, hal 117)

Cara Anak Menerima Cinta


Kita pernah menyuruh anak untuk segera shalat, tetapi mereka masih asyik bermain. Seolah mereka tidak mendengarkan perintah kita. Kita pernah menyuruh mereka belajar dan mengerjakan PR, tapi kadang mereka memilih tidur lebih awal sehingga melewatkan tugas dari sekolah. Kita pernah menjadi tidak sabaran karena banyak alasan, tetapi kita menuntut mereka untu selalu sabar, atau meminta mereka menjadi penyabar. Tapi, lihatlah kita sebagai orang tua mereka? Sudah pantaskah memberikan contoh yang sesuai?

Di dalam buku Five Love Languages, karya Gary Champman, disebutkan 5 cara anak menerima cinta dari kita,

Pertama, melalui waktu yang berkualitas. Seperti saya sebutkan sebelumnya, banyak di antara kita yang lalai akan poin nomor satu ini. Kita sering bersama mereka, tetapi kita menduakan mereka dengan ponsel dan lebih sibuk dengan orang lain yang sebenarnya bisa menunggu. Waktu yang kita berikan sama sekali tidak berkualitas, entah mereka bisa menuturkan apa yang dirasa atau tidak, yang jelas, saya yakin mereka sangat kecewa ketika menerima perlakuan seperti ini.

Kedua, melalui pujian dan dukungan lewat kalimat yang positif. Saya pernah melihat sebuah video menarik yang dikirim oleh seorang teman dalam grup kepenulisan. Di sana diceritakan betapa seorang anak itu butuh diakui dalam artian mereka butuh dihargai, dipuji, didukung oleh orang tuanya.

Dikisahkan, seorang anak laki-laki menunjukkan nilai akademiknya yang luar biasa kepada sang ayah, dia berharap ayahnya akan bangga dengan hasil yang dia dapatkan. Sayangnya, ayahnya memilih mengabaikan dan mengatakan dia tidak bisa mengatakan apa pun selain dia sedang sibuk. Tahukah apa yang terjadi setelah itu?

Anak itu kemudian menjadi pemabuk, mengonsumsi narkoba, hingga harus mati dalam keadaan OD. Ketika ditanya apa yang menjadi alasan dia melakukannya? Karena dia merasa sudah tidak ada harganya, sudah tidak dianggap. Ya, Allah, semudah itu, lho, kita merusak kehidupan anak-anak kita sendiri.

Pujian ini sekarang jarang sekali kita dengungkan di telinga  mereka. Ketika mereka memperlihatkan hasil ujian atau ulangan, kita sibuk mencari satu nomor yang salah ketimbang melihat sekian banyak yang benar. Iya, kan?

“Wah, salah satu. Kamu salah yang mana, nih?”

Kita jadi lupa bahwa mereka sudah sangat luar biasa menyelesaikan sekian nomor lebih banyak dengan benar. Sering juga kita tidak menyadari ini.

Ketiga, berikan pelukan dan sentuhan fisik lainnya kepada anak dengan lebih sering. Iya, kita mulai melupakan hal ini, lho. Sahabat saya mengatakan, anak yang bandel dan nakal itu hanya kurang dipeluk aja, kok. Banyakin deh peluk mereka. Sudahkah kita melakukan ini?

Keempat, melayani mereka dengan baik semisal mau berdiskusi dan membantu mereka sesuai porsi kita sebagai orang tua, bukan bermaksud melayani dalam segala hal sehingga mereka menjadi pribadi kurang mandiri. Tidak demikian, ya. Tapi, kita memang punya porsi sendiri untuk membantu mereka.

Kelima, memberikan anak hadiah dengan tulus. Tentu saja bukan barang mewah yang kita berikan, melainkan perhatian kecil semisal selalu mengingat mereka setiap kali kita bepergian sehingga mereka merasa senantiasa diingat dan juga sebagai apresiasi atas usaha mereka.

Kelima cara tersebut sebaiknya menurut Angga Setyawan senantiasa dijadikan sebuah kebutuhan. Kita butuh melakukan itu, sehingga kita menjadikannya sebagai rutinitas wajib setiap harinya.
Membuat anak-anak tumbuh dalam perasaan dicintai sangatlah penting. Hal itu seperti memberi bahan bakar bagi mereka untuk mengarungi kehidupan. (Anak Juga Manusia, hal 137)

Tentang Buku Anak Juga Manusia


Beberapa poin di atas saya jabarkan setelah membaca buku Anak Juga Manusia. Buku ini dikemas sangat ringan sehingga mudah sekali dipahami. Ditulis dalam bab-bab pendek yang tidak membuat kita jenuh. Banyak sekali kalimat motivasi bagi kita orang tua, banyak juga kalimat makjleb di dalamnya yang tak jarang bikin saya keselek...hehe.

Disertai quotes motivasi juga di setiap babnya. Langsung dijabarkan sekaligus dicontohkan sehingga kita mudah sekali memahami apa yang ingin disampaikan oleh penulis.

Jujur saja, sejak mengikuti Instagramnya, saya memang langsung suka dengan kalimat-kalimat yang diposting oleh akun ini. Sederhana, tetapi memang benar dialami kita sebagai orang tua zaman sekarang yang pastinya banyak lalainya juga dalam mendidik anak-anak (ini, sih, saya..hehe).

Buku ini sangat recommended buat kita sebagai orang tua yang tidak pernah lelah ingin memperbaiki diri dan terus upgrade ilmu parenting. Ya, karena kita sedang mendidik anak sesuai zamannya, bukan seperti zaman orang tuanya tumbuh.
Hanya karena hal-hal sepele kita jadi sering tidak sabaran pada anak. Padahal, anak begitu sabar menunggu kita yang tak kunjung menjadi orang tua yang sabar. (Anak Juga Manusia)

Salam,

Tuesday, October 29, 2019

Mengenali Tanda-tanda DBD pada Anak

Tanda DBD pada Anak



Mengenali tanda-tanda DBD pada anak atau demam berdarah dengue merupakan salah satu hal yang amat penting. Pengalaman si sulung saat terkena DBD membuat saya semakin waspada setiap kali anak-anak mengalami demam tinggi. Meski saya termasuk orang tua yang cukup santai menghadapi anak yang sedang sakit, tetapi untuk kasus DBD saya cukup peka memerhatikan tanda-tandanya. Jangan sampai saya terlambat mengobati mereka. Naudzubillah.

Indonesia termasuk negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Iklim tropis di negara kita menjadi rumah nyaman bagi para nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini menggigit semua orang tanpa pandang usia, terbanyak mereka yang usianya di bawah 15 tahun.

Pada kasus yang serius, yakni pada DBD parah yang dikenal dengan sebutan dengue hemorrhagic fever bisa menyebabkan perdarahan serius yang dapat merenggut nyawa.

Seram sekali, kan? Mendengar kata DBD rasanya menjadi sangat horor buat saya pribadi. Pengalaman merawat anak sendiri yang terkena DBD benar-benar bukan hal yang mudah. Bahkan dulu saya sempat lemas duduk di depan kamar sulung sebelum ia diinfus. Sudah tidak bisa berdiri, nangis sesenggukan.

Awalnya, di usia sekitar 3 tahun, sulung mengalami demam tinggi dan tiba-tiba sekali. Bangun tidur suhunya tinggi mencapai 39 derajat. Sesaat kemudian dia mengalami kejang demam. Panik bukan main. Demam tidak turun meski beberapa derajat walaupun sudah minum obat penurun panas. Nggak pernah terpikir anak saya bisa kena DBD saat itu mengingat di rumah saya sangat yakin kebersihannya terjaga. Nggak ada jentik.

Dua sampai tiga hari kemudian, kondisinya semakin menurun. Lemas parah. Untuk memukul saya saja dia tidak bisa. Saking lemasnya. Demam sepanjang beberapa hari itu benar-benar manteng. Saya berusaha menjaga cairan yang dia konsumsi jangan sampai dehidrasi. Kenapa saya belum membawanya ke dokter? Karena saya menunggu hingga 72 jam. Jika dia memang kena DBD, cek darah hanya efektif diketahui hasilnya setelah lewat dari batas waktu tersebut.

Hal ini memang saya pelajari dari milis sehat. Sebelum 72 jam, cek darah tidak bisa diketahui hasilnya. Hanya akan membuat anak trauma karena mesti cek darah berulang kali. Dan benar, pasien DBD di sebelah kami mengalaminya. Dia periksa darah di hari pertama anaknya demam tinggi. Hasilnya bagus, jadi mereka memutuskan membawa anaknya pulang. Beberapa hari kemudian, kondisinya semakin buruk. Akhirnya dibawalah ke rumah sakit. Hasilnya, positif DBD, sayanganya sudah terlambat ditangani sehingga sudah masuk fase kritis. Dia harus masuk ICU dan selang membelalai di mana-mana. Kasihan, ketidaktahuan orang tua dan kurangnya edukasi dari tenaga kesehatan membuat pasien jadi salah menangani penyakit pada anaknya.

Sebelum membawa sulung ke rumah sakit, saya sudah merasa kalau dia memang terkena DBD. Di betis, kaki, dan jemari tanganya muncul bintik-bintik merah atau ruam. Jelas ruamnya bukan ruam gatal-gatal biasa. Mencelos hati saya. Tapi, saya berusaha untuk tidak panik.

Sampai di rumah sakit, langsung cek darah dan hasilnya positif DBD. Lemas, pengen pingsan. Hati deg-degan parah. Mencoba menawar apa bisa dirawat di rumah saja? Ini pertanyaan konyol sebenarnya. Tapi, terlontar juga dari mulut saya saat itu. Hasilnya? Mana bisa rawat jalan. Dia harus rawat inap.

Setiap hari, ia harus mengalami trauma ketika suster datang dua kali sehari untuk cek darah. Saya bersyukur, meski ada masa-masa yang sangat menakutkan, bahkan sempat saya menangis semalaman melihat kondisi dia yang sempat memburuk, tapi Allah mudahkan dia berhasil melewati masa-masa kritis itu dengan baik.

Badannya sempat membengkak, anaknya nggak rewel sama sekali saat itu. Tapi, emaknya horor banget menghadapi kondisi dia yang kayaknya nggak bagus. Sampai lupa makan. Sampai lupa harus ngapain. Pikiran ke mana-mana. Ya, Rabb...Semoga ini tidak terulang lagi.

Sulung berhasil melalui semua itu dengan baik. Kondisinya pulih dengan cepat. Dan baru kami tahu, ternyata dia terkena DBD bukan di rumah kami sendiri, tetapi di rumah kerabat kami. Sebelumnya kami memang menginap dan sering main ke sana. Tak lama kemudian, salah satu anggota keluarga mereka ada yang kena DBD juga. Fix, sulung memang kena di sana.

Saat menjalani rawat inap, saya sempat ngobrol dengan pasien di sebelah yang usianya juga masih di bawah 10 tahun. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, mereka nggak sadar kalau anaknya kena DBD karena dokter bilang hasil cek darahnya bagus. Mereka kira rumah sakit sebelumnya itu jelek, jadi nggak bisa membaca penyakit yang diderita anaknya. Padahal, kalau mau mempelajari, sebenarnya cek darah memang tidak dianjurkan sebelum 72 jam (saat demam berlangsung).

Jadi, selama kurang dari 72 jam, asal tidak ada tanda gawat darurat, saya berusaha tenang di rumah. Memerhatikan cairan yang masuk, jangan sampai dehidrasi, jangan sampai kejang dan sesak. Intinya hal semacam ini memang mesti dipelajari, nggak bisa dianggap remeh. Akibatnya bisa fatal apalagi jika penyakitnya berbahaya.

Sejak hamil, saya sudah bergabung bersama milis sehat. Sampai detik ini, saya masih jadi anggotanya meski nggak aktif berdiskusi. Banyak pengalaman horor saya lalui bersama dokter-dokter di milis sehat. Meski kami tidak bisa bertemu langsung, tetapi diskusi bersama para dokter di milis sehat sangat membantu saya sebagai orang tua baru dalam mengambil keputusan besar.

Salah satu dokter di milis sehat yang pernah saya temui adalah dokter Apin yang bertugas di rumah Sakit Pasar Rebo. Jauh-jauh nyamperin dokter Apin saat anak bungsu saya demam hampir sebulan dengan diagnosa tak jelas dari beberapa dokter. Dalam banyak keadaan sulit, saya merasa sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari milis sehat.

Begitu juga pengalaman saat anak saya kena DBD. Saya mengerti kapan harus ke dokter, saya bisa menolak serta meminta obat-obatan yang seharusnya seperti saat dokter memberikan ibuprofen, saya minta ditukar dengan paracetamol. Karena setahu saya, ibuprofen lebih berisiko diberikan pada anak yang terkena DBD, lagi pula, paracetamol jauh lebih aman.

Dari mana saya bisa tahu jika saya tidak belajar? Maka dari itu, saya sangat berharap banyak orang tua di luar sana yang peduli akan hal semacam ini. Minimal kita tahu harus ngapain kalau anak kita sakit. Jangan melulu hanya kata dokter, kata dokter. Mereka memang ahlinya, tetapi sebagai orang tua kita juga harus aktif, lho. Karena beberapa kali saya berbeda pendapat dengan dokter yang nggak RUM (rational use of medicines). Dan jumlah dokter nggak RUM itu banyak banget. Bahkan sampai sekarang saya masih kesulitan menemukan dokter yang klik di hati. Makannya, kalau nggak penting dan memang harus, saya malas pergi ke dokter :(

BTW, sepertinya sekarang sudah memasuki musim penghujan. Beberapa hari yang lalu, Jakarta di guyur hujan. Alhamdulillah. Happy banget mendengar suara petir samar-samar, senang mencium aroma tanah yang menguap terkena basah air hujan. Ini musim kemarau yang sangat panjang. Hujan tak kunjung muncul juga. Jujur aja, sedih banget. Kapan mau hujan lagi?

Nah, di musim hujan, DBD menjadi penyakit yang menakutkan. Karena kemungkinan kita tidak selalu kena nyamuk ini di rumah saja, tetapi bisa juga di tempat lain. Karena nyamuk Aedes aegypti tidak pandang bulu kalau mau gigit. Nggak perlu nanya kamu blogger atau penulis buku *lol. Jadi, kita mesti waspada. Gunakan lotion anti nyamuk setiap bepergian. Biar lebih aman. Dan perhatikan tanda-tanda DBD pada anak. Karena sebenarnya gejalanya itu khas banget, kok. Bagi yang mengerti, akan mudah saja mengetahuinya.

Tanda-tanda DBD pada Anak


  • Demam tinggi dan tiba-tiba.

  • Demam terjadi tanpa gejala seperti batuk dan pilek.

  • Demam tinggi manteng atau nggak turun meski sudah minum obat penurun panas.

  • Nyeri dan sakit perut.

  • Anak muntah-muntah.

  • Pada kasus berat, bisa terjadi perdarahan misal mimisan atau gusi berdarah, dsb.

  • Muncul bintik merah atau ruam.

  • Anak sangat lemas.


Pada kasus anak saya, saya mengamati demamnya yang tidak turun meski sudah minum obat penurun panas. Beberapa sakit yang disebabkan oleh virus bisa juga mengalami demam tinggi tanpa gejala seperti roseola di mana setelah demam turun akan muncul ruam di punggung dan bagian tubuh lainnya. Tapi, demam DBD ini beda, ya. Lebih terasa karena anak saya lemas banget menunjukkan kondisinya menurun drastis. Ruam atau bintik merahnya pun tetap terlihat meski kulit direnggangkan.

Kita juga tidak perlu khawatir ketika anak kena demam tinggi, tetapi saat demam turun klinisnya aktif dan mau main. Biasanya ini bukan DBD. Tinggal observasi saja apakah ada tanda-tanda lain yang mengiringinya. Kita harus belajar dan belajar. Jangan berpangku tangan. Kita bisa belajar dengan membaca website terpercaya seperti di Mayo Clinic.

Dalam DBD, ada beberapa fase yang akan dialami oleh anak-anak. Sebagai orang tua, kita wajib mengetahuinya.

1. Fase demam

 

Orang yang mengalami DBD akan mengalami demam tinggi hingga mencapai 40 derajat dan tiba-tiba sekali tanpa disertai gejala. Demam tinggi bisa berlangsung selama 2-7 hari. Dalam fase demam, kita harus perhatikan kecukupan cairan, jangan sampai anak dehidrasi.

Dehidrasi merupakan hal yang perlu diwaspadai pada fase demam. Pasalnya, anak-anak juga lebih mudah kena dehidrasi daripada orang tua ketika demam tinggi.

Pada fase ini juga, akan muncul ruam atau bintik merah sebagai salah satu tanda yang melengkapi kecurigaan kita terhadap kasus DBD. Ingat, demam dan ruam pada DBD ini khas. Tidak seperti roseola di mana ruam muncul saat demam turun. Jadi, perhatikan betul-betul dan jangan anggap sepele.

2. Fase kritis


 

Setelah fase demam selama 2-7 hari, anak akan mengalami fase kritis. Pada fase ini kita harus waspada karena kebanyakan orang tua tidak memahaminya. Suhu bisa turun hingga 37 derajat, orang tua menganggap anaknya sudah sembuh. Padahal, di saat inilah bisa terjadi banyak hal buruk seperti kebocoran pembuluh darah dan sebagainya.

Karena itu, penting sekali memeriksakan anak tepat waktu. Jangan terlalu awal, jangan juga terlambat. Harus sabar dan teliti juga.

3. Fase penyembuhan


 

Pada fase ini, trombosit sudah mulai naik. Kondisi anak sudah membaik dan biasanya sudah ceria. Kalau muncul gata-gatal di sekujur tubuh, sepertinya itu adalah hal yang wajar, ya. Bersabarlah, insya Allah anak akan kembali pulih dalam beberapa hari ke depan.

Bagaimana Cara Mencegah DBD di Rumah?

 

Kita tentu senang musim hujan sudah datang. Tapi, di sisi lain kita juga mesti waspada dengan munculnya DBD. Di rumah, kita bisa melakukan beberapa hal sebagai langkah pencegahan supaya terhindari dari DBD. Apa saja yang bisa kita lakukan?

  1. Rajin menguras bak mandi. Saya pribadi bahkan mengurasnya seminggu dua kali. Karena sebelum seminggu, bak sudah ada jentik. Itu yang bikin horor. Lebih aman diberi ikan kecil-kecil..hihi.

  2. Bersihkan tempat penampung air seperti dispenser yang biasanya ada genangan airnya, kulkas, dan perhatikan tempat-tempat lainnya.

  3. Lipat pakaian atau gantung di dalam lemari supaya tidak menjadi sarang nyamuk.

  4. Pakai lotion anti nyamuk bukan hanya ketika keluar rumah, tetapi juga saat di dalam rumah.

  5. Fogging atau penyemprotan masal yang bisa menjangkau area lebih luas. Kalau di daerah saya, biasanya mesti ada kasus DBD dulu baru diadakan fogging.

  6. Bersihkan pekarangan atau taman, jangan sampai ada wadah bekas tergenang air atau tanaman terlalu lebat sehingga menjadi sarang nyamuk.


Itulah beberapa hal yang perlu kita perhatikan untuk mencegah terjadinya DBD. Kita pun perlu waspada dengan gejala dan tanda-tanda DBD pada anak. Jangan sampai terkecoh, karena DBD merupakan penyakit yang dapat merenggut nyawa apabila tidak ditangani dengan baik.

Yuk, belajar menjadi orang tua yang bijak menggunakan obat, belajar juga tentang penyakit-penyakit yang umum terjadi pada anak-anak. Karena tidak semua penyakit butuh berobat ke dokter apalagi rawat inap. Tetap tenang dan jangan mudah panik.

Salam,

 

*Pict by Pexels.com

Sunday, October 27, 2019

Metode Diet JSR dr. Zaidul Akbar

metode diet JSR



Diet JSR merupakan metode diet dengan menjaga pola makan yang diperkenalkan oleh dr. Zaidul Akbar. JSR atau Jurus Sehat Rasulullah memang berbeda dengan metode diet yang banyak dikenal dalam masyarakat kita. Beliau menyebut JSR bukanlah metode diet melainkan cara kita menjaga kesehatan dengan mengatur pola makan yang baik sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Dalam hal ini saya ingin menegaskan bahwa JSR bukan berarti seluruhnya dipraktikkan oleh Rasulullah saw, tetapi memang di dalam menjaga pola makan sehari-hari kita ditekankan untuk menjadi sebaik beliau.

Rasulullah saw merupakan sosok pemimpin yang sehat dan bugar fisiknya. Pemimpin yang disegani mustahil punya perut buncit atau sakit-sakitan. Nah, maka dalam JSR ini kita ingin mencontoh apa yang sering dilakukan oleh Nabi Muhammad saw seperti tidak makan kekenyangan, sering berpuasa sunah, dan mengonsumsi makanan alami.

Zaman dulu mana ada makanan kalengan dan kemasan seperti zaman sekarang, kan? Sedangkan zaman modern ini kita terus mengonsumsinya bahkan tak jarang banyak orang menjadikannya sebagai makanan favorit. Jangan heran jika sekarang banyak sekali penyakit aneh-aneh bermunculan. Penyakit yang biasa menyerang lansia pun sekarang muncul pada mereka yang masih muda yang semestinya bisa produktif, tetapi justru jadi sakit-sakitan. Naudzubillah.

Bagi yang sedang mengalami kesulitan dalam menurunkan berat badan, JSR memang lebih tepat disebut diet yang bisa mereka jalankan. Tidak sulit menerapkan JSR dalam kehidupan sehari-hari karena variasi menunya sangat lumayan banyak jumlahnya. Kita bisa bebas membuat menu sehari-hari yang sesuai selera asalkan menghindari beberapa jenis makanan yang dilarang dalam diet JSR ini.

Benarkah Diet JSR Bisa Menurunkan Berat Badan?

 

Mari kita perhatikan kembali, sebenarnya apa penyebab dari kegemukan atau obesitas? Selain makan berlebihan, nggak bisa mengatur pola makan yang baik, suka jajan fast food, senang ngemil gorengan dan cake, mengonsumsi minuman tinggi gula pun tak dilewatkan. Malas olahraga menjadi salah satu faktor yang ikut memengaruhi. Belum lagi jarang menjalankan puasa sunah.

Faktor genetik dan lainnya mungkin ikut andil dalam menyebabkan kegemukan. Tapi, hampir seluruhnya didominasi oleh makanan yang masuk ke perut kita. Kebayang, kan, selama ini kita makan apa saja? Kenapa kita bisa gemuk?

Mulai dari mengonsumsi nasi putih berlebihan, minum yang manis-manis, ngemil makanan berminyak dan mengandung tepung, seratus persen itu adalah sebab-sebab yang ikut andil besar dalam menyebabkan kegemukan.

Banyak orang yang menyalahkan dirinya yang terlahir gemuk. Belum lagi menyalahkan tulangnya yang besar meski kadang lucu juga, bagaimana bisa membayangkan ada tulang besar atau gemuk dan bagaimana dengan tulang kecil atau kurus? Kita menyalahkan banyak faktor yang sebenarnya tidak masuk akal. Kemudian mencari pembenaran supaya bisa bertahan dengan tubuh gemuk tanpa mau melakukan perubahan.

Ingat, gemuk memang bukan sesuatu yang memalukan. Tidak dibenarkan juga menjadikan kegemukan sebagai sasaran body shaming. Tapi, kita harus sadar bahwa kegemukan adalah salah satu hal buruk yang bisa mengancam jiwa manusia. Kegemukan atau obesitas bukan lagi tentang menarik dan kurang menariknya penampilan seseorang, Obesitas merupakan masalah kesehatan bahkan disebut sebagai penyakit yang mesti diwaspadai.

Lantas, apakah kegemukan serta obesitas bisa diatasi dengan diet JSR? Jawabannya, Insya Allah bisa. Tapi, asalkan kita bisa konsisten menjalankannya.

Menurunkan berat badan dengan metode diet apa pun sangat butuh kesabaran karena penurunan berat badan tidak bisa didapat dalam waktu singkat. Berat badan kita tidak boleh turun drastis sekaligus 10 kilogram per minggu misalnya. Itu horor sekali, lho dan sebaiknya dihindari karena bisa membahayakan kesehatan.

Semua harus dilakukan bertahap. Jangan terlalu heboh saat menjalankan diet karena kita juga perlu memehatikan faktor kesehatan, bukan hanya soal langsing dan langsingnya saja. Kebutuhan nutrisi di dalam tubuh juga mesti dijaga. Jangan sampai karena sedang diet, kita jadi enggan makan bahkan membiarkan diri kelaparan sepanjang hari. Bukannya langsing, bisa-bisa masuk rumah sakit dan rawat inap akibat kecerobohan sendiri.

Cara Menurunkan Berat Badan dengan Diet JSR


 

Kita sebut JSR sebagai diet supaya lebih mudah dipahami oleh mereka yang berniat menurunkan berat badan. Lantas, bagaimana kita bisa memulainya? Bagaimana kita bisa menurunkan berat badan dengan JSR?

Dr. Zaidul Akbar menyebutkan, minimal kita harus mengurangi 5 jenis makanan atau kalau bisa benar-benar dihilangkan dari daftar bahan pangan sehari-hari yang biasa kita konsumsi.

Apa saja makanan yang perlu dihindari?


  • Hindari gula pasir dan gantilah dengan gula aren

  • Hindari nasi putih dan gantilah dengan nasi merah

  • Hindari susu dan produk turunannya

  • Hindari olahan minyak kelapa sawit

  • Hindari produk mengandung tepung


Selain 5 jenis makanan tersebut, masih banyak makanan lain yang layak dikonsumsi oleh tubuh kita. Selama menjalankan diet JSR, perhatikan apa yang mesti dihindari supaya diet kita benar-benar berhasil.

Menurunkan berat badan akan lekas diperoleh jika berhasil menghindari nasi putih, gorengan, dan makanan mengandung tepung. Meski terdengar simpel, tetapi faktanya banyak yang tidak betah menjalankan diet ini karena semua yang dianjurkan untuk dihindari merupakan makanan sehari-hari.

Nasi merupakan makanan utama. Sehari-hari kita mengonsumsi nasi putih, bahkan saat ini jarang sekali ada orang yang tidak makan nasi putih. Berbeda dengan zaman dulu di mana masyarakat masih mencampur nasi putih dengan nasi jagung misalnya.

Di kampung halaman saya, di Kota Malang, dulunya kami biasa mengonsumsi nasi jagung (dicampur dengan nasi putih dalam jumlah sedikit). Tapi, seiring berjalannya waktu, di tiap rumah hampir seluruhnya mengonsumsi nasi putih saja tanpa campuran.

Selain banyak yang mengalami kegemukan, banyak juga yang mengalami penyakit gula. Ibu saya mengatakan, beda banget zaman sekarang dengan zaman dulu. Nggak heran banyak orang kena penyakit gula.

Orang zaman sekarang kadang susah diajak susah. Maksudnya gimana? Sudah jelas kena panyakit gula, tetapi dianjurkan mengatur pola makannya susah minta ampun. Padahal, nasi putih memang tidak dianjurkan dikonsumsi oleh mereka yang terkena diabetes karena kandungan gula tersembunyi di dalamnya cukup tinggi. Kerabat saya yang mengalami diebets biasanya mengonsumsi nasi jagung murni. Meski awalnya pasti tidak seenak nasi putih, tetapi demi kesehatan, semua pasti dilakukan.

Hmm, tapi yang belum mau juga masih banyak, kok. Pilihan itu ada di tangan kita. Saya percaya, kebanyakan penyakit memang bersumber dari perut. Bersumber dari makanan yang kita konsumsi sehar-hari. Jadi, jangan heran jika saat ini mewabah banget penyakit tidak menular yang bukan hanya menyerang lansia, tetapi juga mereka yang masih berusia muda.

Diet JSR Tidak Bisa Dijalankan Instan


 

Mau gemuk juga ada prosesnya. Begitu juga ketika ingin memiliki tubuh kurus. Kita juga butuh waktu untuk menerapkan diet JSR. Jangan terburu-buru, karena Belanda sudah pulang ke kampung halamannya...hihi. Santuy saja ketika menjalan diet asalkan tetap serius dan konsisten.

Supaya berhasil, kita harus belajar menghindari seluruh pantangan secara bertahap, bukan sekaligus, ya. Misalnya dengan mengurangi konsumsi nasi putih. Kemudian kurangi konsumsi minuman manis dan ganti dengan jus buah.

Camilan tidak layak masuk perut bisa diganti dengan kurma dan buah-buahan. Simpel memang, tetapi jika tidak konsisten semua akan percuma saja. Jadi, jangan heran jika saat ini banyak orang yang katanya ingin langsing kemudian menjalankan metode diet tertentu, tetapi hasilnya tidak terlihat atau kadang malah tambah gemuk. Alasannya bisa jadi ia plin plan saat menjalankan diet. Sehari diet, seminggu makan bebas. *hadeh

Tidak Boleh Kekenyangan

 

Seperti disebutkan di laman situs detik.com, ketika kita ingin menjalankan diet JSR, hindari makan berlebihan apalagi sampai kekenyangan. Makan secukupnya, jangan sampai kelaparan, tetapi hindari juga kekenyangan. Kita mencontoh Rasulullah saw yang selama hidup beliau tidak pernah merasa kenyang.

Dalam beberapa hadist bahkan diceritakan bahwa Rasulullah saw kadang mengganjal perutnya dengan batu demi menahan lapar. Beliau itu pemimpin, lho. Tapi, kadang beliau merasakan masa-masa keterbatasan makanan, bahkan kadang masa sulit seperti itu terjadi ketika perang.

Dalam dunia medis, kekenyangan juga menyebabkan banyak faktor buruk yang bisa merusak kesehatan. Tidak mau tambah sakit, sebaiknya kita belajar makan secukupnya, jangan sampai kekenyangan apalagi sampai sesak napas. Merasalah cukup dengan makanan yang kita konsumsi sebatas bisa membuat kita dapat beraktivitas dengan baik alias tidak tersiksa karena kelaparan. Kadang, yang masih merasa kurang bukan perut kita, tetapi justru mulut kita yang tidak bisa berhenti mengunyah.

Menu-menu Diet JSR dr. Zaidul Akbar


 

Apa saja yang bisa kita konsumsi sehari-hari ketika menjalankan JSR supaya berat badan bisa turun maksimal tanpa merasa enggan? :)

  1. Sederhanakan menu sarapan kita. Tidak perlu muluk-muluk, tinggalkan dan say good bye pada nasi uduk, ketoprak, bubur ayam, dan kawan-kawannya. Jangan khawatir, kita tidak akan mati hanya karena tidak mengonsumsi ‘mereka’, kok...hehe.

  2. Ganti sarapan kita dengan potongan buah dan air putih. Masih merasa lapar? Apalagi di awal, pastilah akan merasa lapar. Coba konsumsi kurma beberapa butir. Minum air putih yang cukup, karena sinyal lapar tidak selalu menunjukkan bahwa kita memang benar-benar lapar, kok. Bisa jadi itu sinyal dehidrasi.

  3. Ngemil yang sehat dibolehkan, tanpa memandang waktu. Iya, kalau sudah bisa dipastikan dapat menghindari seluruh pantangan, jangan khawatir gemuk ketika mengonsumsi makanan sehat meskipun malam hari. Insya Allah tidak akan demikian.

  4. Ngemil tempe mentah + kurma? Ini camilan baru dari dr. Zaidul Akbar yang bisa dicoba. Tapi, tempenya yang sehat, ya. Tempenya yang non GMO. Tempe yang menggunakan kedelai lokal ini agak susah dicari. Tapi, saya bisa menemukannya di salah satu market place seperti Tokopedia. Harganya jauh lebih mahal memang, tetapi memang lebih sehat.

  5. Perbanyak konsumsi sayuran dan buah. Mulai ubah menu makan berat, tidak melulu harus lengkap berupa nasi, lauk, dan sayuran. Tapi, bisa hanya lauknya saja, sayuran saja atau keduanya.

  6. Perhatikan kebutuhan kalori per hari. Meski sedang menjalankan diet, jangan sampai kita kekurangan nutrisi. Makan tetap harus cukup. Jangan berlebihan ketika mengurangi porsi makan. Tapi, sebaiknya diubah menjadi lebih sehat dulu jika perlu, bisa kemudian dikurangi.


Tidak ada diet yang menjanjikan hasil instan kecuali yang KW. Bahasanya begini banget, ya? Haha. Iya, jangan berharap bisa mendapatkan hasil instan dari diet yang sehat dan berjalan sewajarnya. Jika mau yang instan, coba tanyakan pada mie instan, dia aja mesti direbus beberapa menit sebelum disantap, apalagi diet. Masa kalah sama mie instan? *Lol

Diet yang baik harus diimbangi dengan olahraga yang cukup. Minimal rajin membersihkan kamar, ngepel rumah, dan menyapu teras. Jangan hanya selonjoran di kamar, main gadget. Duh, kegiatan yang tidak cocok sama sekali dengan keinginan menurunkan berat badan. Cobalah minimal lari pagi, jangan hanya lari dari kenyataan saja, ya.

Manfaat Menjalankan Diet JSR

 

Kebanyakan orang zaman sekarang ketika berniat menjalankan diet, tidak melulu demi memiliki tubuh langsing. Ada banyak orang yang menjalankan diet agar supaya ia bisa mendapatkan tubuh yang sehat. Begitu juga ketika menjalankan JSR. Selain bisa menurunkan berat badan, kita juga bisa mendapatkan tubuh sehat, tidak gampang sakit, dan pastinya nyaman banget.

Saya merasakan ketika menjaga pola makan, makan makanan yang alami, diolah dengan benar, hasilnya memang sangat baik untuk meningkatkan imunitas kita. Saya suka mengonsumsi seduhan kurma, saya senang ngemil kurma dan minum nabeez, semua itu ternyata sangat berpengaruh terhadap kesehatan.

Selama ini saya mudah sekali tertular common cold. Bahasa kita batuk pilek. Iya, kalau anak saya sakit, biasanya saya ikut tertular juga. Kalau mereka kena flu, saya ikut bersin-bersin dan meriang juga. Apalagi sebagai ibu kita harus menjaga mereka siang dan malam ketika sakit, otomatis kita kurang istirahat. Tubuh jadi lelah, kadang makan tidak teratur. Yang diprioritaskan pokoknya anak harus sembuh.

Ujungnya malah ping pong. Iya, anak sembuh, gantian emaknya sakit. Begitu saja sampai beberapa minggu. Tersiksa banget rasanya. Tapi, ketika saya berhasil menjaga pola makan dengan mengonsumsi makana sehat, kondisi mudah tertular batuk pilek itu hilang dengan sendirinya.

Bahkan selama menjaga makan, saya tidak pernah mengonsumsi obat seperti paracetamol yang biasa saya minum sebagai penghilang pusing. Karena, biasanya pusing hilang sendiri dan nggak pernah sampai parah.

Mau JSR atau apa pun jenisnya, kebanyakan diet sehat memang intinya hampir sama, yakni menghindari makanan yang disebutkan di atas. Saya mempelajari beberapa metode diet, dan memang lebih suka yang simpel dengan mengonsumsi yang alami dan diolah dengan benar. Dietnya jadi campur-campur antara metode A dan metode B sehingga menghasilkan metode diet yang baru *eaa...haha. Soalnya nggak pengen ribet aja.

Ketika kita berniat menurunkan berat badan, misalnya berat badan kita mencapai 80 kg, maka sangat saya sarankan untuk menghindari nasi, tepung, produk kemasan, serta makanan yang diolah dengan minyak seperti gorengan.

Begitu aja insya Allah kita bisa mendapatkan hasil yang bagus. Sekali-kali makan bebas atau cheat day bolehlah, asalkan jangan setiap hari dan kalau bisa memang dilakukan dalam keadaan darurat bukan bikin jadwal sendiri gitu. Karena kalau kita sengaja bikin jadwal cheat day, biasanya kita jadi menunggu hari itu setiap waktu kemudian balas dendam. Nah, ini bahaya!

Masih ragu mau menjalankan diet? Mungkin kita harus berpikir ulang betapa tidak nyamannya memiliki tubuh gemuk. Kadang selain menjadi sasaran body shaming, kita juga jadi kurang percaya diri. Lebih buruknya, sih, kalau menurut saya adalah risiko terkena penyakit berbahaya di kemudian hari. So, santai ajalah ya menjalaninya. Penting kita konsisten dan disiplin. Kegemukan bukan hal memalukan, saya pun pernah gemuk. Tapi, bukan hal yang bagus juga untuk kesehatan jangka panjang.

Salam,

 

*Pict by Pexels.com

Friday, October 25, 2019

Alasan Kenapa Kamu Tidak Perlu Khawatir Menikah Muda

Nikah muda



Menikah muda bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan apalagi ditakutkan. Saya menikah di usia 19 tahun, ketika itu saya bahkan belum sepenuhnya mengenal calon suami saya. Dia bukan orang dekat, bukan teman atau kakak kelas. Dia juga bukan tetangga, bahkan saya baru bertemu dengannya sekali, kemudian dia memutuskan datang kembali untuk melamar.

Saat SMA, saya tidak berpikir ingin segera menikah di usia muda. Saya masih berharap bisa melanjutkan pendidikan lebih tinggi, ingin kuliah seperti teman-teman yang lain. Masalahnya, takdir berkata lain. Keterbatasan ekonomi membuat saya harus pasrah. Mengambil D1 di pesantren di mana saya menyelesaikan Sekolah Menengah Atas menjadi pilihan paling tepat. Setidaknya saat itu saya tidak menjadi pengangguran di rumah.

Namanya anak muda, impian waktu itu meletup-letup bukan main. Awalnya ingin sekali kuliah supaya bisa lebih mudah menjadi penulis buku. Bayangannya dulu ke arah sana, lho. Tidak mau banyak mengeluh atas sesuatu yang tidak bisa saya dapatkan, saya tetap menulis sambil menyelesaikan D1 di Sekolah Tinggi Ilmu Kitab Kuning (STIKK) An-Nur 3, Malang.

Allah berkehendak, saat liburan hari raya, dia bertandang ke rumah. Baru sadar ternyata dia adik dari salah satu guru saya di pesantren. Perlu kamu tahu, saya sempat terkejut bukan main karena nggak pernah kebayang bakalan menjadi saudara ipar dengan guru sendiri. Masalahnya bukan hanya itu, sering saat jam pelajaran saya menggambar karena bosan dan mengantuk. Salah satunya di jam-jam beliau ini...hihi. Seperti disambar petir ketika tahu saya bakalan menikah dengan adiknya. What? Nggak salah, ya? Please...cubit pipi saya!

Singkat cerita, selesai D1 saya pun menikah. Pertemuan ketiga terjadi setelah aqad. Singkat banget, ya, kisahnya? Hihi. Tapi, memang seperti itulah adanya. Saya menikah dengan orang yang usianya terpaut lumayan jauh. Dia sudah matang dan dewasa, sedangkan saya masih labil. Tapi, wajahnya sok imut, jadi sampai sekarang usia kami seperti tidak berbeda jauh *kesel...kwkwk.

Dalam perjalanannya, pernikahan di usia saya yang masih 19 tahun rupanya tidak semulus cerita dalam dongeng. Bukan hal mudah tinggal bersama orang yang baru dikenal, terlebih setelah menikah saya langsung diboyong ke Jakarta. Masa-masa adaptasi yang luar biasa. Pertengkaran kecil itu seperti makanan sehari-hari. Ada saja yang diributkan.

Tapi, saya percaya, masalah dalam rumah tangga itu akan selalu ada, tidak melihat di usia berapa kita menikah. Ini bukan semata-mata karena saya menikah muda, tetapi memang yang namanya menikah belajarnya seumur hidup. Mengenal, mengerti, memahami, memaafkan, memaklumi, saling mengingatkan, setia, belajar mencintai tanpa mengenal waktu, belajar banyak hal yang mungkin tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.

Saya tidak pernah menyesal menikah di usia muda, meski pupus harapan untuk kuliah, tetapi saat ini Allah kabulkan impian saya menjadi penulis buku meski sambil menjadi Ibu Rumah Tangga. Kurang apa coba? Allah seperti mau bilang, "Rencanaku jauh lebih baik buat kamu. Aku lebih tahu apa yang kamu butuhkan ketimbang apa yang kamu inginkan."

Andai saat ini saya ingin kuliah, insya Allah suami sangat mengizinkan. Sayangnya, saya masih belum berani mengambil keputusan besar itu. Khawatir anak-anak jadi kurang diperhatikan karena saya terlalu banyak kesibukan. Kemarin sempat ada rencana masuk UT, sudah tanya-tanya, tetapi akhirnya diurungkan kembali. Kita lihat sampai kapan keinginan untuk kuliah akan memudar. Saya takut jangan-jangan ini hanya semangat di awal, khawatir setelahnya malah kurang antusias menjalani.

Menikah muda bukan momok menakutkan, kok. Justru di usia muda kita bisa mendapatkan banyak hal positif dalam membangun biduk rumah tangga. Memang tidak selalu sempurna, karena setiap pernikahan sudah pasti ada saja retaknya. Tapi, setidaknya kamu sudah tidak galau lagi menanggapi pertanyaan, “Kapan kamu nikah?” *Lol

Bagi yang ingin menikah di usia muda, ternyata ada banyak dampak positif yang bisa didapat. Di antaranya,

Tidak Membuang Banyak Waktu



Kalau sudah ‘klik’, ngapain nunggu lama-lama? Kalau semua sudah dianggap mampu, kenapa harus menunda-nunda? Justru kalau ditunggu terlalu lama, kadang calon kamu malah diambil sahabat karibmu, lho *horor. Menunda pernikahan padahal sudah cocok dan direstui dari kedua belah pihak malah bisa membuat kita tidak fokus dalam banyak hal. Mending segera halalkan saja.

Soal biaya dan nanti akan seperti apa, bukankah pernikahan tidak selalu lekat dengan kemewahan? Paling penting momen sakral itu disaksikan orang-orang terdekat dan sah dalam pandangan agama. Soal nanti hidup kita tidak sekaya tetangga sebelah, kan, bisa diusahakan sama-sama *manis banget nggak, sih? Haha.

Sadar kalau kita belum semapan yang lain, belajarlah untuk saling menerima dan belajar hidup sederhana. Ini bukan sekadar nasihat, tetapi memang saya alami sendiri...*curcol

Menikah Muda Membuat Kita Lebih Cepat Belajar Tanggung Jawab



Menikmati masa muda memang menyenangkan, ya. Tapi, mau sampai kapan kita bersenang-senang terus? Suatu saat kita akan mendapatkan giliran untuk menjadi kepala rumah tangga atau menjadi seorang ibu dari anak-anak kita. Dengan menikah muda, kita belajar tanggung jawab lebih awal.

Saya melahirkan putra pertama di usia 21 tahun. Sebelumnya sempat mengalami keguguran dan harus menjalani proses kuretase yang agak horor buat saya pribadi. Setelah memiliki anak, saya belajar banyak hal yang dulu belum pernah saya pelajari. Salah satunya tentang menjaga kesehatan anak-anak sehingga sebagai ibu muda, saya tidak terlalu panik menghadapi permasalahan kesehatan yang umum terjadi pada anak usia balita.

Sampai sekarang, ilmu itu (saya pelajari di milis sehat), masih saya terapkan. Bahkan sempat ada yang namanya beda pendapat antara saya dan suami. Lucu, sih. Mungkin Mas anggap saya siapa, kok, sok pinter banget melawan pendapat beberapa dokter sekaligus. Dia pasti suka gemas karena saya juga sering kekeh dengan pendapat saya pribadi dan cenderung mengabaikan anjuran dokter yang bagi saya nggak RUM (rational use of medicines).

Saya masih ingat, ketika sulung pertama kali kejang demam di usia 2 tahun, sesuai petunjuk, kami mesti membawanya ke dokter apalagi jika kejang demamnya berulang dalam waktu singkat. Setelah sampai di UGD, saya malah berdebat dengan dokter. Suami menghubungi beberapa kerabat yang juga berprofesi sebagai dokter. Semua menyarankan supaya anak saya dirawat plus diinfus. Sedangkan dia dalam keadaan sadar, menangis, mau minum, dan kondisi klinisnya bagi saya belum wajib menjalankan rawat inap.

Suami sambil bicara dan sedikit mengancam mengatakan, “Mau dirawat atau nggak, nih? Besok ayah kerja jauh, kalau ada apa-apa nggak bakalan bisa bantu.”

Meski sudah dinasihatin atau lebih tepatnya diancam...haha, saya tetap membawa pulang si sulung ke rumah. Sampai di rumah, demamnya reda, gantian emaknya yang demam. Saya sedikit memaksa dan kekeh seperti ini bukan tanpa alasan apalagi sok pintar. Saya percaya kondisi si sulung bukan kondisi darurat untuk rawat inap. Kalaupun mau observasi, saya terima, tetapi saya menolak dia diinfus dengan alasan dia mau makan dan minum. Tindakan yang tidak diperhitungkan dengan baik hanya akan membuat anak trauma dan lebih buruk bisa tertular penyakit lebih berbahaya selama menginap di rumah sakit.

Kondisi seperti ini saya alami beberapa kali, bahkan ketika bungsu lahir, saya dan suami sempat menandatangani dua surat keputusan berbeda untuk tindakan pada bayi kami yang baru lahir. Pasangan suami istri, kok, nggak kompak banget, ya? hehe.

Usia saya masih muda saat itu. Saya pun tinggal dan mandiri tanpa orang tua dan mertua setelah menikah. Membayangkan bisa mengambil keputusan besar seperti itu rasanya mustahil. Tapi, kenyataannya saya memang belajar lebih cepat untuk bertanggung jawab dan berani mengambil keputusan. Qadarallah, selama ini keputusan saya memang benar.

Kabar baiknya, sekarang Mas sudah mengerti bagaimana sebaiknya menjadi orang tua yang bijak dalam menggunakan obat. Perjuangan panjang banget mengedukasi pasangan *kibas gamis

Menikah Muda Bikin Happy Karena Sudah Sah!


Daripada kita menjalin hubungan tanpa status yang bisa menjerumuskan kita pada perbuatan dosa, kenapa tidak dihalakan saja? Menikah muda bisa membuat kita happy tanpa takut dosa. Toh sudah sah menjadi pasangan. Bahkan jadi sumber pahala.

Tapi ingat, kalau mau enaknya saja mending jangan menikah dulu. Karena menikah bukan hanya tentang bersenang-senangnya saja, tetapi juga penuh pelajaran berharga. Andai kita ingin menikah muda, jangan sampai kita mendzalimi pasangan kita. Jika belum siap, memang sebaiknya ditunda dulu. Jika sudah siap bertanggung jawab, usia tentu bukan masalah berarti karena sudah banyak contohnya dan mereka tetap happy aja menjalani.

Bisa jadi Sahabat Bagi Anak-anak


Kita sebut orang tua yang memiliki anak di usia muda itu sebagai orang tua gaul yang dapat mengikuti perkembangan anak-anaknya bahkan ia bisa mengimbanginya, mengikuti, hingga tak jarang kita lebih senang menyebutnya sebagai sahabat. Dari segi penampilan dan jarak usia pun tidak terlalu jauh bedanya jika dilihat selintas.

Semoga Allah memberikan kita umur panjang. Tapi, memang ketika kita memiliki anak di usia muda, tenaga kita pun untuk merawat mereka masih bagus. Karena mengasuh anak-anak itu bukan hal mudah apalagi ketika mereka beranjak remaja.

Karena kita masih bisa dikatakan muda ketika menjadi orang tua, kita jadi lebih mudah mengikuti dan mengimbangi kehidupan mereka. Nggak banyak ngeluarin tenaga gitu apalagi sampai ngotot-ngototan...hihi. Tapi, bukan berarti yang sudah dewasa tidak pandai mendidik juga. Hanya saja, ada orang dekat yang mengeluhkan betapa lelahnya mendidik anak remaja di usianya yang tak lagi muda di mana seharusnya ia sudah sepantasnya menggendong cucu :)

Menikah muda atau di usia yang cukup matang punya kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Masalah dalam rumah tangga bukan hanya hadir pada pernikahan usia muda, tetapi juga pada semua usia. Jadi, jangan terlalu dirisaukan. Ambil keputusan terbaik yang bisa kamu lakukan. Pikirkan matang-matang, karena setiap orang pastilah ingin menjalin hubungan serius hanya dengan satu orang saja.

Jangan sampai karena terburu-buru kita jadi menyakiti orang lain apalagi sampai tidak bisa bertanggung jawab. Saya percaya, meski masih muda, sejatinya kita sudah mampu memikirkan mana yang terbaik. So, masihkan kamu takut menikah muda?

 

*Pict by Pexels.com

Tuesday, October 22, 2019

Pengalaman Migrasi dari Blogspot ke Wordpress Hingga Berburu Template yang Tepat

migrasi dari blogspot ke wordpress



Ini adalah pengalaman migrasi dari blogspot ke wordpress untuk pertama kalinya. Yups! Akhirnya tiba juga giliran saya migrasi dari blogspot ke wordpress. Meskipun sudah sejak lama saya inginkan, tetapi faktanya baru sekarang berani melaksanakannya. Migrasi dari blogspot ke wordpress memang bukan urusan sepele apalagi mengingat postingan saya di blogspot sebelumnya sudah mencapai 500 postingan lebih dalam kurun waktu kurang dari 3 tahu ngeblog.

Memang, awalnya masih berpikir seribu kali mengingat viewer di blogspot sudah baik. Tapi, karena banyak alasan lain mendukung, akhirnya memberanikan diri untuk segera migrasi yang ternyata hanya butuh waktu seharian untuk memutuskan.

Enak nggak, sih, migrasi dari blogspot ke wordpress? Hmm, yang jelas buat yang gaptek seperti saya, deg-degan banget ketika harus migrasi karena membayangkan banyak banget postingan yang harus dipindah. Bayangan orang gaptek itu seperti sedang pindahan rumah, diangkutin postingannya satu per satu...hihi. Tapi, ternyata mudah saja dilakukan bagi yang berpengalaman. Jelas di sini saya dibantu oleh jasa website, ya. Karena kalau sendiri, saya khawatir bukannya pindahan, malah terjadi bencana alam...hehe.

Kenapa Ingin Migrasi dari Blogspot ke Wordpress?


Selama setahun belakangan mungkin saya kurang fokus ngeblog. Dibilang aktif ngisi iya, tetapi untuk interaksi dan sejenisnya sangat kurang sekali. Karena keterbatasan saya harus meluangkan waktu menulis buku, akhirnya blog memang selalu dinomorduakan. Sekadar jadi tempat rekreasi seusai penat mengerjakan naskah. Hasilnya? Meski viewer dalam sehari bisa dikatakan tinggi melebihi sebelumnya, tapi DA saya terjun terus sampai bikin miris...hiks.

Sempat mendengar juga penjelasan seorang blogger bahwa jika memang kita berniat serius mau ngeblog, sebaiknya segeralah migrasi ke wordpress atau ya udah kita bakalan ngeblog sekadarnya aja selamanya. What? Apa iya wordpress sebaik itu? Saya seperti masih awam sekali dengan wordpress padahal sudah pegang website Estrilook selama setahunan ini. Tapi, namanya kemampuan lebih banyak menulisnya daripada memahami perintilan blognya, alhasil belum sepenuhnya mengerti kelebihan-kelebihan dari wordpress sendiri.

Antara blogspot dengan wordpress sebenarnya sama-sama menariknya. Sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak mustahil blogger bisa sukses dengan blogspot-nya, begitu juga dengan wordpress-nya. Bagi saya, semua tergantung dengan kemampuan kita memaksimalkan keduanya.

Tapi, untuk saat ini saya memang memilih menggunakan wordpress dengan alasan wordpress lebih mudah digunakan karena kita bisa install beberapa plugin yang bisa memaksimalkan performa kita di mesin pencari Google. Tapi, di sisi lain kita memang butuh lebih banyak modal karena harus membeli hosting serta harga template wordpress yang ternyata nggak semurah blogspot.

Bukan berarti dengan blogspot kita tidak bisa nongki di page one, ya? Karena beberapa artikel saya sebelumnya sukses meraih banyak viewer dengan posisi teratas. Tapi, mungkin ini sudah saatnya saya harus memutuskan akan ke mana saya melanjutkan *Eaaa.

Seberapa Sulit Proses Migrasi yang Dilakukan?


Sejak awal saya sudah merasa tidak mampu melakukannya sendiri, karena itu saya meminta bantuan kepada penyedia hosting untuk membantu proses migrasi dari blogspot ke wordpress kemarin. Memangnya bisa? Bisa dong. Tapi, ternyata agak lama juga diprosesnya sehingga saya keburu memutuskan dibantu oleh jasa website yang sebelumnya mengurus blog saya yakni mbak Widi Utami.

Dari situ saya merasa lega karena sudah menemukan orang yang tepat. Sebab, kalau harus ada printilan yang dikerjakan sendiri, sudah pasti saya akan merasa menjadi orang paling sengsara di dunia...hihi. Iya, orang gaptek langsung mual melihat kondisi seperti ini. Sereem!

Proses migrasi sebenarnya tidak memakan waktu lama. Begitu kata mbak Widi. Dan memang betul, sisanya hanya membereskan template blog serta mengubah printilan yang lain. Salah satu PR yang belum tuntas saya kerjakan adalah memasukkan postingan dalam kategori yang seharusnya. Jadi, masih harus dicicil. Lima ratus artikel lebih bukan jumlah sedikit ya bahkan bagi orang nganggur sekalipun. Apalagi buat emak-emak sok sibuk begini...hihi.

Apa Saja yang Dibutuhkan Saat Proses Migrasi?


Pastinya kita membutuhkan hosting. Karena ketika sudah menggunakan wordpress, kita tidak lagi dapat gratis seperti di blogspot. Jadi, siapkan dulu hostingnya. Saat ini saya masih memakai 2 GB. Ke depannya pastinya akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu dan lamanya kita ngeblog.

Bolehkah membeli hosting di tempat berbeda di mana kita membeli domain? Kemarin sempat ada yang bingung soal ini dan bertanya kepada saya. Saat ini, domain dan hosting saya dibeli dari penjual berbeda. Itu nggak jadi masalah. Yang penting kita bayar saja sesuai waktunya..hihi. Dan bukan hal yang menyulitkan juga bagi saya. Tapi, memang akan lebih ringkas kalau kita membeli hosting di tempat yang sama di mana kita membeli domain.

Karena tidak bisa melakukan migrasi sendiri, saya membutuhkan jasa website untuk membantu. Bukan hanya untuk migrasi, sekaligus mengganti template yang sudah saya beli bersamaan saat saya membeli hosting. Karena ini merupakan pengalaman migrasi dari blogspot ke wordpress pertama kalinya, jadi penting banget kita dibantu oleh ahlinya.

Template wordpress ini rumit bagi saya. Bisa kurus tinggal tulang kalau disuruh mengurus semua sendiri...*Lebay! Eh, tapi memang bagi yang gaptek nggak perlulah sampai pengen ngurus sendiri, mending dibantu sama yang ahli saja supaya hasilnya juga maksimal, ya.

Perlukah Kita Membeli Template Baru Setelah Migrasi?


Jawabannya, iya. Kemarin saya sempat sedih juga kalau harus ganti template, karena template sebelumnya di blogspot sudah sangat cocok dengan keinginan saya. Tapi, karena ketika sudah migrasi ke wordpress kita tidak bisa menggunakan template blospot, mau nggak mau ya harus mencari lagi yang sesuai keinginan.

Kembali saya membeli template ini di Etsy. Sangat mudah, kok prosesnya. Saya langsung masuk ke Etsy dan memilih template yang diinginkan. Harga template wordpress agak mehong-mehong, ya dibandingkan template blogspot yang murah meriah. Harus merogoh kantong lebih dalam pokoknya. Dan akhirnya dapatlah template manis satu ini yang sekilas nggak jauh berbeda dengan tampilan blog lama saat di blogspot.

Karena tidak bisa membayar dengan Paypal sendiri, saya pun kembali menggunakan jasa Paypal yang dulu saya temukan ngasal di Google. Tapi, ternyata sangat membantu dan Alhamdulillah sejauh ini sangat amanah. Prosesnya cepat dan mudah.

Selesai transfer, pesanan kita akan diproses sesuai antrean. Nggak memakan waktu lama, kok. Setelah itu, kita sudah bisa menerima belanjaan dari Etsy tadi. Mudah sekali, ya?

Template pun akhirnya dipasang dengan mengganti header blog juga sesuai ukuran template yang baru. Seperti biasa, saya menggunakan aplikasi Ibis Paint X untuk membuat header sekarang. Nggak jauh beda dengan yang lama, masih suka dengan gaya header seperti ini.

Untuk header saya memang sudah bisa membuatnya sendiri. Teman-teman juga bisa membuatnya sesuai keinginan, tetapi memang ketika memakai Ibis Paint X tidak semudah pakai Canva yang serba tersedia. di Ibis Paint X kita harus menggambar dulu supaya bisa mendapatkan hasil yang diinginkan.

Proses Berbenah Belum Selesai!


Sambil jalan sambil berbenah. Yups! Begitulah yang saya lakukan sekarang. Belum sempurna semuanya karena masih ada beberapa hal yang perlu ditambahkan hanya saja memang butuh waktu. Jadi, yang berniat mau migrasi dari blogspot ke Wordpress harus lumayan bersabar, ya. Karena banyak hal yang perlu dikerjakan, tidak semudah membalikkan telapak tanganlah intinya.

Setelah ini, masih ada PR selain memasukkan kategori pada setiap postingan, saya juga harus melakukan banyak hal supaya DA blog bisa stabil naiknya jangan sampai turun seperti kemarin. Memang butuh waktu khusus, nggak bisa asal ngurus. Semoga di antara keinginan menyelesaikan buku, saya masih bisa mengurus blog ini dengan baik.

Ngeblog Bukan Sekadar Aktif Menulis


Dulu, bagi saya, ngeblog ya sekadarnya saja. Karena hanya saya gunakan sebagai media untuk belajar menulis, akhirnya ngeblog masih memahami sebatas teknis menulis. Bukan hal lain seperti SEO dan sejenisnya. Tapi, setelah berjalannya waktu, mau nggak mau kita tidak boleh abai lagi dengan semua itu. Karena ngeblog sejatinya bukan hanya soal kemampuan kita menulis, tetapi juga ada hal lain yang perlu diperhatikan.

Meski saya sudah beberapa tahun ngeblog, tapi soal membuat postingan SEO friendly bukanlah hal yang mudah. Selama ini menulis ya menulis saja. Tapi, sekarang mungkin bakalan meluangkan waktu untuk belajar lebih lagi supaya ngeblognya semakin baik. Insya Allah.

Bagaimana Pengalaman Selama Migrasi? Adakah Hal Positif yang Diperoleh?


Sampai saat ini saya belum merasakan apa pun, bahkan bisa dibilang dalam beberapa hari ini viewer sudah pasti merosot, ya. Itu hal yang wajar. Mungkin setelah setahun atau minimal setengah tahun saya akan sharing lagi, barangkali kabarnya lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Bisa jadi ketika enam bulan kemudian saya sudah jadi mastah? Hihi. Ngehayal dulu daripada pusing.

Pengalaman migrasi dari blogspot ke wordpress ini mungkin terasa biasa saja bagi sebagian blogger, tetapi jujur saja bagi saya sempat bikin susah tidur...hihi. Sempat deg-degan antara mau migrasi atau tidak. Hingga akhirnya benar-benar pindahan. Alhamdulillah.

Saya mungkin termasuk orang yang kurang bisa memilih antara mau fokus menulis buku atau ngeblog aja? Selama beberapa tahun, masih suka keduanya dan belum bisa meninggalkan salah satu di antaranya. Karena dua-duanya sama-sama hal menyenangkan yang tidak bisa dibandingkan.

Ketika menulis buku, mungkin kita bakalan suntuk nggak habis-habis kalau sampai dikejar deadline, tapi di sisi lain saat buku terbit, senangnya bukan main. Begitu juga saat ngeblog. Saya bakalan happy menerbitkan postingan baru di blog ini karena bisa langsung muncul, beda sama buku yang butuh waktu berbulan-bulan bahkan ada buku saya yang sudah memasuki usia 2 tahun belum juga terbit. Nah, keduanya bisa saling mengisi supaya saya tidak jenuh. Akhirnya kadang kurang maksimal juga ngeblognya karena masih ngejar ngerjain buku..hihi. Maksa bangetlah pokoknya hidup saya ini.

Ketika orang serumah udah tidur, saya masih melek ngerjain naskah atau bikin postingan baru di blog. Malah jadi curcol...hehe. Saya berharap, blog ini bisa memberikan banyak cerita bagi banyak orang. Pastinya yang bermanfaat dan menginspirasi.

Terima kasih sudah menjadi pembaca setia selama beberapa tahun terakhir *berasa artes...hehe. Tanpa pembaca, blog saya hambar seperti sayuran tanpa garam. Semoga ngeblog menjadi rutinitas menyenangkan yang saya harap bisa saya tekuni terus sampai saya menua nanti. Bagaimana dengan kamu?

Salam,

 

 

Monday, October 14, 2019

Seni Bersikap Masa Bodo di Dunia Maya

seni bersikap masa bodo



Bagaimana cara kita memperlakukan orang-orang yang punya perilaku ‘kurang menyenangkan’ kepada kita? Terutama di dunia maya yang sebenarnya justru mengambil banyak bagian juga di dalam kehidupan kita? Baper terus? Capeklah. Jadi pikiran sampai nangis-nangis? Sudah sering, sih *Nah, lho....kwkwk.

Bagi sebagian orang, tema ini mungkin tidak terlalu penting untuk dibahas, tapi faktanya, nggak sedikit orang yang sering kecewa hingga nggak tahu mau ngapain ketika mendapatkan perlakukan kurang menyenangkan dari orang-orang di sekitarnya terutama teman-teman yang hanya dikenal di sosial media dan dunia maya. Apa yang mesti kita lakukan? Haruskah kita memelihara ‘kebaperan’ kita terus menerus sampai menggerus kreativitas dalam menulis? Jangan, deh. Rugi banget, kan, kita kalau sampai perlakuan orang membuat kita jadi tidak produktif lagi? Seneng dong dianya kalau kita sampai seperti itu?


Karena itu, cobalah untuk memahami bahwa tidak semua orang bisa kita minta memperlakukan kita dengan baik. Mereka bebas melakukan apa pun. Misalnya, ada orang yang berjanji melakukan ini dan itu, memberikan ini dan itu, kemudian dengan senang hati kita memercayainya. Sayangnya, dia ingkar janji. Bahkan kesannya kita yang mengemis dan minta-minta :(


Kalau dipikir, dia nggak salah juga, kan? Kita aja yang terlalu bodoh percaya kepada orang baru? Baru kenal kemarin, kok, udah janji setinggi langit apalagi dengan cuma-cuma? Hmm, bukankah di dunia ini tidak ada yang gratis? Cimol aja bayar, kan? Kwkwk. Suka-suka mereka ingkar janji, meski nggak etis, tapi siapa yang bisa melarang dia memperlakukan kita seperti itu?


Atau, tiba-tiba ada blogger yang meng-unfollow kita tanpa alasan jelas. Pernah, kan? Pasti pernah. Kalau bukan dia yang unfollow, pasti kamunya yang unfollow...hihi. Hal semacam ini juga nggak elok banget dilihat. Kenapa? Karena sebagai sesama blogger kita sangat paham satu sama lain saling membutuhkan. Mending sekalian nggak follow, kan? Ini malah di-follow, kemudian diempas sampai ke dasar jurang. Hadeh, di mana perasaannya gitu? *Curhat...kwkwk.


Daripada kita baper nggak jelas dan nggak karuan, mending lakukan beberapa hal ini supaya tingkat kebaperan kita berkurang dan kita bisa tetap happy menjalani hidup ini, Guys!


Kalau Nggak Suka, Nggak Usah Follow, Unfollow, Unfriend, atau Blokir Aja!


Sadis banget, ya? Keluar, kan, aslinya? Kwkwk. Ketika pertama kali menggeluti dunia literasi, saya termasuk orang yang banyak bapernya. Orang-orang terdekat sangat paham siapa saya dan bagaimana saya bereaksi terhadap orang-orang yang dengan sengaja menyakiti saya. Mewek! Iyess! Nggak ada yang bisa saya lakukan selain menangis. Belakangan saya mulai belajar untuk tidak banyak menulis status di sosial media meski keadaan hati sedang patah-patah. Lagian untuk apa? Bukankah tidak menyelesaikan masalah juga? Dan saya berhasil mengurangi kebiasaan menangis juga, lho *prestasi banget ini...kwkwk.


Semakin ke sini saya semakin belajar menjadi orang yang ‘masa bodo’ dengan orang-orang yang menyakiti saya. Siapa kamu? Kenapa harus saya pikirkan juga, kan? Selama saya tidak melakukan kesalahan, maka dengan senang hati saya akan hapus pertemanan, blokir, unfollow dan sejenisnya. Daripada ujungnya hanya membuat kita sesak? Ngapain dipelihara pertemanan itu kalau memang sudah nggak sehat?


Setelahnya saya merasa jauh lebih baik. Tidak senang mengungkit, dan kembali melakukan aktivitas seperti biasanya.


Pilih Lingkungan yang Tepat


Jika kita berada di dalam lingkungan yang sama sekali tidak menghargai kehadiran kita, itu artinya kita memang salah memilih lingkungan. Jam tangan antik bisa dihargai murah ketika ditawarkan kepada penjual barang bekas dan menjadi begitu berharga ketika dijual ke toko barang antik. Begitu juga kita. Ngapain kita capek-capek ada di lingkungan yang sama sekali tidak menghargai kehadiran kita? Butuh membuktikan bahwa kita memang perlu dipertimbangkan kehadirannya? Saya pribadi memilih tidak.


Pernah merasakan hal semacam itu membuat saya ingin jauh-jauh bukan hanya dari komunitas tersebut, bahkan dari orang-orang di dalamnya sekalipun. Ketika berada di lingkungan lain, mereka begitu menyenangkan dan menerima saya. Lantas kenapa saya harus bertahan di tempat yang menganggap saya ‘tidak ada’?


Meski kita tak diperkenankan punya keinginan untuk selalu dihargai, tetapi dalam hati kecil pasti tak pernah juga ingin diperlakukan sebaliknya, kan?


Semua Orang Punya Cara Sendiri untuk Bahagia


Jangan menjadi pribadi pendendam karena bisa menghambat kebahagiaan kita. Saya tidak dendam, sih. Hanya saja akan sulit memaafkan dan melupakan ‘kejadian’ yang membuat hati saya ngilu. Soal mau membalas sama sekali tidak saya inginkan. Saya hanya ingin menjauh demi menjaga ‘kewarasan’ hati dan pikiran. Dan menjauh dari orang-orang yang ‘kurang menyenangkan’ adalah salah satu cara saya untuk menikmati hidup atau menjadikan saya lebih bahagia.


Itu sama saja dong dengan dendam? Kalau nggak mau maafin, kan, masih dendam. Entahlah, saya merasa cara inilah yang paling tepat untuk saya lakukan saat ini terutama ketika tidak semua orang bisa dipercaya untuk saling menghargai satu sama lain. Meski pendidikan mereka tinggi sekalipun ternyata tidak menjamin seseorang bisa bersikap baik kepada kita. Dan itu benar-benar saya alami. Mau dia orang di atas kita sekalipun, tetap saja bisa melakukan hal-hal yang bikin eneg melebihi mualnya pas hamil di trimester pertama...kwkwk.


So, seperti itulah cara saya bersikap masa bodo dengan orang-orang yang ‘kurang menyenangkan’ itu, Guys. Daripada kebanyakan ngedumel nggak jelas, kan? Daripada melihat postingan atau statusnya di beranda kita kemudian kita kesal? Mending hapus aja. Urusan dia merasa salah atau tidak, mau minta maaf atau tidak, bukan persoalan serius bagi kita. Pokoknya menjauh, jauh, dan sangat jauh. Pernah begini juga? :D


Semoga postingan yang nggak terlalu barfaedah ini bisa mengubah kamu yang sering nyetatus sambil nyindirin orang menjadi lebih kalem, ya...hihi. Tidak perlu umbar aib orang sama seperti kita tidak ingin aib kita dilihat yang lain. Kalau nggak kuat, lakukan cara saya, insya Allah kita tetap ‘waras’...hoho.


Salam,

Sunday, October 13, 2019

Tips Menjadi Penulis Hebat Ala Tere Liye

tip menulis buku



Kalau saya yang ngasih tips, pasti udah biasa. Iyess, biasa dianggurin...kwkwk. Nah, bagaimana kalau yang ngasih tips menulis adalah penulis novel-novel best seller seperti bang Tere Liye? Sudah kenal dong dengan penulis satu ini? Atau jangan-jangan masih ada yang menyangka kalau bang Tere Liye ini seorang perempuan saking nggak pengen eksisnya beliau sampai-sampai banyak orang salah paham...hihi.


Bang Tere Liye (saya panggil begitu supaya lebih sopan, Guys. Jangan panggil sekadar nama pada orang yang lebih tua*uhuk) ini adalah sosok penulis yang sangat sederhana, ketika kebanyakan penulis sekelas beliau senang tampil terbuka di depan umum, memperkenalkan dirinya, siapa mereka dan sebagainya, beliau justru nggak tertarik dengan yang begitu-begitu. Beliau nggak suka berfoto bareng. Aneh? Sedikit. Tapi, seperti itulah beliau yang saya pahami dari kalimat-kalimat beliau dalam beberapa video yang saya lihat di Youtube.


Kadang, jadi terkenal dan banyak dipuja puji memang menjadi sesuatu yang menarik bagi sebagian orang, tapi karena niatnya memang menulis, maka keinginan seperti itu pun akhirnya surut dan berlalu pada sebagian yang lain. Hmm, tapi, zaman sekarang, menjadi penulis beken bukan hanya karena jago menulisnya, tetapi juga bisa dipengaruhi oleh jumlah followers juga. Asal dianggap bisa laku di pasaran, bisa nggak bisa bakalan disulap jadi bisa menulis buku. Pernah berpendapat serupa?


Persamaan dari beberapa pendapat bang Tere Liye dengan pendapat saya adalah tentang seorang penulis yang mustahil menjadi hebat hanya dalam waktu semalam alias instan. Penulis yang hebat tidak lahir dalam sekejap, ia melalui banyak proses panjang. Dipuji, dicaci, diterima, ditolak, bahkan ditikam dari belakang *horor...kwkwk. Banyak proses panjang yang mesti dijalani dengan sabar oleh seorang penulis yang kelak menjadikannya sebagai penulis luar biasa. Bahkan kalimat sederhananya bisa menjadi begitu istimewa. Ya, semua itu menurut bang Tere Liye nggak ada rumusnya selain terus menulis selama bertahun-tahun bahkan kalau bisa hingga puluhan tahun.


Lantas, apa saja tips menjadi penulis hebat ala bang Tere Liye yang novel-novelnya bisa membuat hati kita meleleh?


Penulis Hebat Tidak Lahir dalam Semalam


Iyess! Jika kamu berpikir bahwa menjadi penulis bisa dilakukan dalam semalam, menjadi hebat bisa dikerjakan dalam sekejap, mungkin mulai sekarang kamu perlu membasuh wajahmu dan bercerminlah, katakan bahwa itu mustahil terjadi!


Jika kita mau menjadi penulis, maka menulislah setiap hari. Mulailah dengan niat kuat karena kebanyakan calon penulis yang saya kenal sekarang terlalu banyak beralasan *abis ini dibully penulis sekampung...kwkwk. Seperti yang kemarin terjadi saat saya membuka kesempatan belajar bareng menulis buku dalam sebulan. Bisa dibayangkan karena sifatnya free, yang ngisi list banyak banget, Guys. Sampai-sampai saya puyeng juga memindahkan data mereka ke Facebook. Tapi, beberapa hari berlalu, sebagian memang dengan baik hati berpamitan sambil menjelaskan berbagai macam alasan, sebagian besar lainnya nggak muncul juga bahkan meski sekali saja untuk setor laporan. Terus, karepmu piye?


Sadarlah saya, inilah risiko kelas free. Banyak yang menganggap nggak terlalu penting karena memang mereka tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Tapi, seharusnya mereka mengerti bahwa kami tidak berpangku tangan saat membuka kelas ini. Saya pernah katakan ketika ada yang bertanya, "Syaratnya apa, ya, Kak saat mau ikutan Sebulan Menulis Buku?" Saya katakan cukup dengan niat. Iya, karena saya sangat berharap mereka yang ikut benar-benar serius. Kalau memang terbentur banyak kesibukan dan merasa mustahil menyelesaikan bahkan sampai bikin hidup kamu nggak bahagia, kenapa mendaftarkan diri? *emak-emak emosi...kwkwk.


Itu adalah salah satu alasan kenapa saya bisa mengatakan bahwa banyak sekali calon penulis bahkan penulis yang terlalu banyak beralasan. Saya sangat berterima kasih kepada teman-teman yang serius dengan janjinya ketika mereka mendaftarkan diri. Bagaimanapun sejak awal meski tidak berbayar, tetapi sejatinya kalian telah berjanji akan menyelesaikan tantangan ini minimal usaha dulu. Karena di awal saya telah menyebutkan beberapa syarat berkaitan dengan komitmen dan disiplin mengerjakan targetnya.


Melihat fenomena alam semacam ini, saya pun mulai berpikir seribu kali untuk membuka Sebulan Menulis Buku atau SMB yang kedua bulan depan. Mungkin saya harus ambil jeda dan menenangkan diri saja di kutub utara...kwkwk.


Menulis dengan Rutin


Tips paling berat dari bang Tere Liye adalah menulis minimal 1000 kata per hari selama 180 hari. Jika sehari saja kita lalai entah karena lupa atau ketiduran dan sebagainya, bang Tere meminta kita memulai lagi dari awal. Menurut beliau, setelah 180 hari, kita bisa menjadi sehebat beliau atau minimal bisa menerbitkan buku. Simpel banget, ya? Tapi, masa iya kita sanggup? Kwkwk. Pesimis duluan membayangkannya. ODOP atau One Day One Post saja sudah klenger di tengah jalan, apalagi ini...hiks.


Eits, tapi, jangan dengarkan kalimat saya barusan. Jika kita memang benar-benar berniat menjadi penulis hebat, dengarkan anjuran tersebut dan buktikan sendiri di hari ke-180! Meski berat, setidaknya kita mau berusaha dan jangan mudah menyerah pada keadaan. Menulis saat sakit memang nggak nyaman, menulis saat rempong mengurus yang lain memang berat banget, tetapi saya melihat masih banyak yang tetap menjaga janji pada dirinya untuk tetap menulis, kok, meski dalam keadaan yang tidak memungkinkan sekalipun. Dan itulah ujian yang sebenarnya!


Penulis yang Baik Punya Sudut Pandang Berbeda


Tema-tema seragam pastilah banyak di pasaran. Satu tema bisa diangkat oleh beberapa penulis sekaligus, tapi, Guys, penulis yang baik pasti punya sudut pandang sendiri yang membuatnya istimewa dan berbeda. Kita mesti pintar-pintar mencarinya.


Bang Tere Liye sempat memberikan contoh menarik, semisal ada banyak penulis menulis tentang kata ‘hitam’. Sebagian besar menuliskan ‘hitam’ sebagai warna hitam. Sedangkan ada sedikit yang menuliskannya menjadi berbeda selain daripada itu. Maka yang berbeda serta jumlahnya sedikit itulah yang paling baik di antara yang lain karena punya sudut pandang berbeda.


Apakah kita bisa? Insya Allah siapa pun bisa asal terus berlatih dan banyak membaca, ya!


Belajar dari Karya Penulis Sebelum Kita


Bagaimanapun, kita harus rajin membaca karya-karya penulis sebelum kita karena dari karya merekalah kita lahir. Menulis tanpa membaca memang terdengar sangat hambar. Artinya, kita akan sangat sulit menyelesaikan tulisan jika selama ini kita hanya menulis tanpa membaca. Kita bakal kehabisan bahan dan ide.

Sedangkan para penulis yang banyak membaca akan terlihat kaya sekali bahasanya. Bahkan idenya sangat menarik yang bagi sebagian orang nggak pernah terpikirkan.


Kira-kira itulah beberapa tips dari bang Tere Liye yang bisa saya bagikan. Semoga bermanfaat dan jangan lupa bahagia, Guys :)


Salam,

Saturday, October 12, 2019

Tumis Oncom, Resep Mudah Menghadirkan Menu Spesial di Meja Makan

tumis oncom



Suka mati gaya nggak, sih, mau masak apa di rumah? Menu daging dan ayam justru membuat kita malas makan. Zaman kita sekarang memang sudah berbeda, ya. Jika dulu, makan daging sama ayam jaraang banget, jadi pas makan menu itu entah ketika lebaran atau saat hajatan, kayaknya spesial banget. Sekarang justru sebaliknya, kalau makan menu seperti itu kayak biasa aja, sedangkan jika sebaliknya, menu-menu ndeso malah bikin lahap banget ngabis-ngabisin nasi sebakul gitu.


Dan, hari ini saya memasak oncom, Sodarah! Iyaps! Menu ini baru saya makan ketika tinggal dan menetap di Jakarta. Kalau di kampung halaman saya, di Malang, nggak ada oncom. Adanya menjes. Antara menjes dan oncom sebenarnya nggak jauh-jauh beda. Oncom jamurnya oranye gitu, serem kalau belum kenal...kwkwk. Sedangkan menjes bersih, lembut, dan sedap ketika di masak.

 
Masalahnya, nyari menjes di sini nggak semudah itu. Entah saya yang kurang jauh mainnya atau emang beneran susah, ya? Tadi, ketika pergi ke tukang sayur, saya melihat oncom, lencak, dan kemangi. Formasi lengkap banget karena di sini, ketiga bahan itu memang biasa dimasak bareng. Alhasil daripada pusing mau makan apa, mending saya masak tumis oncom!


Bikinnya nggak susah, ya. Jumlah bahannya bisa disesuaikan dengan selera masing-masing. Kalau saya suka banyakin kemanginya karena jadi wangi banget, Masya Allah. Daripada bingung, cuslah kita bikin menu ini, ya!


Bahan:


2 papan oncom

1 genggam lencak

1 genggam kemangi, siangi

1 batang daun bawang, iris serong


 Haluskan bumbu:


5 siung bawang merah

2 siung bawang putih

5 cabai rawit merah (Sesuai selera)

Sedikit air

Secukupnya garam

Sedikit kaldu bubuk jika suka


Cara membuat:


1. Hancurkan oncom dengan cara diremas-remas.

2. Haluskan bumbu, tumis sampai wangi dengan api kecil. Tambahkan garam dan kaldu bubuk.

3. Tambahkan sedikit air.

4. Masukkan oncom, aduk rata.

5. Tambahkan daun bawang dan lencak.

6. Biarkan oncom mengering jangan terlalu basah, ya.

7. Masukkan kemangi dan aduk-aduk. Matikan api.

8. Sajikan bersama nasi hangat.


Voila! Tumis oncom buatanmu pun sudah siap disajikan di meja makan. Meski sederhana, tetapi lauk ini bikin boros nasi. Sepiring nggak bakal cukup, percayalah *maksa...kwkwk. Sajikan dengan nasi hangat dan ikan asin, pasti bakalan lebih menggugah selera!


Masak sendiri itu memang bikin agak capek, ya. Tapi, soal hemat memang beneran bisa sangat menghemat. Apalagi kalau teman-teman coba trik belanja mingguan, insya Allah sangat membantu menghemat keuangan belanja bulanan. Seperti yang sering kita lihat sekarang di Instagram, banyak orang menyimpan sayur dan ikan untuk stok seminggu ke depan di dalam box-box. Saya sempat mencoba dan memang sangat menghemat.


Tipsnya, supaya kita nggak mubadzir, sebaiknya kita menyiapkan ide menu selama seminggu ke depan sehingga apa yang kita beli memang itulah yang bakalan kita masak nanti. Jadi, nggak ada ceritanya ada bahan terbuang karena tidak dipakai atau malah kekurangan bahan karena ide masaknya dadakan.


Saya pribadi masih belum mencoba membuat daftar menu selama seminggu. Bahan-bahan yang paling sering saya siapkan untuk seminggu ke depan adalah buah-buahan...kwkwk. Karena setiap hari saya harus membuat jus untuk orang serumah. Misalnya, dalam seminggu saya butuh 6 kg lebih tomat, 2 kg apel atau belimbing, mentimun biasa saya beli beberapa hari sekali, dll. Kemarin sempet mencoba stok sayuran juga di rumah serta daging dan ayam. Tapi, karena menu hariannya masih menerka-nerka, akhirnya belum bener gitulah...kwkwk.


Semoga bermanfaat, ya tips dan resepnya. Dicoba yuk, menu sederhana ini :)


Salam,