Thursday, September 7, 2023
Tips Traveling Tetap Menyenangkan Bersama Si Kecil
![]() |
Photo by jeshoots.com on Unsplash |
Waktu si Kakak berusia 7 tahunan, kami memberanikan diri mengajak dia umroh dan jalan-jalan ke Turki selama beberapa hari. Selain Kakak, saya juga mempunyai satu batita yang baru berusia 2 tahunan. Sempat kepikiran, gimana caranya kami pergi umroh sambil bawa bocil gini? hihi. Asli, saya takut mereka rewel di perjalanan yang nggak sebentar. Mudik aja repot, apalagi ini?
Namun, karena sudah mempersiapkan semua dengan baik, saya tawakkal saja pada Allah. Si bungsu memang sempat rewel waktu di pesawat dan nggak mau digendong ayahnya ketika kami umroh, tapi ya sudahlah itu jadi bagian unik yang kami nikmati juga...kwkwk. Kalau nggak dibawa pergi, kami juga pasti kepikiran gimana mereka di rumah?
Karena umroh kemarin terlalu riweh, saya jadi kepikiran untuk ajak anak-anak lagi setelah usia mereka sudah lebih besar. Pengin menikmati ibadah bareng di saat mereka juga paham nikmatnya beribadah di tanah suci. Apalagi setelah melihat si Kakak yang masuk pesantren, sudah mau salat sunnah tanpa disuruh, rasanya nyes banget pengin saya bawa umroh lagi...kwkwk.
BTW, traveling bersama si kecil memang bisa jadi pengalaman yang luar biasa. Namun, bisa juga menjadi tantangan yang besar. Untuk memastikan liburan kita berjalan lancar dan menyenangkan, ada beberapa tip dan panduan yang perlu teman-teman pertimbangkan sebelum, selama, dan setelah melakukan perjalanan bersama si kecil. Saya akan share beberapa saran berharga untuk membantu teman-teman merencanakan perjalanan yang menyenangkan bersama keluarga tercinta.
![]() |
Photo by Alvin Mahmudov on Unsplash |
1. Rencanakan dengan Matang
Sebelum teman-teman berangkat, rencanakan perjalanan dengan matang. Ini termasuk memilih destinasi yang sesuai dengan kebutuhan dan minat si kecil. Pastikan kita punya rencana perjalanan yang fleksibel sehingga dapat menyesuaikannya jika diperlukan.
Dulu, selain memang diajak umroh bareng keluarga besar lainnya, peri ke Turki juga jadi pengalaman yang menyenangkan buat anak-anak. Mereka bisa naik kereta gantung di Uludag, main salju, dan jalan-jalan dengan keluarga lain yang masih seusia mereka. Meski mereka tak sepenuhnya paham dengan perjalanan umrohnya, tapi jika ditanya sekarang, mereka cukup menikmati perjalanan seminggu lebih beberapa tahun lalu.
Mereka juga antusias banget pengin balik umroh dan ke Turki. Mengulang pengalaman waktu kecil dulu yang mereka rasa sangat menyenangkan. Kalau tempatnya sesuai, kegiatannya cocok buat anak-anak, kenapa nggak, kan?
2. Pilih Akomodasi yang Sesuai
Saat memesan akomodasi, pertimbangkan kenyamanan dan keamanan anak kita. Hotel atau apartemen dengan fasilitas keluarga seperti kolam renang, dapur, atau area bermain dapat menjadi pilihan yang baik.
Sempat beberapa kali kami mengisi liburan ke Bandung beberapa waktu lalu dan menginap semalam di sana. Ternyata, traveling singkat begini juga cukup menarik buat anak-anak. Namun, karena rencananya cukup mendadak, kami kehabisan tiket kereta ke Jakarta dna terpaksa naik kelas ekonomi yang ternyata lumayan bikin pegel buat anak-anak. Karena sudah pengalaman seperti ini, kami jadi lebih hati-hati ketika mau liburan ke luar kota lagi, terutama ketika tidak membawa kendaraan pribadi.
3. Bawa Perlengkapan Penting
Jangan lupa membawa perlengkapan penting seperti popok, botol susu, makanan bayi, dan obat-obatan jika diperlukan. Selalu bawa lebih banyak daripada yang kita butuhkan, khususnya jika teman-teman tidak yakin apakah barang-barang tersebut tersedia di tempat tujuan.
Meski anak-anak sudah cukup besar, tapi saya selalu rempong dengan bawaan seperti ini. Saya orangnya mudah panik, jadi sebisa mungkin semua hal dipersiapkan dengan baik di rumah sebelum melakukan perjalanan. Ketika kita traveling, mungkin ada kondisi yang tak dapat dihindari sehingga membawa perlengkapan banyak bisa sangat membantu ketika benar-benar dibutuhkan.
4. Jadwalkan dengan Bijak
Perjalanan dengan anak kecil seringkali memerlukan jadwal yang lebih fleksibel. Jangan terlalu banyak mengisi jadwal dengan aktivitas karena anak kita mungkin membutuhkan istirahat. Juga, pertimbangkan perbedaan zona waktu jika hendak bepergian ke tempat yang jauh.
Kegiatan yang terlalu padat selama traveling bukan hanya membuat kita capek, tapi juga membuat anak-anak kelelahan dan rentan sakit. Waktu kami ke Turki, agendanya cukup padat karena kami hanya beberapa hari di sana, selebihnya menghabiskan lebih banyak waktu ketika umroh. Anak-anak sempat demam dan pilek. Alhasil, rasanya kurang menyenangkan selama kami keliling beberapa wisata di Turki. Sibuk sama hidung yang meler serta suhu yang sangat dingin..kwkwk.
5. Kenali Aturan Keamanan di Tempat Tujuan
Sebelum berangkat, pelajari aturan keamanan di tempat tujuan, termasuk bagaimana cara mengamankan kursi mobil untuk anak-anak, jika kita bepergian dengan mobil. Pastikan teman-teman juga mematuhi semua peraturan dan rekomendasi keselamatan.
Jika memutuskan melakukan perjalanan ke luar negeri, saya pribadi lebih memilih menggunakan jasa travel ketimbang keteteran di tempat tujuan. Meski harganya lebih mahal, tapi di sana kita sudah dibantu dan tidak kerepotan lagi. Sempat terbesit pengin juga umroh mandiri ala backpacker karena melihat harganya yang murah banget, tapi suami nggak setuju...kwkwk. Memang lebih nyaman bayar lebih, tapi sudah tenang sampai di sana.
6. Persiapkan Aktivitas untuk Anak
Sediakan berbagai aktivitas yang dapat menghibur anak-anak selama perjalanan. Buku, mainan, dan permainan ringan dapat membantu mengatasi kebosanan mereka. Apalagi jika perjalanan cukup panjang, selain hanya tidur, anak-anak juga butuh hiburan lainnya supaya nggak bosan.
Bawaan buat anak-anak memang lumayan banget apalagi jika masih balita, ya. Inilah risikonya membawa bayi dan anak kecil traveling. Repot, tapi benar-benar menyenangkan.
7. Pertimbangkan Kesehatan Si Kecil
Pastikan anak kita dalam kondisi kesehatan yang baik sebelum perjalanan. Konsultasikan dengan dokter jika perlu, dan pastikan teman-teman membawa obat-obatan yang mungkin diperlukan selama perjalanan.
Kedua anak saya ada riwayat kejang demam sejak usia 2 tahun. Jadi, melakukan perjalanan jauh saat mereka kecil benar-benar bikin khawatir. Makanya, saya selalu sedia obat, terutama stesolid rektal khusus diberikan ketika anak sedang kejang. Jujur saja, jika teman-teman sudah sering mampir di blog ini, saya termasuk ibu yang nggak panikan ketika anak kejang demam. Saya tahu harus bagaimana dan mesti mengambil reaksi seperti apa.
Sejauh ini, saya tidak pernah mengizinkan anak kami rawat inap karena kejang demam. Tentunya saya sudah tahu kondisi darurat seperti apa yang mengharuskan mereka rawat inap setelah kejang demam. KD atau kejang demam itu nggak bahaya asal memang murni kejang demam. Lha jadi bahas kejang demam...kwkwk.
8. Pertimbangkan Makanan Untuk Si Kecil
Jika anak kita punya pantangan atau alergi makanan, pastikan teman-teman membawa makanan yang sesuai. Selalu periksa menu restoran atau toko makanan untuk opsi yang aman bagi si kecil. Selain itu, terkadang menu restoran yang kita datangi nggak sesuai buat anak-anak. Waktu sarapan di Turki, kami langsung makan di restoran, bukan di hotel. Menunya nggak cocok buat anak-anak saya karena mereka nggak terbiasa aja dengan menu itu. Ada roti kering, yogurt, telur rebus, buah zaitun, dll.
Jika kita membawa stok makanan sendiri buat anak-anak, saya rasa ini akan sangat membantu terutama bagi mereka yang suka pilih-pilih makanan.
9. Sabar dan Fleksibilitas
Terakhir, tetap tenang dan fleksibel selama perjalanan. Anak kecil kadang-kadang dapat menjadi rewel atau tidak nyaman selama perjalanan, jadi bersiaplah untuk menghadapinya dengan sabar. Kalau kita dapat bekerja sama dengan pasangan, insya Allah akan lebih mudah mengatasinya.
Liburan bersama anak-anak adalah hal menyenangkan, tapi juga mesti dipertimbangkan repotnya jika tak disiapkan dengan matang.
Traveling bersama anak kecil mungkin memerlukan sedikit perencanaan ekstra, tetapi dengan persiapan yang baik, kita dapat menciptakan kenangan indah bersama keluarga. Dengan mengikuti tip dan panduan di atas, teman-teman dapat memastikan perjalanan bersama si kecil berjalan dengan lancar dan menyenangkan.
Salam hangat,
Tuesday, August 29, 2023
Resep Chocolate Swirl Bread
![]() |
Foto: Dok pribadi |
Adakah yang pernah nyobain bikin roti tawar sendiri di rumah? Hmm, agak menyusahkan juga, sih memang. Lebih simpel panggil kang roti depan rumah dan beli sebungkus dibanding harus bikin sendiri. Selain sangat memakan waktu, repot juga sama cucian baskom dan kawan-kawannnya…hehe.
Tapi, sesekali boleh dong cobain bikin sendiri di rumah. Hanya saja, saya merasa selalu nggak puas dengan hasilnya. Meski sudah mengikuti resep orang yang sudah jago sekalipun, rotinya nggak pernah selembut merek-merek roti tawar ternama yang biasa kita konsumsi. Beda dengan roti sobek yang sudah dapat teksturnya yang pas.
Kali ini, saya mau bikin roti tawar pakai resepnya ci Luvita Ho. Beberapa kali mengikuti resep beliau, hasilnya lumayan dan cocok dengan selera saya. Kalau lihat-lihat resepnya di Youtube atau Instagram, banyak banget resep yang bikin ngiler.
Berhubung belum pernah cobain resep roti tawarnya, maka kali ini saya mau coba salah satu yang telah ci Luvitas share di youtube-nya. Yes, resep yang saya pilih adalah chocolate swirl bread. Warnanya lucu. Ada cokelatnya gitu. Cantik dan gemas!
Teman-teman mesti ingat, kunci dari roti yang hasilnya bagus itu terletak pada cara kita mangadon adonannya. Kalau adonan diulen sampai benar-benar kalis, hasilnya akan bagus, tapi kalau ngulennya setengah-setengah, biasanya kurang empuk hasilnya.
Di sini, saya menggunakan re Bread untuk mengulen roti. Lumayan membantu kalau lagi pengin bikin roti sendiri di rumah. Nggak perlu capek-capek ngulen pakai tangan, juga bisa digunakan untuk keperluan lain selain membuat roti. Misalnya memanggang kacang atau serundeng. Asyik nggak, tuh?
Kalau re Bread dirasa terlalu mahal, ada lagi alat membuat roti yang harganya lebih ekonomis. Namanya Bread Master. Bentuknya lebih mungil. Kapasitasnya sepertinya sama. Harganya bisa dapat separuhnya re Bread. Asyik, kan? Kemarin sempat nyariin untuk saudara dan sampai saat ini masih kepake. Worth it dengan harga dan fungsinya.
Resep Roti Tawar Ala Luvita Ho
Bahan:
300 gram terigu protein tinggi
4 gram ragi instan
3 gram garam
50 gram gula pasir
1 sdm susu bubuk
1 butir telur
130-140 gram air dingin
35 gram mentega tawar
1 ½ sdm cocoa powder, beri sedikit air sampai menjadi pasta
Cara Membuat:
1. Campur terigu dengan ragi instan. Aduk sampai rata.
2. Masukkan susu bubuk, gula pasir, dan garam. Aduk sampai tercampur.
3. Masukkan telur dan air dingin. Aduk kembali sampai membentuk adonan.
4. Masukkan mentega tawar. Aduk sampai kalis.
5. Bagi adonan menjadi dua bagian. Salah satunya akan dicampur dengan pasta cocoa powder. Bagian ini bisa kita aduk lagi pakai mixer roti hanya sampai tercampur, ya. Bagian lainnya bisa kita diamkan.
6. Diamkan dua adonan tadi sampai mengembang 2x lipat.
7. Kita bisa pakai loyang 20x10 cm. Pilih loyang roti tawar yang berlubang supaya lebih bagus hasilnya.
8. Kempeskan adonan dan gilas sampai tipis. Ukurannya bisa disesuaikan dengan loyang roti tawar yang kita punya.
9. Setelah kedua adonan digilas tipis, kita bisa tumpuk kedua adonan tersebut dan gilas supaya adonan menempel, kemudian digulung sepanjang loyang. Masukkan dalam loyang dan diamkan sampai mengembang. Kira-kira maksimal sampai menyisakan ruang seukuran 1 ruas jari pada loyangnya.
10. Panggang adonan di suhu 190-200 derajat selama kurang lebih 30-35 menit.
11. Keluarkan adonan daro loyang dan potong-potong setelah dingin.
![]() |
Foto: Dok pribadi |
![]() |
Foto: Dok pribadi |
Voila! Roti tawar buatan kita sudah jadi. Terharu, akhirnya bisa bikin roti tawar secantik ini…hihi. Waktu masih hangat, sih oke lumayan lembut, tapi jujur setelah dingin hasilnya nggak selembut di awal. Kurang puas? Sepertinya begitu. Lumayan, sih untuk coba-coba resep di rumah, ya. Olesi dengan selai cokelat dan makan selagi hangat lebih nikmat!
Semoga resep ini bermanfaat dan bisa jadi referensi untuk teman-teman yang pengin bikin roti tawar sendiri di rumah. Selamat mencoba!
Salam hangat,
Tuesday, August 15, 2023
Panduan Lengkap Sebelum Membeli Rumah Untuk Pasangan Muda yang Baru Menikah
![]() |
Photo by Frames For Your Heart on Unsplash |
Membeli rumah di zaman sekarang rasanya lumayan sulit dicapai oleh sebagian pasangan muda yang baru menikah. Harga rumah yang makin tidak masuk akal menjadikan banyak orang akhirnya menunda bahkan memilih mengontrak dibanding segera membeli rumah impiannya.
Saya menikah di usia muda. Pindah ke Jakarta mengikuti suami yang merantau sejak baru selesai kuliah. Kami sama-sama merasakan susahnya mencari rumah untuk tempat tinggal. Bahkan sebelum kami menikah, suami saya sudah pernah hampir membeli rumah yang akhirnya dibatalkan karena beberapa sebab. Ternyata, beli rumah nggak semudah yang saya bayangkan...hehe.
Kami juga sepakat tidak mengontrak karena khawatir uangnya malah habis. Rasanya nggak mungkin seumur hidup mengontrak rumah, kan? Akhirnya, kami bersabar sambil berusaha mencari rumah yang cocok.
Rumah menjadi kebutuhan pokok yang mesti dipenuhi sebelum memenuhi kebutuhan lainnya yang tidak terlalu penting. Seperti memiliki kendaraan roda empat misalnya. Tidak sedikit orang yang memaksakan diri segera punya mobil meski dengan cara kredit, tapi lupa memikirkan betapa pentingnya memiliki rumah sendiri.
Suami saya termasuk orang yang lumayan santai dalam menjalani hidup. Meski punya, dia tidak suka ikut-ikutan orang lain, mesti punya ini dan itu secepatnya, atau mengejar pencapaian orang di luar sana. Itu bukan gaya dia banget.
Saya jadi berkaca dari kisah seorang teman yang memutuskan tidak membeli kendaraan roda empat hanya karena dirasa kurang penting dan minusnya terlalu menghamburkan uang. Meski suaminya seorang profesor, tapi ke mana-mana mereka terbiasa menggunakan transportasi umum, seperti naik KRL, naik sepeda, dsb.
Ternyata selain suami saya, ada juga orang yang hidupnya sesantai itu, ya? hehe. Nggak pusing dengan komentar dan penilaian orang, happy banget sampai kebablasan saking santainya...kwkwk. Itu benar-benar 'sesuatu' banget sih buat saya.
Kami juga sepakat, setelah punya rumah, kami harus punya tabungan untuk naik haji. Bagi kami, ibadah haji itu mesti diusahakan, bukan ditunggu mampu. Saya bersyukur, Tuhan mampukan sesuai rencana kami.
BTW, ketika mencari rumah tempat tinggal, saya dan suami tidak sembarangan memilih. Kami punya kriteria sendiri. Kriteria ini bisa jadi panduan juga untuk teman-teman yang punya rencana mau membeli rumah dalam waktu dekat.
Kriteria Rumah Idaman
1. Rumah tersebut dekat dengan fasilitas umum, seperti stasiun, bandara, rumah sakit, sampai dengan masjid.
2. Daerah tempat kami tinggal harus bebas banjir. Maklum, dulu Jakarta masih jadi langganan banjir sehingga beberapa orang kadang menjual murah rumahnya karena lokasinya yang menjadi langganan banjir tiap tahunnya.
3. Rumah tersebut masih layak huni. Bukan rumah yang mesti dibangun segera. Karena kami juga tidak mungkin punya budget sekaligus untuk renovasi total.
4. Perhatikan lingkungannya, apakah nyaman untuk tempat tinggal? Bagaimana dengan tetangga di kanan kiri? Apakah lingkungannya cukup aman? Mengingat saya hanya tinggal sendiri ketika suami kerja, poin ini menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan.
5. Sesuaikan dengan budget. Jangan memaksakan diri untuk berutang hanya demi rumah yang mewah. Kita juga mesti memikirkan kebutuhan lain di masa depan.
6. Jangan lupa memeriksa legalitas serta kondisi rumah. Perhatikan sertifikat dan surat-surat penting lainnya.
Kami memilih pembayaran cash dibanding KPR. Semua tergantung pilihan masing-masing orang, ya. Dengan KPR, sebagian orang yang kesulitan membeli rumah jadi dimudahkan, tapi minusnya, kamu juga harus membayar bunga kredit pada pihak bank.
Persiapan Sebelum Membeli Rumah
Membeli rumah merupakan keputusan finansial terbesar yang bisa kita ambil. Nggak mudah membeli rumah, lho. Nggak semua orang mampu. Karena itu, kita mesti mempersiapkan dana sejak jauh-jauh hari sebelumnya.
Ada beberapa hal yang mesti dipertimbangkan sebelum membeli rumah,
1. Tetapkan Tujuan
Ada orang yang mau beli rumah untuk investasi, ada juga yang pengin dijadikan tempat tinggal setelah menikah nanti. Kita harus tahu mana prioritas yang mesti didahulukan. Di mana lokasinya, berapa ukuran rumah yang diharapkan, serta berapa budget yang mesti dikeluarkan untuk membelinya?
Ada pasangan yang sejak jauh-jauh hari sudah sepakat menabung bersama untuk membeli rumah meski belum menikah. Ada juga yang sama-sama menyisihkan gaji bulanannya demi membeli rumah impian mereka. Setiap pasangan punya cara sendiri untuk mewujudkannya, tapi yang pasti, ketika tujuan mereka jelas sejak awal, maka selanjutnya semua bisa diperjuangkan dengan lebih mudah.
Setelah dewasa, kita punya banyak kebutuhan yang mesti dipenuhi. Ada yang mesti membiayai adiknya kuliah, ada yang masih harus membantu orang tuanya, belum lagi mempersiapkan dana untuk membeli rumah setelah menikah.
Sejak awal, kita bisa menentukan besarnya cicilan tidak melebihi 30-40% dari pemasukan dan pemenuhan kebutuhan lainnya. Supaya keuangan kita tetap pada kondisi yang aman. Dengan begitu, nggak ada ceritanya kita sampai kelabakan seperti di saat pandemi kemarin. Jangan sampai cicilanmu lebih besar daripada pemasukanmu.
3. Jangan Ragu Untuk Mempelajari Pasar Properti
Kita harus tahu harga pasar sehingga penting untuk kita mempelajari pasar properti. Kamu bisa mempelajarinya lewat situs web real estate, melalui agen properti, atau yang lainnya. Dengan begitu, kita bisa memperhitungkan harga yang wajar sebelum membeli rumah.
4. Perhatikan Lokasi yang Kamu Inginkan
Rumah yang besar, bagus, dan mewah tidak berarti akan semakin naik harganya jika berada di lokasi yang tidak tepat. Contohnya, rumah-rumah yang jadi langganan banjir. Meskipun kondisi perumahannya termasuk mewah, tapi karena lokasinya jadi langganan banjir, akhirnya banyak yang memutuskan menjual murah rumah tersebut, bahkan tak jarang rumah-rumah di lokasi itu kosong karena ditinggal begitu saja oleh pemiliknya.
Rumah yang akan kita beli mesti punya kemudahan akses ke mana-mana. Apakah lokasinya juga dekat dengan tempat kerja atau sekolah anak-anak kita?
Membeli rumah merupakan keputusan besar yang bisa dijadikan investasi jangka panjang. Butuh diperhitungkan dengan matang dan jangan terburu-buru. Jika kurang percaya diri, kita bisa menggunakan jasa profesional untuk membantu memprosesnya. Tujuan membeli rumah yang jelas, juga budget yang sesuai akan membantu memudahkan rencana kita.
Rumah yang nyaman bukanlah rumah yang paling mewah, tapi yang sesuai dengan kebutuhan serta budget kita. Setelah punya rumah, kebutuhan lain pun mesti dipenuhi. Karenanya, perhitungkan betul-betul sebelum membelinya.
Salam hangat,
Wednesday, July 26, 2023
Kok, Bisa Anak Kecil Suka Membaca?
![]() |
Photo by Josh Applegate on Unsplash |
Pertanyaan itulah yang kerap dilemparkan pada saya sebagai orang tua. Kok, bisa anaknya suka baca begitu? Bacanya sudah lancar, ya?
Bisa jadi karena sebagian besar menganggap si bungsu masih TK kali, ya disebabkan tubuhnya yang mungil? Ketika melihat dia membaca buku, orang-orang pada heran, masih segitu kok, bisa senang sekali membaca buku? Memang bacanya sudah lancar? hehe.
BTW, si adek ini sudah bisa membaca sejak mau masuk SD. Bukan termasuk anak yang diburu-buru supaya bisa lekas baca karena mau SD, tapi memang telah diedukasi sejak dini supaya bisa menyukai dan mencintai buku bahkan sejak dia belum pandai membaca. Proses dia belajar membaca tidak terlalu sulit. Berjalan saja mengikuti kemauannya. Saya mengalami hal yang sama juga pada si Kakak ketika masih kecil. Jika dilihat lagi ke belakang, semua itu bisa jadi disebabkan karena seringnya saya membacakan buku untuk mereka.
Mereka sama-sama suka banget membaca buku. Buku apa saja yang mereka baca di rumah? Saya pribadi selalu berhati-hati ketika memilihkan buku untuk mereka. Ada buku yang kelihatannya cocok buat anak-anak karena bergambar, tapi terkadang bahasanya terlalu kasar dan tidak sesuai dengan usia mereka.
Si Kakak yang sekarang baru masuk SMP misalnya, dia sudah lebih pandai memilih buku mana yang layak untuk dia baca dan adiknya baca. Dia akan bilang buku X nggak sesuai buat adek karena ceritanya bukan untuk anak kecil, semisal dia pernah baca novel anak yang bercerita sedikit tentang perceraian. Buat dia itu nggak sesuai untuk adiknya. So, sampai sekarang adek masih menunggu waktu untuk membaca buku-buku kakaknya yang lain…kwkwk.
Contoh paling mudah dari buku-buku komik pendidikan yang mungkin kurang cocok untuk anak-anak baca semisal ada olokan ‘bodoh’. Untungnya, anak-anak sudah paham kata-kata seperti itu tidak boleh ditiru, tapi mereka juga tahu ada kata-kata itu di muka bumi yang ditinggalinya.
Sama halnya seperti pemberian gadget, memilih buku juga mesti hati-hati. Sesuaikan buku sesuai jenjang usia, supaya anak-anak tidak mudah bosan karena isinya yang terlalu mudah, jangan sampai anak frustasi karena isinya terlalu sulit. Jadi, penting banget memilihkan buku sesuai usia dan kemampuan baca anak, ya. Ada anak yang masih kecil, tapi bacanya sudah lancar. Begitu juga sebaliknya. Ibaratnya kita nggak akan cocok dengan ukuran sepatu orang lain. Sebab, ukuran kaki kita memang berbeda-beda. Mesti menyusuaikan.
Semua Butuh Berlatih
Anak kecil yang selalu bermain gadget, mustahil tiba-tiba suka membaca ketika disodorin buku. Semua butuh berlatih, termasuk kita sebagai orang tua. Kebanyakan orang tua mengeluhkan anaknya yang terlalu sering main gadget. Solusinya, kurangi dan batasi mereka saat memegang gadget. Buatlah kesepakatan bersama dan belajarlah untuk konsisten dalam memberikan aturan pada anak-anak.
Anak-anak yang sudah disiplin, insya Allah tidak akan kesulitan untuk diarahkan. Jika belum waktunya main gadget, dia tidak akan serta merta mengambil diam-diam juga. Jangan lupa berikan kegiatan pengganti, salah satunya bermain bersama orang tua atau teman-temannya.
Jangan sampai kita mengambil ‘barang kesayangannya’ dengan paksa, tapi nggak mau ngasih solusi juga buat mereka. Mereka bisa kesal dan bosan ketika gadget tiba-tiba diambil.
Orang tua butuh berlatih supaya lebih sabar dalam proses yang satu ini, sedangkan anak-anak juga butuh berlatih supaya disiplin dengan aturan yang telah disepakati bersama. Ujiannya, kita kadang nggak sabar ketika anak-anak mulai merengek dan merusuh…kwkwk. Kesabaran emak-emak yang sudah lelah kadang hanya setebal tisu, itu pun dibagi sepuluh…huhu.
Itulah kenapa saya nggak mau cari masalah dalam hidup *eaaa. Nggak mau coba-coba kasih anak kebebasan pakai gadget karena takut seperti mereka yang malah kesulitan mengendalikan anaknya sendiri. Meskipun ada beberapa smartphone dan tablet yang bisa mereka ambil sesuka hati, tapi mereka tetap akan izin pada saya sebagai kepala suku...kwkwk. Apakah mau membaca buku di ipusnas? Apakah mau googling dan mencari referensi gambar? Apakah mau membuat video? Meski saya bukan ibu yang sempurna apalagi baik, tapi saya bersyukur mereka izin dulu setiap mau meminjam gadget, tidak sembunyi-sembunyi, pun saya tidak pernah menyembunyikannya.
Satu lagi, tidak ada gadget atas nama anak di rumah. Meski si Kakak sudah besar dan kebanyakan temannya punya gadget sendiri, dia tetap hanya boleh pinjam. Titik tanpa koma! Tidak ada batas jika digunakan untuk menghafal Alquran dan murajaah. Karena kebetulan mereka menghafalnya menggunakan aplikasi, ya.
Gimana, agak sulit, ya? Tapi jika kita mau memulainya, satu pesan saya, jangan mau kalah sama anak…kwkwk.
Buku Adalah Benda Istimewa
Apa yang membuat anak suka banget membaca buku? Ke wisuda Kakaknya mesti bawa buku, ambil rapot bawa buku juga, jalan-jalan pun tetap bawa buku. Setiap pergi ke mall, yang dicari toko buku, yang dibeli juga buku. Buku saya jadikan benda istimewa secara tidak langsung dan sepertinya dulu saya tidak menyadarinya juga, ya.
Setiap mereka berhasil melakukan sesuatu atau setelah berusaha, saya menghadiahkan buku. Setiap punya rezeki lebih, saya menawarkan buku, bukan yang lain. Setiap menjelang tidur, saya membiasakan membacakan mereka buku. Setiap hari selama bertahun-tahun sampai akhirnya mereka merasa lebih nyaman membaca sendiri menjelang tidur.
Capek? Mungkin, kebanyakan dari kita sudah terlalu lelah untuk membacakan buku menjelang tidur pada anak-anak. Apalagi setelah aktivitas seharian, tapi percayalah, manfaatnya besar sekali bagi kebiasaan mereka di masa yang akan datang.
Sebelum ramainya read aload, ternyata saya sudah sering membacakan buku secara nyaring sambil ngelawak…kwkwk. Saya nggak tahu bagaimana saya bisa menjadi seperti ini, tapi saya senang melakukannya setiap malam untuk mereka. Bahkan saya ingat betul, si Kakak yang sebenarnya sudah besar dan lancar membaca masih suka mendengarkannya juga.
Saya juga ingat hari Jumat lalu, ketika saya pergi kajian dan si adek menyusul sepulang sekolah. Biasanya, saya membawakan beberapa buku, tapi kali ini saya benar-benar lupa! Alhasil, saya didiamkan…kwkwk. Sampai kajian selesai, dia masih kesal kenapa emaknya lupa? Huhu.
Malamnya saya ajak ngobrol, dia bilang kesal, bukan marah pada saya. Dia bosan karena nggak ada buku yang bisa dibaca. Saya paham, karena buat anak-anak di rumah, membaca buku itu hiburan banget. Nggak peduli buku itu masih baru atau tidak. Anak saya tipe pembaca yang suka mengulang lagi bacaannya meski sebenarnya sudah hafal jalan ceritanya.
Makanya, setiap mau pergi lama, saya selalu membawakan beberapa buku sekaligus. Seperti ketika mengantre ke dokter gigi, jangan lupa bawa banyak buku ketimbang bawa banyak makanan…hehe.
Teman-teman akan tahu betapa lucunya anak-anak yang sedang cekikikan hanya karena bukunya lucu, mereka yang serius nggak mau pindah tempat hanya karena buku itu baru dibeli dan pengin dibaca sampai habis. Teman-teman bisa membayangkan kegiatan seperti ini menarik sekali untuk diajarkan pada anak-anak.
Buku bukan sembarang benda. Berbeda dengan gadget. Dengan banyak membaca, pengetahuan serta kosa kata anak-anak menjadi luas, imajinasi serta kreativitas mereka makin bagus. Jangan takut, meski nggak sering main gadget, anak-anak saya termasuk yang pandai-pandai saja menggunakan gadget, bikin games sendiri, membantu saya mengedit video animasi, menggambar digital, dan yang lainnya. Asal tetap dibatasi dan dijelaskan alasan kenapa tidak boleh lama-lama main gadget, insya Allah pegang gadget tetap ada nilai positifnya.
Bagaimana buku bisa menjadi benda yang istimewa buat anak-anak kita? Selalu menarik ketika dilihat dan bikin penasaran? Teman-teman bisa share juga pengalamannya, ya!
Anak-Anak Bisa Membaca Buku Apa Saja?
Di awal usianya, kita bisa membacakan picture book pada mereka. Ada banyak penulis buku anak yang bisa saya rekomendasikan, termasuk Mbak Dian Kristiani, Mbak Watiek Ideo, dan Mbak Lia Herliana.
Setelah anak-anak cukup besar, kami mulai memperkenalkan komik. Eits, ini bukan sembarang komik, ya. Ini komik pendidikan. Hanya saja, kebanyakan komik pendidikan terkesan berat bahasanya, juga agak kasar kata-katanya. Sampai akhirnya kami menemukan komik Plant Vs Zombies.
Sejak saat itu, dunia saya berubah…kwkwk. Setiap mau memberikan reward buat anak-anak, saya selalu ditodong mesti membelikan komik Plant…haha. Sampai saat ini sudah ada lebih dari 25 komik Plant tok. Belum yang lain :D
Kebanyakan orang mengira jika anak-anak saya tertarik dengan komik Plant karena menyukai games-nya, tapi itu keliru. Anak-anak hampir tidak pernah bermain games. Saya pikir, jangankan anak-anak, saya saja sebagai orang dewasa sangat menyukai komik satu ini. Dari gaya bahasanya yang ringan, tapi tetap dapat poinnya. Anak-anak jadi tahu banyak hal berkat komik ini. Mana ceritanya kocak, suka bikin ngikik di pojokan…kwkwk.
Untuk usia si Kakak, dia sudah bisa membaca novel anak-anak, termasuk novel Tere Liye, A Fuadi, dan J. K. Rowling. Hanya saja, saat ini dia mesti bersabar dulu karena aturan di pesantren yang melarang membawa buku bacaan sejenis itu.
Selain buku fiksi, sesekali mereka membaca buku nonfiksi seperti bukunya Jerome Polin dan buku-buku dari Ustadz Felix. Meski untuk usia remaja ke atas, tapi bukunya aman, kok untuk anak-anak.
Setelah mereka lebih besar, banyak buku yang bisa dibaca di rumah. Memang mesti investasi lumayan untuk membeli buku. Ketika orang-orang membeli perkakas rumah yang glowing atau perhiasan, saya malah membeli buku melulu…hoho. Apalagi ketika anak-anak baca buku barunya nggak sampai sehari, rasanya cepat sekali ya ngabisin uangnya? Haha. Beruntung mereka nggak mudah bosan, sehingga buku-buku lama masih sering dibaca ulang.
Itulah alasan kenapa saya belum menjual komik Plant bekas, ya. Please, yang mau antre jangan berharap dulu…kwkwk.
Semoga postingan sepanjang ini ada manfaatnya selain curhatan semata. Tetap semangat menjadi orang tua yang baik untuk anak-anak kita.
Salam hangat,
Thursday, July 20, 2023
Mempersiapkan Anak Masuk Pesantren
![]() |
Photo by Madrosah Sunnah on Unsplash |
Postingan kali ini masih berhubungan dengan postingan sebelumnya yang membahas tentang pendidikan di pesantren. Saya yakin, setiap orang tua ingin memberikan yang terbaik untuk buah hatinya. Termasuk juga soal pendidikan. Saya tidak sedang ingin berdebat mengenai mana yang lebih antara sekolah di pesantren atau tidak, ya. Saya hanya mau membahas persiapan, juga sisi positif dari pendidikan di pesantren.
Ditinggal anak ke pesantren itu nggak enak. Kangen sudah pasti, tapi ternyata setelah menghabiskan beberapa hari, melihat kegiatan positif di pesantren yang nggak semua bisa didapat di rumah, ada perasaan lega dan terharu juga.
Waktu masih di rumah, nggak banyak yang disiapkan oleh si Kakak sebelum dia berangkat. Bahasa Arabnya masih standar anak SD, hafalannya nggak dikebut juga, malah cenderung santai karena dia sedang libur sekolah.
Namun, hari-hari sebelumnya saya banyak bercerita tentang kegiatan dan kondisi yang akan dia jalani selama di pesantren. Saya juga membelikan beberapa buku komik tentang kehidupan di pesantren, salah duanya berjudul Pesantren Kereeen! Yang ditulis oleh Mbak Dian K dan Tethy Ezokanzo. Dua penulis favorit saya dan anak-anak, nih.
Dari sini, anak-anak jadi ada bayangan bagaimana kehidupan di pesantren nantinya. Mereka mesti belajar sabar untuk antre kamar mandi, antre ketika mau makan, nggak malas-malasan apalagi buang waktu karena bakal dapat antrean yang lebih banyak dan ujungnya jadi telat ketika mau ke masjid, belajar berbagi dengan banyak teman, mengendalikan diri dan bertanggung jawab dengan dirinya setelah jauh dari orang tua. Kalau dipikir, banyak banget sih pelajaran berharganya dibanding dia ada di rumah terus dan nempel sama emaknya…kwkwk.
Hanya saja, memang ada banyak hal yang mesti dikorbankan juga, ya. Salah satunya rela nggak baca komik pendidikan dulu, nggak bisa banyak bawa buku bacaan termasuk novel Tere Liye dan Ahmad Fuadi yang jadi favoritnya. Ini paling berasa, sih. Karena selama di rumah, anak-anak sukaa banget baca buku. Ketika bukunya terbatas, otomatis saya harus putar otak dan berusaha mencari gantinya.
Sebelum ke pesantren, si Kakak sempat membawa salah satu buku saya yang berisi kumpulan kisah pilihan dalam Alquran yang super tebal…haha. Karena, dia lebih suka membaca buku-buku yang isinya cerita dibanding nonfiksi.
Karena kesulitan mencari buku yang sesuai juga dengan aturan di pesantren dan sesuai dengan usianya, akhirnya beberapa hari lalu saya coba keliling ke toko buku di Senen. Nggak banyak yang didapat, tapi ada beberapa yang bisa dibeli meski lebih cocok buat adeknya…haha.
Mandiri Itu Hal Pasti yang Mesti Dipelajari
Karena Kakak adalah anak pertama, saya merasa sangat kurang mengajarkan kemandirian untuk dia. Dia juga jarang main dengan anak-anak di luar rumah yang akhirnya membuat dia lebih nyaman jadi anak rumahan…kwkwk. Positifnya, pergaulannya terjaga, tapi jadi kurang mandiri dan lebih nyaman ditemani ketika harus pergi.
Kemandirian ini merupakan hal pasti yang mesti dimiliki oleh anak-anak. Saya berkaca pada diri sendiri yang sampai usia segini masih nggak mau pergi ke mana-mana sendirian…huhu. Dulunya dilarang ke mana-mana tanpa orang tua, gedenya jadi takut mau pergi bahkan meski itu sekadar healing sambil main ke toko buku. Ngga lucu, sih memang, tapi saya tumbuh jadi orang yang lebih nyaman di rumah. Untungnya sekarang bisa belanja online, ya…kwkwk *lega banget :D
Setelah masuk pesantren, ternyata kekhawatiran saya pada si Kakak nggak terbukti juga. Banyak hal yang berubah dengan tiba-tiba. Adaptasinya kayak terlalu kilat. Termasuk urusan makan di mana kalau di rumah, dia senang banget pilih-pilih makan. Ternyata, ketika masuk pesantren, dia bahkan tidak meminta dikirimin kremes ayam atau yang lainnya. Kaget juga dia mau belajar makan menu yang ada di sana.
Hal lain yang saya lihat, dia bisa lebih santai mengendalikan emosinya, termasuk ketika dia kehilangan barang. Mungkin memang benar, ya. Ketika anak kita lepas, dia jadi bisa hidup serba mandiri, tapi ketika kembali pada kita, dia balik lagi jadi anak-anak yang butuh dibantu semuanya.
Inilah yang memang diinginkan oleh si Kakak ketika masuk pesantren. Supaya bisa jadi anak mandiri. Nggak melulu Buuun, Buuun aja…kwkwk. Kayaknya nangkep kecoa juga jadi jago di sana…haha.
Mempersiapkan Anak Masuk Pesantren
Apa saja yang harus kita siapkan supaya anak-anak siap masuk pesantren?
Hal pertama yang mesti ditanyakan adalah, kenapa anak mau ke pesantren? Apakah karena paksaan orang tua atau kemauan sendiri? Kebanyakan anak yang dipaksa memang nggak akan betah, tapi nggak semua begitu juga. Contohnya saya.
Dulu, saya mau masuk ke MAN, tapi orang tua nggak mengizinkan dan meminta saya masuk pesantren. Agak terpaksa, tapi malah betah. Sesekali bosan ya wajarlah, ya. Nakal sedikit, it’s okay asal jangan banyak-banyak…haha.
Jika anak terpaksa ke pesantren karena kita yang minta, maka cobalah berikan lebih banyak alasan kenapa masuk pesantren itu worth it buat mereka. Saya pun sering berdiskusi soal ini. Si Kakak bukannya sangat suka ke pesantren, tapi dia juga nggak sekeras apa buat nolak. Pelan-pelan, banyak teman sekelasnya yang katanya mau ke pesantren juga. Hal ini yang membuat dia makin mantap dan yakin. Apalagi ada teman sekelas, meski akhirnya nggak bisa satu kelas dan satu asrama, tapi setidaknya dia nggak terlalu asing di sana karena ada orang yang sudah dikenalnya dengan baik.
Bagaimana dengan materi pelajarannya? Sungguh akan sangat berbeda meski si Kakak masuk SDIT sekalipun. Namun, saya percaya mereka bisa beradaptasi pelan-pelan. Sebagai permulaan, wali kelas si Kakak menyampaikan akan mengisi dua bulan pertama full dengan materi Bahasa Arab. Karena bahasa yang aktif dipakai di sana memang Bahasa Arab. Mungkin butuh kesabaran lebih, tapi insya Allah anak-anak bisa mengikuti.
Jauh-jauh hari, jangan ragu untuk berdiskusi tentang pesantren dan apa saja yang akan dijalani oleh mereka di sana nanti. Entah itu rutinitasnya yang akan jauh berbeda dengan di rumah, teman-teman baru, akan tinggal jauh dari orang tua dan bakalan jarang ketemu, dan sebagainya.
Karena pernah mengenyam pendidikan di pesantren, saya jadi sering bercerita tentang banyak hal pada anak-anak. Entah itu kejadian lucu atau yang nggak mau saya ulangi di masa sekarang..kwkwk. Anak-anak juga harus mengerti bahwa kehidupan di sana akan sangat berbeda dengan di rumah, tapi jika mau mengambil sisi positifnya, menyibukkan diri dengan kegiatan yang bermanfaat, insya Allah waktu akan lebih cepat berlalu. Bahkan sejauh pengalaman saya, kalau sudah betah jadi malas mau pulang.
Jangan lupa membiasakan hal-hal baik selama di rumah, termasuk salat yang tidak bolong-bolong, membiasakan murajaah dan hafalan, tidur tidak larut, dan jangan banyak-banyak main gadget. Meski sebenarnya ini juga tetap harus dilakukan walaupun anak nggak akan masuk pesantren, ya.
Selebihnya, banyak-banyaklah berdoa untuk anak-anak kita supaya dimudahkan semua kesulitannya. Karena saya yakin, mereka juga sedang berjuang untuk bertahan di sana, dibetah-betahin supaya tidak banyak mengeluh pada orang tua, dikuat-kuatin supaya bisa bertahan sampai selesai minimal 3 tahun pertama.
Tidak bertemu selama hampir 2 minggu, rasanya masih kangen. Apalagi si Kakak memang sudah sering membantu banyak hal di rumah. Ketika dia masuk pesantren, pasti ada hal yang kurang aja.
Namun, dia sudah berusaha di sana, jangan sampai saya membuat dia jadi ragu. Dia harus tahu semua akan baik-baik saja, insya Allah. Tak ada yang perlu dikhawatirkan berlebihan.
Salam hangat,
Saturday, July 15, 2023
Alasan dan Pertimbangan Orang Tua Menyekolahkan Anak ke Pesantren
![]() |
Photo by sam sul on Unsplash |
Nggak ada yang benar-benar mengerti rasanya, kecuali kita yang mengalami semuanya sendiri.
Gimana rasanya ketika anak kita masuk pesantren? Sedikit sharing dari saya sebagai orang tua yang baru ditinggal anak sulung belajar ke pesantren. Sebuah curhatan yang sudah terlalu lelah dipendam sendiri. Sudah capek hari-hari nangis diam-diam di pojokan karena kangen banget sama anak. Apalagi mengingat waktu sebulan sama dengan tiga puluh hari itu nggak sebentar, rasanya pengin dipercepat supaya bisa lekas bertemu.
Dulu, kami sebagai orang tua memang menyarankan si Kakak masuk pesantren setelah lulus SD. Setelah dia masuk kelas 6 dan banyak temannya yang masuk pesantren, pelan-pelan dia juga mau belajar mandiri. Jadi, nggak ada yang memaksa dia mau melanjutkan ke mana. Keputusan diambil bersama dan sesuai dengan keinginannya.
Hampir seminggu dia masuk pesantren, antara masih nggak percaya sama selalu kepikiran gimana dia di sana? Apakah dia makan dengan baik atau malah malas-malasan makan ketika lauknya nggak sesuai selera? Apakah dia tidur dengan cukup? Apakah dia happy di sana bersama teman-teman barunya?
Orang tua selalu serba nggak tegaan, terutama saya sebagai seorang ibu. Padahal di rumah, dia juga tidak dimanja seperti anak sultan. Hanya ketika berpisah, pikiran emaknya jadi serba khawatir. Takut begini dan begitu. Dekat sering rame dan ribut, jauh jadi kangen…Huaaa.
Paling berasa rumah jadi sepi. Si Kakak yang biasa rame sama adeknya, tiba-tiba jadi sunyi. Nggak ada lagi keributan kecil. Lihat tempat tidur dan baju-bajunya jadi bikin kangen. Saya jadi kehilangan asisten yang dengan senang hati selalu bantu nge-print soal-soal adeknya, bantu bikin label nama untuk mapel si adek, bantuin saya ngedit video untuk konten di sosmed, sampai kemarin saya sempat kebingungan karena lupa apa yang diajarkan si Kakak...huhu. Bahkan sambil ngetik cerita ini saja malah jadi mewek sendiri.
Si Kakak, anak sulung yang paling tahu salah dan kurangnya kami sebagai orang tua baru. Dia yang sering mengalah hanya karena sudah jadi Kakak, dia yang tidak banyak minta dan menuntut, tapi diam-diam pengin bahagiain orang tuanya. Dia yang stay cool, kayak orang cuek, tapi sebenarnya baik, hanya saja sedikit kaku. Dia yang nggak punya banyak syarat dan lebih banyak mengiyakan ketika mau masuk pesantren. Tetap kalem sampai detik-detik kepergian kami dari sana.
Kadang, hal kayak gini yang bikin orang tua jadi nelangsa mau meninggalkan anak di pesantren. Malam sebelum keberangkatannya, dia sempat nggak bisa tidur. Terjaga sampai jam 10an malam. Padahal, jam 9 aja biasanya dia sudah tidur selepas membaca buku.
Malam itu berbeda. Katanya nggak ngantuk, tapi juga nggak kepikiran. Katanya, “Kakak, kan hebat.”
Baiklah, saya percaya dia baik-baik saja, meski ini nggak wajar. Mungkin, dia memikirkan banyak hal, tapi bingung menjelaskan apa yang dia rasakan. Gapapa, semua orang pasti pernah ada dalam kondisi nggak baik-baik saja dalam hidupnya. Bukan hanya dia yang akan belajar beradaptasi, saya juga.
Beberapa hari sebelum dia berangkat, saya sempat nggak tahan dan akhirnya nangis sambil meluk dia. Saya tahu ini nggak baik, tapi saya nggak bisa nahan…huhu. Bahkan meski dia buang muka, pura-pura cuek, saya tetap nggak bisa berhenti nangis…hiks. Cengeng banget emaknya :D
Waktu hari keberangkatan, dia cool amat. Setiap ditanya perasaannya, dia jawab dengan cuek, biasa aja. Harusnya saya happy dong dia begitu. Harusnya, ya. Hanya saja, saya nggak bisa sekuat itu melepas dia secepat ini.
Hampir seharian kami mendampingi Kakak di pesantren, nggak ada yang dia minta. Bahkan ketika ditanya, andai minggu depan boleh jenguk, apa kamu mau Bunda dan Ayah datang? Jawabnya, terserah saja.
Dan ternyata, dianjurkan sebulan setelah diantar baru boleh dijenguk. Bersyukur anaknya nggak berharap banyak dan minta sering ditengok. Bukan kami nggak sayang dan membiarkan dia sendiri di sana, tapi sejauh pengalaman saya dan ayahnya yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren, memang cara ini bisa membuat anak jadi lebih mudah beradaptasi.
Bayangkan ketika dia sudah belajar beradaptasi dan pelan-pelan melupakan rumahnya, tiba-tiba kita samperin, bikin dia kangen rumah lagi, pengin tidur di kamarnya lagi, dan sebagainya. Apa nggak lebih kasihan?
Sebenarnya kangen, sampai sering nangis malam-malam, tapi saya tahu kami berdua juga sedang belajar beradaptasi, jadi mesti dikuatin. Jangan sampai bikin anak lebih sedih. Asal kondisi dia baik, dia happy, dia aman, nggak ada laporan macam-macam, insya Allah saya bisa tahan sampai sebulan ke depan.
Ada momen paling nyesek, sih waktu antar dia ke pesantren. Yup, ketika saya sudah mau pulang ke rumah. Saya sedih bukan karena dia ikut nangis dan merengek atau apa pun. Dia tenang, benar-benar setenang itu ketika kami berpamitan. Ketika saya sudah masuk mobil dan wajahnya mulai terlihat lebih jauh sambil melambaikan tangan, di situ saya sudah nggak berani noleh lagi. Kemudian suami ingatkan, "Dia santai, kok. Gapapa."
Iya, insya Allah gapapa. Ini hanya sementara waktu.
Alasan Menyekolahkan Anak ke Pesantren
Masuk pesantren atau tidak, sebenarnya bukan tentang pendidikan mana yang lebih baik atau tidak. Belajar agama itu kewajiban, tapi nggak melulu bisa ditempuh hanya di pesantren. Saya juga bukan orang tua yang mengharuskan anak ke pesantren hanya karena kami pernah di pesantren. Saya lebih senang keputusan mau belajar di pesantren benar-benar datang dari keinginan dan kesadaran anak sendiri.
Seperti halnya si Kakak, dia sadar betul, tinggal di rumah dan selalu bersama orang tua membuat dia jadi kurang mandiri. Meski setahun terakhir dia belajar banyak hal soal kemandirian dan pekerjaan rumah, tapi dia tahu itu nggak cukup.
Dia tahu, belajar di pesantren berarti berpisah sementara waktu dari orang tua, nggak lagi tidur di kamarnya yang nyaman, harus lebih sabar ketika tinggal bersama banyak santri dengan rutinitas yang sama, nggak bisa banyak me time di rumah sambil baca setumpuk buku-buku komik pendidikannya. Dia tahu itu, tapi dia mau mencoba dan saya bangga, masya Allah.
Alasan ke sekian kenapa kami mau menyekolahkan anak ke pesantren, bukan untuk melepaskan tanggung jawab seperti dikatakan oleh sebagian orang tua, biar nggak ruwet di rumah, biar orang tua nggak repot mendidik anak remajanya. Insya Allah, sampai detik ini kami nggak pernah kepikiran hal itu. Mereka tetap amanah yang Allah berikan kepada kami. Sampai kapan pun, anak-anak adalah tanggung jawab kami.
Sama halnya ketika anak-anak masuk SD, kami nggak melepaskan tanggung jawab mendidik sepenuhnya kepada guru-guru mereka. Saya masih membantu anak-anak belajar mengaji di rumah, mendampingi belajar, membantu murajaah, dll. Saya sadar betul, memang sudah jadi kewajiban kami mendidik mereka, meski saya juga sadar, nggak ada orang tua yang sempurna. Pasti dari sisi kami juga banyak salah dan kurangnya.
Anak-anak butuh belajar ilmu agama lebih dalam. Di mana itu belum mereka dapatkan di rumah. Bukan hanya belajar mengaji, belajar bersosialisasi dengan banyak orang juga perlu. Ketika dia di pesantren, dia akan mendapatkan banyak pengalaman berharga.
Saya sering katakan, jalani saja dulu dan nikmati. Ini mungkin akan jadi pengalaman berharga. Sibukkan diri dengan kegiatan positif. Jangan ragu ikut banyak kegiatan yang kamu suka supaya tidak melulu ingat rumah. Saya yakin, semua itu akan jadi pengalaman berharga yang akan selalu diingat.
Anak Adalah Titipan
“Ya, Allah… Anak ini adalah milik-Mu. Dia Hanya diditipkan kepada kami. Dia punya-Mu. Maka tolong, jaga dia ketika kami nggak bisa melihat dan menjaganya secara langsung.”
Ketika mau masuk pesantren, pasti ada rasa khawatir terlebih melihat banyak kisah pilu tentang bullying di beberapa pesantren lainnya. Saya juga nggak bisa pura-pura tidak tahu, sebab saya juga mengikuti beritanya. Apalagi di zaman sekarang, anak SD saja bisa parah banget kalau nge-bully temannya. Naudzubillah.
Saya juga mengkhawatirkan hal yang sama, terutama ketika anak jauh dari pengawasan kami. Hanya saja, mau di mana pun, anak-anak kita nggak akan punya lingkungan yang steril. Teman-temannya dilahirkan dan dibesarkan dari lingkungan berbeda. Hal-hal yang kurang dari pergaulan mereka adalah hal wajar, tapi harapannya, di pesantren bisa lebih aman dan disaring dibandingkan di luar, meski nggak ada jaminan soal itu.
Saya berharap, kebiasaan kami di rumah untuk saling cerita mengenai banyak hal bisa membuat anak lebih terbuka ketika ada sesuatu. Kalaupun nggak betah, dia bisa bilang. Kalaupun ada hal-hal yang begitu berat, semisal tentang pelajaran agama, dia bisa cerita dan kami bisa cari solusinya sama-sama.
Nggak sedikit anak yang kabur dari pesantren karena nggak kuat dengan tekanan dari gurunya yang menuntut terlalu tinggi. Setiap anak ini berbeda kemampuannya. Seperti Kakak, dia nggak terbiasa belajar bahasa Arab yang terlalu sulit. Di sekolah dulu, dia hanya belajar materi sederhana. Waktu dia lihat buku mata pelajarannya di pesantren, dia kaget. Kok gini? Hehe. Gapapa, Bunda sama Ayah juga kaget…kwkwk.
Saya berpesan, kalau nggak mengerti, kamu bisa tanya musrifmu. Kamu bisa belajar dari awal dan saya yakin, nggak semua anak siap juga, kok dengan materi-materi baru seperti itu. Jadi, gapapa :)
Saya merasa, masa di pesantren dulu bukan masa yang melulu indah. Saya sering kebagian piket di tempat sampah *apakah karena saya terlalu rajin? Kwkwk. Ketika musim hujan, pijakan kaki empuk, hangat, dan banyak belatung. Dulu saya happy, lho ngejalaninnya, sedangkan sekarang saya bisa menertawakan semuanya :D
Saya juga punya mimpi jadi penulis ketika ada di pesantren. Qadarallah, banyak kegiatan yang membuat saya makin termotivasi, termasuk ketika bisa berjumpa dengan penulis senior dari Malang, sampai akhirnya saya bisa berjumpa dengan Asma Nadia yang bukunya sering saya baca waktu di pesantren, bisa berkolaborasi dengan Bunda Helvy Tiana Rosa untuk membuat buku anak. Saya tahu, semua ini tidak datang tiba-tiba. Ada doa-doa dari orang tua dan guru-guru saya. Saya tidak berhasil sendirian.
Saya pun berharap, Kakak bisa menikmati waktunya di sana dengan baik dan sebanyak-banyaknya mencari pengalaman berharga untuk bekal hidup, baik di dunia dan akhiratnya. Insya Allah.
Semoga sedikit curhatan ini bisa jadi hiburan juga, ya buat orang tua yang sudah dengan ikhlas melepas anak-anaknya masuk pesantren. Insya Allah, kita bisalah, ya menunggu waktu jenguk sampai bulan depan…kwkwk. *nyari teman :D
Salam hangat,
Monday, June 26, 2023
Beratnya Perjuangan Orang Tua Hari Ini
![]() |
Photo by Daiga Ellaby on Unsplash |
Adakah yang merasakan hal sama? Merasa berat ketika mendidik dan menjaga anak-anak di zaman sekarang. Terlalu banyak rintangannya yang mesti dihadapi. Tantangan yang tidak mudah. Bahkan untuk selesai dengan diri sendiri pun belum sepenuhnya beres.
Waktu ada acara di kelas si bungsu kemarin, saya sempat ngobrol dengan teman sesama wali murid. Ngobrolin tentang anak-anak kami yang baru selesai di kelas 6 tahun ini. Betapa tidak mudah mendidik dan menjaga mereka di zaman digital seperti sekarang. Di mana kebanyakan teman-teman mereka sudah ada yang pacaran, punya gadget sendiri, sampai nggak punya motivasi buat belajar saking nyandunya sama gadget.
Saya pribadi juga merasakan hal yang sama. Hanya saja, tinggal sendiri tanpa orang tua membuat semua jauh lebih mudah. Kenapa? Karena kebanyakan teman saya merasa kesulitan untuk konsisten pada anak-anak disebabkan perbedaan prinsip mendidik antara dirinya dengan orang tua yang sudah menjadi eyang. Siapa pun tahu, eyang itu sayang banget sama cucunya apalagi cucu pertama. Kalau perlu, semua permintaannya bakalan dituruti. Ujung-ujungnya, eyangnya dijadikan tempat pelarian ketika dia melakukan kesalahan.
Kita sebagai seorang anak juga bakal kesulitan jika mesti berdebat dengan orang tua apalagi jika mereka tidak mau memahami pilihan kita.
Saya pernah mengalaminya ketika mudik, di mana anak saya waktu itu memainkan nasi, yang dianggap suami tidak mesti dilakukan meski oleh anak kecil. Akhirnya, suami menegurnya, tapi kemudian dibelain sama eyangnya. Suami berusaha tetap pada pendirian dan berusaha menjelaskannya dengan baik pada orang tua. Usia kecil bukan alasan untuk membolehkannya melakukan apa pun, apalagi jika itu tidak baik. Jangan mentang-mentang masih anak-anak, semua jadi dimaklumi. Justru karena masih anak-anak, kita mesti mengajari hal yang benar padanya supaya suatu hari nanti tidak melakukan hal yang keliru.
Tantangan Luar Biasa di Zaman Digital
Pernah nggak sih mendengar ada anak kecil yang kecolongan nonton video tidak pantas, entah nggak sengaja dari gadget orang tuanya, nonton bareng teman, dan sebagainya?
Cerita seperti ini tidak hanya saya dengar dari jauh, tapi dialami oleh teman-teman anak saya. Jujur saya kaget, tapi melihat banyak anak di zaman sekarang pegang gadget sejak kecil tanpa pengawasan, rasanya ya wajar jika sampai kecolongan.
Mungkin, orang tua di luar sana tidak pernah berpikir bahayanya gadget yang diberikan pada anak-anak yang mestinya belum punya dan belum siap secara mental. Apalagi jika tanpa pengawasan, mereka bisa pengin tahu apa saja dan membuka banyak video tanpa batasan.
Sebelum anak punya gadget, hal yang lebih penting adalah mengedukasi mereka tentang bahaya di dunia maya. Bertahun-tahun lalu, sebelum pegang gadget semudah hari ini, saya pernah membuat buku edukasi untuk anak saya sendiri. Saking gabutnya, ya..hihi. Saya berusaha mengajari anak-anak sesuai usia mereka tentang pornografi, negatifnya terlalu banyak main games, serta bahayanya mengenal orang asing di dunia maya.
Anak-anak mulai memahami bahwa di dunia maya itu isinya bukan hanya senang-senang dan bikin happy. Ada orang yang pengin jahat sama kita, salah satunya dengan membuat video-video porno yang bikin otak kita jadi rusak dan candu.
Jadi, ketika anak-anak tanpa sengaja mendengar atau melihat hal-hal yang tidak pantas, mereka mestinya menutup gadget, menjauh, bukan malah penasaran. Kenapa? Karena mereka sudah paham itu apa dan seperti apa bahayanya.
Nah, saya pikir, inilah yang jarang orang tua sampaikan pada anak-anak sebelum memberikan gadget. Bahkan sebagian besar orang tua mulai tidak bisa mengendalikan dan mengontrol isi gadget anaknya. Anak-anak malah lebih galak dari orang tuanya sendiri. Saya pikir itu jauh bikin orang tua lebih capek dibandingkan kita jagain mereka di usia emasnya kemarin.
Seperti pernah saya dengar dari salah satu ustadz, jika kita nggak mau investasikan waktu dan tenaga untuk fokus menjaga anak-anak di usia kecilnya, jangan mengeluh jika nanti kita bakalan lebih capek untuk mengatasi mereka di usia remajanya.
Jadi Orang Tua Itu Tidak Mudah
Setelah menjadi orang tua, saya akui, jadi kita itu capek. Saya sering minta maaf, terutama pada si sulung. Dia anak pertama kami, merasakan naik turunnya kami sebagai orang tua, terutama saya yang waktu itu belum sembuh dari trauma pengasuhan di masa kecil.
Jadi orang tua itu capek, susah, nggak mudah, apalagi kalau kita nggak tahu ilmunya. Kadang, sudah belajar parenting sampai kulit-kulitnya, praktiknya tetap susah :(
Ditambah di zaman sekarang yang mesti kerja keras dengan menjaga lingkungan yang nggak bisa kita atur dan hindari. Mau sekolah di tempat mana pun, teman-teman yang kurang sesuai harapan kita tetap akan ada. Jangan kaget, jika kadang anak-anak suka ikutan ngomong atau melakukan hal-hal yang tidak seharusnya. Ternyata kebanyakan dari mereka hanya ikut-ikutan tanpa mengerti maksudnya.
Orang tua bisa berpesan pada anak-anak supaya selalu bercerita, mesti nanya dulu sebelum ikut-ikutan. Pada akhirnya, komunikasi kita dengan anak jadi hal yang sangat penting, kan?
Banyak hal yang saya tahu dari cerita anak-anak. Makanya, sebisa mungkin kita bikin anak-anak nyaman bercerita pada kita. Jangan suka menceritakan hal-hal yang tidak mereka mau ke orang lain. Orang tua mesti menjaga kepercayaan. Saya sering menyimpan rahasia si kakak dari adiknya. Iya, bahkan meski mereka bersaudara, mereka tetap punya rahasia yang masing-masing pengin kita jaga.
Kunci komunikasi bagus dengan anak salah satunya mesti dekat dengan mereka. Mana ada anak yang mau cerita jika mereka merasa nggak dekat. Bahkan kadang ada yang lebih percaya pada orang lain. Nah, ini mesti dikoreksi sendiri oleh kita sebagai orang tua. Kira-kira apa yang bikin anak jadi seperti itu? Apa yang bikin anak enggan cerita sama kita? Apa yang bikin mereka memilih orang lain dibanding kita sebagai orang tuanya?
Masih banyak cerita dari pengalaman saya sebagai orang tua yang masih seumur jagung. Terutama ketika anak mulai beranjak remaja, jujur deg-degan…kwkwk. Namun, saya berusaha untuk tidak berhenti belajar menjadi orang tua yang baik. Semoga anak-anak kita selalu dalam lindungan Allah, ya.
Salam hangat,