Tuesday, May 28, 2024

Diet Bebas Gula, Mulainya Dari Mana?

Diet Bebas Gula, Mulainya Dari Mana?
Photo by Joanna Kosinska on Unsplash


Akhir-akhir ini, angka penderita diabetes makin mengerikan. Tak hanya orang dewasa, anak-anak usia sekolah pun banyak yang terkena diabetes serta gagal ginjal akibat kurangnya konsumsi air putih dan seringnya mengonsumsi jajanan kemasan. Kalau dipikir, zaman kita kecil, makanan kemasan juga sudah banyak dan sering dikonsumsi. Namun, sepertinya tidak sebanyak sekarang jumlah dan jenisnya. 


Sebenarnya, tubuh kita juga butuh gula, tapi dalam jumlah tertentu. Masalahnya, pola hidup kita yang sekarang sudah cenderung berlebihan mengonsumsi gula, baik gula yang terkandung dalam snack ataupun gula tersembunyi yang ada dalam nasi putih makin meningkatkan risiko penyakit berbahaya di kemudian hari.


Konsumsi gula berlebihan bukan hanya menyebabkan diabetes, tapi juga membuat tubuh kita mudah gemuk atau jauh dari berat badan ideal. Terlebih kita itu dikenal malas sekali bergerak dan berolahraga. Kebayang nggak sih bakalan jadi apa makanan yang kita konsumsi sehari-hari dengan kondisi tubuh jarang bergerak seperti ini? Yes, akan jadi lemak!


Sedikit cerita, saya sudah menjalankan beberapa metode diet sehat dan salah satu yang bikin nyaman ya kembali ke makanan alami serta membatasi jam makan. Saya bukan tipe orang yang suka menghitung kalori karena buat saya itu ribet apalagi saya nggak suka melihat angka…kwkwk. Saya lebih senang mengurangi gula, tepung, nasi putih, minyak, dan makanan kemasan dibanding harus menghitung kalori makanan dalam sehari.


Selain itu, membuat jendela makan seperti yang kita pakai saat intermitten fasting itu berguna banget lho mencegah kita ngemil sembarangan di semua waktu. Saya yang dulunya punya magh lumayan berat, saat ini aman-aman saja ketika tidak sarapan di pagi hari dan hanya konsumsi air putih. Tubuh kita, terutama pencernaan butuh banget istirahat. Kebiasaan di Indonesia yang mesti sarapan berat di pagi hari nggak mesti diikuti apalagi di usia kita yang sudah masuk 30an tahun ke atas. Gapapa kok sarapan buah atau sekadar minum air putih atau bisa juga air kelapa murni. Sinyal lapar di pagi hari tidak selalu menunjukkan bahwa kita lapar. Bisa saja itu sinyal haus yang salah kita terjemahkan. Gampangnya begitu.


Kurangi Konsumsi Makanan Kemasan

Saya sering mengikuti postingan seorang dokter di sosial media yang sharing tentang menu makanan sehat untuk mereka serta anaknya yang masih balita. Beliau ini benar-benar menghindari makanan kemasan serta makanan yang diproses berlebihan atau UPF. Anaknya santai banget ngunyah mentimun dengan saus hati ayam homemade, makan ubi rebus, dan sejenisnya. Mereka nggak pernah konsumsi makanan kemasan walaupun orang akan bilang, kasihan banget anaknya nggak pernah dikasih snack, kasihan banget bla bla bla…Untungnya beliau ini dokter, ya. Coba dulu saya waktu si sulung masih balita dan saya batasi konsumsi gula serta garam, diprotes sekomplek, lho….haha. Mental kalau nggak kuat bisa ambyar…kwkwk.


Itulah sulitnya kita menerapkan pola hidup sehat karena masih sering dianggap aneh. Padahal lebih kasihan lho anak yang harus cuci darah seminggu beberapa kali hanya karena dia malas minum air putih dan lebih sering konsumsi jajan kemasan sama minuman kemasan yang dijual di warung-warung. Dia sampai berhenti sekolah dan kasusnya banyak!


Waktu saya ke dokter untuk memeriksakan si bungsu, dokter berpesan jangan konsumsi makanan kemasan apa pun walaupun itu susu atau yogurt! Waktu itu putra saya kambuh Otitis Media-nya. Selama beberapa tahun sejak usia 6 bulanan dia terkena Otitis Media Akut di mana setiap flu telinganya akan keluar cairan. Jadi, dulu saya sampai capek ya bolak balik ke dokter THT buat bersihin telinga yang terjadinya hampir tiap seminggu sekali. Sampai-sampai dokter mau ambil tindakan karena kondisinya nggak membaik. Qadarullah akhirnya berhenti di usia beberapa tahun berikutnya.


Kemarin sempat kaget juga kenapa anak ini tiba-tiba sakit banget telinganya padahal flu dan batuknya juga nggak parah. Ya penyebabnya memang dari common cold, tapi aneh saja kenapa sampai segitunya? Apalagi tiap sakit kondisinya lumayan parah, muntah-muntah, batuknya berat, dan demamnya juga tinggi.


Mau nggak mau setelah mendengar saran dari dokter akhirnya kami coba untuk stop semua makanan kemasan kecuali sesekali. Oiya, sampai saat ini saya masih memberikan susu UHT plain yang kalau di kemasannya disebut nggak ada pengawet dan hanya dibuat dengan susu sapi murni.


Jadi, setelah membatasi makanan kemasan, sekarang makannya apa? Nah, ini yang sering kita cemaskan, ya. Karena selama ini kita memang tidak terbiasa makan makanan sehat, makanya jadi pusing…kwkwk.


Saya coba sharing beberapa hal yang benar-benar kami hindari saat ini. Mulai dari mi instan, cokelat, jajan chiki bermecin berpenyedap, dan semua jenis makanan kemasan lainnya, tapi memang yang paling terasa parah efeknya di anak saya adalah cokelat sama mi instan. Padahal dia nggak ada alergi karena kami sudah pernah cek alergi lengkap. Namun, beberapa kali konsumsi dua jenis makanan itu terlihat sekali kalau batuk parah bahkan mi instan ini efeknya lumayan instan juga…hahaha. 


Anak-anak jarang banget makan mi instan, bahkan putra saya yang di pesantren pun saya batasi meski sudah besar. Kita hanya makan sesekali, misal sebulan sekali buat happy aja, tapi habis makan sudah langsung batuknya rame banget…haha. Saya nggak bisa tiba-tiba melarang si bungsu karena dia juga sudah tahu rasanya mi instan seenak apa…kwkwk. Namun, setelah beberapa kali dia makan dan merasakan sendiri efeknya selalu cepat dan sama, akhirnya dia mau untuk berhenti. Kalau pengin mi, minimal emaknya yang masakin pakai mi telur. Kalau seperti ini, masih aman, insya Allah.


Ke sekolah bawa apa dong? Sampai sejauh ini menunya masih sama dan sederhana…haha. Nggak bisa mikir mau bikinin apa buat dia ke sekolah. Akhirnya hari-hari hanya bawa susu plain, kentang goreng, dan bolu pisang yang saya buat tanpa gula dan tepung. Kami juga konsumsi jus tanpa gula. Kita ganti dengan sedikit madu untuk pemanisnya. 


Karena sudah terbiasa, sekarang dia jadi kurang suka makan snack kemasan. Jadi hilang selera saja kecuali sesekali ya okelah masih pengin. Namun, sudah jauh banget bisa dikontrol.


Jangan Malas Olahraga

Saya pernah bilang ke suami, kita memang punya anak dan sudah tugas mereka menjaga kita ketika sudah tua nanti. Tapii, saya nggak mau jadi orang tua yang merepotkan karena mereka akan punya kehidupan sendiri dan jangan sampai orang tuanya membebani. Jadi, sebisa mungkin kita jaga kesehatan dari sekarang supaya nanti nggak merepotkan anak-anak. Kalau sudah berusaha ternyata tetap sakit, ya itu sudah qadarullah. Namun, penelitian menunjukkan bahwa orang tua yang punya tabungan otot alias suka bergerak dan banyak olahraga punya risiko sakit yang lebih kecil dibanding mereka yang jarang bergerak. 


Kebanyakan orang tua yang jatuh akan sulit berjalan kembali entah karena patah atau kena saraf terjepit, dan sejenisnya. Dokter bilang, mereka yang punya tabungan otot alias suka bergerak akan memiliki risiko patah lebih sedikit dan kemungkinan besar bisa sehat kembali atau bisa berjalan ketika dia rajin olarhaga sejak lama.


Jadi, olahraga itu penting banget, pliss. Kasus ibu saya juga jadi pelajaran berharga banget bahwa kurang bergerak bisa menyebabkan kelumpuhan. Ibu saya lumpuh bukan karena struknya, tapi karena beliau sama sekali tidak mau bergerak. 


Jadi, setiap diajak berjemur, beliau marah dan katanya silau. Setiap diajak belajar jalan beliau bilang capek padahal baru beberapa langkah. Dokter bahkan tidak mengizinkan beliau dipapah karena beliau sebenarnya bisa berjalan. Hanya saja karena kondisinya terkena demensia alzeimer membuat pikirannya tidak seperti beliau yang normal dulu. Beberapa kali beliau ketahuan jalan kaki ke kamar mandi sendiri tanpa sepengetahuan orang rumah, tapi waktu ada kami, beliau seperti orang tidak bisa jalan. Beliau juga pernah hilang dan ternyata sudah ada di rumah kakak saya di sebelah rumah. Beliau bisa jalan dengan normal setelah kena struk ringan, tapi karena demensianya, beliau tidak punya keinginan untuk sembuh lagi.


Saya ingat betul, dulu setelah saya kembali ke Jakarta, setiap pagi saya akan video call supaya Ibu mau diajak jalan di teras dan berjemur. Namun, ternyata itu nggak cukup buat bikin Ibu semangat dan akhirnya sekarang kondisinya benar-benar sudah lumpuh. Kakinya agak bengkok, begitu juga dengan kedua tangannya. Terapi pun sudah tidak berguna untuk saat ini. Beliau hanya mau tidur sepanjang hari. Seperti orang yang nggak mau mendengar dan nggak mau tahu apa pun. Seolah pengin nutup mata atas semua hal. 


Dan, semakin tua kita, semakin memendek otot-otot kita. Meski hanya olahraga ringan, ayo tetap olahraga. Menua itu hal yang pasti begitu juga dengan kematian. Tapi, menikmati masa itu dengan cara seperti apa, kita sendiri yang menentukan.


Diet Bebas Gula, Mulainya dari Mana?

Tadi saya jelaskan tentang anak saya yang mulai membatasi gula dan makanan kemasan. Lalu, bagaimana dengan orang tua seperti kita yang ternyata lebih susah diberi pengertian? Yang paginya bilang mau diet, tapi siangnya minum es teh segelas jumbo, dan malamnya makan mi instan, sini saya jewer…haha.


Lidah yang sudah terbiasa makan makanan manis akan terus meminta jenis makanan yang sama. Sama halnya seperti orang yang kecanduan main games, makin hari makin minta lebih. Dan buat usia kita yang sekarang, rasanya itu nggak bijak sama sekali.


Jadi, kita harus mulai diet bebas gula dari mana? Mulailah dengan intermitten fasting. Dengan membuat jendela makan, kita bisa membatasi camilan, lho. Mulailah sarapan jam 11 atau jam 12 siang hingga jam 6 malam. Antara jam 11 siang hingga jam 6 malam itu kita boleh makan apa pun dalam jumlah wajar, tapi kalau saya pribadi lebih suka makan berat di jam 11 dan kalau mau makan sedikit camilan sekalian saja setelah makan berat dan baru makan lagi di jam 6 sore. Lanjut lagi untuk hari berikutnya dengan cara yang sama.


Selain itu, kita bisa makan makanan yang alami seperti mengganti menu makan dengan sayuran rebus, telur rebus, tahu putih, buah, dan sejenisnya tanpa nasi dan snack kemasan atau minuman manis. Kalau mau tetap pakai karbohidrat, coba ganti nasi putih dengan nasi merah atau kentang kukus. Rasanya gimana? Ya hambarlah kalau nggak biasa…kwkwk. Padahal sebenarnya semua makanan itu punya rasa alaminya masing-masing. Kalau sudah terbiasa, semua akan enak saja, sih.


Jangan lupa untuk tetap minum air putih dan hindari minuman kemasan yang sangat mengerikan jumlah gulanya. Seperti sudah saya sebutkan, saya itu nggak suka ribet kalau diet…kwkwk. Beberapa hal ini saya terapkan sampai sekarang. 


Jadi gemuk itu nggak enak. Bukan berarti kita nggak boleh gemuk atau gemuk itu negatif, ya. Namun, dari segi kesehatan itu mengganggu banget buat saya pribadi. Saya bukan tipe orang yang makan apa saja tetap kurus. Sejauh ini, saya memang menjaga pola makan dan berat badan memang naik turun terus. Saya merasa, bernapas saja bisa menaikkan berat badan, kok…haha. Jadi, kalau saya sendiri nggak mau menjaga diri sendiri, bisa bahaya :(


Kalau teman-teman sudah terlanjur gemuk, jangan putus asa. Menurunkan berat badan itu nggak sesulit yang kita bayangkan asalkan konsisten. Nggak perlu hitung kalori sampai berlembar-lembar, asal konsisten…kwkwk. Benar, asal konsisten insya Allah berat badan berlebihan bisa turun terutama dengan diet bebas gula. Semoga mencerahkan sebagaimana krim pencerah wajah yang teman-teman pakai di rumah.


Salam hangat,