Wednesday, December 29, 2021
7 Cara Berpikir Positif dalam Keadaan Sulit, Bahagia Tidak Harus Bergantung Pada Orang Lain
Photo by Havilah Galaxy on Unsplash |
Bagaimana rasanya menjadi orang yang suka overthinking? Semua hal sepele dibikin rumit. Semua masalah kecil dibesar-besarkan. Berbicara kepada diri sendiri ke sana kemari, tanpa peduli apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Jadi overthinking itu nggak enak. Percaya, deh. Buat kamu yang merasa terkurung dalam situasi yang seperti ini, sulit berpikir positif, apa-apa bawaannya negative thinking terus, mending mulai sekarang diubah lagi cara berpikirnya. Nggak semua hal yang kamu takutkan bakalan terjadi, kok. Kadang, ada hal-hal yang meleset dari perkiraan kita. Jadi, kenapa mesti berburuk sangka pada semua hal yang belum terjadi? Nggak seharusnya kita menghabiskan waktu untuk memikirkan hal yang tidak perlu.
Waktu Ibu sakit dan terkena serangan stroke pertamanya hingga tidak sadarkan diri, rasanya nggak bisa berpikir selain merasa takut dan berkata pada diri sendiri, 'saya nggak pernah siap dengan keadaan seburuk ini. Saya nggak siap dengan semua hal yang serba mengejutkan, apalagi menyangkut kondisi buruk yang terjadi pada orang tua.'
Namun, makin ditangisi, makin buntu saja pikiran. Makin nggak bisa ngapa-ngapain sampai mual-mual. Akhirnya, saya memilih menerima semuanya dengan lebih lapang. Menerima keadaan buruk yang tidak pernah saya kehendaki, tapi Allah menginginkan semuanya terjadi.
Beberapa hari setelah tiba di Malang dan menemani Ibu di Rumah Sakit, suami sudah bilang bakalan balik ke Jakarta dalam waktu yang lebih cepat. Entah sehari atau dua hari kemudian. Kondisi Ibu waktu itu belum pulih. Ibu sudah sadar, tapi masih dirawat. Saya dan Kakak mesti bergantian menjaga karena nggak mungkin orang lain yang masuk ke ruang rawat inap. Aturan di ruang stroke cukup ketat sehingga tidak diizinkan terlalu sering ditunggu oleh orang yang berbeda.
Dan lagi, rasanya belum siap pulang kalau Ibu belum kembali ke rumah dalam kondisi yang stabil. Sempat bilang sama suami, saya nggak bisa mikir untuk saat ini. Maunya makan es krim dan menjalani semuanya dengan baik di waktu-waktu yang serba terbatas. Dijalani saja dulu, nggak mau berpikir begini dan begitu karena kenyataannya saya nggak cukup pintar buat mencari solusi.
Saya pasrahkan semuanya pada Allah. Dia yang membuat masalah atau musibah menimpa keluarga kami, maka hanya Dia pula yang dapat menyelesaikannya. Setiap salat saya berdoa dan percaya dengan yakin bahwa Allah akan memberikan solusi atas semua masalah yang sedang kami hadapi.
Qadarallah, siangnya ada chat dari dokter mengenai kondisi Ibu yang dibolehkan pulang bahkan sejak hari sebelumnya. Bersyukur sekali rasanya, meski tidak bisa menemani lebih lama, setidaknya Ibu bisa istirahat di rumah. Kakak saya juga nggak akan terlalu repot karena sebelumnya mesti bolak balik RS dengan kondisi punya balita.
Hari-hari berikutnya, Ibu mengalami banyak perubahan yang baik. Bahkan di hari sebelum saya berangkat dan kembali ke Jakarta, Ibu mau jalan kaki sambil dipapah. Benar, kan? Ketika kita menyerahkan semuanya kepada Allah, ketika kita sudah berusaha dan kemudian pasrah, Allah bakalan menyelesaikan semuanya. Nggak mungkin Allah zalim sama kita. Nggak mungkin juga Allah membebankan masalah melebihi kekuatan kita.
Cara Membangun Pikiran Positif di Saat Sulit
Berpikir positif di saat sulit merupakan salah satu hal yang sangat dan sangat tidak mudah. Ketika semua baik-baik saja, kita bisa dengan tenang mengatakan aku berbaik sangka kepada semua ketentuan Allah. Namun, di saat yang serba nggak mudah, ada masalah, ada musibah, diuji dengan hal-hal yang di luar kendali manusia, rasanya nggak akan mampu berpikir positif. Sama sekali nggak mungkin. Apalagi bagi orang yang suka overthinking, sudah, deh, bakalan kelar urusan saking paniknya.
Hei, kita hidup tidak bergantung pada kemampuan sendiri. Bahkan untuk urusan sepele semisal mengatur ritme jantung pun mesti Allah yang atur dan kehendaki. Jadi, kenapa kita mesti khawatir berlebihan ketika diuji oleh Allah? Apakah Allah akan meninggalkan kita? Sama sekali nggak, kok.
Bangunlah rasa percaya dan yakin bahwa semua akan baik-baik saja atas izin-Nya. Allah tentu sangat paham apa yang terbaik bagi kita sehingga mustahil kita ditelantarkan begitu saja ketika sedang mengalami musibah.
7 Cara Berpikir Positif, Tidak Semua yang Kita Takutkan Akan Terjadi
Apa yang kita pikirkan, tidak sepenuhnya akan terjadi. Jika demikian, kenapa tidak belajar berbaik sangka saja kepada Allah? Bukankah Allah sesuai dengan prasangka hamba-Nya?
Jika berpikir baik dapat memperbaiki keadaan, minimal kita bisa hidup menjadi lebih tenang sambil menjalani semua kesulitan, kenapa mesti mengurung diri dalam pikiran negatif? Tidak semua hal bisa kita kendalikan, tapi tentu Allah punya kendali atas semuanya.
1. Jangan Menggantungkan Kebahagiaan Kepada Orang Lain
Meski itu adalah pasangan kita sendiri. Jangan pernah bergantung pada orang lain. Jangan menggantungkan kebahagiaan kepada mereka yang entah di waktu yang tidak kita tahu bisa jadi malah membuat diri kecewa.
Ketika kita bergantung kepada makhluk, otomatis kebahagiaan kita tergantung juga padanya. Kenapa tidak membangun kebahagiaan kita sendiri? Allah nggak akan suka kalau kita terlalu berlebihan bergantung pada manusia. Suatu saat, kita akan kecewa. Bahkan bisa jadi sangat kecewa.
2. Pikiran Negatif Tidak Menyelesaikan Masalah
True? Pikiran negatif tidak pernah berdampak baik bagi kehidupan kita kecuali hanya memperburuk keadaan. Dulu, kamu pernah menjadi overthinking hingga membuat masalah sepele menjadi rumit. Namun, hari ini belajarlah untuk selalu berbaik sangka kepada semua hal. Baik itu tentang dirimu ataupun yang berhubungan dengan orang lain.
Makin negatif dan overthinking, makin buruk keadaan dan hati menjadi lebih gelisah. Mending lepasin saja pikiran negatif itu dan mulailah berpikir hal-hal yang baik yang bisa terjadi di waktu yang akan datang.
3. Yakinlah Semua Akan Baik-Baik Saja
Yakinlah bahwa semua akan baik-baik saja. Pikirkan kemungkinan baik yang bisa terjadi dan singkirkan kemungkinan terburuk yang bisa kamu pikirkan di saat menghadapi masalah. Tak semestinya kita membebani diri dengan keyakinan yang negatif. Punya masalah saja sudah berat, ditambah overthinking pula, makin rumit dan ribet saja masalahnya nanti.
Please, belajarlah mengatakan pada diri sendiri, di saat yang sulit sekalipun, semua akan baik-baik saja. Nggak masalah merasa sedih dan buruk, tapi semua akan baik-baik saja. Ada Allah. Kamu nggak sendirian, kan?
4. Menerima Keadaan dengan Hati Lapang
Ketika sedang tertimpa musibah, pasti rasanya nggak enak. Nangis seharian. Makan nggak enak, bahkan nggak sadar kalau belum makan. Dalam kondisi sesulit itu, tidak seharusnya kita menolak masalah atau keadaan yang buruk.
Apa yang sudah terjadi merupakan takdir. Yakinlah semua takdir Allah itu baik, sebab tidak ada keburukan yang bisa disandarkan kepada-Nya. Artinya, semua hal yang saat ini terlihat nggak nyaman, bikin nangis nggak habis-habis, insya Allah punya hikmah dan tujuan yang baik ke depannya nanti. Jadi, yuk, diterima dulu masalahnya dengan sabar, kemudian berdoalah kepada Allah. Itulah yang diajarkan di dalam Islam.
Ketika kita bisa menerima semuanya, menerima yang buruk dan juga yang baik, insya Allah kita akan terhindari dari sikap menyalahkan keadaan, menyalahkan orang lain, apalagi Tuhan.
5. Jalani Sesuai Alurnya
Ketika melihat Ibu tidak sadarkan diri di bangsal rumah sakit, hati mulai bertanya-tanya, kenapa bisa sampai kejadian seperti ini? Namun, saya sadar betul, semua hal hanya terjadi kalau Allah mengizinkan.
Maka, saya mencoba untuk mengikuti alurnya. Jalani saja dengan baik semaksimal yang kita bisa. Ikhtiar lewat perantara medis dan juga berdoa kepada Allah. Kita nggak bisa mengubah semua hal sesuai dengan yang kita mau dan inginkan. Kalau Allah berkehendak yang di luar kemauan kita, kita mesti menerimanya dan ikuti saja jalannya. Yakinlah, Allah akan menolong.
6. Jangan Berandai-andai Jika Begini dan Begitu
Kebanyakan orang yang overthinking sering berandai-andai ketika menghadapi suatu masalah. Bagaimana kalau keadaan memburuk, nggak sesuai harapan, atau sejenisnya. Pikirannya jalan ke mana-mana, terutama menjadi negative thinking. Stop, kitalah yang dapat mengendalikan pikiran sendiri.
Jangan berandai-andai jika begini dan begitu. Namun, cobalah lakukan hal terbaik yang bisa dikerjakan saat itu juga tanpa banyak berpikir ke depannya akan seperti apa. Jangan takut. Jangan khawatir, toh semua milik Allah. Semua hanya titipan. Jika ada yang terjadi di luar kendali manusia, memang itu sudah jadi fitrahnya kita sebagai hamba yang tidak berdaya kecuali atas pertolongan-Nya.
7. Tidak Butuh Penilaian Orang Lain
Waktu Ibu dirawat kemarin, banyak banget pelajaran berharga yang saya dapatkan. Salah satunya jangan terlalu peduli dengan penilaian orang lain. Kita yang menjalani semua kesulitan, bukan mereka.
Jadi, ketika ada pendapat yang menyudutkan, nggak sesuai dengan yang telah kita usahakan, lepaskan dan tetaplah melangkah ke depan. Fokus kita adalah tentang masalah kita, tentang ibu saya misalnya, tentang kesembuhan beliau, bukan tugas saya memenuhi keinginan orang lain yang memaksa mau menjenguk, padahal nakesnya melarang.
Nggak masalah orang lain nggak setuju. Itu bukan urusan kita dan tidak perlu dipikirkan serius. Karena sampai kapan pun pasti akan ada saja orang yang tidak menyukai kita, bahkan meski tanpa alasan.
Buat kamu yang suka overthinking, sedang mengalami kesulitan, dan berusaha keras untuk melewati semuanya dengan baik, percayalah bahwa semua hal terjadi bukan atas kendali kita, tapi atas kehendak-Nya. Jangan takut melangkah ke depan, jangan pedulikan omongan orang lain yang menjatuhkan. Kita mesti tahu betul dan yakin dengan keputusan yang kita ambil, kemudian berpikirlah yang baik karena Allah tentu sesuai dengan prasangka kita. Percayalah, Allah nggak akan zalim pada hamba-Nya apalagi jika kamu taat dan tidak ingkar :)
Salam hangat,
Saturday, December 25, 2021
Serangan Stroke Hingga Tak Sadarkan Diri
Photo by Olga Kononenko on Unsplash |
Jam dua dini hari saya baru sampai di Jakarta setelah menempuh perjalanan belasan jam dari Malang. Setelah dua tahun tidak bisa mudik karena pandemi, akhirnya saya bisa pulang, tapi dalam kondisi yang tidak diharapkan.
Kamis minggu lalu, tiba-tiba saya dapat telepon dari kakak di kampung. Katanya Ibu tiba-tiba tidak sadarkan diri. Tanpa jatuh sebelumnya. Benar-benar tertidur pulas dari malamnya hingga keesokan harinya tidak bisa dibangunkan.
Jangan tanya bagaimana rasanya, tiba-tiba mual-mual dan tak bisa berhenti menangis. Kejadian yang nggak pernah disangka. Dengan kondisi Ibu yang sebenarnya bisa dibilang stabil dengan riwayat hipertensi. Rasanya seperti mimpi. Belum lagi kondisi saya yang tinggal berjauhan. Rasanya panik bukan main.
Keesokan harinya, saya bergegas menuju Malang demi melihat kondisi Ibu yang hingga hari kedua belum juga bangun. Ibu masih tertidur pulas, tapi seluruh tubuhnya bisa bergerak spontan dengan normal semisal menggaruk, menarik selimut, dan tidur miring. Namun, kondisinya tertidur. Benar-benar tidur pulas :(
Waktu pertama menginjakkan kaki di rumah sakit, hampir seharian saya selalu menangis. Ingat segala macam. Ingat kalau kemarin telat banget kirim-kirim buku terbit, padahal Ibu mungkin sudah lama pengin lihat. Ingat kalau selama dua tahun tidak bisa pulang, padahal Ibu jauh lebih kangen dan pasti menanti kami pulang. Ingat segala macam yang mungkin belum tertunaikan dengan baik sebagai seorang anak.
Semua Ada Waktunya
Sebelumnya, saya sempat menulis dan menyelesaikan sebuah buku berjudul ‘Semua Ada Waktunya’. Selang beberapa hari, saya dapat kabar kalau Ibu tiba-tiba jatuh sakit. Apa yang saya alami seperti berkisah tentang buku yang sudah saya tulis. Tentang kesabaran, menerima semua takdir Allah tanpa terkecuali, berbaik sangka pada Allah, juga adanya keajaiban.
Setelah cukup tenang, saya berusaha menerima semua yang sudah terjadi. Meyakini bahwa semua takdir Allah itu baik. Sebab, tidak ada kejelekan yang bisa disandarkan kepada Allah. Maka, apa pun yang terjadi dan telah ditetapkan, pasti itu yang terbaik dan terdapat banyak sekali hikmah di dalamnya.
Menerima keadaan buruk dan sulit dengan sabar adalah sebuah cara untuk berdamai dengan masalah dan ujian. Masalah itu akan selalu muncul, sebab kita masih hidup. Karena masih hidup, maka Allah akan menguji kita.
Mau diterima ataupun ditolak, masalah akan selalu datang sesuai kehendak-Nya. Nggak ada cara terbaik menghadapi semuanya selain dengan menerimanya. Diterima dulu dengan lapang, kemudian berdoa (salat).
Musibah ini ada sebab-sebabnya. Ada asal mulanya kenapa sampai terjadi hal yang tidak kami inginkan. Sejak dulu, Ibu memang punya riwayat hipertensi. Namun, karena takut berobat ke dokter yang lebih mengerti dan paham, akhirnya Ibu hanya berobat seadanya saja. Dikasih resep Captopril, minumnya juga hanya pas sakit. Padahal, kami kenal banyak dokter yang lebih ahli, tapi ya nggak mudah meminta orang tua untuk berobat apalagi minum obat terus menerus. Dan ini merupakan salah satu alasan kenapa Ibu mengalami stroke.
Bagi teman-teman yang memiliki orang tua dengan riwayat hipertensi, usahakan cek lab dan minum obat hipertensi sesuai resep dokter dengan teratur. Jangan sekali-kali menghentikannya meskipun kondisi sudah stabil.
Ceritanya, Ibu suka sekali minum jus, bahkan jauh-jauh sebelum saya suka minum jus buah. Tensi Ibu termasuk stabil dan tidak pernah tinggi. Namun, beberapa bulan terakhir, Ibu berhenti minum jus karena merasa tubuhnya lebih kurus.
Ibu juga tidak menggantinya dengan minum obat. Qadarallah, akhirnya terjadi hal yang benar-benar kami takutkan. Stroke dengan adanya sumbatan saraf. Kondisinya diperburuk karena psikisnya sedang tidak baik.
So, kalau punya orang tua, banyak-banyak diajakin ngobrol, ya? Makin sepuh, makin mudah mikir. Makin sensitif juga. Kalau kita bisa membuat mereka happy, insya Allah kondisi kesehatan pun akan jauh lebih baik.
Hilang Ingatan
Setelah beberapa hari dirawat di Rumah Sakit Wafa Husada Kepanjen, akhirnya Ibu mulai sadar. Mau membuka mata meski sebentar. Namun, Ibu kehilangan ingatannya. Ibu nggak ingat kepada saya ataupun yang lain. Rasanya nyesek banget. Bayangin aja, ketika saya ada di depan Ibu, Ibu nggak tahu siapa saya. Bahkan sempat nggak percaya, kok bisa ada di sini?
Namun, kondisinya makin baik dari hari ke hari. Hingga akhirnya Ibu bisa mengingat hampir semua orang, meskipun ada hal-hal yang belum sepenuhnya diingat. Jadi, ingatannya belum kembali sempurna.
Ketika teman-teman punya orang tua dengan kondisi serupa, hal yang paling penting dilakukan adalah menemani dan ngajakin ngobrol. Jangan malas menyahut ketika orang tua mengatakan sesuatu meskipun itu nggak nyambung atau ngambang gitu seperti ngelantur. Saya selalu menjawab apa yang Ibu tanyakan meskipun itu terdengar aneh. Jangan pernah membuat mereka merasa sendiri.
Semisal, suami kamu sudah dapat seribu harinya, ya? Saya tertawa dan menjawab, mungkin suami orang yang sudah dapat seribu harinya. Suami saya masih hidup, kan, Bu? Ibu ikut tertawa.
Hindari menanyakan hal-hal yang sensitif, semisal kenapa bisa seperti ini? Apa yang dipikirkan? Apalagi sampai menyalahkan orang tua dan menganggap mereka manja. Percayalah, memotivasi mereka jauh lebih baik. Semisal, ayo, Bu sehat. Ibu pasti bisa. Ibu sudah bisa makan, pintar. Bentar lagi pulih, dll.
Istirahat yang Cukup
Saat dirawat di Rumah Sakit, Ibu masuk di ruang khusus Stroke. Ruangan khusus seperti ini tidak bisa dikunjungi sembarang orang karena orang-orang di dalamnya memang sedang mengalami sakit yang berbeda alias butuh tenang. Nggak bisa dikunjungi sering-sering apalagi oleh banyak orang sekaligus. Kondisi mereka bisa drop.
Pasien lain di sebelah Ibu juga nggak pernah dapat kunjungan. Yang jagain juga hanya orang-orang itu saja. Namun, ada hal-hal yang benar-benar MENYEBALKAN buat saya waktu itu. Ketika kami mengalami musibah, tapi ada orang-orang yang nggak punya attitude memaki-maki di depan saya. Benar-benar di depan mata saya sendiri.
Saya dan kakak saya mesti genose dulu supaya bisa bergantian menjaga di dalam. Itu pun nggak bisa seenaknya ganti. Minimal mesti di dalam selama 3 jam, baru boleh ganti orang lain. Suster-surter juga sudah hapal sekali kepada penunggu pasien karena selama 24 jam mereka ada di ruangan.
Waktu Ibu belum sadar, keluarga Bapak dan Ibu datang bergantian. Saya bersyukur, semua peduli dan mau mendoakan. Namun, ada hal-hal yang kurang berkenan buat saya pribadi. Salah satunya ketika mereka tidak mau mengerti dan memaksa masuk untuk melihat kondisi Ibu.
Orang-orang mengira kami melarang karena kondisi pandemi. Membandingkan kondisi Ibu dengan pasien lain yang tidak mengalami stroke sehingga boleh dikunjungi di jam-jam besuk. Padahal, peraturan itu ada dari rumah sakit. Tiap ada yang nyelonong masuk, pasti saya dan kakak saya yang diomelin suster. Kemudian ruangan dikunci. Herman banget memang sama orang-orang yang super ngeyel begini, ya, Allah :(
Kejadian paling buruk waktu saya mesti menjelaskan kepada orang-orang yang nggak mau mendengar bahkan sebelum kami bicara. Ada yang nyahut di depan mata saya,
“Kenapa nggak boleh masuk? Bilang kami dari keluarga Kapolres!”
“Udah cepat pulang kalau nggak bisa masuk! Ngapain lama-lama di sini nanti malah nularin penyakit!”
Kira-kira gimana rasanya kalau ada di posisi ini? Males dan capek hati ngeladenin, tapi, kok omongannya nggak ada akhlak? Keluarga kapolres? Emang kalau keluarga kapolres bisa seenaknya? Apalagi kalau hanya ngaku-ngaku keluarga kapolres? Kwkwk. Duh, miris banget kalau pulang kampung. Lingkungannya toxic banget :(
Kadang, nggak harus pintar, kok buat mengerti orang lain. Cukup merasa jadi manusia aja. Saya dan keluarga sedang bekerja keras mengobati Ibu. Kondisinya belum stabil waktu itu bahkan sempat demam setelah dijenguk orang-orang.
Doa-doa bisa dikirimkan, tidak perlu sampai memperburuk keadaan. Kami sudah capek, masih capek hati pula menghadapi orang-ornag yang ngeyelnya minta ampun. Yuk, belajar lagi menghargai orang lain :)
Ada lagi yang lebih parah, waktu kami memohon dengan segala kerendahan hati supaya jangan memaksa menjenguk dulu.
“Si A nggak dijenguk juga mati. Malah mati duluan.”
Terima kasih banyak untuk komentarnya yang sangat tidak berempati kepada keluarga kami. Kami tidak butuh dijenguk dengan caci maki apalagi sampai mengungkit kematian. Manusia itu tugasnya berusaha. Allah yang menentukan. Soal umur, itu urusan Allah. Kenapa kita mesti merasa paling tahu segalanya? Dokter bukan. Dukun kali, ya? kwkwk.
Berasa banget pulang kampung itu nggak sehat buat mental. Astagfirullah. Miris banget ada orang macam begini :(
Semua Normal
Beberapa hari setelah dirawat, Ibu akhirnya sadar lebih lama daripada sebelumnya. Makin hari makin bagus kondisinya. Kalau dihitung, nggak ada lima hari Ibu sudah bisa ngobrol lagi meski ingatan belum sepenuhnya pulih.
Waktu itu, sempat kaget karena dokter nge-chat ke saudara kami yang sama-sama dokter syaraf dan update soal kondisi Ibu waktu itu. Dokter bilang, kondisi Ibu semua normal bahkan mestinya bisa pulang di hari sebelumnya. Namun, dokter tahu kalau kami masih panik dan belum siap sehingga dokter tunggu sampai 24 jam berikutnya.
Jadi, kami sama sekali nggak minta pulang paksa. Ya, ngapain? Kalau kondisi belum baik, mending Ibu dirawat oleh ahlinya. Apalagi kami mengenal dengan baik dokter yang menangani Ibu sambil dipantau juga oleh keluarga kami sesama dokter. Jadi, agak aneh karena banyak pertanyaan hilir mudik menanyakan, apakah dibawa pulang paksa? Jangan menyamaratakan kondisi satu orang dengan orang lain. Setiap pasien kondisinya berbeda-beda. Dokter tentu sangat paham karena mereka sudah merawat pasien dengan kasus yang sama selama bertahun-tahun.
Qadarallah, kondisi Ibu normal-normal saja setelah sadar. Semua anggota tubuh bergerak normal, hanya saja butuh dilatih. Nggak bisa tiba-tiba bisa jalan sendiri. Butuh dibantu dulu. Butuh dilatih dulu. Ibu juga butuh banyak istirahat. Tidur malam nggak boleh lebih dari jam sembilan malam.
Akhirnya, kami bisa pulang ke rumah. Ibu jauh lebih baik kondisinya dari hari ke hari. Bahkan di hari terakhir saya di sana, suami berhasil mengajak Ibu latihan jalan hanya dengan dipegangi saja tangannya. Benar-benar berasa kejaiban banget, masya Allah.
Untuk saat ini, Ibu hanya butuh distimulasi dengan gerakan dan juga diajak ngobrol hal-hal yang menyenangkan. Saya melarang orang-orang menangis di depan Ibu. Karena Ibu memang baik-baik saja. Saya nggak mau Ibu merasa ‘sakit’ dengan kondisinya yang sekarang. Saya juga nggak suka kalau orang-orang menceritakan orang lain yang sakit keras atau meninggal. Sangat tidak etis dibicarakan di depan orang yang sedang berjuang untuk sembuh.
Namun, saya tidak bisa lama-lama di sana. Saya tidak bisa menjaga Ibu lebih lama karena saya juga sudah punya kewajiban dan mesti pulang ke Jakarta. Melihat kondisi Ibu makin baik sebelum saya pulang, rasanya sangat lega. Insya Allah makin membaik dengan dukungan keluarga dan ketelatenan.
Di hari Ibu kemarin, rasanya nyesek mesti melihat Ibu sendiri terbaring di bangsal rumah sakit dalam kondisi tidak sadarkan diri. Jangan begini lagi, ya, Bu. Saya jauh dan nggak bisa selau jagain. Ibu mesti sehat karena hanya Ibu yang selalu memotivasi saya supaya mau mencoba banyak hal, bahkan yang saya takuti. Hingga saya bisa seperti sekarang.
Saya ikhlas dengan semua kejadian ini, insya Allah. Saya menerima dan tak apa merasa nggak baik-baik saja. Nggak masalah merasa sedih, tapi semua mesti dihadapi. Menangis bukan solusi. Saya berusaha kuat dan tidak menangis lagi supaya Ibu juga merasakan hal yang sama.
Terima kasih sudah membaca curhatan saya. Mohon doanya untuk kesembuhan Ibu. Tetap semangat, ya untuk teman-teman yang sedang merawat orang tua. Jalan ninja kita menuju surga mesti dijaga baik-baik. Maksimalkan waktu kita mumpung orang tua masih ada.
Salam hangat,
Monday, December 6, 2021
Cara Menghadapi Anak yang Stres Saat Belajar
Photo on Unsplash |
Penilaian akhir semester satu sudah dimulai sejak minggu lalu. Besok, adalah hari terakhir si sulung melaksanakan ujian. Sepanjang hari selama ujian, dia tampak santai dan terlihat sudah sangat siap, kecuali untuk pelajaran Matematika. Adakah yang anaknya senasib begini?
Si sulung sama seperti saya, kurang pandai dalam berhitung, tapi gigih banget usahanya, masya Allah. Waktu mau ujian Matematika kemarin, dia sampai stres saking paniknya…kwkwk. Dia sempat menangis karena merasa ada materi yang belum dikuasai. Bayangkan, ini anak sudah belajar dari siang sampai malam menjelang Magrib, tapi bukannya selesai, malah nangis. Saya pun ikut kasihan melihatnya.
Ketika anak-anak kita mengalami hal serupa seperti yang dialami oleh si sulung, jangan buru-buru memarahinya. Karena belum tentu dia nggak bisa karena sebelumnya malas belajar, bisa jadi dia memang kurang mampu memahami materinya dengan sempurna. Waktu dijelaskan oleh gurunya, bahkan saat diberikan pertanyaan, si sulung selalu bisa menjawab. Namun, saat menghadapi soal yang dibalik sedikit, diubah sedikit saja, dia bingung dan panik. Ketika sudah panik, dia nggak bisa fokus, apalagi kalau sampai menangis. Parahnya lagi, dia selalu fokus hanya pada satu soal yang dia nggak bisa. Kemudian mengabaikan soal-soal lainnya, bahkan bisa sampai habis waktunya :(
Dan malam itu, setelah ayahnya pulang ngantor, kami mengajak anak-anak jalan-jalan sebentar ke luar. Mampir ke tempat mainan dan melihat-melihat sambil bercanda, kemudian mampir ke minimarket untuk membeli makanan ringan pilihan mereka.
Pulangnya, perasaan si sulung sudah jauh lebih baik. Dia happy dan belajar lagi sampai jam 11 malam. Yup, benar-benar sampai selarut itu.
Saya bersyukur, meskipun capek sepulang kerja, ayahnya tidak ngomel melihat anaknya menangis dan sesekali pengin merobek bukunya. Sambil tersenyum, si Mas langsung ngajakin kami keluar. Itu solusi terbaik karena jika hanya di rumah, si sulung nggak akan bisa tenang dan santai. Terlalu fokus dengan pelajarannya saja.
Ini bukan kali pertama anak saya menangis dan panik saat belajar. Untuk pelajaran Matematika, dia hampir selalu seperti itu. Padahal, ketika dilihat hasil ulangannya, nilainya nggak buruk-buruk banget. Hanya saja, lengahnya dia suka nggak segera mengisi soal lain yang lebih mudah, fokus di soal yang sulit, meskipun itu hanya satu, itulah penyebab utama stresnya saat ulangan atau ujian.
Ketika teman-teman mengalami hal yang sama, apa yang mesti dilakukan supaya hati anak nggak terluka, juga jangan sampai menambah rasa kecewanya?
Bersikap Tenanglah dan Jangan Ikutan Panik
Nilai akademik bukan segalanya. Saya selalu bilang kepada si sulung bahwa kami, orang tuanya, nggak pernah menuntut dia mesti dapat nilai sempurna. Ketika kena remedial pun, kami nggak pernah marah. Pesan saya satu, setelah usaha, ya sudah, pasrahkan saja pada Allah. Yang penting sudah belajar dan usaha. Namun, meskipun selalu saya jelaskan hal yang sama, dia selalu saja panik kalau belum bisa mengerjakan soal, meski itu hanya satu saja…kwkwk.
Bekerja Sama Dengan Pasangan
Karena ketika kita nggak kompak, satunya menenangkan, tapi satunya lagi malah ngomel-ngomel, anak bisa down saat itu juga. Bekerja samalah dengan pasangan supaya masa-masa seperti ini bisa diatasi dengan baik.
Di rumah, si sulung lebih sering belajar Matematika dengan ayahnya. Urusan berhitung saya serahkan pada si Mas karena dia lebih mengerti. Urusan lain bolehlah ke saya…kwkwk. Hal ini bisa sangat membantu sehingga anak nggak akan merasa sendirian. Kebayang nggak, sih kalau orang tuanya nggak mau mendampingi belajar? Stresnya bisa lebih parah lagi.
Beri Jeda
Ketika sudah jenuh belajar, minta anak untuk istirahat dan tinggalkan buku-bukunya. Lupakan dulu walau hanya sebentar. Bisa diajak nonton atau jalan-jalan sebentar. Anak-anak butuh jeda. Ketika kita terus memaksakan, anak bukannya jadi pintar, malah akan jadi semakin stres. Ingat, nilai bukan segalanya. Anak-anak juga butuh bahagia, nggak harus selalu berprestasi saja.
Jangan Disindir
Jangan menyindirnya ketika dia tidak bisa. Misalnya, ketika ada anak yang nggak bisa berhitung, jangan selalu menyalahkan dia dengan ucapan seperti ini, ‘makanya belajar. Main terooos, sih!’. Anak yang merasa sudah belajar, tapi belum bisa juga, tentu akan bertambah kesal dan kecewa. Sudah nggak bisa, masih kena fitnah juga, kan? Miris banget :(
Banyak hal bisa kita lakukan selama mendampingi anak-anak belajar di rumah. Salah satunya dengan tidak selalu memaksanya harus bisa segalanya. Kita saja banyak nggak bisanya, masa anak kecil disuruh bisa semuanya? Ah, keterlaluan, deh kita tuh. Belajar mengerti mereka, jangan hanya minta dimengerti. Anak-anak juga manusia. Mereka punya perasaan yang mesti dijaga. Jangan buat mereka terluka hanya karena nggak bisa Matematika!
Salam hangat,
Saturday, November 27, 2021
Vaksin Lengkap AstraZeneca
Photo by Michael Marais on Unsplash |
Setelah telat mendapatkan vaksin kedua selama lebih dari tiga minggu, akhirnya Selasa kemarin saya berhasil mendapatkan vaksin lengkap. Yeay! Senang karena akhirnya sudah dapat vaksin kedua setelah muter-muter ke mana-mana. Vaksin kedua lebih sulit didapat karena nggak semua tempat menyediakan. Waktu saya dan suami mencari ke Puskesmas, ternyata khusus AstraZeneca kedua dipindah lagi ke tempat lain. Konyolnya, setelah tinggal belasan tahun di Jakarta, saya baru tahu kalau Puskesmas itu tutup saat weekend…kwkwk. Alhasil, sempat bolak balik ke sana. Berasa banget kelamaan tinggal di goa :(
Mestinya, saya sudah mendapatkan vaksin pertama pada awal bulan ini. Sayangnya, saya dan anak-anak saat itu kena common cold dan tidak memungkinkan untuk vaksin. Saya benar-benar menunggu sampai semua sehat, termasuk anak-anak juga. Khawatirnya nanti saya ketularan common cold lagi ketika akan vaksin. Makanya, telatnya agak lama hampir sebulan. Tapi, itu bukan masalah dan lancar-lancar saja ketika akan menerima vaksin kedua.
Setelah Vaksin AstraZeneca Kedua
Hal yang paling mendebarkan setelah vaksin adalah KIPI! Pada vaksin pertama, saya sempat kena KIPI yang lumayan banget. Mulai dari menggigil sampai muntah-muntah. Di vaksin kedua, saya sudah menyiapkan mental kalau-kalau itu terjadi lagi. Alhamdulillah, kena KIPI, tapi lebih ringan daripada sebelumnya.
Saya hanya meriang-meringa sedikit. Badan sumeng, sedikit pusing dan mual dari hari pertama sampai hari kedua. Selebihnya, Alhamdulillah aman. Bekas suntikan pun nggak senyeri yang pertama dulu. Meskipun dokternya memasukkan jarum suntiknya penuh dengan emosi dan dendam…kwkwk. Benar-benar ngilu, sampai-sampai suami yang nggak takut sama jarum suntik pun ngeluh. Memang sakiiit…kwkwk.
Namun, saya merasa sangat lega karena sudah mendapatkan vaksin lengkap. Semoga pandeminya segera berlalu, ya. Dan kita bisa hidup dengan normal lagi. Tetap semangaat!
Peraturan Mulai Longgar
Di masa-masa sekarang, kondisinya sudah jauh sekali berbeda dengan sebelumnya, kondisnya sudah jauh sekali lebih aman. Bahkan sudah terdengar tukang nasi goreng lewat depan rumah…kwkwk. Soalnya, semasa pandemi, tukang nasi goreng benar-benar lenyap dari tempat saya. Berasa banget ada yang beda *lol.
Namun, peraturan yang longgar jangan juga membuat kita lengah. Kalau saya pribadi, ke mana-mana masih senang pakai masker dobel. Benar-benar terbiasa dengan rutinitas sebelumnya.
Semoga orang-orang di luar sana juga sama. Jangan sampai kendor soal prokes. Apalagi anak-anak yang sekarang mulai PTM, terutama TK. Sangat berharap mereka tetap disiplin prokes dan nggak sembarangan lepas masker supaya terlatih sampai besar nanti. Karena hal-hal seperti ini nggak bisa ditanamkan dalam waktu singkat. Nggak bisa ngajarinnya dengan instan. Mesti dilatih dengan disiplin dan konsisten.
Seperti anak saya yang sejak jauh sebelum pandemi sudah terbiasa memakai masker ketika kena common cold supaya nggak menular kepada teman-temannya. Hingga saat ini, anak saya termasuk yang disiplin sekali prokesnya. Sampai-sampai dia meolak ketika diminta membuka masker untuk meniup mainan oleh gurunya. Pulang sekolah dia cerita katanya dipaksa membuka masker supaya bisa tiup sedotan. Saya lihat dari fotonya, mukanya bete dan masker hanya dibuka sebatas bisa meniup saja…kwkwk. Gurunya bilang, padahal teman-temannya senang memainkan dan enjoy saja membuka masker. Besoknya, qadarallah anak saya kena common cold lagi setelah seminggu sehat. Benar-enar baru seminggu dia masuk sekolah. hiks.
Qadarallah, kalau mau dibuat pusing dan overthinking, pasti gemas dengan prokes sekolah yang kurang ketat. Namun, saya longgarkan juga perasaan supaya nggak tertekan. Karena anak saya mesti sekolah juga. It’s okay, ya, Nak. Semoga imunitasmu jadi lebih kuat lagi. Dua harian ini mulai pakai alat nebu lagi karena dia ada riwayat OMA dan mesti benar-benar hati-hati ketika batuk pilek.
PPKM Level 3 di Bulan Desember
Sudah dengar kabar terbaru ini? PPKM level 3 bakalan diterapkan bulan depan demi menghindari lonjakan para pemudik di hari libur yang cukup panjang. Saya yang nggak bisa mudik setelah dua tahun nggak merasa ada yang salah sih dengan peraturan ini asal memang alasannya benar-benar karena 'pemudik'. Toh, kalau akhir tahun seperti ini, kami juga nggak akan bisa pulang…kwkwk.
Semoga semua pihak bisa bersabar, ya. Jika akhirnya mesti liburan dan mudik, semoga semuanya bisa taat prokes. Biar kondisi tetap aman dan saya bisa punya kesempatan mudik setelah dua tahun nggak bisa bertemu orang tua. Prokes itu nggak susah, kok. Kalau kita terbiasa disiplin, menerapkannya pun nyaman-nyaman saja. Pakai masker, rajin cuci tangan, dan jaga jarak, nggak ada yang sulit :)
Semoga kondisi seperti ini terus membaik dan nggak ada lagi yang namanya gelombang ketiga seperti yang banyak disebut di media. Tetap semangat dan taat prokes, ya. Jangan lupa vaksin lengkap :)
Salam hangat,
Monday, November 15, 2021
Anak TK Full Tatap Muka Selama Masa Transisi
Photo by Kelly Sikkema on Unsplash |
Sejujurnya saya penasaran, bagaimana sekolah-sekolah usia dini seperti TK atau sejenisnya di masa transisi seperti sekarang? Apakah sudah banyak yang full tatap muka, atau sebagian besar justru masih online?
Waktu pertama kali diumumkan bahwa TKIT si adek mau mengadakan full tatap muka setiap hari dengan waktu yang lumayan lama, dari pukul setengah delapan sampai setengah sepulu, bisa jadi hanya saya saja yang menolak untuk masuk. Karena anak SD saja waktu itu masih full online dan belum mengadakan PTM. Juga, di bulan Juli baru saja terjadi gelombang kedua Covid-19 yang jaraknya sangat dekat dengan PTM yang direncanakan oleh sekolah si adek ini. Tanpa berpikir panjang, saya belum bersedia.
Saya tidak berkenan ikut PTM karena anak-anak saya belum bisa diantar jemput orang tua. Saya nggak bisa ke sekolah sendiri, sedangkan suami saya harus bekerja. Dalam waktu beberapa minggu pertama, si adek masih bisa ikut online meski hanya sendirian. Hari-hari berikutnya mulai ditanyakan kapan mau tatap muka. Lama-lama emaknya sungkan meskipun mestinya ini adalah hak saya sebagai orang tua dan wajar kalau nggak semua orang tua siap dengan PTM terutama di waktu anak SD saja belum full PTM.
PTM Pertama Kali
Setelah terlalu sering ditanya dan diminta masuk dengan alasan anak-anak mesti sosialisasi, akhirnya saya mengambil keputusan untuk ikut PTM, tapi dengan waktu yang terbatas sesuai jam kerja suami. Pagi dia diantar oleh ayahnya, setelah satu jam atau satu jam setengah dia dijemput kembali sebelum ayahnya berangkat ke kantor.
Anak-anak di sekolah lain rata-rata hanya sekolah satu jam dan hanya tatap muka beberapa hari saja dalam seminggu. Sisanya belajar online. Mereka tidak diperkenankan membawa makanan dan hanya boleh membawa minum. Karena waktunya hanya sebentar, masih memungkinkan bagi anak-anak untuk tetap memakai masker dan tidak membukanya sama sekali. Prokes di sekolahnya pun sangat ketat. Kira-kira seperti inilah hasil sharing dari para orang tua di Milis Sehat.
Namun, di sekolah si adek, anak-anak dibolehkan membawa makanan bahkan di jam belajar ada anak yang merengek minta membuka camilannya. Ini cerita dari si adek…hihi. Inilah salah satu alasan lain kenapa saya masih ragu ikut PTM. Karena bagi saya, ini kurang disiplin prokes. Membuat kondisi menjadi riskan dan rentan. Meski hanya batuk pilek, tapi ketika terjadi di masa pandemi, horornya bukan main :(
Saya merasa lebay banget sebagai orang tua. Ketika orang lain mungkin sudah santai dan nggak peduli, kenapa saya masih separno ini? Banyak faktor kenapa saya merasa masih perlu disiplin prokes, salah satunya karena riwayat penyakit anak-anak saya.
Common Cold Pertama Setelah PTM
Sekitar tiga minggu yang lalu si adek common cold untuk pertama kalinya. Teman-teman bisa membaca ceritanya di sini. Ini memang common cold plus demam pertama kali selama masa pandemi. Qadarallah, kondisi kesehatan anak-anak benar-benar membaik sejak mereka nggak pernah masuk sekolah. Satu hal yang saya syukuri.
Namun, setelah PTM dimulai lagi, common cold pun mampir kembali. Waktu adek pertama kali mengeluh sakit tenggorokan, hari itu juga saya meliburkannya. Kemudian bergiliran menular kepada saya dan juga kakaknya. Selama common cold, si adek benar-benar nggak ikut PTM. Walau batuk dan demamnya sudah hilang, tapi melernya itu lho masih awet banget. Namun, saya tidak tahu, bagaimana dengan teman-temannya. Apakah sedisiplin ini juga?
Saya nggak berani mengikutkan si adek PTM karena setahu saya, anak-anak yang ikut PTM mesti benar-benar sehat. Namun, saya kecewa karena selama dua minggu penuh nggak ada pembelajaran online sama sekali.
Sangat berbeda dengan si kakak yang bisa tetap belajar meski dia harus di rumah karena belum sepenuhnya sehat. Kondisi seperti ini akhirnya memaksa saya sebagai orang tua untuk lebih berani mengambil keputusan. Di mana saya yang awalnya nggak berani menggunakan ojek sama sekali, akhirnya saya memutuskan pakai ojek lagi.
Tidak Ada Pilihan
Waktu mau PTM di sekolah kakak, kepala sekolah menyampaikan bahwa semua keputusan dikembalikan kepada orang tua. Kewajiban sekolah menyediakan adanya pembalajaran online dan tatap muka sehingga orang tua bisa leluasa memilih sesuai kondisinya masing-masing.
Buat saya, keputusan ini sangat baik karena tidak semua orang tua bisa mengantar sendiri anak-anaknya sekolah, juga nggak mungkin anak batuk pilek bisa leluasa masuk seperti saat sebelum pandemi. Yes or no? Dekat-dekat sama orang yang batuk-batuk saja parno…kwkwk. Saya nggak mau membahayakan anak sendiri, juga orang lain. Ikut PTM ya hanya ketika sehat. Semua juga pasti paham kalau common cold ini sangat menular terutama di ruangan ber-AC.
Namun, di sekolah adek, nggak ada pilihan semacam itu. Semua orang ‘dipaksa’ secara halus untuk ikut PTM. Meskipun awalnya kami dibolehkan memilih, tapi ujungnya nggak ada pembelajaran online ketika anak-anak nggak bisa PTM. Kebijakan setiap sekolah memang berbeda, apalagi usia mereka pun tak sama, ya.
Nggak semua orang tua siap dengan kondisi seperti sekarang. Justru masa transisi ini lebih berat dibanding pandemi kemarin. Anak-anak mesti tetap masuk, tapi harus jaga prokes. Anak-anak harus sekolah, padahal kondisi belum sepenuhnya aman dan pandemi belum sepenuhnya berakhir. Anak-anak harus sekolah dan masuk dalam lingkungan yang kita nggak pernah tahu, apakah semua orang benar-benar taat prokes atau nggak?
Qadarallah, saya salah satu orang tua yang masih parno apalagi ketika melepas anak keluar tanpa saya. Karena saya mengurus mereka sendiri, saya jauh dari orang tua, nggak ada ceritanya saya menitipkan anak-anak ke orang lain dalam waktu lama. Jadi, sangat wajar ketika saya selalu was-was apalagi di masa pandemi seperti sekarang.
Semoga kondisi sekarang benar-benar sepenuhnya aman. Saya berusaha berpikir positif dan mengenyahkan semua ketakutan. Berusaha cuek dan setenang mungkin melepas anak-anak PTM. Karena saya nggak punya pilihan.
Salam hangat,
Tuesday, November 9, 2021
Manfaat Positif Bermain Game Edukasi Bagi Anak
Photo by Kelly Sikkema on Unsplash |
Saat ini, kita tidak bisa memungkiri jika teknologi menjadi salah satu hal yang cukup dominan dalam kehidupan anak-anak. Kalau dulu, kita baru kenal dan punya handphone di usia dewasa, bahkan saya baru punya handphone sendiri setelah menikah. Sedangkan anak-anak sekarang, dari mereka masih bayi pun sudah tahu dan mengenal yang namanya teknologi dari orang tuanya.
Bagi saya, dunia maya bukan hal yang mesti benar-benar anak-anak hindari. Saya lebih senang mengedukasi mereka tentang manfaat positif serta dampak negatif dari internet sejak dini. Karena mau nggak mau, anak-anak akan tahu semuanya. Pilihannya hanya ada dua, mereka tahu informasi itu dari kita sebagai orang tua atau justru dari teman-temannya di sekolah.
Saya senang, seiring berjalannya waktu, setelah anak-anak mulai sekolah, bahkan setelah melewati masa pandemi yang lumayan berat, mesti berinteraksi dengan gadget dan memakai laptop untuk belajar online setiap hari, anak-anak masih bisa dikontrol ketika memakai internet. Bersyukur sekali karena nggak ada ceritanya mereka diam-diam membuka Youtube sendiri tanpa izin atau merengek memaksa minta nonton berkali-kali sampai lupa belajar. Saya sungguh merasa sangat lega.
Menggunakan Internet dengan Bijak
Anak-anak di rumah, meski bebas memegang gadget, tapi mereka sudah tahu batasan. Kapan mereka boleh meminjamnya dari saya atau mencari informasi di internet ketika dibutuhkan. Makanya saya katakan kepada anak-anak, kalian sudah tahu dan mengerti cara menggunakan internet sebagaimana mestinya, insyaallah. Jadi, tetap seperti ini. Walaupun internet itu berguna, tetap saja ada dampak negatif yang akan muncul ketika digunakan dengan tidak bijak.
Si sulung misalnya, dia senang sekali membuat permainan sendiri. Dia tidak serta merta punya ide sebanyak itu untuk membuat mainan bersama adiknya. Dari komik kesayangannya, akhirnya dia punya ide membuat permainan dibantu informasi dari internet. Meskipun butuh internet, tapi permainan yang dia buat betul-betul permainan sederhana yang membutuhkan gerakan fisik. Dan ketika bermain, mereka sangat menikmati itu.
Anak-anak yang diedukasi dengan baik, mengerti apa yang boleh dilihat dan tidak di internet, insyaallah akan mudah diarahkan. Mereka nggak akan melakukan hal-hal yang sudah kita larang karena paham apa alasan dan dampak negatifnya.
Berkali-kali pun saya dan suami tidak mengawasi anak-anak, mereka tetap menggunakan internet sebagaimana mestinya. Saya percaya pada mereka dan mereka pun mampu menjaga kepercayaan kami karena sudah tahu alasannya kenapa kami melarang ini dan membolehkan itu. Tak ada rasa penasaran karena semua informasi dijelaskan dengan baik sesuai usia mereka.
Game Dalam Pembelajaran Online
Selama pandemi, mau nggak mau, kita mesti selalu terhubung dengan internet terutama bagi anak-anak yang sudah sekolah. Sekolah dilakukan dari rumah, interaksi dihubungkan melalui internet baik dengan video call ataupun zoom. Nah, yang menarik adalah, ada game yang sering dibagikan oleh guru kepada murid-muridnya. Game edukasi yang saya maksud adalah Quizizz.
Quizizz merupakan web tool untuk membuat game interaktif yang banyak digunakan oleh para guru selama pembelajaran online. Sesuai dengan namanya, Quizizz merupakan kuis yang bisa dimainkan di mana saja dan kapan saja. Menariknya, dalam Quizizz terdapat skornya juga. Kalau lihat si Kakak ngerjain kuis di Quizizz, sudah pasti heboh banget bahkan sampai adiknya main juga walaupun dia masih TK…kwkwk.
Sejauh ini, saya merasa bahwa game nggak seluruhnya negatif terutama jika orang tua mau mengarahkan sejak dini dan juga menggunakannya sesuai kebutuhan. Hanya saja, kebanyakan yang kita lihat, anak-anak banyak yang jadi kecanduan, malas belajar, dan juga kurang berinterkasi dengan lingkungannya.
Itulah pentingnya peran orang tua dalam mengedukasi anak-anak sejak dini. Kita nggak bisa melepaskan anak-anak begitu saja terutama di zaman digital seperti sekarang di mana informasi mudah sekali didapatkan. Jangan sampai anak-anak tidak dibatasi dan tidak didampingi, ya.
Manfaat Bermain Game Bagi Anak
Seorang teman pernah bertanya kepada saya, kenapa anak-anak di rumah nggak senang main handphone? Apakah mereka nggak tahu apa itu game? Apakah mereka nggak diberi akses untuk menggunakan handphone saya dan suami?
Saya balas tertawa. Anak-anak di rumah bukan nggak tahu apa itu game. Seperti anak-anak normal pada umumnya, mereka juga senang sekali main game kalau diberikan kesempatan bermain. Hanya saja, kami sudah sepakat bahwa bermain game harus ada batas waktunya. Nggak boleh sampai kecanduan apalagi malas belajar.
Anak-anak saya sesekali juga bermain game. Namun, saya benar-benar memilih dan memilah permainan apa yang cocok bagi mereka. Mengingat game nggak selalu negatif dampaknya, ada juga, kok manfaat yang bisa kita dapatkan asalkan digunakan dengan tepat.
1. Mengembangkan Kemampuan Bahasa Asing
Saya punya keponakan yang sejak kecil senang sekali main game. Kemampuan Bahasa Inggrisnya sangat bagus hanya karena dia sering sekali memainkan game berbahasa Inggris. Bahkan saat ini dia sedang kuliah di bidang yang disukainya itu.
Main game dengan Bahasa Inggris tentu saja dapat melatih anak-anak mengenal kosa kata baru dan juga melafalkannya dengan benar. Pilihlah permainan yang sesuai dengan usia mereka dan jangan lupa dampingi mereka. Dengan bermain game, anak-anak akan belajar Bahasa Inggris dengan lebih menyenangkan tanpa harus duduk diam dan memperhatikan guru terus menerus.
2. Membantu Keterampilan Motorik dan Mengenalkan Teknologi
Bermain game terutama bagi anak usia sekolah dasar mampu meningkatkan fokus visual dan meningkatkan koordinasi antara tangan dengan mata. Permainan yang tepat mampu memperkuat keseimbangan dan ketangkasan manual.
Pasti kita sering melihat anak-anak usia dini sudah pandai sekali mengoperasikan laptop atau gadget, padahal di usia yang sama, kita tidak bisa melakukan itu. Kebayang dong kalau anak-anak diarahkan dengan tepat, kemampuan mereka akan jadi lebih bagus dan tentu saja baik sekali bagi perkembangan motoriknya.
3. Meningkatkan Kemampuan Membaca
Anak-anak usia TK bisa belajar membaca sambil bermain game edukasi. Anak-anak bisa belajar lebih asyik dan menyenangkan sambil bermain game ketimbang hanya duduk di kursi dan melihat papan. Sesekali, permainan edukasi sangat membantu kemampuan membaca mereka, lho.
Saat bermain game, anak-anak juga mesti membaca perintahnya dengan benar supaya bisa menjawab pertanyaan atau menyelesaikan misi. Dengan begitu, mereka bisa belajar membaca dan mengeja dengan lebih menyenangkan.
Memilih Game Edukasi di Plays.org
Bermain game dengan tetap didampingi oleh orang tua ternyata tidak hanya jadi sesuatu yang menyenangkan bagi anak-anak, tetapi juga dapat meningkat bonding di antara keduanya. Kita bisa memilih game edukasi yang sesuai dengan usia anak-anak dan tentu saja kita perlu membatasi waktunya.
Salah satu situs game online gratis tanpa iklan yang bisa kita coba adalah plays.org. Saya merasa tertarik karena game di situs ini bisa dimainkan di laptop tanpa harus membuat anak-anak menatap layar handphone terlalu lama. Kalau pakai laoptop, mainnya jadi lega, kan?
Situs ini memiliki banyak sekali kategori, tapi ada beberapa kategori yang menarik perhatian saya.
Alphabet
Game edukasi dalam kagetori Alphabet dapat dimainkan oleh anak-anak terutama usia TK hingga SD kelas bawah, ya. Di dalam permainan edukasi gratis ini, kita bisa belajar mengenal huruf kecil dan huruf besar. Selain itu, anak-anak juga bisa belajar menulis dan menggambar serta dapat mengucapkan huruf atau kosa kata secara lantang.
Game Alphabet ini cocok sekali untuk si bungsu yang sebentar lagi mau masuk Sekolah Dasar. Dia sedang berlatih menulis dan mengenal huruf terutama huruf besar. Karena ketika TK, anak-anak hanya dikenalkan dan dibiasakan menulis huruf kecil saja. Nah, dengan permainan ini, secara nggak langsung dia belajar mengenal huruf besar sekaligus berlatih membaca.
Salah satu permainan yang kami mainkan dalam kategori Alphabet adalah Alphabet Bubble Letter Match Game. Dalam permainan edukasi ini, kita bisa mencocokkan huruf dalam bubble dengan kosa kata yang ada di dalam peti. Setelah semua kata berhasil dicocokkan dengan huruf pertama yang ada di dalam bubble, anak-anak bisa belajar menyebutkan huruf-huruf awalan dan membaca kata dalam Bahasa Inggris.
Untuk level berikutnya, anak-anak hanya diminta memecahkan bubble berisi huruf sesuai dengan urutannya. Permainannya cukup sederhana terutama untuk anak usia TK, tapi sejujurnya ini menyenangkan dan dapat menjadi hiburan bagi mereka. Tahu sendiri, kan, belajar online itu capek sedangkan kalau masuk pun, mereka nggak bisa belajar dalam waktu yang lama. Pintar-pintar kita saja sebagai orang tua supaya lebih kreatif mencari permainan edukasi bagi mereka.
Math
Saya termasuk orang yang kurang bisa berhitung. Sejujurnya, saya nggak suka Matematika. Namun, lewat game edukasi yang ada di plays.org, kita bisa mengajari anak-anak berhitung dengan lebih menyenangkan.
Kategori Math atau Matematika berisi game edukasi Matematika yang dapat dimainkan oleh anak-anak. Mereka bisa belajar penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan yang lainnya.
Salah satu permainan yang kami mainkan dalam kategori Math adalah Ballon Pop Subtraction Game. Permainan ini merupakan permainan pembelajaran visual yang bisa membantu anak-anak mempelajari dasar-dasar pengurangan dengan meminta mereka meletuskan balon dengan lebah.
Permainan ini sangat menyenangkan karena sesuai dengan usia anak saya dan juga soal pengurangan yang nggak terlalu sulit. Anak saya bisa berlatih berhitung dengan lebih asyik tanpa tertekan. Semoga dia nggak seperti emaknya, ya…hihi.
Itulah beberapa manfaat positif dari game edukasi dan juga beberapa pilihan permainan yang bisa teman-teman coba di rumah. Belajar nggak melulu mesti duduk di bangku sekolah dan memperhatikan papan tulis, ada saatnya kita butuh cara lebih kreatif supaya anak-anak nggak bosan dan tetap semangat belajar. Dan lagi, supaya mereka juga tahu ternyata ada banyak game edukasi yang boleh dimainkan tentunya dengan tetap didampingi oleh orang tua.
Salam hangat,
Friday, November 5, 2021
Waspada Dehidrasi Pada Anak Ketika Demam Atau Diare
Photo by Kelly Sikkema on Unsplash |
Kemarin, nggak sengaja lihat status di beranda Facebook yang membuat saya tertarik membaca sampai selesai. Ternyata tentang anak yang dehidrasi ketika sedang diare dan muntah-muntah. Saya jadi ingat, dulu, suami saya pernah mengalami hal yang hampir sama. Bedanya, saya segera membawanya ke dokter sebelum dehidrasinya tambah parah. Penyebab awalnya juga sama, diare dan muntah-muntah hebat.
Suami saya memang tipe orang yang kurang suka minum apalagi yang nggak manis. PR banget buat saya sebagai istri bahkan sampai hari ini. Ketika dia sakit, saya memberinya larutan oralit hingga air putih. Namun, dia malas sekali meminumnya karena pasti memang sedang nggak enak, tapi mestinya bisa dipaksa sedikit-sedikit. Akhirnya, kondisinya makin buruk. Waktu dibawa ke dokter, dia bahkan nggak bisa jalan sendiri, mesti pakai kursi roda. Waktu itu, kondisi saya juga sedang hamil muda dengan placenta previa. Sangat berharap dia nggak dirawat karena saya hanya sendirian dan ada anak sulung yang masih kecil.
Namun, dokter bilang mesti rawat karena dehidrasinya sudah lumayan parah. Saya pun menurutinya dan Alhamdulillah, setelah diinfus, nggak lama kemudian dia membaik dan segar lagi. Betapa pentingnya cairan dalam tubuh kita. Jangan sampai kejadian juga sama teman-teman, ya.
Waspada Dehidrasi Ketika Demam
Anak-anak saya punya riwayat kejang demam. Waktu anak sedang demam, saya pasti memaksa mereka untuk tetap minum. Baik itu ASI, air putih, atau jus buah. Supaya suhunya bisa turun dan lagi agar tidak dehidrasi. Karena dehidrasi memicu kejang.
Anak-anak terbiasa banyak minum tanpa harus diomelin karena itulah yang saya ajarkan. Namun, untuk suami saya yang sudah dewasa, mana bisa dipaksa? Dan memang sulit sekali memaksa dia untuk banyak minum terutama air putih.
Ketika anak sedang demam, jangan terlalu khawatir soal demamnya. Namun, perhatikan terus kecukupan cairan dalam tubuhnya. Beri minum sedikit, tapi sering supaya tidak mual.
Demam itu alarm tubuh, secara alamiah akan terjadi demam saat ada infeksi baik disebabkan oleh virus ataupun bakteri. Demam itu berjasa membunuh bakteri dan virus, lho. Jangan musuhin demamnya, tapi cari penyebabnya. Selama penyebabnya masih belum diatasi, demam pun masih terjadi.
Kita itu terbiasa panikan kalau anak-anak demam. Ya, wajar saja. Sama seperti saya. Apalagi anak-anak di rumah kalau demam suhunya tinggi banget. Nggak jarang kejang demam. Saya pun tetap observasi penyebabnya apa. Kalau hanya common cold, saya hanya memberikan cairan yang banyak, makan yang lebih sehat, penurun panas supaya anak lebih nyaman dan bisa istirahat juga. Kalau penyebabnya bukan virus, jangan ragu untuk konsultasi ke dokter supaya anak bisa lekas ditangani.
Orang-orang mungkin sering abai soal cairan karena belum mengerti risiko dehidrasi. Tanda-tanda dehidrasi pun mesti kita pelajari dan ketahui terutama sebagai orang tua. Sehingga kita tahu kapan mesti ke dokter dan rawat inap dan kapan cukup ditangani di rumah.
Betapa pentingnya belajar tentang penyakit langganan anak dan cara mengatasinya bagi orang tua. Kalau nggak ikut Milis Sehat, bisa baca-baca di blog dan akun Instagramnya dokter Apin. Beliau dokter Milis Sehat yang selama ini saya ikuti. Dokter-dokter di Milis Sehat sungguh sangat berjasa buat perjalanan saya sebagai orang tua, terutama dalam situasi berat. Atau beli deh bukunya dokter Apin. Nggak akan pernah rugi, kok.
Waspada Dehidrasi Ketika Anak Diare dan Muntah-Muntah
Diare akut umumnya disebabkan oleh virus dan tidak butuh obat tertentu. Hal yang perlu diperhatikan saat anak diare dan muntah-muntah adalah memastikan dia nggak dehidrasi. Jadi, sama seperti saat mereka demam. Atau lebih bahaya lagi kalau anak diare muntah dan masih demam tinggi juga. Mereka benar-benar butuh cairan yang cukup.
Berikan cairan sedikit, tapi sering. Kalau dimuntahkan lagi? Kasih lagi setelah jeda sebentar. Anak pasti akan lemas, tapi kalau jumlah cairan dalam tubuhnya cukup, insyallah nggak berbahaya buat mereka.
Pemberian oralit juga penting. Oralit nggak bisa digantikan dengan minuman lain. Ingat, ya. Nggak bisa digantikan dengan P*C*R* sekalipun, lho. Usahakan selalu menyediakan oralit di rumah. Oralit termasuk obat wajib yang mesti tersedia di kotak obat. Jangan enteng dan abai soal cairan. Risikonya bisa fatal :(
Prinsip penanganan diare dan muntah adalah mencegah dan menangani dehidrasi. Walaupun intensitas diare dalam sehari lumayan banyak sampai 10x dalam sehari, tapi selama tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi, insyaallah kondisi anak akan tetap baik.
Selama menjadi orang tua, sudah berkali-kali kejadian anak diare atau kena gastroenteritis (muntah-muntah tanpa berhenti), tapi Alhamdulillah sejauh ini masih bisa ditangani di rumah karena saya sangat memperhatikan tercukupinya cairan.
Tanda-Tanda Dehidrasi
Tanda-tanda dehidrasi saya pelajari dari buku dr. Wati. Bagi yang ikut Milis Sehat, pasti tahu banget siapa dr. Wati ini. Buku beliau bagus sekali, tapi sayangnya sudah nggak cetak ulang. Saya sarankan, teman-teman bisa membeli buku-buku dr. Apin sebagai panduan bagi orang tua ketika anak sakit. Jangan sampai anak terlambat ditangani atau malah overtreatment saking paniknya. Yang rugi bukan hanya orang tua, tapi juga anak-anak.
Ketika orang tua nggak paham tanda-tanda dehidrasi terutama dehidrasi berat, anak bisa dalam kondisi berbahaya dan bisa terlambat mendapatkan pertolongan. Namun, ketika kita tahu dan paham kapan anak perlu dibawa ke rumah sakit, insyaallah kondisi buruk akan bisa diminimalisir.
Saya kutip dari buku dr. Wati tentang tanda-tanda dehidrasi yang perlu orang tua waspadai,
Dehidrasi Ringan
- Mata kering, saat anak sedang menangis, hanya sedikit keluar air mata atau malah nggak keluar air mata sama sekali.
- Mulut dan bibir lebih kering.
- Buang air kecil sedikit lebih jarang. Biasanya saya selalu menghitung berapa kali anak buang air kecil terutama saat demam dan diare. Benar-benar sampai dihitung.
Dehidrasi Sedang
- Mata cekung.
- Lemas.
- Sangat kehausan.
- Semakin jarang buang air kecil.
- Kulit kering.
Dehidrasi Berat
- Pada bayi di bawah usia 6 bulan, ubun-ubun terlihat cekung.
- Tidak mau minum.
- Tidak buang air kecil lebih dari 8 jam.
- Ketika kulit dicubit dengan dua jari, kulit sulit kembali ke bentuk asal.
- Sangat lemas atau kesadaran menurun.
Itulah beberapa kondisi yang perlu diwaspadai oleh kita sebagai orang tua. Ketika anak sedang demam atau diare, jangan panik berlebihan sampai nggak tahu mau ngapain, dan jangan juga mengentengkan sampai anak jadi terlambat ditangani.
Bagi saya, nggak ada ruginya banyak belajar soal kesehatan terutama hal yang dasar saja pada penyakit langganan anak-anak, karena kita nggak boleh juga hanya bergantung sama dokter. Nggak semuanya mesti ditangani dokter, ada juga yang cukup ditangani di rumah saja.
Jika kita mengerti, kita juga ikut membantu dokter supaya RUM dan nggak overtreatment terutama soal pemberian obat. Karena banyak dokter jadi nggak RUM akibat permintaan orang tua yang berlebihan setiap kali konsultasi. Inilah yang diceritakan oleh salah satu dokter spesialis anak di RS Hermina Jatinegara waktu saya ke sana. Beliau membenarkan apa yang saya lakukan. Kalau memang nggak butuh obat A, ya, ngapain diminta?
Yuk, ah, belajar lagi jadi orang tua yang bijak menggunakan obat dan tahu kapan anak mesti dibawa ke rumah sakit dan rawat inap. Nggak harus menjadi dokter dulu buat belajar semua ini, apalagi jika hanya soal penyakit langganan pada anak dan pertolongan pertama yang bisa kita berikan selama di rumah. Cukup jadi orang tua saja yang mau tetap belajar, insyaallah kita bisa melewati semuanya tanpa harus panik berlebihan dan terlambat mengambil keputusan.
Salam hangat,
Tuesday, November 2, 2021
Common Cold Setelah Masuk Sekolah Offline
Photo by Atikah Akhtar on Unsplash |
Setelah sekian lama hanya di rumah saja, belajar pun di rumah, main juga di rumah, bertemu teman-teman juga hanya via online, akhirnya kita sampai juga pada waktu di mana pandemi pelan-pelan akan pergi. Iya, kita sudah bisa berkativitas di luar secara bertahap. Sekolah-sekolah mulai dibuka untuk pembelajaran tatap muka. Dan inilah hal yang nggak saya suka, common cold lagi!
Jumat lalu, si bungsu yang mesti sekolah setiap hari mengeluh sakit tenggorokan. Hari itu juga saya tidak mengizinkannya sekolah offline. Langsung minta izin. Benar saja, siangnya sudah meler dan demam. Mulai batuk-batuk juga. Kemarin, suaranya malah sempat hilang.
Setelah dua tahun hidup di masa pandemi, benar-benar jarang sakit, baru kali ini dia kena common cold lagi. Dan seperti biasa, sulit dihindarkan supaya nggak menular ke emaknya ataupun kakaknya. Jadi, kami bertiga kompak meriang…kwkwk.
Drama Commond Cold di Masa Lalu
Common cold ini pernah menjadi drama berkepanjangan dalam hidup saya. Awal-awal si sulung masuk TK sampai SD rasanya adalah waktu terberat karena mereka mesti bolak balik ke rumah sakit. Mereka hanya kena common cold, tapi risiko lainnya pun nggak bisa dihindari.
Adanya riwayat kejang demam dari saya membuat kedua anak saya harus merasakan sering-sering kena kejang demam juga setiap kali demam, terutama si sulung. Saya orangnya nggak suka yang buru-buru ke dokter kecuali memang diperlukan. Ketika anak-anak kejang demam, saya bisa menangani sendiri di rumah selama gejalanya memang bisa di-treatment di rumah. Saya selalu menyediakan obat kejang di kulkas. Nggak pernah telat stok.
Namun, ada kalanya saya mesti bolak balik periksa untuk memastikan diagnosa, benar nggak, nih anak saya baik-baik saja meskipun kejang demam terus sampai usia lima tahun lebih? Atau si adik yang kena otitis media akut atau OMA yang berkepanjangan. Dokter bilang dia nggak bisa sembuh atau kemungkinannya kecil banget saking seringnya dia kena OMA akibat common cold yang berkepanjangan. Bahkan sempat ada rencana bakalan operasi telinga. Kalau ingat, dulu, kok kuat-kuat saja, ya ngejalaninnya? Kalau ngebayangin di waktu sekarang, rasanya berat banget :D
Kenapa anak-anak bolak balik common cold terutama di waktu sekolah? Karena ketularan dari teman-temannya. Ini hal yang sulit banget dihindarkan ketika anak sudah masuk sekolah. Dan sangat wajar sekali terjadi. Di rumah, anak-anak nggak main di luar. Kemungkinan kenanya paling dari kami, orang tuanya. Namun, ketika sekolah, dengan kelas yang selalu memakai AC, sudah bisa dipastikan akan mudah banget menular.
Setelah beberapa bulan ini mulai masuk offline lagi, akhirnya kejadian dan ngerasain juga kena common cold lagi, tapi Alhamdulillahnya anak-anak sudah lebih strong. Kemarin, ada wali murid yang bilang anaknya batuk juga. Hasil konsultasi juga dengan dokter Apin di RS, ya itu risiko yang nggak bisa dihindari. Lagi pula, anak-anak sakit pun buat menaikkan imunitasnya, kok. Cuma emaknya mulai oleng saja kalau lihat anak-anak sering sakit. Semoga tahun-tahun ini nggak separah dulu.
Nggak Semua Penyakit Butuh Obat
Nggak dibawa ke dokter? Ke dokter mau ngapain? Curhat? Seperti saya waktu dulu berkonsultasi ke dokter Apin, cuma pengin curhat dan mencari dukungan kalau hal yang saya lakukan sudah benar. Bahkan dokter Apin pun tahu saya ke sana hanya pengin nunjukin ke suami saya yang dulunya belum RUM, biar dia tahu istrinya ini sudah benar menangani anaknya selama sakit…kwkwk.
Pulang pun kami nggak bawa obat atau antibiotik. Padahal, waktu itu, doker lain sudah minta bolak balik cek darah sampai suruh rawat inap. Namun, dokter Apin hanya membolak balik badan anak saya…kwkwk.
Nggak setiap sakit butuh obat. Nggak setiap sakit mesti ke dokter terutama di masa pandemi seperti sekarang. Menghindari banget pergi ke dokter kecuali dalam kondisi darurat dan mengharuskan saja.
Nggak ke dokter bukan berarti nggak sayang sama anak-anak. Justru karena sayang sama mereka, kita mesti hati-hati ngasih treatment terutama soal obat-obatan yang meski aman dikonsumsi, tapi tetap punya efek samping dan harus sesuai kebutuhan. Anak common cold nggak butuh antibiotik, tapi berapa banyak dokter yang ngasih oleh-oleh antibiotik setiap saya konsultasi? Obat sekantong buat satu anak dengan diagnosa common cold? Sedangkan kita hanya butuh satu tablet saja? Kira-kira masuk akal nggak, sih? Kecuali ada diagnosa lainnya.
Sampai capek kadang debat sama dokter. 'Anak saya sakit apa, Dok? Common cold. Sebabnya common cold apa, ya, Dok? Virus. Kalau sebab virus, kenapa anak saya diberikan antibiotik? Antibiotik, kan hanya dibutuhkan untuk penyakit yang disebabkan bakteri. Apa nggak berlebihan treatment-nya?
Hari-hari berikutnya saya nggak mau debat lagi. Cukup nggak tebus obatnya dan pulang membawa obat demam atau obat lain yang jelas memang dibutuhkan.
Perjalanan common cold dalam hidup saya nggak sederhana. Ada anak yang sering kejang demam setiap kali kena common cold, ada anak yang bolak balik ke dokter THT hampir setiap minggu karena kena OMA. Itulah kenapa saya merasa berat kalau di sekolah nggak disiplin terutama soal anak yang sakit atau belum benar-benar sehat, tapi tetap masuk sekolah. Peraturan di zaman pandemi, anak-anak yang masuk hanya yang benar-benar sehat saja. Jangan sampai dia masuk, tapi malah membahayakan teman-temannya.
Saya sadar betul, itulah risiko yang bakalan terjadi dan nggak masalah karena mereka akan tumbuh semakin besar dengan imunitas yang lebih bagus. Namun, kadang jenuh juga kalau keseringan sakit…hiks.
Anak-anak saya terbiasa pakai masker setiap mereka kena common cold jauh sebelum masa pandemi, sampai terkenal di sekolah rajin pakai masker. Zaman dulu, kalau hanya flu batuk, kan masih boleh sekolah, ya. Anak-anak saya memakai masker semata-mata demi menjaga teman-temannya yang lain supaya nggak ketularan juga. Semoga teman-temannya juga sama-sama menjaga. Itu saja yang saya harapkan. Kalau sudah diusahakan dan masih kena juga, qadarallah.
Sekian curhatan di pagi yang cerah dengan kondisi badan yang mulai enakan…kwkwk. Semoga anak-anak kita tetap sehat ya, selama pembelajaran tatap muka.
Salam hangat,
Monday, November 1, 2021
Belajar Online Lebih Mudah Bersama Bimbingan Belajar Kelas Pintar
Photo by Compare Fibre on Unsplash |
Sejak pandemi, tugas mendidik anak-anak sepenuhnya kembali kepada orang tua. Bayangkan, anak-anak yang awalnya bisa masuk sekolah hingga hampir seharian, belajar bersama teman-teman dan gurunya, sekarang mesti selalu di rumah dan lebih banyak berinteraksi dengan orang tua. Bagi yang belum siap, rasanya kelabakan banget menghadapi semua perubahan ini. Apalagi jika anak-anaknya nggak terbiasa disiplin belajar sendiri, yang ada malah ribut hampir setiap hari. Orang tua stres, anak-anak lebih parah lagi.
Keadaan nggak nyaman itu sangat terasa di awal-awal pandemi tahun lalu. Orang tua yang repot sendiri melihat tugas-tugas sekolah anaknya, harus cek tugas-tugas mana yang belum selesai, juga memaksa anak-anaknya supaya tetap disiplin. Dan lagi, guru-guru pun belum sepenuhnya siap beradaptasi dengan pembelajaran online di masa pandemi sehingga mereka lebih banyak ngasih tugas daripada berinteraksi lewat Zoom atau Google Meet. Jadi, kalau dipikir-pikir, yang paling tertekan adalah anak-anak :(
Namun, seiring berjalannya waktu, proses belajar online memang terasa lebih mudah. Anak-anak mulai terbiasa sekolah via Zoom, orang tua lebih santai, dan guru-guru pun semakin kreatif dalam proses belajar mengajar sehingga anak-anak sekarang jadi lebih bersemangat lagi.
Kebetulan, si sulung sudah naik kelas lima tahun ini. Kelihatan banget dia lebih menikmati sekolahnya ketimbang tahun lalu. Keinginan berkompetisi pun makin tumbuh. Nggak malu-malu lagi kalau berebut menjawab pertanyaan bersama teman-temannya. Sangat bersyukur dengan proses yang nggak mudah. Sebab, saya merasakan betul capek lelahnya belajar online tahun lalu. Dia sering menangis karena terlalu banyak mendapatkan tugas, sedangkan materinya kurang diulas. Gimana mau ngerjain tugas kalau dia belum sepenuhnya paham dengan materi pelajarannya? Eh, tapi gurunya sudah nagih-nagih juga. Orang tua jadi serba salah mesti gimana, dong? Benar-benar tahun yang nggak mudah dilupakan…hihi.
Tiga Tipe Gaya Belajar
Di sekolah si sulung, anak-anak akan dibagi sesuai dengan tipe gaya belajarnya masing-masing. Jadi, anak-anak visual nggak bakalan belajar bersama anak-anak kinestetik dan audio. Begitu juga sebaliknya. Kelas-kelas dibagi sesuai gaya belajar mereka.
Hal ini memudahkan saya sebagai orang tua untuk mengenal gaya belajar si sulung. Jangan sampai saya mendampingi dengan cara yang nggak tepat sehingga dia malah merasa tambah kesulitan saat harus belajar di rumah.
BTW, gaya belajar itu dibagi menjadi tiga,
Gaya Belajar Visual
Anak dengan tipe visual cenderung fokus pada indera penglihatannya. Mereka bisa belajar lebih mudah dengan mengamati gambar, tulisan, ataupun video. Anak-anak dengan tipe visual juga lebih anteng kalau belajar. Nggak banyak gerak ke sana kemari. Juga nggak banyak bersuara. Mereka jauh lebih tenang dibanding kelas sebelahnya..hihi.
Gaya Belajar Auditori
Anak dengan tipe auditori bisa lebih fokus belajar dengan mengandalkan pendengaran. Jadi, anak-anak auditori lebih senang mendengarkan penjelasan gurunya tanpa harus melihat gambar ataupun mencatatnya. Anak-anak auditori juga lebih senang membaca keras. Dia juga nggak terlalu mahir menulis, tapi sangat pandai bercerita.
Gaya Belajar Kinestetik
Jika ada anak yang nggak bisa duduk tenang dalam waktu yang lama, kemungkinan besar dia adalah anak kinestetik. Anak-anak dengan tipe belajar kinestetik memang akan lebih banyak bergerak karena dia selalu berorientasi pada fisik. Jadi, kalau ada anak yang belajarnya nggak bisa anteng, bukan berarti nakal, ya. Bisa jadi dia adalah anak kinestetik. Inilah pentingnya mengetahui gaya belajar anak-anak kita sedini mungkin.
Dulu, pernah ada teman sekelas si sulung yang dianggap belum siap masuk SD. Karena dia nggak bisa duduk dengan tenang saat belajar. Lebih banyak bergerak ke sana kemari. Kita sering melabeli anak-anak seperti ini dengan sebutan ‘nakal’. Namun, yang mengejutkan adalah dia diterima di SD bersama teman-temannya yang lain. Saat menjalani psikotes, barulah diketahui kalau dia ini termasuk anak kinestetik yang memang nggak bisa seanteng anak visual.
Buat saya pribadi, mengetahui tipe belajar anak-anak sangat penting. Jangan sampai kita jadi ngomel-ngomel gara-gara anak kita nggak bisa duduk diam saat belajar. Apalagi sampai kesulitan belajar karena kitanya salah mengerti. Anak kinestetik ataupun audio nggak bisa dong belajar mengandalkan gambar dan tulisan. Begitu juga sebaliknya. Mereka harus belajar dengan metode yang tepat sesuai karakternya masing-masing.
So, anak-anak di rumah termasuk tipe belajar apa, nih?
Bimbingan Belajar Online dengan Melihat Gaya Belajar
Sekolah online di masa pandemi memang nggak mudah. Apalagi kalau kita nggak bisa selalu mendampingi anak-anak belajar di rumah karena mesti bekerja dan lain sebagainya. Kita nggak bisa melakukannya sendirian. Kita butuh pihak lain untuk membantu. Salah satunya dengan menggunakan bimbingan belajar online.
Saya merekomendasikan Kelas Pintar sebagai solusinya. Kenapa mesti Kelas Pintar? Karena Kelas Pintar sangat memahami anak-anak dengan gaya belajar yang berbeda-beda. Kelas Pintar menggunakan pendekatan PERSONAL sebagai metode penyampaian materi yang nantinya akan disesuaikan dengan karakter setiap anak.
Selain itu, Kelas Pintar juga menggunakan metode PINTAR yang menggunakan pendekatan Learn, Practice, serta Test.
Jadi, nggak ada tuh ceritanya anak kesulitan belajar karena salah pakai metode. Kelas Pintar sangat memahami bahwa setiap anak punya gaya belajar yang berbeda sehingga mereka tidak bisa belajar dengan metode yang sama.
Temukan Solusi Belajar di Kelas Pintar
Fokus utama dari Kelas Pintar adalah menguatkan dan mensinergikan peran guru, sekolah, dan orang tua dalam proses pembelajaran lewat platform yang terintegrasi. Platform ini punya kemampuan merekam proses belajar siswa yang nantinya bisa digunakan oleh guru, sekolah, maupun orang tua dalam memahami karakter setiap anak serta menemukan potensi dan menyelesaikan kesulitan yang mereka hadapi selama ini.
Apa saja yang bisa kita temukan di Kelas Pintar?
● Mempelajari materi lengkap dalam bentuk video belajar, audio-visual, juga e-book. Jangan khawatir, anak-anak juga akan mengerjakan soal-soal latihan sebelum evaluasi melalui soal tes yang sangat bervariasi.
● Butuh berlatih dengan banyak soal sebelum ulangan harian atau ujian semester? Tenang, anak-anak bisa mengakses puluhan ribu soal LOTS, MOTS, dan HOTS demi meningkatkan kesiapan siswa dalam ulangan harian ataupun ujian semester. Sehingga orang tua tidak perlu terlalu khawatir jika dalam proses belajar tidak selalu dapat mendampingi di rumah.
● Guru-guru dari Kelas Pintar siap mendampingi anak-anak belajar dari rumah. Nggak harus selalu orang tua yang mengawasi dan menemani. Dengan adanya guru dari Kelas Pintar, anak-anak akan belajar lebih enjoy tentunya dengan metode yang tepat sesuai dengan karakter setiap anak.
Sebagai orang tua, pastinya kita ingin memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak terutama di masa pandemi seperti sekarang. Kita memang tidak boleh berharap terlalu tinggi kepada mereka dalam situasi yang serba sulit seperti saat ini, tapi nggak ada salahnya jika kita memberikan pendampingan yang terbaik bagi proses belajar mereka selain dari sekolah.
Bagi saya, adanya Kelas Pintar benar-benar menjadi solusi terutama bagi orang tua yang harus bekerja dan tidak ada banyak waktu untuk mendampingi anak-anaknya di rumah. Anak-anak pun akan lebih enjoy belajar dengan metode yang tepat dari Kelas Pintar. Semoga informasi ini membantu, ya.
Salam hangat,