Monday, February 21, 2022
Pengalaman Vaksin Covid-19 Bagi Anak Usia 6 Sampai 11 Tahun
Photo by CDC on Unsplash |
Saat ini, vaksin Covid-19 tidak hanya diperuntukkan bagi dewasa dan anak-anak usia 12 tahun ke atas. Anak usia 6 tahun pun sudah bisa divaksinasi, lho. Anak saya yang usia 6 dan 11 tahun sudah menerima vaksin sejak bulan lalu. Vaksinasi kebanyakan memang dilakukan di sekolah. Seperti si Kakak yang mendapat vaksin pertamanya di sekolah, sedangkan untuk vaksin kedua kami mencari di tempat lain.
Tujuan diadakannya vaksin bagi anak usia 6 sampai 11 tahun tentu supaya mereka terlindungi dari virus Covid-19 yang sempat menggila pada pertengahan tahun lalu. Vaksin Covid-19 bagi anak usia 6 tahun memang belum seluruhnya diwajibkan. Tergantung kebijakan sekolah masing-masing.
Seperti di sekolah anak saya, sebagian besar memang sudah menerima vaksin, tapi menurut gurunya, masih ada orang tua yang belum mengizinkan anaknya divaksin. Jadi, sekolah belum sepenuhnya mewajibkan. Namun, karena ada yang belum menerima vaksin, sekolah akhirnya mengambil keputusan untuk tetap melakukan pembelajaran terbatas selama pandemi ini.
Ditambah beberapa minggu terakhir ada kasus positif sehingga sekolah juga mengambil kebijakan menutup sekolah sementara waktu dan baru mulai offline hari ini. Itu pun atas persetujuan orang tua.
Jangan Menakuti Anak-Anak
Tidak semua anak usia besar berani disuntik. Saya jadi ingat pengalaman pribadi, setiap ada vaksin di sekolah, saya pasti nangis. Sampai saya berusia sedewasa sekarang, saya tetap takut dengan yang namanya jarum suntik.
Saya tidak ingat, apakah ada pengalaman traumatik yang membuat saya sepenakut ini. Ataukah orang tua dulu pernah menakuti saya? Yang jelas, sampai sekarang saya memilih untuk tidak disuntik kecuali terpaksa…kwkwk.
Sepertinya rasa takut saya menurun pada si Sulung. Kalau nggak terpaksa, dia nggak akan mau disuntik. Namun, karena sudah setengah wajib, akhirnya terpaksa dia mengiyakan.
Waktu mau vaksin, kebetulan tidak didampingi oleh saya ataupun ayahnya. Namun, waktu sampai di rumah, dengan bangga dia bilang ‘ternyata nggak sakit, ya.’
Alhamdulillah, untuk anak-anak sepertinya tidak ada efek macam-macam setelah vaksin, seperti meriang atau demam. Vaksinnya pun masih seluruhnya pakai Sinovac.
Orang tua tentu juga ketar ketir soal ini. Nggak semua orang tua mengizinkan anaknya divaksin. Namun, bagi orang tua yang anaknya akan menerima vaksin, ada baiknya sejak awal tidak ditakut-takuti.
Kalau mereka ketakutan, bisa kasihan. Sempat ada anak usia SD yang sampai mual-mual saking takutnya, lho. Ini kan nggak nyaman banget buat dia. Walaupun alasannya belum tentu karena ditakut-takuti, ya.
Saya hanya sampaikan bahwa sampai kapan pun kita akan tetap menerima vaksin Covid-19 karena kondisi pandemi yang belum berakhir. Jadi, pilihannya hanya dua, mau sekarang atau di waktu yang lain. Sejujurnya saya juga tidak mau disalahkan oleh orang tua lainnya. Karena berasa banget nih kalau nggak vaksin, kelihatan jadi minoritas…kwkwk.
Kasus Omicron Makin Meningkat
Setelah vaksin, bukan berarti jadi nggak disiplin prokes. Sampai saat ini, saya masih nyaman pakai dobel masker ke mana-mana. Begitu juga dengan anak-anak. Jadi, vaksin tidak sepenuhnya mencegah kita tertular. Makanya, aneh kalau ada orang kesal karena tertular, padahal dia sudah vaksin. Mungkin masih salah memahami manfaat vaksin.
Untuk sementara waktu, meski anak-anak sudah menerima vaksin, saya tetap memilih PJJ sementara waktu. Bukan masih parno seperti yang sudah-sudah, tapi untuk saat ini merasa lebih nyaman seperti itu.
Di beberapa negara lain mungkin sudah membebaskan warganya untuk melepas masker, tidak mewajibkan swab kecuali bagi yang bergejala, tidak ada kewajiban swab bagi pendatang kecuali jika ia bekerja di tempat yang mengharuskannya lebih berhati-hati seperti di panti jompo misalnya, dan tentunya karantina bagi yang positif menjadi lebih singkat.
Hal ini terjadi karena mereka sudah melihat fakta bahwa varian Omicron masih bisa dikendalikan dan tidak seberbahaya varian Delta. Nah, di Indonesia belum terjadi kelonggaran seperti ini.
Faktanya, Omicron ini memang sedang mewabah di Indonesia dan kebanyakan merasakan gejala seperti flu berat hingga demam tinggi. Jadi, untuk sementara waktu, nggak ada salahnya tetap berhati-hati.
Efek Samping Setelah Vaksin
Adakah efek samping yang dirasakan oleh anak-anak setelah vaksin? Hanya si bungsu saja yang merasakan sedikit pusing. Mungkin juga karena grogi, sih…hihi. Meskipun cukup deg-degan, tapi si adek yang berusia 6 tahun nggak berontak apalagi nangis. Dia hanya menarik napas dalam-dalam sambil merem-merem…hihi.
Usahakan anak-anak makan yang cukup sebelum vaksin, istirahat dan tidur juga cukup, makan makanan bergizi juga sebagai salah satu cara menguatkan imunitas sebelum menerima vaksin.
Setelah menerima vaksin, tentu kita semua merasa sangat lega. Karena merasa sudah beres dari kewajiban…kwkwk. Kita tinggal menunggu waktu sampai pandemi benar-benar berakhir. Semoga tahun ini terakhir kalinya kita mendengar varian baru muncul. Jangan ada lagi deh varian baru apalagi menjelang Ramadhan dan lebaran. Karena kami pengin mudik dengan nyaman tanpa ketakutan apalagi aturan yang ribet bin sulit :(
Semoga anak-anak senantiasa sehat, ya. Tentu mereka berharap bisa kembali ke sekolah dan belajar dengan normal. Begitu juga dengan orang tua. Karena nggak semua orang tua betah mendampingi anaknya belajar di rumah. Ada anak-anak yang memang nggak bisa belajar di rumah, mesti datang ke sekolah. Beruntung jika sekolah aktif dan mau memfasilitasi.
Salam hangat,
Monday, February 14, 2022
Anak Tidak Suka Membaca? Sudah Saatnya Penulis Membuat Buku Ramah Cerna!
Photo by Mael Balland on Unsplash |
Semalam, saya mengikuti zoom terakhir untuk program magang bersama pak Bambang Trim. Materi telah diberikan selama beberapa minggu. Dan sejujurnya, ini kelas materinya terbaik, sih. Beliau sudah sangat senior dalam bidang kepenulisan. Bukan hanya soal usia, tapi memang benar-benar ahli di bidangnya.
Waktu beliau mulai menulis buku, saya baru lahir. Kebayang banyak sekali hal yang tidak saya tahu. Ibaratnya, saya ini masih bayi yang baru lahir kemarin sore. Saya sedang ada di dunia kepenulisan, sedang belajar, dan qadarallah ketemu sama beliau. Penjelasan mengenai materi terutama tentang buku ramah cerna sangat mudah dipahami. Tentu saja, baru kali ini saya belajar membuat buku semacam ini.
Untuk mencari contoh buku ramah cerna memang cukup sulit ditemukan di Indonesia. Kebanyakan pak Bambang memberikan contoh buku-buku luar negeri. Itulah alasan kenapa saya sempat membeli buku satu set dari Roald Dahl. Beliau sempat merekomendasikan buku-buku ini sebagai contoh bacaan sastra anak yang bagus untuk dipelajari oleh penulis buku anak.
Minus satu buku karena sedang dibaca anak-anak (Dok pribadi) |
Bagi yang tertarik, coba cari di marketplace gitu. Buku bisa dibeli satuan atau satu paket. Satu paket berisi 18 buku seharga 500an ribu. Untuk jumlah buku sebanyak itu, lumayan terjangkau, sih. Ini bukan promosi, ya. kwkwk. Daripada ada yang tanya, kan? Sekalian saya bantu jawab sesuai pengalaman saja…hehe.
Namun, di Ipusnas saya sempat menemukan buku ramah cerna, tapi memang kalimatnya masih pakai ketentuan yang lama. Seperti untuk pembaca jenjang A belum menggunakan titik dan koma. Sedangkan untuk ketentuan yang baru, penggunaan titik, koma, bahkan huruf kapital sudah diperbolehkan.
Benar-benar hal yang baru sih buat saya. Setelah sekian lama menulis, ikut banyak kelas menulis buku anak, tapi mungkin baru kali ini dapat materi yang berbeda dan benar-benar daging sekali.
Apa Itu Buku Ramah Cerna?
Teman-teman tahu nggak, sih? Ternyata, buku-buku anak yang saat ini banyak beredar di Indonesia benar-benar nggak sesuai sama kemampuan baca anak-anak. Saya merasa beruntung karena anak-anak saya senang membaca sejak dini. Bahkan yang sekarang TK B sudah nyandu banget membaca buku, masya Allah. Namun, anak-anak lain belum tentu seperti dia. Ada yang masih kesulitan membaca, kemudian mendapatkan buku yang menurut orang dewasa menarik dan cantik, tapi sulit dimengerti oleh anak-anak.
Buku-buku jenis picture book yang sekarang banyak kita beli, ternyata konsepnya nggak sesuai dengan buku ramah cerna. Contoh kecilnya saja tentang ilustrasi dan penempatan teks. Untuk buku ramah cerna, gambar akan diletakkan di samping kanan atau kiri saja. Teks akan dibuat terpisah dari gambar. Jadi, jika di kanan ada gambar, di sebelah kiri ada teks. Teksnya juga nggak banyak. Hanya beberapa baris dan belum berbentuk paragraf.
Sedangkan jika buku dibuat dengan ilustrasi spread atau menyebar, teks akan ditempatkan statis. Kalau teks ada di sebelah kanan, seterusnya harus ditaruh di sisi yang sama. Gimana, udah kebayang belum, sih?
Sedangkan buku-buku yang kebanyakan beredar nggak demikian konsepnya. Rata-rata buku yang saya beli, ilustrasi berupa spread dan teks diletakkan di mana saja asal muat. Sebagai ilustrator kemarin sore, jadi ikutan ketampar…kwkwk.
Tingkat Literasi di Indonesia Sangat Rendah
Tahu nggak, sih kenapa tingkat literasi di Indonesia ini sangat rendah? Karena anak-anak tidak menemukan bacaan yang tepat. Buku-buku ramah cerna bagi kita orang dewasa nggak menarik, tapi bagi anak-anak sangat membantu untuk belajar membaca. Gambarnya hanya sedikit dan sederhana, tapi sudah diteliti, kalau konsep buku ramah cerna adalah yang terbaik bagi usia mereka.
Buku-buku anak di Indonesia terbitnya sangat banyak, lho. Berbeda dengan di luar negeri yang cukup terbatas, tapi sangat ketat seleksinya. Saya pernah mendengar tentang ini sebelumnya, tapi lupa sumbernya. Bantu koreksi jika saya salah, ya :)
Setelah belajar di kelas pak Bambang Trim, saya jadi melihat-lihat buku-buku yang sudah pernah saya beli. Sebagian besar memang nggak sesuai dengan konsep buku ramah cerna. Nah, pak Bambang pengin mengubah yang salah ini menjadi benar dengan menghadirkan buku-buku ramah cerna. Bayangkan, kesalahan seperti ini telah dilakukan selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, ngubahnya gimana? Pelan-pelan pastinya. Dan harus disosialisasikan supaya ada lebih banyak penulis membuat buku yang sesuai dengan kemampuan baca anak.
Buku Anak-anak Lebih Sulit Dibuat Daripada Skripsi
Gimana, gimana? Para ahli sastra menyebutkan bahwa buku anak-anak jauh lebih sulit dibuat ketimbang skripsi. Dan faktanya, memang betul…kwkwk.
Bayangkan, dalam buku ramah cerna, kita dibatasi oleh jumlah kalimat, diksi, dan paragraf. Kita nggak bisa bikin paragraf untuk buku jenjang A misalnya. Kita nggak boleh menulis lebih dari empat kalimat dalam satu halaman. Dalam satu kalimat hanya ada beberapa kata. Sedangkan ada banyak hal yang mau kita ceritakan. Kita nggak leluasa, tapi kita harus ikuti aturan.
Bikin bukunya hanya sebentar, tapi mikirnya bakalan lama. Penelitiannya pun nggak bisa sembarangan asal jadi. Nggak bisa. Harus benar-benar diteliti, sumbernya nggak boleh seluruhnya dari internet. Nah, lho. Rumit, kan?
Meskipun saya belum bisa membuat buku ramah cerna yang sesuai, tapi saya benar-benar terbantu dengan materi yang diberikan oleh pak Bambang dalam kelas beliau kemarin. Belajar juga untuk jadi penulis yang rendah hati meski sudah di atas awan. Jangan sampai masih di bawah, tapi tingkahnya udah di atas awan, ya? kwkwk. Beliau benar-benar mencontohkan bagaimana menjadi penulis yang seharusnya :)
Kelas menulis buku anak sekaligus program magang yang sudah berjalan sebulan benar-benar memberikan kesan yang sangat baik. Bagaimana sebagai penulis kita nggak boleh berhenti belajar. Karena ketika kita sudah merasa pintar, maka saat itu kita nggak mau belajar lagi. Dan tentu saja, kita bukan jadi orang pintar melainkan bodoh :(
Program magang ini sekaligus memberikan kesempatan kepada para peserta untuk menulis buku anak ramah cerna. Kami belajar membuat outline dan membuat naskah yang baik dan benar. Buku-buku ini nantinya juga akan diterbitkan oleh penerbit mayor, insya Allah.
Semoga ke depannya saya bisa lebih banyak belajar lagi. Belajar lagi dan lagi. Nggak masalah nggak punya kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang tinggi, asal belajarnya juga nggak berhenti. Semangat untuk diri saya sendiri...huhu.
*Artikel ini dipilih untuk dimasukkan dalam kampanye "Read A Book Day 2024" dari penerbit bahan ajar pendidikan Twinkl.
Friday, February 4, 2022
9 Pekerjaan Sampingan Ibu Rumah Tangga yang Menghasilkan
Photo by Helena Lopes on Unsplash |
Setelah menikah, kehidupan seorang wanita akan berubah. Terutama jika kita memutuskan menjadi Ibu Rumah Tangga dan meninggalkan pekerjaan sebelumnya demi mengurus suami dan anak-anak. Tak dipungkiri, meskipun menjadi Ibu Rumah Tangga tidak mudah, apalagi jika dijalani tanpa ART, tapi, di sisi lain, ada rasa jenuh dan pengin melakukan hal lain tanpa meninggalkan kewajiban.
Sebagai seorang istri, selama belasan tahun saya di rumah dan menjadi Ibu Rumah Tangga, tak dipungkiri ada banyak sekali kegiatan yang sempat saya jalani selain mengurus rumah. Pekerjaan sampingan yang dimulai dari hobi atau iseng mungkin.
Sesuatu yang membuat saya merasa jauh lebih baik, happy, dan tentu saja lebih sibuk, tapi sibuknya sangat menyenangkan. Namun, untuk memulai pekerjaan sampingan, ternyata tidak semudah menemukan ide, ya. Butuh proses dan tentu saja waktu yang tidak sebentar untuk mengembangkannya.
Ketika kita mencoba pekerjaan yang salah, yang tidak sesuai dengan passion atau kesenanngan kita, bukan tidak mungkin di waktu tertentu kita justru memilih berhenti dan mengubur keinginan untuk memulai pekerjaan tersebut.
Pencarian yang Cukup Panjang
Misalnya saya, entah sudah berapa banyak pekerjaan sampingan yang pernah saya coba, mulai dari jualan online sampai mau buka toko roti. Namun, alih-alih merasa lelah karena banyak yang tidak sesuai ekspektasi, saya justru sampai pada pekerjaan yang selama ini sudah jadi passion. Akhirnya sampai juga di titik ini. Menjadi Ibu Rumah Tangga, mengurus keluarga dan rumah, tapi tetap punya pekerjaan sampingan yang dapat saya kerjakan kapan pun.
Jangan tanya capeknya. Sudah pasti capek dan melelahkan. Namun, bagi saya, pekerjaan sampingan yang saya jalani, baik menulis buku, ngeblog, dan membuat ilustrasi adalah hal yang membahagiakan. Semua pekerjaan itu membuat saya merasa berharga. Kenapa? Ternyata saya bisa melakukan lebih. Di usia yang tidak lagi muda, juga kesibukan yang benar-benar tanpa jeda, ternyata saya masih bisa berkarya dan mengejar mimpi-mimpi yang sempat pengin dikubur saja.
Ternyata, diberi kesempatan untuk melakukan pekerjaan sampingan benar-benar sebuah keberuntungan. Sebab, tidak semua suami mengizinkan istrinya bekerja meski itu hanya sekadar menulis di blog atau menulis buku yang sebenarnya tidak butuh keluar rumah.
Pekerjaan yang saya jalani, terutama dengan adanya dukungan dari suami, tentu menjadi penyemangat tersendiri bagi hari-hari saya yang sebenarnya cukup membosankan. Sebab, saya hanya bertemu dengan orang yang sama dan melakukan hal yang sama sepanjang waktu. Tak bisa dipungkiri, banyak penelitian menyatakan bahwa Ibu Rumah Tangga itu rentan kena stres, lho. Karena kami nggak punya kegiatan yang berbeda setiap harinya. Selalu di rumah dan bertemu orang yang sama membuat kita mudah jenuh.
Namun, saat kita bisa melakukan pekerjaan sampingan yang sekaligus menjadi hobi, tentu itu menjadi hiburan tersendiri. Juga sebagai penghargaan diri. Karena, tidak semua orang bisa menghargai status seorang Ibu Rumah Tangga. Kebanyakan orang menganggap kami ini pengangguran yang tidak bisa dibanggakan. Tapi, ternyata kami nggak seburuk itu. Bahkan banyak Ibu Rumah Tangga yang berprestasi, kok.
9 Pekerjaan Sampingan Ibu Rumah Tangga yang Menghasilkan
Apa saja pekerjaan sampingan yang menghasilkan bagi Ibu Rumah Tangga? Ternyata ada banyak sekali pekerjaan yang bisa dijalankan dari rumah. Pekerjaan yang tidak membuat kita lupa sama kewajiban, tapi sekaligus menyenangkan untuk ditekuni.
1. Membuka Bisnis Kuliner
Siapa yang suka memasak? Saya senang memasak, membuat roti dan pudding, tapi saya tidak cukup berani membuka bisnis kuliner karena memang saya tidak sesuka itu dengan pekerjaan ini. Baking ya sekadarnya saja untuk dimakan sendiri. Sekadar untuk hiburan.
Namun, bagi teman-teman yang benar-benar menyukainya, kenapa tidak memulai bisnis kuliner dari modal kecil? Dari promosi mulut ke mulut. Dari status Whatsapp yang terus menerus?
Saya rasa, pekerjaan sampingan ini cukup menjanjikan dan sudah banyak dilakukan oleh para Ibu Rumah Tangga. Pekerjaan ini tidak terlalu berbeda dengan keseharian kita selama di dapur. Jika teman-teman punya keahlian lebih, silakan mencoba.
2. Menjalankan Bisnis Tanaman
Terutama di masa pandemi, pekerjaan ini cukup banyak dilirik, lho. Tidak perlu punya pekarangan yang luas, teman-teman bisa mulai dari halaman rumah atau teras yang tidak dioptimalkan.
Menjual tanaman hias atau menjual sayuran organik sepertinya bisa jadi pekerjaan sampingan yang menyenangkan bagi Ibu Rumah Tangga sekligus menghasilkan. Sejak pandemi, banyak orang hobi membeli tanaman hias dan mengubah pola hidupnya dengan mengonsumsi makanan lebih sehat.
3. Membuka Bisnis Fashion
Pernah punya impian bikin brand fashion sendiri? Yups! Mungkin sudah saatnya teman-teman memikirkan ide bisnis satu ini. Memulai pekerjaan sampingan dengan membuka bisnis fashion dengan brand sendiri, kenapa tidak?
Banyak Ibu Rumah Tangga yang sudah mendesain dan menjual hijab serta pakaian muslimah. Hasilnya? Tentu sangat membanggakan, lho.
4. Membuka Toko Online
Pekerjaan sampingan satu ini pernah saya jalankan, meskipun tidak bertahan lama. Makin ke sini, saya makin sadar bahwa saya tidak cukup pandai menjual barang apalagi disuruh promosi…huhu. Akhirnya gagal di tengah jalan.
Namun, ada orang yang memang jago sekali menjual barang, jago ngerayu konsumen, jago ngejar sampai dibeli..hihi. Jika teman-teman termasuk salah satu orang yang demikian, tidak ada salahnya mencoba pekerjaan sampingan satu ini. Dengan adanya marketplace seperti sekarang, tentu membuka toko online dan mempromosikan barang tidak akan sesulit dulu lagi.
5. Membuka Kursus
Membuka kursus atau les privat, kenapa tidak? Bukankan masih sangat masuk akal jika Ibu Rumah Tangga memulai pekerjaan sampingan dengan membuka kursus? Apalagi dengan latar pendidikan yang sesuai, juga pengalaman mengajar sebelum menikah, tentu tidak terlalu sulit untuk memulainya.
Kondisi seperti sekarang memaksa banyak orang tua untuk mencari guru privat demi membantu buah hati selama belajar di rumah. Karena tidak semua orang tua punya waktu dan mampu mendampingi.
6. Menjadi Youtuber dan Influencer
Apakah keduanya termasuk pekerjaan yang menghasilkan? Bisa dilihat, banyak orang yang beruntung di sini. Penghasilannya pun tidak sedikit. Namun, dengan jumlah peminat yang cukup tinggi, tentu saja membutuhkan perjuangan lebih. Berminat?
7. Menjadi Ilustrator Buku Anak
Eits, jangan kira pekerjana ilustrator tidak bisa membuat kaya raya, ya…hehe. Pekerjaan satu ini cukup menjanjikan bahkan bisa-bisa dikira tetangga ngepet, lho…kwkwk.
Meskipun kelihatan remeh, tapi bekerja dalam bidang seni tidak bisa diremehkan. Apalagi jika teman-teman sudah tahu jalan dan triknya, punya klien tetap, dikenal sampai ke luar negeri, bahkan dari rumah pun bisa dapat dolar.
8. Menulis Buku
Merasa sangat beruntung karena masih bisa menulis hingga detik ini. Setelah perjalanan cukup panjang, akhirnya sampai juga pada pekerjaan sampingan yang sudah lama jadi hobi. Saya menulis sejak masih SMA, siapa sangka, sampai sekarang saya masih menekuni hal yang sama.
Menulis buku termasuk pekerjaan yang menghasilkan asalkan kita bisa fokus dan tentu saja mengalahkan rasa malas :)
9. Memanfaatkan Hobi Menulis dengan Menjadi Blogger
Apakah menjadi blogger adalah pekerjaan yang menjanjikan? Tentu saja. Bagi teman-teman yang hobi menulis, tapi tidak mau terlalu kaku dengan menulis buku, tidak ada salahnya membuat blog dan mulai pekerjaan sampingan dari sini.
Menjadi blogger butuh blog. Di awal-awal, saya membuat blog gratisan. Tapi, makin tekun dan rajin, saya memilih membuat blog berbayar. Beberapa tahun lalu, saya memutuskan membuat website yang diperuntukkan bagi teman-teman sesama perempuan yang punya hobi menulis, tapi nggak tahu mau menulis di mana.
Saya mempersilakan teman-teman blogger mengirim tulisan yang nantinya akan dibayar setelah terbit. Ternyata, membuat website dan mengurusnya bukanlah pekerjaan mudah. Butuh biaya dan juga waktu yang tidak sedikit.
Untuk sebuah website, kita tidak hanya membutuhkan domain, tapi juga hosting. Saya tidak hanya mesti membayar penulis, tapi juga membayar biaya hosting yang nggak bisa dikatakan sedikit.
Beli hosting juga mesti pilih-pilih. Jangan sampai kita pincang di tengah jalan. Ada hak-hak penulis yang mesti ditunaikan, ada hak kita juga yang mesti dibahagiakan..ceilah…kwkwk.
Tip Memilih Hosting Terbaik untuk Website
Photo by Romain V on Unsplash |
Hosting adalah ‘rumah’ bagi website kita. Jangan sembarangan memilih hosting karena tentu akan sangat berpengaruh bagi perjalanan website kita ke depannya nanti. Ada beberapa tip yang bisa teman-teman pelajari sebelum membeli hosting,
- Cari tahu sesuai dengan kebutuhan.
- Cari web host terbaik yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut.
- Ketahui kualitas performa server.
- Supaya lebih aman, customer support mesti siap 24 jam.
- Harga bersahabat dan sesuai budget.
- Cari tahu melalui rekomendasi teman.
Gimana, sudah menentukan pekerjaan sampingan yang tepat? Atau masih bingung mesti pilih yang mana? Sejauh ini, saya happy dengan pekerjaan sampingan sebagai penulis buku, ilustrator, dan juga blogger. Pengalaman bermacam-macam selama beberapa tahun terakhir telah menempa saya.
Jangan takut memulai hal baru. Memang butuh keberanian lebih, karena perasaan takut gagal pasti akan muncul. Namun, keluarga yang mendukung, juga teman-teman yang sefrekuensi tentu akan memudahkan langkah kita ke depannya nanti. Tetap semangat, tetap bahagia :)
Salam hangat,