Sunday, May 16, 2021

Lagi-lagi Nggak Mudik ke Kampung Halaman

Lagi-lagi nggak mudik


Taqabbalallahu minna wa minkum! Selamat Idulfitri, teman-teman. Sebulan ini belum ngisi blog sama sekali. Bukan karena sibuk mempersiapkan diri untuk mudik atau berhari raya, tapi nggak tahu dari kemarin sibuk ngapain aja selain sibuk jagain hati yang sudah dua tahun nggak bisa mudik…kwkwk. Sedih? Pastilah. Setahun nggak pulang aja rasanya aneh apalagi sampai sekarang ternyata nggak bisa mudik juga. Tapi, mau gimana lagi, ternyata harapan untuk pulang ke kampung halaman benar-benar nggak kesampean di tahun sekarang.


Dulu, harapannya tahun ini sudah bisa berpuasa tanpa parno dengan covid-19. Faktanya, covid-19 belum pulang kampung juga, lho. Nggak bisa juga bersikeras buat pulang, sementara di sana sini banyak kasus yang lumayan bikin keberanian turun sampai 180 derajat saking parnonya.


Kasus covid-19 nggak hanya mengancam lansia dengan penyakit beratnya, tapi juga yang masih muda bahkan yang belum 40 tahun. Qadarallah, memang sudah takdir Allah. Tapi, jadi nggak boleh seenaknya atau kita dianggap nantang maut dan nggak mau ikhtiar. Belum lagi pulang kampung fokusnya mengunjungi orang tua. Orang tua sudah sepuh, was-was banget dari kota pulang ke kampung, takut bahayain yang ada di sana.


Memang, banyak orang mudik, walaupun sambil maksa, nggak bisa disalahkan juga. Nggak mau nyalahin mereka juga karena paham banget rasanya jadi anak rantau memang nggak mudah. Banyak doain aja semoga mereka baik-baik aja dan kasus covid-19 segera turun dan hilang segera.


Lebaran di Jakarta, Ngapain Aja?

Lagi-lagi nggak mudik


Tahun ini memang sudah nggak separno dulu. Meskipun jujur, saya masih belum pengin ikut ngumpul-ngumpul. Saya memang lebih senang di rumah aja, karena suka gugup kalau ketemu banyak orang. Anak introvert, biasalah...kwkw. Namun, kelamaan di rumah aja juga salah. Akhirnya jadi serba salah....haha.


Lebaran hari pertama, shalat di masjid dekat rumah dibatasi khusus bagi jamaah laki-laki saja karena kondisinya bakalan penuh jika tidak dibatasi. Sedangkan masjid-masjid yang lain sengaja buka shaf sampai ke jalan-jalan, masuk gang-gang gitu juga supaya bisa jaga jarak.


Masak ketupat dan bikin opor sudah jadi tradisi sejak saya mulai rajin masak...kwkwk. Jadi, saya masak dong untuk lebaran tahun ini. Nggak bikin menu banyak karena serumah makannya hanya sedikit-sedikit asal incip. Besoknya aja sudah minta nasi goreng semua. Bisa kebuang kalau masak kebanyakan :(


Waktu menulis ini, masih ada sisa ketupat dan opor ayam di dapur. Nasibnya hanya diangetin tiap pagi dan sore hari. Sedangkan kami serumah mulai berpaling makan bakso dan nasi goreng.


Lebaran hari pertama saya mengunjungi tetangga dekat dan sekadar bermaaf-maafan dari teras saja. Nggak ada masuk-masuk ke rumah orang apalagi sampai duduk dan ikut makan rendang. Nggak sopan banget itu…kwkwk. Kemudian saya pergi ke rumah saudara yang nggak jauh dari rumah. Pulang dan nge-zoom dengan keluarga lain.


Hari kedua sibuk nyuci, lupakanlah. Hari ketiga saya pergi ke Bintaro dan silaturahim ke rumah saudara hingga sore. Main hena dan seru-seruan. Cukup jadi hiburan juga karena jarang ketemu saudara dan kurang banget ketawa selama dua tahun belakangan…hihi. 


Seru nggak sih lebaran di Jakarta? Seru-seru aja asal semua sehat, kan? Banyak sekali hal yang saya alami selama pandemi, sampai sekarang saya bersyukur dan sangat bersyukur. Memang, kesehatan adalah yang paling berharga. Jadi, ketika semua sehat, rasanya nggak pengin macam-macam juga. Hal sederhana saja bisa sangat istimewa, kok.


Gimana Perasaannya Nggak Mudik-mudik Seperti Bang Toyyib?

Nggak mudik


Sempat yang suka nangis gitu kalau lihat foto orang tua dan mertua. Nyesek sebentar kemudian diam dan yaudahlah, mau gimana lagi? Dua tahun bukan waktu sebentar. Tiap mau mudik, dari dulu sejak saya merantau, Ibu selalu menghitung hari, kurang sekian hari kamu mudik, nih. Selalu begitu. Dan sekarang, mau ngitung sampai kapan lagi ya, kayaknya nggak sampai-sampai itu hari. Sedangkan orang tua sudah sepuh semua. 


Sebenarnya, bukan semata-mata karena ada larangan mudik, tapi pandeminya juga belum selesai. Jangan sampai kenapa-kenapa di jalan atau malah bikin kenapa-kenapa orang di rumah. Suka gemas kalau ada yang nyeletuk, 


“Itu yang lain mudik nggak apa-apa. Mudik aja, jalan tol juga nggak ditutup.”


Dengan entengnya bilang begitu. Ya, Allah, belum dilempar sampai Papua dan Kalimantan kali ya itu orang…kwkwk. Jadi dia nggak tahu susahnya jadi anak rantau. Bukan soal jalan tol ditutup atau nggak, tapi covid-19 aja belum kelar. Banyak banget pertimbangan, nggak mau tebak-tebakan nasib karena ini berhubungan sama hidup dan mati kita atau orang lain.


Wisata atau Diam di Rumah?

Nggak mudik


Gimana rasanya wisata sambil berdesak-desakan? Mending di rumah aja kalau memang nggak boleh mudik, sebaiknya memang nggak perlu main ke tempat wisata dulu. Namun, faktanya, yang berwisata membludak. Hayoloh, bukan salah saya karena saya hanya di rumah aja…kwkwk.


Nyari hiburan sebentar rasanya nggak setimpal sama deg-degannya kalau wisata sampai berdesakan begitu. Saya pribadi memang kurang suka ke mana-mana, ditambah sekarang masih ada covid-19, makin nggak pengin ke mana-mana kecuali terpaksa. Walau dibayarin, mending di rumah saja selonjoran yang penting aman.


Tapi, nggak semua orang berpikiran hal yang sama. Jadi, jangan heran kalau masih banyak orang senang liburan di tengah pandemi seperti sekarang. Malah bikin merinding dan makin parno aja. 


Pandemi Mau Sampai Kapan, ya?

Nggak mudik


Nggak tahu dan nggak mau berharap terlalu banyak. Bisa tetap bertahan sampai detik ini saja adalah anugerah yang luar biasa, ya. Bisa tetap sehat dan nggak kurang apa pun, meskipun hampir semua tahu, pandemi seolah menghentak hidup hampir semua orang, tapi masih banyak hal yang patut saya syukuri.


Daripada terus menerus meratapi yang telah hilang, mending fokus pada hal-hal yang lebih penting. Di waktu pandemi, saya memang sempat mengalami banyak hal yang kurang mengenakkan. Namun, Allah ganti semua yang hilang serta rasa sakit dengan hal yang jauh lebih baik.


Fokus saja dengan hal-hal positif yang ada di depan mata. Nggak usah membalas orang-orang yang mencibir dan menjelekkan di belakang, nanti kita jadi sama buruknya dengan mereka. Pada akhirnya, waktu terbukti bisa menyembuhkan luka.


Bahasannya jadi agak serius dan dalam, ya…kwkwk. Makin ke sini memang makin menyadari, orang-orang yang mampir dalam hidup kita, entah dia saudara ataupun teman-teman dekat, pada akhirnya akan menepi dan memilih pergi atau kitalah yang memilih mengakhiri. Punya banyak teman, bukan berarti hidup kita selalu lebih baik. Makin ke sini makin sadar juga, hal yang paling baik adalah punya teman yang benar-benar tulus meskipun itu hanya sedikit.


Makin dewasa juga makin paham, siapa dan seperti apa teman-teman yang tepat buat kita. Ada hubungannya sama pandemi? Ada aja kalau dihubungkan…kwkwk. Ngerasa aja, selama setahun terakhir, ada banyak sekali perubahan dalam hidup saya. Selalu berdoa sama Allah, semoga Allah kirimkan orang-orang yang tulus, nggak toxic, nggak bikin drama, dan sakit hati, dan tentunya tulus memang pengin berteman baik. 


Tetap semangat, ya. Kamu nggak sendiri. Minimal ada satu atau dua teman yang layak kamu andalkan, kok selain Allah dan juga keluarga.


Salam hangat,