Monday, March 14, 2022
I’ts Okay Jika Kamu Pernah Salah, Kamu Masih Punya Kesempatan Untuk Memperbaikinya
Photo by Umit Bulut on Unsplash |
Benar, nggak apa-apa kalau kita pernah melakukan salah di masa lalu, semua orang juga mengalaminya. Menyesal sudah semestinya, tapi jangan sampai tidak memaafkan diri sendiri. Semua itu proses. Kadang, kita nggak bisa hanya sekadar dikasih tahu benar atau salah, di lain waktu kita melakukannya, kemudian baru mengetahui salahnya di mana.
Suatu hari, kita melakukan sebuah kesalahan yang akhirnya menyakiti banyak orang. Meskipun telah meminta maaf dan menyesal, nyatanya semua itu tak cukup memperbaiki keadaan. Memang benar, cermin yang sudah retak bisa disatukan, tapi bekasnya akan tetap terlihat.
Ketika kita melakukan sebuah kesalahan, ada orang yang bereaksi berlebihan. Bukan hanya tidak mau memaafkan, tapi sampai memaki kita, merendahkan, sampai mental kita benar-benar down dan akhirnya merasa nggak punya kesempatan untuk memperbaikinya. Bukan salah dia, jelas-jelas itu kesalahan kita. Jadi, terima dan akui saja. Tak perlu menyalahkan orang lain dan mencari pembenaran. Salah ya salah aja :)
Hei, jika kamu ada di posisi ini, sama-sama sedang merasakan sakit karena bukan hanya telah melakukan kesalahan yang seumur hidup telah membuatmu menyesal, tapi juga mendapatkan reaksi yang membuat kesehatan mentalmu terguncang, semoga kamu tetap percaya bahwa semua orang pasti punya kesempatan untuk memperbaikinya.
Kita tidak membenarkan bahwa semua orang boleh seenaknya berbuat salah, seenaknya menyakiti orang lain, dan apa pun itu, tapi ketika kamu telah melakukannya dan tahu bahwa tak akan mungkin mengembalikannya, satu-satunya hal yang bisa kamu lakukan bukan hanya menyesali dan tidak mengulangi, tapi juga menjadikan itu sebagai sebuah pengalaman berharga yang nantinya akan selalu diingat. Supaya kita tidak melakukan hal yang sama di kemudian hari.
Tenang, Semua Akan Baik-Baik Saja
Setelah semua hal yang terjadi, mungkin keputusan terbaik adalah menarik diri. Menjauh sementara waktu sambil menenangkan hati.
Tak mengapa jika kita sendirian dan tak lagi punya banyak teman. Makin dewasa saya juga makin paham bahwa ramai bukan berarti menyenangkan, sepi tak berarti menyakitkan. Apalagi jika selama ini kita hanya memaksakan diri supaya diterima, memberikan waktu dan semuanya hanya demi dianggap ada, pasti akan sangat melelahkan, ya?
Kenapa tidak belajar menerima diri sendiri daripada memaksa orang lain menerima kita? Sebanyak apa pun yang telah kita berikan kepada orang lain, itu tak akan menjamin mereka akan menetap dalam suka dukamu. Sesuka hati mereka tetap akan pergi, dan kita tak akan pernah bisa mencegahnya.
Tenang, semua akan baik-baik saja. Kita akan belajar dari pengalaman. Kita akan memperbaiki semuanya. Kita masih punya kesempatan, meskipun tak semua orang mau memberikannya. Maka, cobalah bergantung pada Allah. Jangan pada manusia, nanti kamu sakit :)
Tak Usah Membalas
Ada saatnya semua terasa nggak adil. Ketika kita disalahkan seolah tak pernah punya kebaikan sedikit pun. Dimaki-maki di sana sini. Benar-benar dianggap manusia paling hina di dunia. Hei, it’s okay. Jangan bergantung pada penilaian manusia. Sesakit apa pun itu, akan lebih baik jika kita diam dan introspeksi diri. Jika kita membalasnya dengan hal yang sama, atau mungkin dengan hal yang lebih buruk lagi, bisa-bisa kita tak ada bedanya dengan dia.
Diam dan belajarlah mengejar ketertinggalanmu. Fokusmu bukan lagi tentang rasa sakit yang sebenarnya disebabkan oleh kesalahanmu sendiri, tapi fokuslah melihat hal-hal positif yang bisa kamu raih di depan nanti.
Setelah kejadian ini, berjanjilah untuk jadi lebih dewasa menyikapi keadaan. Menyikapi kesensitifan perasaanmu. Tahu nggak, sih? Ternyata orang-orang yang katanya sensitif atau dianggap baperan tidak tiba-tiba menjadi sesensitif itu tanpa sebab. Semua itu muncul bisa dari pengasuhan orang tua yang tidak tepat, juga dari pengalaman hidup yang masing-masing orang akan selalu berbeda.
Jadi, menyalahkan diri sendiri bukan hal yang tepat juga. Apalagi menyalahkan orang tua dan menjadikannya kambing hitam. Ini adalah proses, juga pengalaman hidup yang berharga. Kita akan terus belajar untuk menerimanya. Maafkanlah mereka. Siapa pun yang membuatnya merasa seburuk hari ini.
Lebih Berhati-Hati
Tentu kita jadi lebih berhati-hati, bukan hanya ketika memilih teman, tapi juga saat mengambil keputusan. Jika dirasa masih bisa ditahan, kenapa mesti diluapkan? Jika dirasa akibatnya akan memperburuk keadaan, tentu kita akan memilih tetap ada di antara mereka yang telah membuat kita merasa tak lagi nyaman. Kita bisa menjauh tanpa mesti menimbulkan kegaduhan.
Kadang, kita terperangkap dalam masalah yang sama hampir setiap hari, sepanjang tahun, seumur hidup bahkan mungkin? Saya pernah mendengar, jika kita masih mengalami hal yang tidak menyenangkan, yang itu-itu lagi, ketemu masalah yang hampir selalu sama, kita mesti berani melihat ke sekeliling, jangan-jangan kita memang sedang ada di lingkungan yang tidak tepat?
Dan betapa teman-teman di sekeliling kita sangat berpengaruh bagi kita, dalam mengambil keputusan, dalam berpikir, dan segalanya. Keluar dari lingkungan yang tidak tepat akan sangat membantu kita untuk berbenah. Setelah itu, kemungkinan besar tak akan ada lagi drama yang sama :)
Jika kita pernah melakukan kesalahan, jangan pernah bangga akan hal itu, tapi juga tak berarti kita perlu menjadi rendah diri apalagi sampai menyalahkan diri sendiri. Kita masih punya kesempatan dan semoga Allah akan memaafkan.
Salam hangat,
Monday, February 21, 2022
Pengalaman Vaksin Covid-19 Bagi Anak Usia 6 Sampai 11 Tahun
Photo by CDC on Unsplash |
Saat ini, vaksin Covid-19 tidak hanya diperuntukkan bagi dewasa dan anak-anak usia 12 tahun ke atas. Anak usia 6 tahun pun sudah bisa divaksinasi, lho. Anak saya yang usia 6 dan 11 tahun sudah menerima vaksin sejak bulan lalu. Vaksinasi kebanyakan memang dilakukan di sekolah. Seperti si Kakak yang mendapat vaksin pertamanya di sekolah, sedangkan untuk vaksin kedua kami mencari di tempat lain.
Tujuan diadakannya vaksin bagi anak usia 6 sampai 11 tahun tentu supaya mereka terlindungi dari virus Covid-19 yang sempat menggila pada pertengahan tahun lalu. Vaksin Covid-19 bagi anak usia 6 tahun memang belum seluruhnya diwajibkan. Tergantung kebijakan sekolah masing-masing.
Seperti di sekolah anak saya, sebagian besar memang sudah menerima vaksin, tapi menurut gurunya, masih ada orang tua yang belum mengizinkan anaknya divaksin. Jadi, sekolah belum sepenuhnya mewajibkan. Namun, karena ada yang belum menerima vaksin, sekolah akhirnya mengambil keputusan untuk tetap melakukan pembelajaran terbatas selama pandemi ini.
Ditambah beberapa minggu terakhir ada kasus positif sehingga sekolah juga mengambil kebijakan menutup sekolah sementara waktu dan baru mulai offline hari ini. Itu pun atas persetujuan orang tua.
Jangan Menakuti Anak-Anak
Tidak semua anak usia besar berani disuntik. Saya jadi ingat pengalaman pribadi, setiap ada vaksin di sekolah, saya pasti nangis. Sampai saya berusia sedewasa sekarang, saya tetap takut dengan yang namanya jarum suntik.
Saya tidak ingat, apakah ada pengalaman traumatik yang membuat saya sepenakut ini. Ataukah orang tua dulu pernah menakuti saya? Yang jelas, sampai sekarang saya memilih untuk tidak disuntik kecuali terpaksa…kwkwk.
Sepertinya rasa takut saya menurun pada si Sulung. Kalau nggak terpaksa, dia nggak akan mau disuntik. Namun, karena sudah setengah wajib, akhirnya terpaksa dia mengiyakan.
Waktu mau vaksin, kebetulan tidak didampingi oleh saya ataupun ayahnya. Namun, waktu sampai di rumah, dengan bangga dia bilang ‘ternyata nggak sakit, ya.’
Alhamdulillah, untuk anak-anak sepertinya tidak ada efek macam-macam setelah vaksin, seperti meriang atau demam. Vaksinnya pun masih seluruhnya pakai Sinovac.
Orang tua tentu juga ketar ketir soal ini. Nggak semua orang tua mengizinkan anaknya divaksin. Namun, bagi orang tua yang anaknya akan menerima vaksin, ada baiknya sejak awal tidak ditakut-takuti.
Kalau mereka ketakutan, bisa kasihan. Sempat ada anak usia SD yang sampai mual-mual saking takutnya, lho. Ini kan nggak nyaman banget buat dia. Walaupun alasannya belum tentu karena ditakut-takuti, ya.
Saya hanya sampaikan bahwa sampai kapan pun kita akan tetap menerima vaksin Covid-19 karena kondisi pandemi yang belum berakhir. Jadi, pilihannya hanya dua, mau sekarang atau di waktu yang lain. Sejujurnya saya juga tidak mau disalahkan oleh orang tua lainnya. Karena berasa banget nih kalau nggak vaksin, kelihatan jadi minoritas…kwkwk.
Kasus Omicron Makin Meningkat
Setelah vaksin, bukan berarti jadi nggak disiplin prokes. Sampai saat ini, saya masih nyaman pakai dobel masker ke mana-mana. Begitu juga dengan anak-anak. Jadi, vaksin tidak sepenuhnya mencegah kita tertular. Makanya, aneh kalau ada orang kesal karena tertular, padahal dia sudah vaksin. Mungkin masih salah memahami manfaat vaksin.
Untuk sementara waktu, meski anak-anak sudah menerima vaksin, saya tetap memilih PJJ sementara waktu. Bukan masih parno seperti yang sudah-sudah, tapi untuk saat ini merasa lebih nyaman seperti itu.
Di beberapa negara lain mungkin sudah membebaskan warganya untuk melepas masker, tidak mewajibkan swab kecuali bagi yang bergejala, tidak ada kewajiban swab bagi pendatang kecuali jika ia bekerja di tempat yang mengharuskannya lebih berhati-hati seperti di panti jompo misalnya, dan tentunya karantina bagi yang positif menjadi lebih singkat.
Hal ini terjadi karena mereka sudah melihat fakta bahwa varian Omicron masih bisa dikendalikan dan tidak seberbahaya varian Delta. Nah, di Indonesia belum terjadi kelonggaran seperti ini.
Faktanya, Omicron ini memang sedang mewabah di Indonesia dan kebanyakan merasakan gejala seperti flu berat hingga demam tinggi. Jadi, untuk sementara waktu, nggak ada salahnya tetap berhati-hati.
Efek Samping Setelah Vaksin
Adakah efek samping yang dirasakan oleh anak-anak setelah vaksin? Hanya si bungsu saja yang merasakan sedikit pusing. Mungkin juga karena grogi, sih…hihi. Meskipun cukup deg-degan, tapi si adek yang berusia 6 tahun nggak berontak apalagi nangis. Dia hanya menarik napas dalam-dalam sambil merem-merem…hihi.
Usahakan anak-anak makan yang cukup sebelum vaksin, istirahat dan tidur juga cukup, makan makanan bergizi juga sebagai salah satu cara menguatkan imunitas sebelum menerima vaksin.
Setelah menerima vaksin, tentu kita semua merasa sangat lega. Karena merasa sudah beres dari kewajiban…kwkwk. Kita tinggal menunggu waktu sampai pandemi benar-benar berakhir. Semoga tahun ini terakhir kalinya kita mendengar varian baru muncul. Jangan ada lagi deh varian baru apalagi menjelang Ramadhan dan lebaran. Karena kami pengin mudik dengan nyaman tanpa ketakutan apalagi aturan yang ribet bin sulit :(
Semoga anak-anak senantiasa sehat, ya. Tentu mereka berharap bisa kembali ke sekolah dan belajar dengan normal. Begitu juga dengan orang tua. Karena nggak semua orang tua betah mendampingi anaknya belajar di rumah. Ada anak-anak yang memang nggak bisa belajar di rumah, mesti datang ke sekolah. Beruntung jika sekolah aktif dan mau memfasilitasi.
Salam hangat,
Monday, February 14, 2022
Anak Tidak Suka Membaca? Sudah Saatnya Penulis Membuat Buku Ramah Cerna!
Photo by Mael Balland on Unsplash |
Semalam, saya mengikuti zoom terakhir untuk program magang bersama pak Bambang Trim. Materi telah diberikan selama beberapa minggu. Dan sejujurnya, ini kelas materinya terbaik, sih. Beliau sudah sangat senior dalam bidang kepenulisan. Bukan hanya soal usia, tapi memang benar-benar ahli di bidangnya.
Waktu beliau mulai menulis buku, saya baru lahir. Kebayang banyak sekali hal yang tidak saya tahu. Ibaratnya, saya ini masih bayi yang baru lahir kemarin sore. Saya sedang ada di dunia kepenulisan, sedang belajar, dan qadarallah ketemu sama beliau. Penjelasan mengenai materi terutama tentang buku ramah cerna sangat mudah dipahami. Tentu saja, baru kali ini saya belajar membuat buku semacam ini.
Untuk mencari contoh buku ramah cerna memang cukup sulit ditemukan di Indonesia. Kebanyakan pak Bambang memberikan contoh buku-buku luar negeri. Itulah alasan kenapa saya sempat membeli buku satu set dari Roald Dahl. Beliau sempat merekomendasikan buku-buku ini sebagai contoh bacaan sastra anak yang bagus untuk dipelajari oleh penulis buku anak.
Minus satu buku karena sedang dibaca anak-anak (Dok pribadi) |
Bagi yang tertarik, coba cari di marketplace gitu. Buku bisa dibeli satuan atau satu paket. Satu paket berisi 18 buku seharga 500an ribu. Untuk jumlah buku sebanyak itu, lumayan terjangkau, sih. Ini bukan promosi, ya. kwkwk. Daripada ada yang tanya, kan? Sekalian saya bantu jawab sesuai pengalaman saja…hehe.
Namun, di Ipusnas saya sempat menemukan buku ramah cerna, tapi memang kalimatnya masih pakai ketentuan yang lama. Seperti untuk pembaca jenjang A belum menggunakan titik dan koma. Sedangkan untuk ketentuan yang baru, penggunaan titik, koma, bahkan huruf kapital sudah diperbolehkan.
Benar-benar hal yang baru sih buat saya. Setelah sekian lama menulis, ikut banyak kelas menulis buku anak, tapi mungkin baru kali ini dapat materi yang berbeda dan benar-benar daging sekali.
Apa Itu Buku Ramah Cerna?
Teman-teman tahu nggak, sih? Ternyata, buku-buku anak yang saat ini banyak beredar di Indonesia benar-benar nggak sesuai sama kemampuan baca anak-anak. Saya merasa beruntung karena anak-anak saya senang membaca sejak dini. Bahkan yang sekarang TK B sudah nyandu banget membaca buku, masya Allah. Namun, anak-anak lain belum tentu seperti dia. Ada yang masih kesulitan membaca, kemudian mendapatkan buku yang menurut orang dewasa menarik dan cantik, tapi sulit dimengerti oleh anak-anak.
Buku-buku jenis picture book yang sekarang banyak kita beli, ternyata konsepnya nggak sesuai dengan buku ramah cerna. Contoh kecilnya saja tentang ilustrasi dan penempatan teks. Untuk buku ramah cerna, gambar akan diletakkan di samping kanan atau kiri saja. Teks akan dibuat terpisah dari gambar. Jadi, jika di kanan ada gambar, di sebelah kiri ada teks. Teksnya juga nggak banyak. Hanya beberapa baris dan belum berbentuk paragraf.
Sedangkan jika buku dibuat dengan ilustrasi spread atau menyebar, teks akan ditempatkan statis. Kalau teks ada di sebelah kanan, seterusnya harus ditaruh di sisi yang sama. Gimana, udah kebayang belum, sih?
Sedangkan buku-buku yang kebanyakan beredar nggak demikian konsepnya. Rata-rata buku yang saya beli, ilustrasi berupa spread dan teks diletakkan di mana saja asal muat. Sebagai ilustrator kemarin sore, jadi ikutan ketampar…kwkwk.
Tingkat Literasi di Indonesia Sangat Rendah
Tahu nggak, sih kenapa tingkat literasi di Indonesia ini sangat rendah? Karena anak-anak tidak menemukan bacaan yang tepat. Buku-buku ramah cerna bagi kita orang dewasa nggak menarik, tapi bagi anak-anak sangat membantu untuk belajar membaca. Gambarnya hanya sedikit dan sederhana, tapi sudah diteliti, kalau konsep buku ramah cerna adalah yang terbaik bagi usia mereka.
Buku-buku anak di Indonesia terbitnya sangat banyak, lho. Berbeda dengan di luar negeri yang cukup terbatas, tapi sangat ketat seleksinya. Saya pernah mendengar tentang ini sebelumnya, tapi lupa sumbernya. Bantu koreksi jika saya salah, ya :)
Setelah belajar di kelas pak Bambang Trim, saya jadi melihat-lihat buku-buku yang sudah pernah saya beli. Sebagian besar memang nggak sesuai dengan konsep buku ramah cerna. Nah, pak Bambang pengin mengubah yang salah ini menjadi benar dengan menghadirkan buku-buku ramah cerna. Bayangkan, kesalahan seperti ini telah dilakukan selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, ngubahnya gimana? Pelan-pelan pastinya. Dan harus disosialisasikan supaya ada lebih banyak penulis membuat buku yang sesuai dengan kemampuan baca anak.
Buku Anak-anak Lebih Sulit Dibuat Daripada Skripsi
Gimana, gimana? Para ahli sastra menyebutkan bahwa buku anak-anak jauh lebih sulit dibuat ketimbang skripsi. Dan faktanya, memang betul…kwkwk.
Bayangkan, dalam buku ramah cerna, kita dibatasi oleh jumlah kalimat, diksi, dan paragraf. Kita nggak bisa bikin paragraf untuk buku jenjang A misalnya. Kita nggak boleh menulis lebih dari empat kalimat dalam satu halaman. Dalam satu kalimat hanya ada beberapa kata. Sedangkan ada banyak hal yang mau kita ceritakan. Kita nggak leluasa, tapi kita harus ikuti aturan.
Bikin bukunya hanya sebentar, tapi mikirnya bakalan lama. Penelitiannya pun nggak bisa sembarangan asal jadi. Nggak bisa. Harus benar-benar diteliti, sumbernya nggak boleh seluruhnya dari internet. Nah, lho. Rumit, kan?
Meskipun saya belum bisa membuat buku ramah cerna yang sesuai, tapi saya benar-benar terbantu dengan materi yang diberikan oleh pak Bambang dalam kelas beliau kemarin. Belajar juga untuk jadi penulis yang rendah hati meski sudah di atas awan. Jangan sampai masih di bawah, tapi tingkahnya udah di atas awan, ya? kwkwk. Beliau benar-benar mencontohkan bagaimana menjadi penulis yang seharusnya :)
Kelas menulis buku anak sekaligus program magang yang sudah berjalan sebulan benar-benar memberikan kesan yang sangat baik. Bagaimana sebagai penulis kita nggak boleh berhenti belajar. Karena ketika kita sudah merasa pintar, maka saat itu kita nggak mau belajar lagi. Dan tentu saja, kita bukan jadi orang pintar melainkan bodoh :(
Program magang ini sekaligus memberikan kesempatan kepada para peserta untuk menulis buku anak ramah cerna. Kami belajar membuat outline dan membuat naskah yang baik dan benar. Buku-buku ini nantinya juga akan diterbitkan oleh penerbit mayor, insya Allah.
Semoga ke depannya saya bisa lebih banyak belajar lagi. Belajar lagi dan lagi. Nggak masalah nggak punya kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang tinggi, asal belajarnya juga nggak berhenti. Semangat untuk diri saya sendiri...huhu.
*Artikel ini dipilih untuk dimasukkan dalam kampanye "Read A Book Day 2024" dari penerbit bahan ajar pendidikan Twinkl.
Friday, February 4, 2022
9 Pekerjaan Sampingan Ibu Rumah Tangga yang Menghasilkan
Photo by Helena Lopes on Unsplash |
Setelah menikah, kehidupan seorang wanita akan berubah. Terutama jika kita memutuskan menjadi Ibu Rumah Tangga dan meninggalkan pekerjaan sebelumnya demi mengurus suami dan anak-anak. Tak dipungkiri, meskipun menjadi Ibu Rumah Tangga tidak mudah, apalagi jika dijalani tanpa ART, tapi, di sisi lain, ada rasa jenuh dan pengin melakukan hal lain tanpa meninggalkan kewajiban.
Sebagai seorang istri, selama belasan tahun saya di rumah dan menjadi Ibu Rumah Tangga, tak dipungkiri ada banyak sekali kegiatan yang sempat saya jalani selain mengurus rumah. Pekerjaan sampingan yang dimulai dari hobi atau iseng mungkin.
Sesuatu yang membuat saya merasa jauh lebih baik, happy, dan tentu saja lebih sibuk, tapi sibuknya sangat menyenangkan. Namun, untuk memulai pekerjaan sampingan, ternyata tidak semudah menemukan ide, ya. Butuh proses dan tentu saja waktu yang tidak sebentar untuk mengembangkannya.
Ketika kita mencoba pekerjaan yang salah, yang tidak sesuai dengan passion atau kesenanngan kita, bukan tidak mungkin di waktu tertentu kita justru memilih berhenti dan mengubur keinginan untuk memulai pekerjaan tersebut.
Pencarian yang Cukup Panjang
Misalnya saya, entah sudah berapa banyak pekerjaan sampingan yang pernah saya coba, mulai dari jualan online sampai mau buka toko roti. Namun, alih-alih merasa lelah karena banyak yang tidak sesuai ekspektasi, saya justru sampai pada pekerjaan yang selama ini sudah jadi passion. Akhirnya sampai juga di titik ini. Menjadi Ibu Rumah Tangga, mengurus keluarga dan rumah, tapi tetap punya pekerjaan sampingan yang dapat saya kerjakan kapan pun.
Jangan tanya capeknya. Sudah pasti capek dan melelahkan. Namun, bagi saya, pekerjaan sampingan yang saya jalani, baik menulis buku, ngeblog, dan membuat ilustrasi adalah hal yang membahagiakan. Semua pekerjaan itu membuat saya merasa berharga. Kenapa? Ternyata saya bisa melakukan lebih. Di usia yang tidak lagi muda, juga kesibukan yang benar-benar tanpa jeda, ternyata saya masih bisa berkarya dan mengejar mimpi-mimpi yang sempat pengin dikubur saja.
Ternyata, diberi kesempatan untuk melakukan pekerjaan sampingan benar-benar sebuah keberuntungan. Sebab, tidak semua suami mengizinkan istrinya bekerja meski itu hanya sekadar menulis di blog atau menulis buku yang sebenarnya tidak butuh keluar rumah.
Pekerjaan yang saya jalani, terutama dengan adanya dukungan dari suami, tentu menjadi penyemangat tersendiri bagi hari-hari saya yang sebenarnya cukup membosankan. Sebab, saya hanya bertemu dengan orang yang sama dan melakukan hal yang sama sepanjang waktu. Tak bisa dipungkiri, banyak penelitian menyatakan bahwa Ibu Rumah Tangga itu rentan kena stres, lho. Karena kami nggak punya kegiatan yang berbeda setiap harinya. Selalu di rumah dan bertemu orang yang sama membuat kita mudah jenuh.
Namun, saat kita bisa melakukan pekerjaan sampingan yang sekaligus menjadi hobi, tentu itu menjadi hiburan tersendiri. Juga sebagai penghargaan diri. Karena, tidak semua orang bisa menghargai status seorang Ibu Rumah Tangga. Kebanyakan orang menganggap kami ini pengangguran yang tidak bisa dibanggakan. Tapi, ternyata kami nggak seburuk itu. Bahkan banyak Ibu Rumah Tangga yang berprestasi, kok.
9 Pekerjaan Sampingan Ibu Rumah Tangga yang Menghasilkan
Apa saja pekerjaan sampingan yang menghasilkan bagi Ibu Rumah Tangga? Ternyata ada banyak sekali pekerjaan yang bisa dijalankan dari rumah. Pekerjaan yang tidak membuat kita lupa sama kewajiban, tapi sekaligus menyenangkan untuk ditekuni.
1. Membuka Bisnis Kuliner
Siapa yang suka memasak? Saya senang memasak, membuat roti dan pudding, tapi saya tidak cukup berani membuka bisnis kuliner karena memang saya tidak sesuka itu dengan pekerjaan ini. Baking ya sekadarnya saja untuk dimakan sendiri. Sekadar untuk hiburan.
Namun, bagi teman-teman yang benar-benar menyukainya, kenapa tidak memulai bisnis kuliner dari modal kecil? Dari promosi mulut ke mulut. Dari status Whatsapp yang terus menerus?
Saya rasa, pekerjaan sampingan ini cukup menjanjikan dan sudah banyak dilakukan oleh para Ibu Rumah Tangga. Pekerjaan ini tidak terlalu berbeda dengan keseharian kita selama di dapur. Jika teman-teman punya keahlian lebih, silakan mencoba.
2. Menjalankan Bisnis Tanaman
Terutama di masa pandemi, pekerjaan ini cukup banyak dilirik, lho. Tidak perlu punya pekarangan yang luas, teman-teman bisa mulai dari halaman rumah atau teras yang tidak dioptimalkan.
Menjual tanaman hias atau menjual sayuran organik sepertinya bisa jadi pekerjaan sampingan yang menyenangkan bagi Ibu Rumah Tangga sekligus menghasilkan. Sejak pandemi, banyak orang hobi membeli tanaman hias dan mengubah pola hidupnya dengan mengonsumsi makanan lebih sehat.
3. Membuka Bisnis Fashion
Pernah punya impian bikin brand fashion sendiri? Yups! Mungkin sudah saatnya teman-teman memikirkan ide bisnis satu ini. Memulai pekerjaan sampingan dengan membuka bisnis fashion dengan brand sendiri, kenapa tidak?
Banyak Ibu Rumah Tangga yang sudah mendesain dan menjual hijab serta pakaian muslimah. Hasilnya? Tentu sangat membanggakan, lho.
4. Membuka Toko Online
Pekerjaan sampingan satu ini pernah saya jalankan, meskipun tidak bertahan lama. Makin ke sini, saya makin sadar bahwa saya tidak cukup pandai menjual barang apalagi disuruh promosi…huhu. Akhirnya gagal di tengah jalan.
Namun, ada orang yang memang jago sekali menjual barang, jago ngerayu konsumen, jago ngejar sampai dibeli..hihi. Jika teman-teman termasuk salah satu orang yang demikian, tidak ada salahnya mencoba pekerjaan sampingan satu ini. Dengan adanya marketplace seperti sekarang, tentu membuka toko online dan mempromosikan barang tidak akan sesulit dulu lagi.
5. Membuka Kursus
Membuka kursus atau les privat, kenapa tidak? Bukankan masih sangat masuk akal jika Ibu Rumah Tangga memulai pekerjaan sampingan dengan membuka kursus? Apalagi dengan latar pendidikan yang sesuai, juga pengalaman mengajar sebelum menikah, tentu tidak terlalu sulit untuk memulainya.
Kondisi seperti sekarang memaksa banyak orang tua untuk mencari guru privat demi membantu buah hati selama belajar di rumah. Karena tidak semua orang tua punya waktu dan mampu mendampingi.
6. Menjadi Youtuber dan Influencer
Apakah keduanya termasuk pekerjaan yang menghasilkan? Bisa dilihat, banyak orang yang beruntung di sini. Penghasilannya pun tidak sedikit. Namun, dengan jumlah peminat yang cukup tinggi, tentu saja membutuhkan perjuangan lebih. Berminat?
7. Menjadi Ilustrator Buku Anak
Eits, jangan kira pekerjana ilustrator tidak bisa membuat kaya raya, ya…hehe. Pekerjaan satu ini cukup menjanjikan bahkan bisa-bisa dikira tetangga ngepet, lho…kwkwk.
Meskipun kelihatan remeh, tapi bekerja dalam bidang seni tidak bisa diremehkan. Apalagi jika teman-teman sudah tahu jalan dan triknya, punya klien tetap, dikenal sampai ke luar negeri, bahkan dari rumah pun bisa dapat dolar.
8. Menulis Buku
Merasa sangat beruntung karena masih bisa menulis hingga detik ini. Setelah perjalanan cukup panjang, akhirnya sampai juga pada pekerjaan sampingan yang sudah lama jadi hobi. Saya menulis sejak masih SMA, siapa sangka, sampai sekarang saya masih menekuni hal yang sama.
Menulis buku termasuk pekerjaan yang menghasilkan asalkan kita bisa fokus dan tentu saja mengalahkan rasa malas :)
9. Memanfaatkan Hobi Menulis dengan Menjadi Blogger
Apakah menjadi blogger adalah pekerjaan yang menjanjikan? Tentu saja. Bagi teman-teman yang hobi menulis, tapi tidak mau terlalu kaku dengan menulis buku, tidak ada salahnya membuat blog dan mulai pekerjaan sampingan dari sini.
Menjadi blogger butuh blog. Di awal-awal, saya membuat blog gratisan. Tapi, makin tekun dan rajin, saya memilih membuat blog berbayar. Beberapa tahun lalu, saya memutuskan membuat website yang diperuntukkan bagi teman-teman sesama perempuan yang punya hobi menulis, tapi nggak tahu mau menulis di mana.
Saya mempersilakan teman-teman blogger mengirim tulisan yang nantinya akan dibayar setelah terbit. Ternyata, membuat website dan mengurusnya bukanlah pekerjaan mudah. Butuh biaya dan juga waktu yang tidak sedikit.
Untuk sebuah website, kita tidak hanya membutuhkan domain, tapi juga hosting. Saya tidak hanya mesti membayar penulis, tapi juga membayar biaya hosting yang nggak bisa dikatakan sedikit.
Beli hosting juga mesti pilih-pilih. Jangan sampai kita pincang di tengah jalan. Ada hak-hak penulis yang mesti ditunaikan, ada hak kita juga yang mesti dibahagiakan..ceilah…kwkwk.
Tip Memilih Hosting Terbaik untuk Website
Photo by Romain V on Unsplash |
Hosting adalah ‘rumah’ bagi website kita. Jangan sembarangan memilih hosting karena tentu akan sangat berpengaruh bagi perjalanan website kita ke depannya nanti. Ada beberapa tip yang bisa teman-teman pelajari sebelum membeli hosting,
- Cari tahu sesuai dengan kebutuhan.
- Cari web host terbaik yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut.
- Ketahui kualitas performa server.
- Supaya lebih aman, customer support mesti siap 24 jam.
- Harga bersahabat dan sesuai budget.
- Cari tahu melalui rekomendasi teman.
Gimana, sudah menentukan pekerjaan sampingan yang tepat? Atau masih bingung mesti pilih yang mana? Sejauh ini, saya happy dengan pekerjaan sampingan sebagai penulis buku, ilustrator, dan juga blogger. Pengalaman bermacam-macam selama beberapa tahun terakhir telah menempa saya.
Jangan takut memulai hal baru. Memang butuh keberanian lebih, karena perasaan takut gagal pasti akan muncul. Namun, keluarga yang mendukung, juga teman-teman yang sefrekuensi tentu akan memudahkan langkah kita ke depannya nanti. Tetap semangat, tetap bahagia :)
Salam hangat,
Friday, January 21, 2022
Pengalaman Mengikuti Sertifikasi Penulis Buku Nonfiksi Dengan Metode Asesmen Portofolio
Photo by Nick Morrison On Unsplash |
Setelah sekian purnama, akhirnya saya memberanikan diri mengikuti sertifikasi penulisan buku nonfiksi yang diadakan oleh LSP. Skema sertifikasi ini ada demi memastikan kompetensi tenaga kerja bidang penerbitan, juga sebagai acuan dalam asesmen oleh LSP dan asesor kompetensi.
Alhamdulillah, saya bisa mengikuti sertifikasi penulis secara online melalui zoom meeting yang berlangsung kurang lebih 30 menit. Metode asesmen portofolio tidak semengerikan seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Perangkat asesmen uji portofolio dilakukan dengan wawancara dan cek portofolio saja. Deg-degan banget, tapi asesor saya begitu baik dan ramah sehingga wawancara berjalan lebih santai.
Saya nggak pernah merasa setakut ini. Pagi hari, saya sudah minum obat magh karena tiba-tiba mual-mual dan eneg saking paniknya. Agak siangan sedikit, kepala mulai pening dan cenut-cenut…kwkwk. Siang sebelum dimulai, saya minum obat magh lagi karena merasa oleng…haha. Jadi, sebelum uji sertifikasi, saya sudah habis 2 obat magh dan 1 tablet paracetamol untuk mengurangi sakit kepala :(
Tujuan Ikut Sertifikasi Penulis
Sebelum ikut sertifikasi, kami dibimbing oleh Epigraf dengan materi-materi yang dibutuhkan saat uji sertifikasi nanti. Ada beberapa materi yang benar-benar baru saya ngeh, 'owh, ternyata selama ini saya salah, owh, ternyata seperti itu yang benar'. Jadi, belajarnya memang banyak, ya. Meskipun sudah jadi penulis buku, bukan berarti kita sudah tahu semua hal. Jadi, memang nggak seharusnya kita berhenti belajar meskipun usia sudah di atas kepala tiga. Saking semangatnya belajar, sampai lupa kalau umur sudah bukan remaja lagi…kwkwk.
Salah satu tujuan ikut sertifikasi adalah mendapatkan pengakuan, memberikan apresiasi pada diri sendiri, dan banyak hal. Ada juga buku-buku yang memang hanya bisa ditulis oleh penulis yang sudah memiliki sertifikat.
Untuk buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit mayor, sampai saat ini belum dibutuhkan sertifikat. Inilah salah satu alasan kenapa sejak dulu saya belum ikut sertifikasi. Namun, makin berjalannya waktu, akhirnya paham juga kenapa seorang penulis butuh sertifikasi.
Metode Asesmen
Apakah semua penulis bisa ikut sertfikasi? Tentu. Semua penulis bisa ikut sertifikasi, bahkan bagi yang belum pernah menulis buku antologi ataupun buku solo.
Bagi teman-teman yang baru menulis buku antologi kurang dari tiga atau sama sekali belum menulis buku, biasanya akan mengikuti uji sertifikasi dengan metode uji kompetensi. Teman-teman akan mengerjakan soal, praktik, dan juga wawancara.
Sedangkan bagi penulis yang punya minimal 3 buku solo atau antologi, bisa ikut metode asesmen dengan uji portofolio. Namun, meskipun kita sudah memiliki buku, metode asesmen tetap sepenuhnya ditentukan oleh pihak LSP.
Materi-materi yang mesti kita pelajari tidak jauh-jauh dari keseharian kita sebagai penulis. Misalnya, membuat kerangka tulisan, menyebutkan anatomi buku, dan banyak hal yang sebenarnya kita sudah banyak tahu, tapi sebagian tiba-tiba hilang ingatan saking paniknya…kwkwk.
Dan yang gugup bukan saya saja…haha. Meskipun orang-orang sudah meyakinkan, insya Allah bisa, insya Allah lancar dan mudah, tetap saja pagi-pagi berasa sedang sakit secara tiba-tiba. Ya, Allah, benar-benar menguji keberanian, sih.
Pendaftaran Sertifikasi Penulis dan Editor
Photo by J. Kelly Brito on Unsplash |
Ikut sertifikasi penulis dan editor mesti membayar sejumlah uang yang harganya bisa berubah-ubah. Kemarin, saya ikut melalui Epigraf dengan 2x bimtek seharga Rp. 750.000. Harga ini sudah ada potongan dibanding harga aslinya yang bisa di atas satu juta.
Saya mendaftarkan diri pada Desember 2021. Uji sertifikasi baru dilaksanakan tanggal 18 Januari 2022. Jadi, Epigraf baru dapat jadwal dan antreannya pada tanggal tersebut. Mesti sabar menunggu sampai waktunya tiba…hihi. Deg-degannya disimpan dulu hingga menjelang hari H.
Hanya saja, ikut sertifikasi melalui Epigraf membuat saya jauh lebih siap. Sebab, pihak Epigraf benar-benar membantu penulis dengan memberikan materi dan juga penjelasan mengenai tahapan-tahapan sertifikasi yang mesti dilakukan. Jadi, meskipun ini yang pertama, setidaknya sudah ada bayangan bakalan seperti apa nantinya.
Nggak semua penulis mengerti teknologi. Jadi, yang gaptek itu banyak. Bahkan meski sudah dijelaskan berulang kali, masih ada juga yang kebingungan. Bayangkan kalau kita nggak dikasih materi dan bimbingan dulu, bisa ambyar semua pas uji sertifikasi.
Uji Sertifikasi Melalui Zoom Meeting
Gimana? Sudah kebayang uji sertifikasi melalui zoom meeting atau online? Jadi, kita diminta menggunakan dua perangkat yang mesti sama-sama dipakai untuk login ke zoom meeting. Satu bisa pakai laptop yang kita pakai di depan dan satunya bisa pakai ponsel dengan tripod yang posisinya ada di samping belakang sehingga bisa memperlihatkan posisi penulis dari beberapa arah sekaligus. Tujuannya supaya ketahuan kalau penulis benar-benar melakukan semuanya sendiri. Nggak dibantu sama orang lain, adek, kakak, nenek, eyang, mbah, dan yang lain…hihi.
Setelah masuk zoom, para peserta akan masuk ke room masing-masing yang nantinya akan diarahkan oleh pihak LSP. Waktu uji sertifikasi kemarin, website LSP sempat bermasalah sampai sore hari. Namun, uji sertifikasi yang saya lakukan tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Dalam room, hanya ada saya, asesor, dan juga host dari LSP. Karena saya pakai metode uji portofolio, sertifikasi ini lebih mirip seperti ngobrol ringan saja mengenai dunia perbukuan. Asesor saya memperkenalkan diri, kemudian diikuti oleh saya. Dan dimulailah wawancara yang berisi materi seputar dunia perbukuan dan perjalanan saya sebagai penulis.
Alhamdulillah, semua berjalan baik meski di awal-awal saya grogi sehingga agak kepleset jawabnya dan belibet…kwkwk. Untunglah, asesor saya ini baik sekali, masya Allah. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan dan keberkahan dalam hidup beliau. Aamiin.
Waktu ditanya soal pandidikan, saya tidak bisa memberikan gelar tertentu karena saya hanya lulusan D1. Saya tidak kuliah. Saya bukan sarjana. Beliau kemudian berkisah tentang temannya yang dulunya tidak kuliah, tapi sekarang jadi penulis yang buku-bukunya banyak difilmkan. Beliau memotivasi, seolah pengin bilang, nggak masalah. Asal tekun, asal fokus, dan mau berusaha, insya Allah semua bisa sukses.
Beliau juga bilang, nggak masalah jadi IRT. Justru perempuan memang lebih baik di rumah. Biarkan suami di depan. Bukan bermaksud menyalahkan perempuan yang berkarier, ya. Hanya saya menangkap beliau memang sedang ingin memotivasi supaya saya nggak minder dan mampu melambungkan rasa syukur. Apa pun profesi kita sekarang, apa pun pilihan kita, itulah yang terbaik :)
Beliau juga menanyakan bagaimana dengan suami? Apakah saya mendapatkan dukungan dari keluarga? Alhamdulillah, suami sangat mendukung untuk saat ini. Meskipun untuk sampai di sini tidaklah mudah, tapi akhirnya beliau rida dengan pilihan saya.
Di akhir, beliau mendoakan semoga saya bisa menjadi penulis best seller yang kemudian saya aamiinkan sangat dalam. Semoga doa ini menjadi jalan pembuka bagi saya untuk sampai pada impian yang belum terwujud.
Uji sertifikasi selesai dalam waktu yang cukup singkat. Esoknya, hasil uji sertifikasi sudah keluar dan saya dinyatakan kompeten. Alhamdulillah.
Mengutip dari kalimat yang pernah disampaikan oleh Pak Bambang Trim,
Ide adalah perjumpaan bukan pencarian. Menulis adalah perjalanan bukan pelarian. Tak ada kata ‘penat’ dalam menulis, kecuali menulis penat…”
Insya Allah, saya sudah ada di tempat yang tepat. Itulah salah satu kalimat yang sempat diucapkan oleh asesor saya kemarin setelah mengetahui bahwa saya juga sedang ikut pelatihan menulis bersama Pak Bambang Trim.
Sejujurnya, ini bukan hanya tentang pengakuan, pertemuan saya dengan asesor dan juga pak Bambang Trim dalam sebuah kelas banyak sekali membuka mata dan juga hati. Sudah lama saya mengikuti kelas yang hanya sekadar ikut duduk dan belajar layaknya sekolah. Namun, kali ini saya mendapatkan sesuatu yang jauh lebih dalam. Lebih menyentuh. Dan benar, insya Allah saya sudah ada di tempat yang tepat :)
Salam hangat,
Sunday, January 9, 2022
PTM Vs Omicron, Bagaimana Nasib Anak PAUD dan TK?
Photo by Kelly Sikkema on Unsplash |
Libur telah usai. Minggu ini, anak-anak sudah mulai masuk sekolah kembali setelah sekian lama libur. Sebagian besar sekolah sudah dimulai, tapi anak-anak di rumah masih libur sampai hari ini.
Bagaimana rencana PTM 100% yang katanya bakalan dimulai pada semester dua tahun ini? Untuk si kakak yang sudah kelas 5 SD, kabarnya PTM masih berjalan 50% seperti semester pertama lalu, tapi untuk si adek, memang sejak lama sudah full PTM…kwkwk. Kok malah kebalik? Awalnya memang aneh, karena anak TK waktu itu belum bisa vaksin, belajar mengajar belum se-urgent itu juga dibanding anak SD yang belajarnya sudah super serius, tapi itulah pilihan yang diambil oleh sekolah si adek.
Saya berharap, varian Omicron ini nggak seheboh Delta kemarin. Menurut banyak sumber, termasuk WHO, varian Omicron lebih ringan dibanding Delta. Namun, semua pihak sebaiknya tetap berhati-hati dan waspada karena sudah ada kasus kematian akibat varian baru ini yang terjadi di beberapa negara.
Kabar buruknya, varian Omicron sudah masuk ke Indonesia. Seperti yang kita tahu, kabar terbaru kemarin menyebutkan, salah satu artis yang baru saja pulang dari liburan di luar negeri turut menjadi perhatian karena pulang bawa virus baru ini. Sebelum ini, varian Omicron pun sudah masuk ke Indonesia. Musim liburan, terutama banyaknya orang yang berlibur ke luar negeri turut menyumbangkan banyak kasus jadinya. Hiks :(
Bagaimana Nasib Anak PAUD dan TK?
Tergelitik menulis postingan ini sebagaimana saya juga telah menuliskan kegelisahan saya beberapa bulan lalu tentang sekolah usia dini yang memilih full PTM di sini. Salah satu pertanyaan dari member Milis Sehat menjadi alasan kenapa saya juga turut mengangkat tema serupa. Mungkin bisa jadi pertimbangan bagi banyak pihak supaya bisa menunda full PTM sampai keadaan benar-benar ‘jelas’ baiknya.
Anak-anak usia dini, seperti anak PAUD dan TK masih banyak yang belum disiplin menggunakan masker, ditambah jika pihak sekolah tidak ketat memberikan aturan, makin riskan saja kalau mau full PTM.
Menurut dr. Windhi dari Milis Sehat, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan jika ada anak usia dini masuk sekolah offline atau PTM,
- Lansia yang tinggal serumah mesti sudah vaksin lengkap. Sedangkan kita tahu, nggak semua orang mau vaksin, lho. Masih ada banyak orang yang takut menerima vaksin, bahkan nggak percaya sama Covid-19. Saya tidak mengatakan vaksin bisa menyelamatkan hidup kita, tapi manusia wajib berusaha. Allah tentu yang menentukan segalanya.
- Semua guru dan staf sekolah wajib vaksin lengkap. Insya Allah untuk yang satu ini, mestinya semua sekolah sudah melakukannya.
- Orang tua murid wajib sudah vaksin lengkap. Sama halnya seperti poin pertama.
- Utamakan PTM hanya bagi sekolah menengah atas yang mesti melakukan praktik seperti SMK misalnya. Jadi, untuk anak-anak usia dini memang belum se-urgent itu untuk masuk setiap hari terutama di tengah berseliwerannya kabar makin meningkatnya kasus varian baru di Indonesia.
Apa yang Mesti Orang Tua Lakukan?
So, apa yang mesti kita lakukan sebagai orang tua? Waktu si adek mau masuk TK A, saya batalkan karena memang kondisinya sedang tidak memungkinkan. Anak-anak usia segitu juga masih bermain dan bermain saja. Jadi, keputusan paling baik dia belajar di rumah bersama orang tua.
Namun, saat dia sudah waktunya TK B, mau nggak mau saya mesti memasukkannya ke sekolah terutama untuk persiapan masuk SD. Meski dia sudah bisa baca tulis, tapi ada materi-materi yang nggak akan bisa kita berikan sendiri di rumah kecuali kita memang menguasai bidang tersebut. Ada hal-hal yang mesti dia pelajari dan hanya bisa didapat dengan sekolah. Jadi, saya belajar membuat kelonggaran pada diri sendiri supaya anak bisa tetap sekolah. Jangan parno-parno bangetlah pokoknya. Banyak tenangin diri aja karena pihak sekolah memang memilih full PTM.
Anak-anak saya juga sudah sangat dan sangat disiplin. Bahkan waktu kemarin pulang ke rumah Ibu, hampir semua orang heran dan sebagian menertawakan karena anak-anak disiplin banget pakai masker selama di sana. Sedangkan orang dewasa di sana memang sudah tidak ada yang pakai masker, apalagi anak-anaknya :D
Anak-anak juga sudah bisa menerima vaksin di usia 6 hingga 11 tahun. Insya Allah, semua usaha sudah dilakukan. Semoga mereka bisa belajar dengan tenang, nyaman, dan juga happy. Berharap juga semua orang tua dan guru mengerti dan memahami apa yang mesti dilakukan selama anak-anak PTM, termasuk mesti mengajarkan disiplin pakai masker dan rajin cuci tangan.
Salam hangat,
Monday, January 3, 2022
5 Tip Menulis Buku Sekaligus Membuat Ilustrasi, Ternyata Tidak Ada yang Mustahil Selama Mau Mencoba
Photo by Helena Lopes on Unsplash |
Apa nggak capek mesti nulis buku sekaligus membuat ilustrasinya juga? Atau, gimana rasanya jadi penulis sekaligus ilustrator? Apakah memungkinkan menjalankan dua profesi ini sekaligus?
Awalnya, saya tidak pernah berpikir untuk menekuni kedua profesi ini. Sekadar bisa menulis saja sudah Alhamdulillah. Sekadar bisa menerbitkan buku saja sudah senangnya masya Allah. Namun, seiring berjalannya waktu, Allah menuntun saya ke jalan yang berbeda. Saya keluar dari zona nyaman saya selama ini dan mulai menekuni dunia ilustrasi.
Tahun 2021 merupakan awal mula saya membuat ilustrasi untuk buku anak. Terbilang cukup singkat. Saya mulai berlatih pada awal 2020 lalu. Tidak sampai satu tahun, saya sudah berani mengerjakan ilustrasi untuk buku dan yang lainnya. Sangat bersyukur karena Allah memampukan saya dan memberikan kesempatan ini tanpa harus menunggu terlalu lama.
Tahun 2021 lebih banyak saya habiskan untuk mengilustrasikan buku dibandingkan menulis buku. Benar-benar nggak direncanakan sebelumnya, tapi saya menyukainya. Meskipun sering kali terjadi, di tengah-tengah membuat ilustrasi justru merasa kangen menulis buku.
Sama halnya seperti saat nggak ada job, justru malah kangen pengin ngerjain gambar. Namun, waktu ada job, rasanya pengin cepat kelar dan istirahat. Setelah benar-benar ada waktu untuk istirahat, apakah sanggup bertahan dalam waktu yang cukup? Belum habis tiga hari pasti sudah bingung…kwkwk
Dulu, saya pernah berpikir pengin banget nulis buku sekaligus mengilustrasikannya seperti mbak Stella Ernes. Namun, lama-lama merasa nggak memungkinkan untuk belajar dan menjalankan dua profesi ini sekaligus, ditambah saya memang belum belajar menggambar digital waktu itu. Namun, siapa yang bisa mengingkari jika Allah sudah berkehendak? Akhirnya semua terjadi sealami itu. Berjalan sesuai alurnya. Diikuti saja hingga bisa seperti sekarang.
5 Tip Menulis Buku Sekaligus Membuat Ilustrasi
Menulis buku sambil membuat ilustrasi pastinya membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Apalagi jika kita jadi IRT tanpa ART yang apa-apa serba dikerjakan sendiri. Benar-benar butuh fokus untuk menyelesaikan semuanya *ceritanya curhat…kwkwk.
Kendala yang saya hadapi ketika mengerjakan dua profesi ini sekaligus, ditambah saya terbilang baru juga di dunia ilustrasi, butuh waktu yang tidak sedikit untuk mengerjakan pekerjaan hingga tuntas. Kecepatan kita pun belum sehebat yang lain. Ibaratnya, kita sedang belajar, tapi sambil dibayar.
Ketika saya mampu mengerjakan banyak ilustrasi untuk buku, di sisi lain justru saya tidak terlalu produktif menulis. Karena waktu saya habis untuk menggambar. Memilih salah satu di antara dua profesi ini belum memungkinkan. Karena saya masih sayang keduanya. Saya bersyukur Allah berikan kesempatan untuk menekuni keduanya dan rasanya belum rela melepaskan salah satu. Akhirnya, saya menerima jika tidak bisa banyak menulis buku karena waktu yang terbagi.
Tahun ini, saya berharap bisa lebih produktif menulis dan mengurangi mengerjakan ilustrasi pesanan buku untuk klien. Lebih memilih untuk mengilustrasikan buku-buku sendiri saja jika memungkinkan.
Namun, baru awal tahun saja masih sibuk ngerjain proyek buku milik orang…kwkwk. Tak mengapa, asalkan masih tetap berkarya, entah nanti akan lebih banyak mengerjakan yang mana, saya akan tetap mensyukurinya, insya Allah.
Beberapa tip ini mungkin bisa berguna bagi teman-teman ilustrator yang pengin sekaligus menulis buku atau sebaliknya bagi penulis yang pengin menggambar juga,
1. Komitmen Itu Perlu
Sekadar ingin saja tidak cukup. Untuk menulis buku saja, kita butuh komitmen supaya buku bisa ditulis hingga rampung. Sebagian besar penulis gagal menulis bukunya hingga tuntas karena kurangnya komitmen. Mereka dikalahkan oleh kesibukan, rasa malas, kurang referensi, dan apa pun yang akhirnya membuat mereka bisa beralasan untuk berhenti.
Apalagi ketika mengerjakan ilustrasi sekaligus menulis ceritanya sendiri, sungguh tidak mudah menaklukkan rasa malas dan menyimpan ide-ide yang berkelebat di kepala. Karena ketika mengerjakan gambar, pasti penulis pengin segera nulis buku baru lagi. Susah ditahan, seperti bisul :(
Namun, jika sejak awal ingin mengerjakan keduanya, kita mesti ikhlas melepaskan keinginan ini itu hingga buku kita selesai dikerjakan. Jangan sampai banyak selingkuhnya, bisa-bisa gambar atau buku kita tidak selesai tepat waktu.
2. Lebih Banyak Belajar
Bagi pemula, pasti tidak mudah mengerjakan dua hal sekaligus. Kita butuh waktu yang cukup panjang untuk menekuni keduanya. Saya tidak memulai dua profesi ini sekaligus. Saya belajar menulis dulu, baru belajar membuat ilustrasi.
Supaya kita lebih luwes menggambar dan menulis, sudah seharusnya kita belajar lebih serius supaya kemampuan kita tidak hanya sekadar bisa saja. Makin ditekuni dan dilatih, makin cepat juga kemampuan kita mengerjakan keduanya.
Jadi, jangan malas belajar, ya. Ikut saja kelar-kelas menulis atau menggambar online yang saat ini sangat mudah ditemukan. Sisanya, kamu bisa berlatih sendiri di rumah.
3. Bukan Sekadar Gaya-gayaan
Kenapa ada orang yang berpikiran mengerjakan dua hal ini sekaligus? Apakah hanya sekadar supaya bisa terlihat keren atau penulis pelit ketika mau membayar ilustrator?
Tidak semua orang bisa menggambar atau menulis. Kebanyakan hanya memilih salah satu profesi ini untuk ditekuni. Namun, ada orang-orang yang memang cinta keduanya. Seperti saya misalnya, sejak kecil memang senang sekali menggambar. Namun, dari dulu saya tidak tahu mau lewat mana jalannya supaya bisa menjadi ilustrator.
Saat SMA, saya mulai menulis, tapi tidak pernah meninggalkan hobi menggambar. Keduanya adalah hal yang saya sukai. Makanya, ketika sekarang saya diberi kesempatan dan kepercayaan, rasa-rasanya sulit memilih di antara keduanya. Keduanya sama-sama menyenangkannya buat saya kecuali ketika sudah jenuh :(
Bagi kamu yang ingin memulai dua profesi ini sekaligus, tanyakan dulu pada diri sendiri, kira-kira alasan apa yang melatar belakangi? Kenapa pengin nyoba menekuni dua-duanya? Yakin suka menggambar? Yakin suka menulis?
Kita tidak harus menjadi orang lain supaya terlihat hebat, lho. Kalau diri kita tidak benar-benar ingin, jangan memaksakan diri untuk mengerjakannya. Pilihlah profesi yang benar-benar nyaman buat kamu. Karena nanti, kamulah yang bakalan menjalaninya. Kamu yang bakalan ngerasain capek dan lelahnya. Jangan sampai hanya karena supaya bisa terlihat keren, kamu malah mengorbankan kebahagiaanmu sendiri.
4. Butuh Berkorban
Ketika kita pengin memulai suatu hal atau ketika kita menginginkan sesuatu, pasti butuh berkorban waktu, tenaga, dan juga uang. Kita nggak bisa menggapai semuanya tanpa berkorban terlebih dulu.
Untuk belajar menulis misalnya, bahkan sampai saat ini tak terhitung sudah berapa kelas saya ikuti. Mulai dari kelas gratisan hingga berbayar jutaan rupiah. Sampai saat ini, bahkan setelah saya menerbitkan buku, saya masih ngejar kelas-kelas berbayar. Terakhir saya mendaftar di kelas menulis bersama pak Bambang Trim.
Untuk menggambar pun sama, saya juga ikut beberapa kelas, meski tak sebanyak kelas menulis, tapi saya juga pernah belajar di kelas-kelas online.
Rasanya tidak ada hal-hal yang mudah terjadi begitu saja, terutama bagi teman-teman yang seperti saya, hanya IRT, tidak berpendidikan tinggi, bukan anak DKV, kita butuh menyisihkan waktu, tenaga, dan uang untuk menekuni profesi yang kita inginkan. Tidak kuliah tak masalah, tapi bukan berarti kita tidak belajar.
5. Ketika Jenuh, Menepilah
Dua bulan terakhir, saya mesti mengerjakan 100 ilustrasi yang akhirnya rampung di awal tahun ini. Alhamdulillah. Dalam perjalanannya, sudah bisa dibayangkan, rasanya seperti mabuk kendaraan. Iya, jenuh, capek, bosan, pengin lari, pengin kabur…kwkwk. Manusiawi sekali, lho. It’s okay, Muyass. Kamu sudah berusaha dan akhirnya berhasil menyelesaikannya :)
Ketika merasa jenuh, menepilah untuk istirahat. Jangan berpikir bakalan berhenti atau merasa gagal. Semua orang pasti merasa jenuh dan capeklah ketika mengerjakan hal yang sama dalam waktu yang lama. Namun, apakah mereka berhenti? Palingan rehat sebentar untuk memulihkan tenaga dan kemudian melanjutkan kembali impian yang belum dicapai.
Seperti itulah yang mesti dilakukan. Terutama bagi kita yang mau menekuni dua hal sekaligus. Sangat mungkin pengin lompat menulis ketika sedang menggambar atau sebaliknya. Namun, kembali lagi ke poin pertama, komitmen!
Gimana, gimana? Yakin mau nyoba keduanya sekaligus? Menyenangkan mengerjakan semuanya, tapi bukan berarti kita bakalan kerjain dua-duanya terus menerus. Ketika merasa nggak mampu, capek, atau ketika nggak memungkinkan, serahkan ilustrasinya kepada ilustrator lain. Jangan terlalu kaku sama diri sendiri. Tetap bahagia, tetap belajar, ya :)
Salam hangat,
Hey there!
Part of
