7+ Cara Supaya Kamu Bisa Jadi Penulis dan Punya Buku Solo

Tuesday, September 15, 2020

cara menulis buku solo



Gimana cara jadi penulis? Bagaimana memulainya? Apa yang mesti saya lakukan pertama kali, karena jujur saya bingung banget dan nggak tahu harus mulai dari mana?


Salah satu cara ampuh buat jadi penulis ya dengan menulis. Tapi, ternyata bagi sebagian orang, jawaban seperti ini kurang berguna. Mereka butuh lebih dari sekadar itu. Kalau hanya nulis dan nulis, anak SD juga bisa nulis, kan? Iya juga, sih. Tapi, yang saya maksud adalah banyakin berlatih. Karena tanpa berlatih, ide sebaik dan sebanyak apa pun nggak akan bisa ditulis dengan baik.

Setelah nyoba praktik, ternyata nulis itu nggak mudah. Yups! Itulah perlunya berlatih. Semakin sering berlatih, semakin mudah buat kita untuk menuliskan ide-ide yang muter di kepala. Karenanya, jangan males latihan! Sampai di sini paham, ya? :D

Buat yang baru mengenal saya, rata-rata masih nanya gimana dulu mulai menulis? Saya mulai menulis sejak masuk SMA di pesantren. Karena sering baca-baca majalah Annida, akhirnya jadi pengen nulis cerita juga. Sejak saat itu, saya suka menulis cerpen di buku tulis.

Sampai beberapa lama, masih seperti itu yang saya kerjakan hampir setiap hari. Nggak bosen, nggak capek walaupun pasti pegel…hehe. Setelah bertemu dengan beberapa penulis dari Yogyakarta yang ngadain acara di pesantren, saya pun semakin tertarik untuk jadi penulis buku. Kemudian saya bertemu dengan beberapa penulis dari kota Malang, dari sinilah impian buat punya buku terbit terwujud, meskipun saat itu masih dalam bentuk antologi.

Jadi, kalau diingat kembali, satu-satunya cara yang paling membantu adalah tetap menulis. Meskipun kita nggak tahu naskah itu akan diterbitkan atau nggak. Tetap menulis, meskipun kita nggak tahu ke depannya bakalan seperti apa. Lakukan terus, meskipun kenal penerbit pun nggak. Karena kita mesti suka dan cinta dulu sama profesi ini. Jangan hanya karena ikut-ikutan teman atau mau terlihat keren, tapi cari lagi alasan kenapa kamu pengen banget jadi penulis. Kalau sudah ketemu alasannya, kira-kira bertahan berapa lama dan betah berapa bulan untuk menulis terus menerus? *nanya apa meruntuhkan harapan? Kwkwk.


1. Menulis Hal Paling Dikuasai dan Disukai


Saya lebih senang menulis tema-tema yang saya suka. Jika saya suka, sudah pasti lebih mudah saya kuasai karena saya sering mencari tahu tanpa dipaksa. Misalnya saat menulis buku ‘Simple Diet for Muslimah’, saya merasa lebih mudah menulis dan menuntaskannya karena saya mengalaminya sendiri, saya menyukai dan melakukannya. Buku itu ditulis berdasarkan pengalaman nyata, nggak asal angkat tema diet. Tema yang kita kuasai memudahkan kita untuk menuliskannya hingga tuntas.

Nggak usah maksa biar keren, ambil tema berat ajalah yang jarang diangkat orang lain. No, terutama buat pemula, sebaiknya nggak memaksakan diri untuk terlihat good looking…kwkwk *apaan, sih? :D Banyak penulis yang sukses mengangkat tema sederhana, tapi dikemas sangat istimewa, sehingga tak mustahil justru banyak yang suka. Tema-tema yang related sama hidup kita juga nggak kalah menarik.

Contohnya menulis pengalaman saat berjuang mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Berapa banyak orang pengen dapat beasiswa? Berapa banyak yang gagal, tapi masih terus berjuang? Sederhana, dialami banyak orang, tapi asal kamu tahu, nggak semua orang mau menuliskan pengalamannya.

2. Tuntaskan Satu Naskah


Jadi penulis sebenarnya nggak harus dengan menulis buku. Bisa jadi blogger atau penulis artikel. Tapi, kebanyakan orang pengen punya buku solo minimal satu seumur hidup. Setelah punya satu,ketagihan menulis buku kedua dan ketiga…eaaa. Nggak kelar-kelar, dong? Hehe.

Jika impian kamu pengen punya buku solo, coba belajarlah menulis satu naskah sampai tuntas. Tolong diingat lagi, tulislah satu naskah hingga tuntas. Setelah itu, carilah penerbit yang mau menerima naskahmu atau bisa kamu terbitkan sendiri lewat jalur indie.

Tapi, beratnya di sini. Kebanyakan orang bosan dan berhenti di tengah jalan ketika menulis buku. Nggak ada ide-lah, mentok dan nggak tahu mau menulis apalagi, capek dan bosan, atau alasan lainnya yang membuat impian jadi penulis sekadar jadi bunga tidur…hiks.

Zaman sekarang, kamu nggak butuh banyak usaha selain melawan rasa malas. Karena hampir semua dari kita bisa mengakses informasi di internet dengan mudah. Satu-satunya yang sering bikin seorang calon penulis gagal di tengah jalan adalah karena dia malas melanjutkan. Milih rebahan dan melupakan impiannya.

Entah, impianmu layak disebut impian atau sekadar pengen biar kayak yang lain? Coba kamu pikirkan sendiri mana yang lebih tepat.

3. Bikin Target dan Disiplinlah


Gimana cara menuntaskan satu naskah? Menulislah setiap hari. Bikin target sehari 2 halaman. Sebulan sudah 60 halaman. Dua bulan kelar 120 halaman dan siap dikirimkan ke penerbit. Gampang banget ya, Mbak ngomongnya? Kwkwk. Iya dong :D

Makanya, cuma kamu yang bisa menyelesaikan targetmu sendiri. Bikin target sendiri sesuai kemampuanmu, bikin catatan hutang sendiri yang mesti dibayar sebelum habis masa menulis selama 2 bulan. Apa pun caranya, nggak mau tahu, pokoknya dua bulan naskahmu harus selesai minima 120 halaman.

Gimana kalau bosan dan mentok idenya? Nggak mau tahu pokoknya harus kelar dalam dua bulan! *maksa, Gaes…kwkwk.

4. Semakin Banyak Membaca, Semakin Baik Kualitas Tulisanmu


Banyak orang pengen jadi penulis, tapi nggak semua orang suka membaca. Padahal, modal besar yang mesti kita punya salah satunya adalah rajin membaca. Coba bikin jadwal membaca rutin sehari minimal satu jam atau lebih. Lakukan setiap hari dan jadikan kebutuhan.

Kamu juga bisa me-review buku-buku yang sudah kamu baca di blog. Sudah punya blog atau belum, nih? Kalau belum, buruan bikin. Blog bisa dijadikan tempat menyimpan tulisanmu, kenangan, pengalaman, bahkan bisa buat mengedukasi banyak orang.

Salah satu cara mudah berlatih menulis salah satunya adalah dengan mengisi blog. Bikin blog nggak harus yang cakep, berbayar, atau pakai template mahal, cukup kamu bisa mengambil manfaatnya. Jika sudah berhasil konsisten, kamu bisa mempertimbangkan untuk mempercantik blog kamu, dsb.

5. Minta Pendapat Orang Terdekat


Jangan ragu meminta pendapat orang terdekat. Minta mereka membaca karyamu dan mintalah kritik dari mereka. Sudah bagus dan mudah dimengerti atau belum? Kira-kira kurangnya apa, ya?

Kalau naskah pertama kamu selesai, kira-kira siapa orang paling tepat yang pengen kamu mintai pendapat? Yang pertama kali membaca naskahmu?

Dulu, saya nggak pernah malu menunjukkan cerpen-cerpen saya kepada teman-teman dan adik kelas. Berasa udah jadi penulis aja ketika banyak yang antre mau membaca. Padahal, bagus juga belum…hihi. Merasa sangat terbantu dengan kepedean yang lumayan tinggi, akhirnya jadi banyak yang membaca dan memberi kritik jika diperlukan.

Dan lagi, jadi lebih semangat untuk terus menulis. Merasa karya sudah diterima. Meskipun hanya untuk teman-teman satu kamar…kwkwk.

6. Ikut Kelas Menulis


Kita nggak bisa belajar sendiri. Butuh mentor, butuh guru, butuh belajar dari orang yang lebih berpengalaman. Jadi, jangan pelit mengeluarkan uang untuk mengikuti kelas menulis. Karena ilmunya bakalan kepake banget sampai nanti-nanti.

Bahkan sekarang mudah banget kita jumpai kelas menulis. Harganya bervariasi, mulai dari seikhlasnya hingga berjuta-juta. Alhamdulillah, saya sudah lumayan banyak ikutan kelas menulis. Beberapa mentor saya misalnya Ahmad Rifa’i Rif’an, Watiek Ideo, dll. Sejauh ini saya merasa semua ilmu yang saya dapatkan begitu berguna.

7. Praktik dan Praktik!


Banyak belajar dan ikut kelas menulis nggak ada gunanya kalau kitanya males praktik. Mau ikutan kelas semahal apa pun, nggak akan ada gunanya kalau kerjanya hanya bermimpi tanpa mau merealisasikannya.

So, setelah gelasmu penuh, praktikin ilmunya dan lakukan sebaik yang kamu bisa. Sayang banget sudah habis uang banyak dan habis waktu berjam-jam hingga berhari-hari, tapi nggak ada hasilnya? Setiap selesai ikutan kelas menulis, berjanjilah untuk menulis satu karya.

Gimana, bisa, kan?

8. Nggak Ada Insecure!


Apaan dikit-dikit insecure, rendah diri, nggak pede. Setiap kali saya merasa jatuh dan nggak percaya diri, saya katakan bahwa semua orang menjalani proses yang nggak sebentar. Wajar dong kalau si A sekeren itu sekarang. Wajar jika si B sehebat itu saat ini. Karena mereka sudah melewati tahun-tahun penuh perjuangan. Sedangkan saya atau kamu? Masih baru seujung kuku, sudah melempem dan nyerah? hiks.

Boleh saja kita menyukai karya orang lain, tapi jangan sampai membuat kita rendah diri. Justru jadikanlah sebagai motivasi untuk terus berjuang. Kadang kita salah menempatkan momen, bukannya jadi termotivasi, malah insecure yang ada. Jadi ribet akhirnya, deh.

9. Cari Jodohmu


Bukan, ini bukan jodoh yang bisa digandeng ke pelaminan. Ini jodoh buat naskah kamu. Jika naskahmu selesai, carilah penerbit yang cocok untuknya. Jangan ragu untuk mengajukannya pada penerbit mayor. Misalnya lewat DPS, kamu bisa baca di sini. Atau, kirimkan pada penerbit langsung seperti bisa kamu coba di sini.

Apa bedanya penerbit indie dan mayor? Saya pernah menuliskannya. Kamu bisa cek langsung di sini.

Gimana kalau ditolak? Nggak ada yang salah dengan yang namanya penolakan. Bahkan saat pandemi seperti saat ini, banyak naskah ditolak dan dipulangkan *eh. Sedih jangan sampai menjadikanmu putus asa. Sebab jodoh ada di tangan Tuhan. Bukan di tangan penerbit pertama yang menolak naskahmu…hihi.

Nggak ada yang salah dengan penolakan, bisa jadi naskahmu tidak sesuai dengan tema yang penerbit butuhkan, bisa jadi memang kurang menarik dan tidak menjual, bisa jadi keren-keren aja, tapi penerbit yang kamu tuju nggak sesuai dengan naskah kamu. Ketika naskah ditolak, nggak ada salahnya menanyakan alasannya.

Entah ini sudah ke berapa kali saya menuliskan tema yang hampir sama. Tentang menulis buku. Saya berharap teman-teman bisa mendapatkan jawaban dalam postingan ini. Dan semoga impian menjadi penulis segera terwujud. Tetap semangat ya buat kamu :)

Salam hangat,

Featured image: Photo by Daria Shevtsova  on Unsplash

 

Comments