Pengalaman Mengikuti Sertifikasi Penulis Buku Nonfiksi Dengan Metode Asesmen Portofolio

Friday, January 21, 2022

Pengalaman Mengikuti Sertifikasi Penulis Buku Nonfiksi Dengan Metode Asesmen Portofolio
Photo by Nick Morrison On Unsplash


Setelah sekian purnama, akhirnya saya memberanikan diri mengikuti sertifikasi penulisan buku nonfiksi yang diadakan oleh LSP. Skema sertifikasi ini ada demi memastikan kompetensi tenaga kerja bidang penerbitan, juga sebagai acuan dalam asesmen oleh LSP dan asesor kompetensi. 


Alhamdulillah, saya bisa mengikuti sertifikasi penulis secara online melalui zoom meeting yang berlangsung kurang lebih 30 menit. Metode asesmen portofolio tidak semengerikan seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Perangkat asesmen uji portofolio dilakukan dengan wawancara dan cek portofolio saja. Deg-degan banget, tapi asesor saya begitu baik dan ramah sehingga wawancara berjalan lebih santai.


Saya nggak pernah merasa setakut ini. Pagi hari, saya sudah minum obat magh karena tiba-tiba mual-mual dan eneg saking paniknya. Agak siangan sedikit, kepala mulai pening dan cenut-cenut…kwkwk. Siang sebelum dimulai, saya minum obat magh lagi karena merasa oleng…haha. Jadi, sebelum uji sertifikasi, saya sudah habis 2 obat magh dan 1 tablet paracetamol untuk mengurangi sakit kepala :(


Tujuan Ikut Sertifikasi Penulis

Pengalaman Mengikuti Sertifikasi Penulis Buku Nonfiksi Dengan Metode Asesmen Portofolio
Photo by Max Saeling on Unsplash


Sebelum ikut sertifikasi, kami dibimbing oleh Epigraf dengan materi-materi yang dibutuhkan saat uji sertifikasi nanti. Ada beberapa materi yang benar-benar baru saya ngeh, 'owh, ternyata selama ini saya salah, owh, ternyata seperti itu yang benar'. Jadi, belajarnya memang banyak, ya. Meskipun sudah jadi penulis buku, bukan berarti kita sudah tahu semua hal. Jadi, memang nggak seharusnya kita berhenti belajar meskipun usia sudah di atas kepala tiga. Saking semangatnya belajar, sampai lupa kalau umur sudah bukan remaja lagi…kwkwk.


Salah satu tujuan ikut sertifikasi adalah mendapatkan pengakuan, memberikan apresiasi pada diri sendiri, dan banyak hal. Ada juga buku-buku yang memang hanya bisa ditulis oleh penulis yang sudah memiliki sertifikat. 


Untuk buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit mayor, sampai saat ini belum dibutuhkan sertifikat. Inilah salah satu alasan kenapa sejak dulu saya belum ikut sertifikasi. Namun, makin berjalannya waktu, akhirnya paham juga kenapa seorang penulis butuh sertifikasi.


Metode Asesmen

Pengalaman Mengikuti Sertifikasi Penulis Buku Nonfiksi Dengan Metode Asesmen Portofolio
Photo by jeshoots.com on unsplash


Apakah semua penulis bisa ikut sertfikasi? Tentu. Semua penulis bisa ikut sertifikasi, bahkan bagi yang belum pernah menulis buku antologi ataupun buku solo.


Bagi teman-teman yang baru menulis buku antologi kurang dari tiga atau sama sekali belum menulis buku, biasanya akan mengikuti uji sertifikasi dengan metode uji kompetensi. Teman-teman akan mengerjakan soal, praktik, dan juga wawancara.


Sedangkan bagi penulis yang punya minimal 3 buku solo atau antologi, bisa ikut metode asesmen dengan uji portofolio. Namun, meskipun kita sudah memiliki buku, metode asesmen tetap sepenuhnya ditentukan oleh pihak LSP. 


Materi-materi yang mesti kita pelajari tidak jauh-jauh dari keseharian kita sebagai penulis. Misalnya, membuat kerangka tulisan, menyebutkan anatomi buku, dan banyak hal yang sebenarnya kita sudah banyak tahu, tapi sebagian tiba-tiba hilang ingatan saking paniknya…kwkwk.


Dan yang gugup bukan saya saja…haha. Meskipun orang-orang sudah meyakinkan, insya Allah bisa, insya Allah lancar dan mudah, tetap saja pagi-pagi berasa sedang sakit secara tiba-tiba. Ya, Allah, benar-benar menguji keberanian, sih.


Pendaftaran Sertifikasi Penulis dan Editor

Pengalaman Mengikuti Sertifikasi Penulis Buku Nonfiksi Dengan Metode Asesmen Portofolio
Photo by J. Kelly Brito on Unsplash


Ikut sertifikasi penulis dan editor mesti membayar sejumlah uang yang harganya bisa berubah-ubah. Kemarin, saya ikut melalui Epigraf dengan 2x bimtek seharga Rp. 750.000. Harga ini sudah ada potongan dibanding harga aslinya yang bisa di atas satu juta.


Saya mendaftarkan diri pada Desember 2021. Uji sertifikasi baru dilaksanakan tanggal 18 Januari 2022. Jadi, Epigraf baru dapat jadwal dan antreannya pada tanggal tersebut. Mesti sabar menunggu sampai waktunya tiba…hihi. Deg-degannya disimpan dulu hingga menjelang hari H.


Hanya saja, ikut sertifikasi melalui Epigraf membuat saya jauh lebih siap. Sebab, pihak Epigraf benar-benar membantu penulis dengan memberikan materi dan juga penjelasan mengenai tahapan-tahapan sertifikasi yang mesti dilakukan. Jadi, meskipun ini yang pertama, setidaknya sudah ada bayangan bakalan seperti apa nantinya.


Nggak semua penulis mengerti teknologi. Jadi, yang gaptek itu banyak. Bahkan meski sudah dijelaskan berulang kali, masih ada juga yang kebingungan. Bayangkan kalau kita nggak dikasih materi dan bimbingan dulu, bisa ambyar semua pas uji sertifikasi.


Uji Sertifikasi Melalui Zoom Meeting

Pengalaman Mengikuti Sertifikasi Penulis Buku Nonfiksi Dengan Metode Asesmen Portofolio
Photo by Glenn Carstents Peters on Unsplash


Gimana? Sudah kebayang uji sertifikasi melalui zoom meeting atau online? Jadi, kita diminta menggunakan dua perangkat yang mesti sama-sama dipakai untuk login ke zoom meeting. Satu bisa pakai laptop yang kita pakai di depan dan satunya bisa pakai ponsel dengan tripod yang posisinya ada di samping belakang sehingga bisa memperlihatkan posisi penulis dari beberapa arah sekaligus. Tujuannya supaya ketahuan kalau penulis benar-benar melakukan semuanya sendiri. Nggak dibantu sama orang lain, adek, kakak, nenek, eyang, mbah, dan yang lain…hihi.


Setelah masuk zoom, para peserta akan masuk ke room masing-masing yang nantinya akan diarahkan oleh pihak LSP. Waktu uji sertifikasi kemarin, website LSP sempat bermasalah sampai sore hari. Namun, uji sertifikasi yang saya lakukan tetap berjalan sebagaimana mestinya.


Dalam room, hanya ada saya, asesor, dan juga host dari LSP. Karena saya pakai metode uji portofolio, sertifikasi ini lebih mirip seperti ngobrol ringan saja mengenai dunia perbukuan. Asesor saya memperkenalkan diri, kemudian diikuti oleh saya. Dan dimulailah wawancara yang berisi materi seputar dunia perbukuan dan perjalanan saya sebagai penulis.


Alhamdulillah, semua berjalan baik meski di awal-awal saya grogi sehingga agak kepleset jawabnya dan belibet…kwkwk. Untunglah, asesor saya ini baik sekali, masya Allah. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan dan keberkahan dalam hidup beliau. Aamiin.


Waktu ditanya soal pandidikan, saya tidak bisa memberikan gelar tertentu karena saya hanya lulusan D1. Saya tidak kuliah. Saya bukan sarjana. Beliau kemudian berkisah tentang temannya yang dulunya tidak kuliah, tapi sekarang jadi penulis yang buku-bukunya banyak difilmkan. Beliau memotivasi, seolah pengin bilang, nggak masalah. Asal tekun, asal fokus, dan mau berusaha, insya Allah semua bisa sukses.


Beliau juga bilang, nggak masalah jadi IRT. Justru perempuan memang lebih baik di rumah. Biarkan suami di depan. Bukan bermaksud menyalahkan perempuan yang berkarier, ya. Hanya saya menangkap beliau memang sedang ingin memotivasi supaya saya nggak minder dan mampu melambungkan rasa syukur. Apa pun profesi kita sekarang, apa pun pilihan kita, itulah yang terbaik :)


Beliau juga menanyakan bagaimana dengan suami? Apakah saya mendapatkan dukungan dari keluarga? Alhamdulillah, suami sangat mendukung untuk saat ini. Meskipun untuk sampai di sini tidaklah mudah, tapi akhirnya beliau rida dengan pilihan saya.


Di akhir, beliau mendoakan semoga saya bisa menjadi penulis best seller yang kemudian saya aamiinkan sangat dalam. Semoga doa ini menjadi jalan pembuka bagi saya untuk sampai pada impian yang belum terwujud.


Uji sertifikasi selesai dalam waktu yang cukup singkat. Esoknya, hasil uji sertifikasi sudah keluar dan saya dinyatakan kompeten. Alhamdulillah.


Mengutip dari kalimat yang pernah disampaikan oleh Pak Bambang Trim,


Ide adalah perjumpaan bukan pencarian. Menulis adalah perjalanan bukan pelarian. Tak ada kata ‘penat’ dalam menulis, kecuali menulis penat…”


Insya Allah, saya sudah ada di tempat yang tepat. Itulah salah satu kalimat yang sempat diucapkan oleh asesor saya kemarin setelah mengetahui bahwa saya juga sedang ikut pelatihan menulis bersama Pak Bambang Trim.


Sejujurnya, ini bukan hanya tentang pengakuan, pertemuan saya dengan asesor dan juga pak Bambang Trim dalam sebuah kelas banyak sekali membuka mata dan juga hati. Sudah lama saya mengikuti kelas yang hanya sekadar ikut duduk dan belajar layaknya sekolah. Namun, kali ini saya mendapatkan sesuatu yang jauh lebih dalam. Lebih menyentuh. Dan benar, insya Allah saya sudah ada di tempat yang tepat :)


Salam hangat,


Comments

  1. Serius sy baru tau kalau nulis jg ada kompetensi.y

    ReplyDelete
  2. Seru juga ya ketika kemudian uji sertifikasi dilakukan online. Kayaknya bikin grogi jadi dobel, haha..ujiannya sama kemampuan mengelola perangkatnya.

    Selamat ya mbak.. saya sendiri merasa kaya orang naik motor tu udah punya sim gitu, wkwk.. meskipun ini bukan analogi yang tepat tapi paling tidak semacam itulah rasanya.

    Selamat mbak Muy, selanjutknya kita hanya diminta aktif dan konsisten menulis. Nanti setelah 3 tahun bisa mangajukan perpanjangan dengan menunjukkan bukti buku yang kita tulis. Kalau nggak salah mjnjmal 1 tahun 1 buku. Ini mah lewat banget buat mbak Muyass.

    Barakallah.. semoga makin produktif yaa

    ReplyDelete
  3. Makasih infonya Mba Muy. Sukses selalu...

    ReplyDelete
  4. Duhh dirimu iniii.. Lulusan D-1 kok dibilang "cuma" 🤭 Masih banyak kok yang lebih tidak beruntung karena lulusan SMA. 🥰 Semoga habis nulis ini saya gak dikirimin kue cubit, hihiii..

    Selamat, Mbak Muy. Terwujud jadi penulis best seller. Aamiin.

    ReplyDelete
  5. Ikut deg-degan Mba...hehehe. Alhamdulillah, lulus ya Mba. Btw itu pesannya dalam banget. Menulis adalah perjalanan bukan pelarian. Note.

    ReplyDelete
  6. MasyaAllah Mbak Muyyas keren sekali, deg-degan banget ya ujiannya, macam mau sidang thesis/disertasi gitu gak sih kudu harus wajib zoom berlapis (jika menggunakan handphone) hihih.
    syukurnya dapat Asesor yang pengertian dan pemberi semangat seperti itu ya, bangga banget dong ya :)

    ReplyDelete
  7. wah keren mbak sudah ikut sertifikasi penulis. tentunya ini bisa menjadi nilai tambah kita ya sebagai penuls. kalau blogger juga berarti bisa ikutan juga ya sertifikasi penulis ini, mbak?

    ReplyDelete
  8. Masya Allah. Keren banget kak. Jadi pengen semakin memperdalam ilmu kepenulisan kak. Berarti tidak hanya sertifikasi saja ya kak, di sana ada kelas menulilsnya juga ya? Semoga nanti bisa memiliki karya buku lagi.

    ReplyDelete
  9. Penulis juga ada sertifikasinya ya mbak. Saya sebenarnya ingin ikut sertifikasi editor. Btw selamat mba Muyyas karena sudah fokus di dunia kepenulisan dan mengikuti sertifikasi penulis. Alhamdulillah keluarga mendukung ya mbak

    ReplyDelete
  10. Berarti saya juga bisa ya ikut sertifikasi penulis karena sudah punya beberapa buku antologi, hehe.

    Btw baca pengalaman Mbak yang grogi sampe 2 kali minum obat magh dan 1 tablet paracetamol bikin saya auto ingat dengan gugupnya ujian skripsi padahal waktunya gak sampe sejam tapi groginya sampe berjam-jam.

    Syukur sertifikasinya berjalan lancar ya Mbak. Apalagi dihadapkan dengan asesor yang baik dan pengertian. Makin lancar jayalah, hehe. Btw selamat ya Mbak sudah dinyatakan lulus dengan kompeten. Semoga ke depannya makin banyak melahirkan buku dan menjadi penulis best seller.

    ReplyDelete