Capek-capek Menahan Lapar, Sebenarnya Kamu Diet untuk Sehat atau Demi Langsing?

Friday, April 19, 2019

Capek-capek Menahan Lapar, Sebenarnya Kamu Diet untuk Sehat atau Demi Langsing?
Photo by Louis Hansel on Unsplash


Jarang-jarang banget saya sharing tentang topik diet. Kenapa? Karena saya termasuk penganut ilmu aliran sesat, yang pengen diet, tetapi selalu gagal…haha. Oke, jangan ditiru, ya, Sodaraah.


Sejak kecil, saya selalu tumbuh apa adanya*orangnya tulus soalnya...kwkwk. Nggak pernah berlebihan baik tinggi maupun berat badan. Malah cenderung kurus dan pendek. Nggak pernah ngeluh dan bertanya-tanya juga kenapa saya nggak setinggi bapak? Pastinya karena saya lebih mirip ibu, sehingga badan saya pendek. Itu bukan masalah berarti. Hingga masuk SMP dan lulus pun, saya masih kurus dan mungil. Tapi…seperti petir yang muncul di siang bolong, saya justru gemuk setelah setahun berada di pesantren tepatnya saat SMA. Kutukan atau apa ini? Hihi.


Padahal, kalau dipikir, saya makan di sana nggak seberapa banyak. Asli makannya dikit banget. Nasi hanya ada sehari dua kali. Itu pun ditakar sebesar gelas air mineral yang dibuang separuhnya. Iya, hanya makan segitu doing. Tapi, banyak ngemil kali, ya…kwkwk. Jadinya bulat seperti tahu bulat, digoreng dadakan *ups!


Setelah itu, apakah saya pernah kurus lagi? Pernah. Ketika baru menikah. Tanpa diet, tanpa rekayasa, tanpa sulap, apalagi sihir…haha. Dua bulan setelah menikah dan pulang mudik, ibu kaget melihat anaknya tinggal kulit dan tulang. Apakah gerangan yang terjadi? Mungkin suaminya lupa ngasih makan, ngasihnya emas dan berlian mulu…kwkwk.


Setelah hamil anak pertama pun sempat kurus. Berat badan yang biasanya di atas 45, tiba-tiba berubah jadi 42. Idealnya justru di angka 40an. Tapi, berat badan 42 kg saja sudah kelihatan sangat buruk saking kurusnya…hiks. Kayak nggak bahagia gitulah hidup saya. Ibu saya nelangsa kalau lihat anak bungsunya sekurus ini…kwkwk. Mungkin tulang pipi saya juga nggak cocok untuk pipi chubby gitu. Alhasil, malah dikira kurang sejahtera hidupnya.


Tapi, kutukan itu muncul lagi. Setelah sulung besar, saya sudah gemuk lagi. Dan meskipun sudah punya anak kedua, nggak pernah melewati fase kurus-kurus lagi seperti dulu. Sedih, miris? Ya, sebenarnya nggak ada yang salah, nggak ada juga yang marah. Tapi, berat badan sudah 48 kg ternyata bikin kita serba nggak nyaman. Rasanya berat parah mau ngapa-ngapain. Sedangkan suami saya selalu konsisten di angka 43-45 kg. Kebayang nggak kompaknya kita. Sepertinya sang istri sering nge-bully suaminya…kwkwk. Suami saya tinggi pula, udah mirip angka 10 saja, kan kalau bergandengan?


Yang paling sulit ditahan sebenarnya bukan rasa lapar, melainkan godaan pengen ngemil. Apalagi dulu saya sering banget bikin kue atau roti. Mau nggak mau nyomot roti mulu sampai kenyang…haha. Tapi, saya sadar kok, tubuh kita nggak selamanya bakal seperti ini. Memasuki usia 29, saya ingin bisa hidup lebih sehat. Karena saya mulai paham, jika kerja tubuh nggak akan sebaik saat kita masih muda. Pasti akan mengalami penurunan.


Saya juga bukan orang yang mengerti jenis dan macam-macam diet. Karena selama ini yang ada hanya diet nggak niat…kwkwk. Sempat mencoba beberapa metode diet, seperti hanya makan protein yang akhirnya bikin kaki seperti nggak kuat berpijak meskipun sudah makan beberapa butir telur rebus sekaligus, diet tanpa karbo yang akhirnya nggak betah juga, dan terakhir OCD.


Buat saya, OCD atau Obsessive Corbuzier's Diet ini adalah diet terbaik yang bikin badan nyaman banget dan enteng. Setelah beberapa kali nonton videonya, saya pun sadar, bahwa yang harus kita kejar bukan langsingnya, melainkan sehatnya. Kalau badan sehat, sudah pasti semua aktivitas kita akan terasa nyaman dan ringan.


Seperti apa metode diet OCD ini? Mungkin teman-teman suda familiar dengan diet yang diperkenalkan oleh Deddy Corbuzier ini. Akrab dengan istilah jendela makan dan bertahap, ternyata diet ini benar-benar bikin nafsu ngemil saya berkurang. Punya anak kecil pastinya susah banget ngerem supaya nggak comot makanan mereka sambil nyuapin, meskipun nggak lapar, tapi keinginan ngunyah terus itu sangat mengerikan…hiks.


Hampir sebulan menjalankan diet ini, kadang gagal sehari dua hari, tapi besoknya tetap lanjut lagi karena merasa badan enak banget. Belum sebulan, berat badan turun sekitar 2 kg lebih. Itu pun kadang masih makan di luar jendela makan…haha. Bandel, ya? Tapi, saya tetap melanjutkan karena merasa nyaman banget. Pada akhirnya, saya mengejar kenyamanan alias sehat ketimbang ngejar langsingnya.


Jujur saja, saya belum membaca seluruhnya tentang metode diet ini yang katanya ada e-book-nya. Karena agak susah juga nyarinya. Akhirnya hanya baca-baca dan melihat video di Youtube saja. Intinya, kamu bisa makan pada jendela makan yang kamu pilih. Jika kamu pilih tahap pertama (8 jam), berarti kamu bisa makan hanya dalam waktu tersebut. Misalnya, dari pukul 10 pagi, kamu bisa mulai makan apa pun hingga pukul 6 sore. Selebihnya hanya boleh minum air putih atau yang tidak berkalori.


Enaknya di mana? Mungkin nggak membatasi menunya. Karena jujur saja, saya masih suka beli nasi padang dan makan berdua dengan suami saat akhir pekan, lho…kwkwk. Kalau sampai nggak bisa makan nasi padang, bisa merana hidup saya *lebay…haha.


Tapi, perlu kamu ingat, jendela makan 8 jam, 6 jam, 4 jam, dan puasa 24 jam itu akan berhasil jadi cara menyehatkan badan atau menurunkan berat badan jika kamu makannya nggak berlebihan. Iya, sewajarnya saja. Dan lagi, puasa 24 jam (makan hanya sekali) ini hanya diterapkan sesekali saja. Misalnya seminggu atau dua minggu sekali. Selebihnya kamu bisa pilih jendela makan 4 jam atau yang lainnya.


Awalnya pasti susah nahan godaan ngemil. Iya, karena masih boleh minum air putih di luar jendela makan yang dipilih, jadinya nggak terlalu lapar. Lama-lama malah nggak pengen makan…kwkwk. Jadi beneran bikin ngurangin nafsu ngemil? Pada saya, memang bekerja dengan baik.


Sehari-hari, kita sudah sangat berlebihan mengonsumsi kalori. Sadar atau nggak, kebiasaan buruk seperti ini kalau dipertahankan terus kayaknya kita sendiri yang bakalan rugi. Kesehatan itu mahal harganya, apalagi jika dalam keluarga terdapat riwayat penyakit tertentu, harus benar-benar hati-hati supaya kamu tidak bernasib sama.


Saat melahirkan si bungsu, dokter kandungan sempat menemukan semacam benjolan atau apa, saya lupa tepatnya, dan akhirnya beliau mengguntingnya. Alhamdulillah banget bisa ketahuan pas melahirkan. Dokter sempat komentar, katanya kasus seperti itu disebabkan terlalu banyak konsumsi lemak. Jleb! Oke, saya memang suka banget makan gorengan dan sejenisnya. Tapi, lihat efeknya, mengerikan banget…hiks.


Semakin ke sini, saya pun semakin menyadari jika kesehatan kita harus dijaga mulai sekarang, bukan memperbaikinya nanti setelah terlambat. Makanan sisa anak jangan disayang terus, ujung-ujungnya jadi tempat pembuangan…haha. Sebaiknya ambil sedikit, baru ditambah jika kurang sehingga meminimalisir makanan yang berlebihan kemudian berakhir di tempat sampah. Sayang banget.


Jadi, kamu diet untuk menurunkan berat badan atau pengen sehat? Apa pun alasannya, kamu harus tahu bahwa kesehatan itu penting. Makan berlebihan seperti menjadi sumber dari segala penyakit. Bahkan dalam agama Islam, kita memang tidak dianjurkan untuk berlebihan, termasuk saat makan.


Tapi, kalau soal olahraga, saya masih jauh di ujung planet Mars…kwkwk. Jarang banget olahraga apalagi sering menulis. Kerjaannya duduk berlama-lama di depan laptop dan begadang. Ini nggak banget memang. Jangan ditiru, ya. Yuk, jaga kesehatanmu dan jangan lupa tetap sewajarnya.


Salam,

Comments

  1. saya justru kepingin nambah berat badan susahnya gak ketulungan mba...boro-boro mau diet...yg penting aku sehat aja deh [ ngarep gendut syusyahhh ].

    ReplyDelete