Kemarin
sempat membaca postingan Bu Arleen A, seorang penulis buku anak super kece yang
pernah saya tahu, tergelitik setelah membaca satu per satu bagian yang membuat
saya harus mengatakan bahwa semua itu memang betul sekali adanya.
Menjadi
penulis itu memang nggak main-main, tidak hanya sekadar menulis cerita saja, lho. Ada
banyak hal yang perlu teman-teman tahu, mengenai penderitaan di balik semua
kesuksesan dan ketenaran seorang penulis. Rupanya ada duka, ada luka, dan
bahkan sakit hati yang kadang sulit dilupakan.
Setelah
melalui banyak hal sulit, saya harus percaya bahwa tidak ada orang yang
benar-benar mudah untuk kita percaya. Ya, memercayai orang itu, yang hanya
sekadar kita temui di media sosial, ternyata sangat tidak mudah. Nggak gampang bilang si A baik,
saya pikir butuh waktu lama untuk membuktikan itu semua. Tapi, bukan hak kita
juga mengatakan seseorang itu buruk. So, yang paling penting adalah bagaimana
kita bersikap kepada orang lain, bagaimana kita berbuat, bagaimana kita
memperlakukan orang lain, dan selebihnya kamu pasti tahu bahwa Allah itu nggak
tidur, melihat siapa yang sebenarnya melukai dan dilukai.
Ada orang yang mungkin pernah mengalami ini, ada juga yang merasa karier kepenulisannya lancar dan mulus aja, tetapi nggak sedikit juga yang merasakan pahitnya.
Ada orang yang mungkin pernah mengalami ini, ada juga yang merasa karier kepenulisannya lancar dan mulus aja, tetapi nggak sedikit juga yang merasakan pahitnya.
Selalu Dianggap Paling Tahu Padahal
Belum Tentu
Kebayang
nggak sih, kita yang sebenarnya kadang punya pengetahuan pas-pasan kemudian
dianggap paling tahu banyak hal? Apalagi saya selama ini lebih banyak otodidak
ketika mempelajari sesuatu, kadang suka bingung kalau ditanya soal teori. Jadi
penulis memang sering dianggap paling tahu segalanya, ya. Memang menyenangkan
bisa dianggap seperti itu, jadi tempat bertanya, inbox dan wapri masuk banyak
banget, tetapi intinya cuma satu, mereka menganggap kita paling tahu banyak
hal. Saya pribadi nggak akan malu kalau memang nggak tahu jawabannya, bisa
nanya ke google dulu sebelum menyerah, atau langsung bilang aja, “Coba kamu
cari sendiri di google.” Hehe. Sadis nggak, sih?
Ditolak Itu Menyakitkan, Tetapi
Nggak Bikin Kapok
Saya
yang masih pemula entah sudah berapa kali merasakan penolakan dari penerbit
ataupun media online. Ditolak itu memang menyakitkan, tetapi karena saya merasa
itu hal wajar dan artinya naskah saya memang tidak layak, hal berikutnya yang
harus saya lakukan adalah belajar memperbaiki semuanya. Jangan sampai saya
kirim lagi, kemudian ditolak lagi, ‘kan?
Bagi
yang ingin menjadi penulis, jangan jadikan penolakan dari penerbit sebagai
sesuatu yang akan mematahkan semangat untuk mewujudkan impian kamu, ya. Ditolak
itu hal biasa, kamu bisa kirimkan lagi. Penerbit juga senang dengan penulis
yang pantang menyerah. Dan lagi,
penulis-penulis terkenal yang bukunya banyak dipajang di toko buku, kebanyakan
dulunya juga pernah ditolak, lho. Bahkan nggak cukup ditolak sekali. Gimana,
masih pengen jadi penulis?
Menunggu Itu Kadang Memang
Menyebalkan
Jika
kamu punya pengalaman menerbitkan naskah atau buku di penerbit mayor, kamu
pasti nggak asing lagi sama yang namanya menunggu. Setelah berbulan-bulan kita
selesaikan naskah, yang artinya itu bukan waktu sebentar, kemudian kita harus
menunggu lagi selama beberapa bulan supaya tahu apakah naskah kita ditolak atau diterima. Lalu, kabar baiknya
naskah kita diterima setelah menunggu selama 2-3 bulan. Lama, ya?
Setelah
itu, naskah kita nggak bakalan secepat kilat terbit, lho. Proses editing juga
memakan waktu cukup lama. Setelah semua siap, kamu harus menunggu antrean.
Kadang bahkan setelah antre bertahun-tahun justru nggak terbit. Ini fakta
banget dan pernah saya alami.
Makannya,
ketika kita selesai mengirimkan naskah, jangan ditanya kapan itu diterima, kapan
akan terbit. Biarkan saja waktu yang menjawabnya … hihi. Saya percaya, setiap
tulisan itu pasti ada pembacanya. Jangan pesimis, tapi optimislah dan bayangkan
bahwa buku kamu pasti akan terbit meskipun harus menunggu lama, bahkan bertahun-tahun untuk mencari jodohnya.
Baca Juga:
9 Trik Membuat Judul Artikel Menarik dan Memikat Hati Pembaca
18 Situs yang Bersedia Menerima Tulisanmu dan Membayarnya, Bikin Kaya dan Terkenal
Baca Juga:
9 Trik Membuat Judul Artikel Menarik dan Memikat Hati Pembaca
18 Situs yang Bersedia Menerima Tulisanmu dan Membayarnya, Bikin Kaya dan Terkenal
Sabar Itu Mahal Harganya!
Selain
harus menunggu lama, kamu juga harus sabar dengan tidak terlalu banyak
bertanya, kapan. nih terbit? Jadi terbit nggak, sih? Sudah hampir setahun kok
belum ada kabar? Duh, capek nungguinnya.
Pliss,
sabar! Kadang menyebalkan juga mendengar pertanyaan yang sama setiap hari. Lalu
bagaimana jika editor atau penerbit yang mendengarnya? Bisa-bisa naskah kita
dikembalikan, ya?
Pelajaran
banget buat kamu yang memutuskan menerbitkan buku di penerbit mayor, yang
namanya menunggu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun itu adalah hal yang wajar
banget terjadi. Banyakin aja doanya, banyakin juga sedekahnya, semoga buku yang
kamu tulis dengan susah payah itu bisa segera terbit pada saat yang tepat!
Diminta Sharing Padahal Suka Mati
Gaya di Depan Publik
Berbagi
pengalaman atau cerita di balik terbitnya sebuah karya adalah hal yang wajar.
Tapi, tahukah kamu jika bicara di depan orang banyak ternyata tidak selalu
dikuasai oleh semua penulis? Bahkan sekadar sharing online aja bikin keringat
dingin, lho.
Saya
setuju banget pada poin ini yang ditulis oleh bu Arleen dalam postingannya.
Saya pribadi termasuk orang yang nggak bisa tampil di depan banyak orang,
karena itu saya menulis. Sulit bagi saya untuk tidak gugup, tapi saya menjadi
begitu berani ketika menulis. Saya merasa luar biasa ketika menuliskan banyak
hal. Jika dipaksa bicara di depan orang banyak, itu benar-benar penderitaan
buat saya!
Dikejar-kejar Deadline
Pasti
nggak enak banget kerja sambil dikejar-kejar deadline. Kadang kita memang
merasa diburu-buru banget ketika menyelesaikan naskah. Karena itu, saya pribadi
sekarang lebih suka mengirimkan naskah lengkap ketimbang hanya sekadar
rancangan saja. Karena apa, karena kadang mood buat menyelesaikan tema itu juga
sudah berubah, kadang ya nggak enak banget diburu-buru. Mending saya rampungkan
dulu, baru kemudian saya kirimkan. Selebihnya, tinggal revisi pada bagian
tertentu saja.
Dianggap Punya Banyak Buku dan Suka
Diminta Oleh Orang Terdekat
Tahukah
kamu jika penulis itu sebenarnya sama seperti kalian semua? Kita hanya punya
beberapa bukti terbit dan selebihnya jika kami ingin lebih, sama seperti kamu,
harus membelinya juga.
Tapi,
kadang orang menganggap kita punya buku banyak banget, sehingga dengan ringan mereka meminta buku pada kita. Apalagi bagi pemula, royalti kadang juga belum
seberapa, kemudian dimintai buku dari orang sejagad maya, gemas nggak sih?
Plis,
belilah buku kami jika kamu memang merasa kita sahabatan *ngancem..haha.
Bertemu Penerbit atau Orang yang
Tidak Amanah
Dunia
literasi itu kejam! Saya setuju banget dengan kalimat ini. Bagi kita yang
pemula, yang sangat berharap buku bisa terbit dan dibaca banyak orang, ternyata
kadang harus berhadapan dengan penerbit atau orang yang nggak amanah.
Dan
ini memang real banget terjadi dalam dunia literasi. Orang yang kadang kita
lihat baik, yang sangat kita harapkan bantuannya justru nggak amanah dan
tiba-tiba menghilang serta sulit dihubungi. Tahu-tahu aja kita sudah di-unfollow
dan di-delete padahal dia duluan yang dulu ngajak berteman. Nyesek banget nggak sih
ketemu orang begini? Lebih parahnya dia masih punya kewajiban yang harus dipenuhi pada kita yang masih prematur di dunia literasi ini? Harus dikejar ke mana orang seperti ini?
Jika pun kita bicara pada semua orang tentang siapa dia,
mungkin justru malah kita kali yang dianggap jelek dan buruk karena hampir
semua orang melihat dia super duper baik.
Atau,
buku yang janji akan diterbitkan, kemudian dalam kurun waktu berbulan-bulan
bahkan hampir setahun nggak juga ada kabar, padahal kita sudah memenuhi
persyaratan. Ketika kita bicara dan menagih hak kita, kadang tetap kita, lho
yang kelihatan salah.
Mereka dengan santai mengatakan sedang menunggu naskah lain dari penulis dalam sebuah antologi bersama. Dalam
waktu berbulan-bulan? Melewati deadline? Lucu banget, sih. Tapi, fakta ini
memang nyata banget. Buat saya, orang yang amanah itu nggak akan begini. Pasti
bakalan dikabari jika ada buku terbit, pasti bakalan ditunjukkan kemajuan dari
naskah kita, meskipun itu berjalan lambat, pasti bakalan dikabari kalau naskah
gagal terbit, nggak membiarkan penulis bertanya-tanya apalagi sampai buruk sangka.
Tapi, itulah dunia literasi. Kadang kita harus bertemu orang yang tidak amanah
dan hanya memanfaatkan kita. But, Gusti Allah mboten sare. Allah melihat siapa
yang sedang dilukai dan siapa yang sedang melukai.
Sakitnya Dibully Senior hingga
Diabaikan
Emang
ada ya penulis senior membully juniornya? Lucu nggak sih mendengar poin
terakhir ini? But, ini beneran terjadi, lho. Saya pikir, nggak semua senior
suka melihat juniornya berhasil apalagi sampai melambung tinggi. Bagi sebagian
orang itu menyakitkan. Padahal, seharusnya itu menjadi kabar baik. Senang dong
juniornya berhasil? Kan itu juga bagian dari keinginannya saat membimbing
juniornya dulu, ‘kan?
Atau
diabaikan? Keduanya sama menyakitnya, lho. Semoga jika suatu saat kita sudah
senior, jangan merasa berat ketika junior kita lebih sukses daripada kita.
Jangan abaikan mereka yang butuh kita bimbing, sebab senior pun dulunya pernah
junior, ‘kan? Kenapa juga harus melakukan hal menyakitkan itu pada orang lain?
Nah,
dari sekian banyak penderitaan yang saya jabarkan, mana yang menurut kamu
paling menyakitkan? *eh maksudnya mana yang pernah kamu alami selama ini? Yang
pasti, meskipun harus menghadapi banyak hal sulit, menulis itu tetap menjadi
sesuatu yang paling menyenangkan buat saya. Dan bisa jadi juga buat kamu. Apalagi ketika tahu buku kita akhirnya terbit setelah bertahun-tahun melalui medan sulit.
Yang saya pahami sampai saat ini, usaha tidak akan menghianati hasil jadi, bagi para penulis yang terus berjuang untuk menerbitkan tulisannya tetap maju dan pantang menyerah. 👍
ReplyDeleteBetul sekali, Mas..
DeleteMenurut saya setiap profesi pasti ada suka dukanya, namun dgn berjalannya waktu kita akan semakin dikuatkan...
ReplyDeleteSaya juga pernah baca autobiography seorang penulis, perjalanan karirnya sebelum mencapai kesuksesan, banyak diawali dgn kegagalan.
Iya, sy juga sering baca dan dengar langsung...justru manisnya di situ emang karena perjuangannya nggak selalu mudah
DeleteIntinya sabar berusaha & percaya pada diri sendiri...tetap semangat..👍👍
ReplyDeleteBetul..insya Allah
Deletependeritaan yang bisa jadi modal sukses sebagai proses
ReplyDeleteSetuju.. :)
DeleteSukses terus buat kita semua
ReplyDeleteAamiin
DeletePokoke terus menulis dengan semangat lalu lupakan. Tulis lagi, lupakan. Begitu seterusnya. Hihihi..meski praktiknya suka agak gimana gitu nunggu jawaban terbit itu.
ReplyDeleteIya, Mbak..ini sudah membiasakan diri :D
Deletewah...ternyata sulit jadi penulis dan dan lebih sulit kalau bisa karyanya diterbitkan.
ReplyDeleteBermanfaat artikelnya. Thank you for sharing
Terima kasih, Mbak :)
Deletekok saya jadi baper yah "ketenaran seorang penulis. Rupanya ada duka, ada luka, dan bahkan sakit hati yang kadang sulit dilupakan.
ReplyDeleteIya, memang seperti itu realnya
DeleteDibully senior itu bikin banyak penulis junior jadi mutung hehehe.
ReplyDeleteDan sering dimintain buku oleh orang2 itu jadi berasa pengusaha buku hahaha
Haha..aamiin..padahal penulis kadang susah jualan bukunya sendiri kwkwk
DeleteYha bener, paling nyesek dikejar2 dealine mbak. tp nggak papa sih, drpd menanggung penderitaan bayang2 mantan. nggak sanggup aku! Hahha
ReplyDeleteKwkwk, kamu ah.. :D
DeleteSedih juga jadi penulis yah, mending jadi kayak gua, nulis nggak jelas ckck
ReplyDeleteHaha...sy memilih menanggung risiko buat maju, Mas :D
Delete