Mendidik Anak Adalah Perjuangan Seumur Hidup

Tuesday, September 9, 2025

 

Mendidik Anak Adalah Perjuangan Seumur Hidup
Photo by Ana Klipper on Unsplash


Mendidik anak bukan hanya pekerjaan sehari dua hari saja. Anak-anak yang tumbuh besar tetap menjadi tanggung jawab kita sebagai orang tua. Bahkan setelah mereka dewasa, kita tetap menjadi orang tuanya.  

Coba ingat kembali kisah Kan’an, putra Nabi Nuh yang tidak mau beriman. Setelah dewasa, Nabi Nuh tetap mendidik dan mengarahkannya supaya beriman kepada Allah, tapi sayangnya, ia tetap memilih kafir.  

Terutama anak-anak di zaman sekarang, tidak mudah bagi kita mendidik mereka di tengah gempuran dunia digital yang serba melaju kencang. Informasi terbuka luas, memungkinkan anak-anak menyangkal banyak hal ketika dinasihati. Berteman bisa dengan siapa saja, bahkan yang berbeda negara, juga berbeda bahasa. Hal ini makin menyulitkan kita untuk mengontrol akhlak mereka supaya sesuai dengan tuntunan syariat. 

Anak-anak usia dini yang sudah lekat dengan handphone membuat dunia mereka tidak lagi sekadar bermain layang-layang di lapangan luas, bersepeda di sore hari, atau bermain lompat tali. Mereka yang masih kelas 2 SD sudah punya grup Whatsapp, punya jadwal mabar bersama teman-temannya, juga tidak segan mengatakan kata-kata tidak pantas. 

Banyak kasus terjadi di depan mata, mulai dari anak-anak pesantren yang terbiasa dengan video-video porno hingga LG*T, juga anak-anak SD yang suka membully temannya, dan menutup diri dari orang tuanya. Kenyataan ini bukan hanya sekadar isapan jempol. Hal ini menandakan bahwa hidup di zaman modern tidak mudah. 

Teknologi membantu hidup kita, tapi di sisi lain ia juga merupakan musibah yang membuat orang tua lalai dari tanggung jawab mendidik. Agar orang tua tidak direpotkan, anak-anak diberi handphone sejak kecil. Mereka lebih banyak diam, tidak rusuh, tidak mengganggu, tapi dunia mereka menjadi rusak. 

Anak-anak yang mestinya bergerak aktif ke sana kemari, kini mulai terpaku di depan gawai hingga berjam-jam bahkan nyaris seharian. Jangan kira hal ini tidak membawa dampak negatif. Banyak anak yang kecanduan handphone mulai menangis dan tantrum ketika handphone-nya diambil, bahkan jadi malas belajar dan berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Ini bukan masalah sepele. Ini tentang tanggung jawab kita kepada Allah.

Memohon Pertolongan Kepada Allah 

Manusia itu makhluk yang lemah. Tanpa pertolongan Allah, mustahil kita bisa mendidik anak-anak dengan baik. Tanpa kemudahan dan izin dari-Nya, mustahil kita bisa menjaga anak-anak dari fitnah akhir zaman yang sangat kejam. 

Anak adalah cerminan orang tuanya. Mereka adalah diri kita dalam versi kemasan sachet. Apa yang kita lakukan akan selalu dilihat dan dipelajari, kemudian ditiru. Karena itu, jika ingin mengajarkan anak-anak salat, contohkan apa itu salat dengan melaksanakan salat tepat waktu dan mengajaknya berjamaah ke masjid. Jika ingin mengajarkan Al-Qur'an, bacakan setiap hari dan perdengarkan tilawah. 

Ketika berharap anak kita tumbuh dengan baik, kita pun harus berusaha melakukan hal-hal yang serupa. Anak-anak yang bermasalah cenderung lahir dari orang tua yang bermasalah. Meski tidak selalu, tapi hal ini bisa kita jadikan pelajaran sebelum men-judge anak, sebaiknya kita mengambil cermin dan melihat kepada diri kita sendiri. 

Menjadi orang tua memang tidak mudah. Tantangannya luar biasa mendebarkan. Terkadang, setelah berusaha mati-matian, tetap saja ada hal-hal yang terjadi di luar kendali kita. Makanya, kita butuh Allah untuk menjaga mereka dari hal-hal yang tidak diinginkan. 

Banyak-banyaklah mendoakan anak-anak kita dan mohon ampunlah kepada Allah atas kelalaian sebagai manusia. Tidak ada manusia yang sempurna, tapi menyadari kesalahan serta kekurangan diri merupakan usaha terbaik yang bisa orang tua lakukan selama mendidik anak-anaknya. Tanpa rasa bersalah, mungkin kita tidak akan pernah mau belajar menjadi orang tua yang baik.

Jangan Pernah Lelah Belajar Menjadi Orang Tua yang Baik 

Kita sering lupa, bahwa menjadi orang tua juga merupakan proses belajar seumur hidup. Bukan hanya anak-anak yang mesti belajar di sekolah, orang tua juga harus belajar memperbaiki dirinya, menambah pengetahuannya, juga ilmu agamanya melalui banyak cara. 

Saya banyak belajar dari buku dan juga kajian-kajian. Banyak hal baru bisa diambil pelajaran, juga pengingat supaya senantiasa berhati-hati ketika mendidik anak-anak. Terkadang, lisan kita tidak terkendali ketika kesal. Terkadang, doa-doa kita berisi sumpah serapah hanya karena mereka berulah di meja makan.  

Jangan pernah lupa, doa orang tua bisa menembus langit dan menjadi salah satu doa yang mudah Allah kabulkan. Jadi, tolong jangan mudah baper kepada anak. Jangan gampang tersinggung ketika mereka kesal dan marah. Kita jauh lebih dewasa dibanding mereka yang masih anak-anak. Kita pernah menjadi mereka, tapi mereka belum pernah menjadi orang tua. Jadi, bersikap dewasalah supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. 

Jadilah Teman, Jadilah Dekat 

Punya anak remaja merupakan tantangan tersendiri. Banyak orang tua mengeluh karena ketidakmampuan mereka mendidik dan mengendalikan anak remajanya yang sedang mencari jati diri. Sebagai orang tua yang punya anak remaja, saya menyadari bahwa banyak di antara kita lupa membangun kelekatan dan komunikasi yang baik dengan anak. Menunaikan kebutuhan mereka bukan sekadar memberikan pendidikan dan nafkah cukup, tapi juga hadir dan ada dalam situasi apa pun. 

Ketika menjenguk si sulung ke pesantren, menjadi pemandangan yang umum ketika banyak anak remaja lebih senang bermain gawai dibanding bercengkerama dengan orang tuanya. Menjadi hal biasa ketika anak remaja mencari handphone-nya dulu dibanding orang tuanya. Hal ini mestinya menjadi perhatian kita bahwa tanpa adanya batasan, sesuatu yang baik pun bisa menjadi buruk. 

Terkadang, anak-anak belum bisa mengendalikan dan memberi batasan kepada dirinya. Maka, tugas orang tualah untuk mengarahkan dan memberi batasan supaya mereka tidak melakukan suatu hal secara berlebihan. 

Bermain gawai bukan perkara haram, tapi berlebihan bisa menimbulkan banyak dampak negatif, termasuk rusaknya hubungan antara anak dengan orang tuanya. Hal ini menjadi pelajaran penting dalam keluarga kami sehingga saya dan pasangan berusaha membuat kesepakatan dan memberi batasan kepada anak-anak, terutama saat bermain gawai.

Edukasi tentang bahaya dan dampak negatif akibat terlalu intens bermain handphone juga mesti dijelaskan sejak dini. Kebanyakan, anak-anak kecanduan hanphone karena tidak pernah diberikan edukasi, juga batasan, terlebih mereka mulai punya gawai sejak kecil. Hal ini makin memperburuk keadaan. 

Di rumah, kitalah rajanya. Bukan berarti kita boleh bersikap zalim, tapi ini tentang memberi batasan dan aturan. Anak-anak mesti mematuhi aturan yang kita buat dan sepakati bersama supaya keluarga kita tidak menjadi pincang akibat kelalaian salah satu anggota keluarga. Sebagai gantinya, kita mesti hadir dan ada buat mereka. 

Mereka hanya butuh didengarkan, diakui keberadaannya, dan diterima. Kenapa banyak anak kecanduan games dan handphone, bisa jadi karena orang tua tidak hadir sehingga mereka mencoba mencari pelampiasan atau teman pengganti yang bisa membunuh rasa bosan. 

Saya yakin, atas izin Allah, keluarga yang berusaha mendidik anak-anaknya dengan baik akan Allah mudahkan semuan proses pengasuhannya. Usaha yang baik tidak akan sempurna tanpa doa-doa yang baik. Seperti itulah perjalanan menjadi orang tua. Pekerjaannya tidak pernah usai. Berlangsung seumur hidup bahkan setelah anak-anak kita tumbuh dewasa. 




Salam hangat

Comments