![]() |
Photo by Jason Sung on Unsplash |
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggunjawabannya dan demikian juga seorang pria adalah seorang pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari)
Dewasa ini, pendidikan anak tidak lagi menjadi tanggung jawab orang tua sepenuhnya disebabkan kurangnya kesadaran orang tua akan kewajiban tersebut. Karena anak-anak akan sekolah dan belajar di sana, orang tua menjadi abai dan membiarkan anak balitanya bermain gadget seharian. Mereka tidak diajarkan membaca Al-Qur'an serta tidak diperintahkan menunaikan salat fardhu. Rutinitas di rumah hanya menonton telivisi atau bermain game online sepanjang hari. Pemandangan seperti ini banyak kita jumpai di zaman serba laju seperti sekarang.
Padahal, sesuai dengan hadis yang Rasulullah sabdakan, setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas yang kepemimpinannya. Seorang ayah memimpin keluarganya di rumah. Darinya, seorang anak belajar tentang disiplin, pantang menyerah, tanggung jawab, serta hal lainnya. Ayah tidak selalu mendampingi buah hatinya di rumah, tapi peran ayah tidak bisa juga digantikan oleh ibu. Jika sampai terjadi ketimpangan dalam pengasuhan, seorang anak akan kehilangan figur ayah dan ini menjadi fatal akibatnya bagi masa depannya nanti.
Ibu menjadi madrasah pertama bagi putra putrinya. Ibu mendampingi tumbuh kembang anaknya mulai dari kandungan hingga beranjak dewasa. Dari ibu, anak-anak belajar tentang empati dan kasih sayang. Ibu pula yang mengajarkan huruf pertama hijaiyah bahkan sebelum anak-anaknya pandai membaca.
Tugas orang tua memang berat dan melelahkan, tapi ketika kita tidak mau ambil peran dan abai di usia balitanya hingga remaja, maka nanti kitalah yang akan dibuat capek oleh ulah mereka setelah dewasa. Begitulah yang disampaikan oleh salah seorang ustadz dalam salah satu ceramahnya.
Setelah menikah, kitalah yang berharap anak-anak lahir ke dunia. Mereka tidak bisa memilih siapa orang tuanya, tapi kita bisa memastikan mereka mendapatkan haknya sebagai seorang anak. Mereka berhak atas pendidikan, kasih sayang dan perhatian, dicukupi nafkahnya hingga usia cukup untuk mandiri, juga selalu didampingi terutama di usia dini.
Saya menikah di usia muda dan jujur saja bukan hal mudah menjadi seorang ibu. Anak pertama adalah anak yang paling lapang dan luas hatinya. Dialah yang menyaksikan jatuh bangunnya kita sebagai orang tua baru. Namun, manusia dibekali akal untuk berpikir sehingga tidak seharusnya kita menyerah dengan pola pengasuhan yang keliru. Kita bisa belajar dan terus mengevaluasi pola asuh kita supaya tidak menzalimi anak-anak.
Banyak orang tua sibuk menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah yang mentereng, mendaftarkan mereka les ini dan itu, tapi kita lupa satu hal, mendidik diri sendiri. Kapan terakhir kali kita membaca buku? Kapan terakhir kali kita datang kajian dan mendatangi seminar parenting?
Tugas dan tanggung jawab mendidik merupakan tugas orang tua yang tidak bisa dilimpahkan seluruhnya kepada sekolah atau pesantren. Saat anak-anak masuk sekolah, dia sudah punya pondasi yang dibangun dari rumah. Anak-anak yang baik dibentuk dari kelekatan yang baik sesuai kebutuhannya. Kelekatan itu dimulai bersama orang tuanya.
Orang tua memberikan pengaruh besar kepada anak-anaknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan meletakkan suatu kaidah dasar yang intinya adalah bahwa seorang anak itu tumbuh dewasa sesuai dengan agama orang tuanya. Kedua orang tuanyalah yang besar pengaruhnya terhadap mereka.
Ibnu Qayyim mengatakan bahwa orang tua akan ditanya terlebih dahulu tentang anak-anaknya pada hari kiamat sebelum ditanya tentang orang tua mereka. Kita harus menunaikan hak anak dan jangan selalu menuntut untuk dihormati. Selain orang tua, anak-anak juga berhak untuk diperlakukan dengan baik.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
“Berlaku adillah kepada anak-anakmu.” (HR. Thabrani)
Berlaku adillah dalam pemberian dan kasih sayang. Jangan memberatkan perhatian hanya kepada salah satu anak hanya karena yang lainnya kurang pandai, kurang berprestasi, atau karena mereka hanya seorang anak perempuan. Hanya orang-orang Quraisy pada zaman jahiliyah yang masih merendahkan anak perempuan hingga berani menguburnya hidup-hidup.
Ibnu Qayyim bahkan menegaskan bahwa timbulnya keburukan pada jiwa anak sering diakibatkan oleh orang tua mereka sendiri. Anak-anak yang suka berkata kasar biasanya mendengar kata-kata yang sama dari orang tua atau pengasuhnya. Begitu juga ketika melihat hal-hal yang tidak berkenan lainnya handaklah mengevaluasi diri dan jangan selalu menyalahkan anak-anaknya.
Tentu kita tidak mau anak yang semasa kecil kita harapkan kehadirannya justru mencaci kita di waktu tua hanya karena kita telah mengabaikan mereka. Mereka berkata bahwa kita telah mendurhakai mereka sewaktu kecil, maka sudah waktunya mereka membalasnya dengan hal yang sama. Naudzubillah.
Pendidikan bukan hadiah, melainkan hak anak
Masih banyak orang tua yang mengabaikan pendidikan anak-anaknya. Pendidikan tidak terbatas hanya sekolah, tapi juga pengasuhan saat mereka di rumah. Anak-anak butuh belajar mengelola emosinya dan semua itu bisa dipelajari dari orang tuanya.
Anak-anak harus mengenal Allah dan Rasul-Nya, maka orang tua harus mengenalkannya melalui cerita-cerita yang mengesankan dan membekas pada hati.
Percayalah, anak yang dibesarkan dengan baik, penuh empati, dan kasih sayang akan tumbuh dengan baik.
Banyak sekali buku-buku parenting yang bisa kita pelajari, tapi sebenarnya basicnya ada pada hati.
Anak-anak tidak perlu dibelikan mainan mahal dan banyak, tapi mereka butuh kehadiran orang tuanya. Mereka bisa bermain dengan jemari kita dan tertawa dengan celotehan kita. Mereka tidak selalu senang ketika diajak ke mall, tapi mereka akan merasa utuh jika orang tuanya selalu ada untuknya.
Kita tidak bisa selalu bersama dengan mereka, tapi setiap kali ada waktu, buatlah kesempatan itu menjadi berkualitas. Saya tidak selalu melihat anak-anak yang tumbuh dengan baik hadir dari keluarga yang ibunya tidak bekerja. Ada juga yang sejak kecil dibebankan tanggung jawab menjaga adiknya saat ayah dan ibunya mencari nafkah, tapi ia tetap tumbuh dengan baik.
Jadi, sebenarnya ini bukan tentang kuantitas, tapi soal kualitas. Percuma saja orang tuanya di rumah, tapi jika mereka hanya sibuk dengan ponselnya masing-masing dan tidak memberi ruang bercerita kepada anaknya, maka rumah itu tetap akan terasa asing dan dingin. Anak akan mencari tempat lain di luar untuk diterima dan didengarkan yang sebenarnya ini akan berakibat fatal karena bisa saja anak salah mencari teman.
Ketika mengetahui tugas dan tanggung jawab mendidik anak sepenuhnya adalah tugas dan kewajiban kita, maka ambillah peran itu dan lakukan dengan sepenuh hati. Mereka tidak bisa memilih siapa orang tuanya, maka jangan biarkan mereka menyesal karena telah lahir dari rahim kita.
Salam hangat,
Comments