![]() |
Photo by Omar Lopez on Unsplash |
Anak-anak butuh perhatian dan kasih sayang dari pengasuhnya, terutama orang tua. Hubungan antara orang tua dan anak merupakan hubungan pertama yang mestinya berjalan sukses, tapi tidak jarang hubungan ini menjadi trauma yang dibawa hingga dewasa akibat orang tua yang melakukan kekerasan baik fisik maupun verbal.
Mendidik anak-anak tidak bisa dilakukan dengan kekerasan. Kita tidak bisa juga menyamakan antara kekerasan dengan tegas. Sebagai orang tua, kita mesti mendidik anak dengan konsisten, tapi tidak berarti harus berbuat kasar, baik dengan memukul, mengurung mereka di kamar gelap setelah melakukan kesalahan, apalagi memaki mereka hingga menangis.
Paparan verbal abuse dari orang tua kepada anak berusia 13 tahun meningkatkan risiko depresi dan masalah perilaku remaja usia 13-14 tahun. Hal ini merupakan hasil dari study Longitudinal pada 976 keluarga. Selain itu, kekerasan pada anak bisa merusak relasi keluarga yang tentu saja itu merugiakan kita sebagai orang tua.
Islam telah mengajarkan betapa pentingnya kasih sayang dan ketulusan kepada buah hati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan banyak contoh kedekatannya kepada anak kecil supaya umat Islam meneladani akhlak beliau. Rasulullah pernah membiarkan cucunya menaikinya ketika sujud, Rasul juga begitu humble dan suka bercanda dengan anak-anak yang pernah ditemuinya.
Akhlak mulia yang Rasulullah contohkan selaras dengan banyak penelitian yang membuktikan bahwa kelekatan emosional yang baik antara orang tua dan anak bisa memberikan rasa aman. Ketika anak memiliki rasa aman, maka ia akan memiliki kemampuan untuk berkembang secata optimal dalam semua aspek kehidupan.
John Bowlby yang merupakan psikolog Inggris menggambarkan bahwa kelekatan sebagai hubungan psikologis yang berkesinambungan di antara manusia. Kelekatan merupakan hubungan yang dipelajari dari lingkungan, pengasuh, serta semua orang yang berkaitan dengan anak.
Kelekatan muncul ketika kita merespon kebutuhan anak dengan baik. Saat bayi menangis, kita mengerti bahwa dia sedang lapar, ingin digendong atau dipeluk, butuh ditemani, atau mungkin haus. Menjadi orang tua baru memang melelahkan, apalagi setelah melahirkan. Fisik yang masih lelah, kurang tidur, juga buah hati yang sering menangis membuat banyak ibu baru mudah stres. Inilah pentingnya peran ayah dalam membantu meringankan beban istrinya. Hal ini juga membantu membentuk bonding atau kelekatan antara anak dan ayahnya.
Betapa sulitnya menjadi orang tua, tapi kita telah melihat banyak contoh dari Rasulullah yang begitu sabar menghadapi anak-anak. Kesabaran kita kepada buah hati bukan hanya akan menguatkan ikatan emosional, tetapi juga menjaga relasi kita dengan mereka supaya tetap stabil.
Ketika melihat anak yang ‘bermasalah’ di sekolah, baik karena ia suka membully temannya, suka mencuri, berbohong, atau bahkan terlalu pendiam, sebenarnya kita bisa melihat bagaimana pola asuh orang tuanya di rumah. Anak tidak serta merta menjadi pintar setelah lahir. Ia melihat bagaimana lingkungan dan pengasuhnya merespon kebutuhannya.
Ketika mereka sering melakukan hal-hal ‘menyebalkan’, tidak berarti mereka nakal. Bisa jadi, mereka hanya butuh perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Dia hanya butuh dipeluk dan mendapatkan tempat aman.
Anak-anak bukan orang dewasa. Beberapa hal tidak bisa diceritakan secara terang-terangan sehingga ia menyimpan rasa takut dan kebingungannya sendiri. Ketika ada anak bermasalah, jangan buru-buru menyalahkan si anak, tapi mari evaluasi pola asuh kita selama ini. Anak adalah cerminan orang tuanya. Mereka adalah ‘kita’ dalam versi sachet. Ucapan serta perilakunya tidak jauh-jauh dari adab orang tuanya.
Anak yang diperlakukan dengan baik, penuh kesabaran, dan kasih sayang akan tumbuh menjadi anak yang percaya diri, mudah bergaul, dan sayang kepada orang-orang di sekelilingnya. Berbeda dengan anak yang sering dibentak, dimarahi karena kesalahan sepele, dihukum terlalu keras, maka ia cenderung mencari cara untuk melindungi dirinya dari kemarahan orang tuanya, misalnya dari salah satu kasus yang saya temukan, anak yang terlalu takut kepada orang tuanya jadi suka berbohong supaya orang tuanya tidak memarahinya. Ia juga kerap melampiaskan kemarahannya kepada teman sekelasnya. Menjadi sulit ketika orang tua merasa anaknya baik-baik saja sehingga sering kali mereka menyalahkan anak lain dan mencari kambing hitam dibanding mengevaluasi diri.
Nabi Muhammad SAW selalu mengajak anak bermain dan berlemah lembut kepada mereka
![]() |
Photo by Baby Natur on Unsplash |
Sahabat Anas rhadiayallhu ‘anhu bercerita,
“Terkadang, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (mencandaiku dengan) memanggilku, ‘Wahai Dzal Udzunain (si pemilik dua daun telinga).’ Abu Usamah (salah satu periwayat hadis) mengatakan, ‘Beliau bermaksud untuk bersenda gurau dengannya.'” (HR. Tirmidzi)
Banyak hadis yang meriwayatkan betapa Rasulullah menyayangi anak kecil di sekelilingnya. Beliau pernah terkena kencing seorang bayi dalam gendongannya, tapi tidak mempermasalahkan itu. Ketika berbicara dengan anak kecil, beliau mensejajarkan posisinya sebagai bentuk sayang dan menghargai lawan bicaranya. masya Allah. Betapa indahnya akhlak beliau.
Menurut saya pribadi, tidak ada yang namanya kebaikan yang bisa diterapkan dengan melakukan sikap dan perilaku buruk. Misalnya, demi mendisiplinkan anak, kita terpaksa memukul, mendiamkan, dan membentak anak-anak. Hal semacam ini hanya menimbulkan luka dan rasa takut, bukan kesadaran untuk patuh kepada aturan.
Makanya, tidak heran banyak anak-anak yang dibesarkan dengan kekerasan atau pengabaian cenderung melakukan hal buruk di belakang orang tuanya.
Tidak penting seberapa banyak waktu kita buat anak-anak karena tidak semua orang tua bisa stand by di rumah setiap waktu, tapi ketika bersama, berikan waktu kita kepada mereka tanpa teralihkan oleh pekerjaan atau hal lain.
Saya percaya, anak-anak yang dibesarkan dengan kasih sayang tanpa mengesampingkan kedisiplinan akan mengerti kondisi orang tuanya. Tidak selalu menuntut, tidak selalu manja, bahkan mereka cenderung mandiri dan survive ketika harus tinggal jauh dari kita.
Salam hangat,
Comments