Wednesday, March 13, 2019

Cara Merampungkan Naskah Buku Tanpa Banyak Alasan

Cara Merampungkan Naskah Buku Tanpa Banyak Alasan
Photo on Unsplash


Segala sesuatu yang kita kerjakan memang harus dinikmati dan disyukuri. Rezeki nggak akan ke mana, ya? Meski hampir semua blogger terhempas penuh drama karena DA terjun bebas, tapi sebagian besar dari kita pun sadar, bahwa DA bukan segalanya, kok.


Kalau tidak dinikmati, sudah hampir semua blogger pensiun kali, ya. Dan sejak melihat DA saya turun hingga ke angka 9, saya pun pasrah dan memutuskan untuk fokus menulis saja. Apalagi belakangan udah jarang banget bisa ngisi blog setiap hari. Jadi, nggak ada jalan lain selain dinikmati saja. Toh tujuan awal ngeblog memang buat menulis, tidak lebih. Ketika mulai paham sedikit demi sedikit, dapat job jadi mencemari niat yang sebenarnya…kwkwk.


Lupakan soal DA. Kita bahas bagaimana menuntaskan naskah yang sudah setengah jalan atau bahkan masih baru judul aja, nih? Tega banget baru judul udah minta lekas rampung…hahaha. Bermimpi, kan gratis, nggak ada yang melarang, asal jangan kelamaan bermimpinya supaya nggak tertinggal sama yang lain.

 
Di saat kita sedang bersantai nonton drama Korea, bisa jadi orang di sebelahmu sedang serius merampungkan naskahnya. Jadi, wajar jika kamu masih duduk di sofa, eh dia udah naik tangga *ngapain? Benerin genteng? Haha.


Saya percaya, rezeki itu memang bergerak, dia akan datang ketika kita terus bergerak atau mengusahakannya. Setelah membaca buku ustadz Arafat yang berjudul Hijrah Rezeki, saya pun yakin, rezeki itu akan menghampiri saya jika saya mau usaha.


Salah satu usaha yang bisa kamu lakukan demi melihat bukumu terbit dan majang di toko buku adalah dengan merampungkan naskah kamu sendiri. Iyalah, kesuksesan itu ada di tangan kamu, bukan di tangan mereka yang meremehkanmu! *perlu banget pakai tanda seru, ya? Hahaha.


Ketika menyusun outline, biasanya kita bersemangat banget. Kayaknya naskah itu akan selesai seminggu ke depan. Rasanya nggak bakalan kena rasa malas apalagi mengingat ide yang kamu temukan benar-benar cemerlang banget.


Sayangnya, ketika baru mulai satu hingga dua bab, ternyata kamu sudah galau nggak jelas. Pengen nulis ide lain aja, deh. Padahal yang pertama saja baru tiga bab, lho. Duh, mulai berat. Akhirnya istirahat sejenak, main-main Instagram sampai lewat satu hingga dua jam berlalu tanpa faedah…hehe. Iya, itu saya banget…haha. Gimana dengan kamu?


Lalu apa yang bisa kita lakukan supaya naskah yang sudah kita buat kerangkanya bisa berhasil diselesaikan? Mungkin kamu bisa mencoba beberapa tips ini.


Ingat lagi tujuan awal kamu menulis 

Kamu ingat-ingat lagi deh apa tujuan kamu menulis naskah itu? Pastinya ingin mengirimkankannya ke penerbit, mendengar kabar bahwa naskah kamu diterima, dan akhirnya majang di toko buku.


Nah, kalau sekarang kamu menyerah, lalu kapan mimpi itu bisa kamu wujudkan? Sebaiknya kamu lihat teman-teman penulis di sekeliling kamu, jadikan mereka sebagai pelecut semangat, kalau mereka bisa, kenapa kamu tidak?


Kita diciptakan sama. Memiliki 24 jam yang sama, punya kesibukan segunung, bahkan kadang kurang tidur hingga punya mata panda, tapi kenapa kamu menyerah secepat ini? Ayolah, tidak inginkah kamu punya satu buku saja seumur hidupmu? Iya, satu saja. Jika setelahnya kamu ingin lagi, kenapa tidak?


Disiplin mematuhi jadwal yang sudah kamu buat sendiri


Hal paling berat dalam aktivitas satu ini adalah disiplin mematuhi jadwal yang sudah kamu buat sendiri. Kalau ada orang yang menagih, itu pasti akan jauh lebih mudah. Tapi, kalau harus mematuhi aturan yang sudah dibuat sendiri, kayaknya sekali dua kali nggak patuh boleh kali, ya?


Nah, karena alasan inilah kita jadi cenderung meremehkan. Padahal naskah itu bisa kelar sebulan atau dua bulan, tetapi karena kamu suka nggak disiplin, akhirnya malah nggak kelar-kelar bahkan sampai tahun depan.


Memang nggak disiplin dalam menulis tema lain itu godaan banget. Apalagi kalau profesi kita nggak hanya sekadar jadi penulis buku, tetapi juga blogger. Ketika kita menulis naskah, tiba-tiba godaan untuk menulis di blog begitu besar…haha. Alhasil kita malah keasyikan ngeblog dan lupa soal naskah. Itulah yang saya alami meski ngeblog masih sebatas jadi blogger remahan, tapi karena seperti rekreasi, ya menyenangkan banget sampai lupa segalanya…haha.


Kalau sudah begitu, mending kamu jadikan ativitas lain sebagai reward ketika kamu telah berhasil menyelesaikan naskah kamu. Misalnya saja, kamu bisa mulai ngeblog setelah target 2-3 bab naskah kamu hari ini selesai. Atau kamu bisa menyelesaikan membaca buku favorit kamu setelah naskah kamu rampung. Itu benar-benar efektif buat saya pribadi.


Konsisten menulis


Meski kamu sudah terbiasa menulis buku, tapi kalau kamu nggak konsisten, kemampuan menulis itu bisa ditelan angin. Iya, jadi beda aja hasilnya. Sekian lama menulis artikel bisa menghilangkan kemampuan saya menulis naskah anak. Jadi kaku lagi, jadi aneh bahasanya apalagi kalau kamu kurang membaca. Jadi, konsistenlah menulis setiap hari. Jika harus terpaksa berhenti sejenak, jangan terlalu lama karena itu akan mengurangi kemampuanmu. Itu sejauh yang saya alami.


Perbanyak referensi

Kalau kamu tidak ada referensi sebelumnya, dijamin naskah kamu aneh dan garing..hehe. Bukan hanya itu, bisa jadi malah diam di tempat karena nggak tahu apa yang akan kamu kerjakan selanjutnya.


Referensi bisa kamu dapatkan dari buku-buku, majalah, artikel di media online (tapi harus hati-hati mencari sumber), serta dari perpustakaan digital. Salah satunya dengan membaca buku di aplikasi iJakarta. Bukan promosi, ya…haha. Tapi, ini pengalaman saya selama ini. Saya pasang aplikasi ini mulai dari pertama saya tahu sampai saat ini.


Alhamdulillah sangat membantu sekali. Banyak buku-buku yang bisa kita baca dan dijadikan referensi. Nggak perlu melulu membeli buku, apalagi kalau kehabisan ide, bisa baca-baca di sana. Cukup korbankan kuota internet kamu, nggak perlu korbankan diri kamu *apa sih…kwkwk.


Komitmen menyelesaikan naskah

Kalau kamu nggak bisa berkomitmen pada diri sendiri, terus siapa yang bakalan menyelesaikan naskahmu? Kamu harus berjanji pada diri kamu sendiri, bahwa kamu akan merampungkan naskah itu. Jangan kebanyakan berpikir, tapi kerjakan.


Selama ini banyak naskah yang gagal saya rampungkan karena saya mengkhianati janji itu. Iya, sedih banget, kan kalau sampai dikhianati? Makannya naskahnya hanya berupa judul dan kerangka…hehe. Miris banget.


Mulailah dan Pikirkan Kemudian

Seperti yang saya katakan sebelumnya, kalau kebanyakan mikir, gimana hasilnya, berantakan atau tidak, dibaca lagi berulang padahal baru juga satu halaman, itu bakalan bikin lama. Percaya!


Ketika saya menulis naskah, saya tidak membacanya sebelum semua bab selesai saya tulis. Kalau saya bingung mengedit sebelum semua rampung, sudah bisa dipastikan satu bab saja tidak akan pernah selesai atau selesai tapi lama banget.


Karena itu, mulailah dulu. Kerjakan dulu tulisan kamu, baru diedit setelah diendapkan beberapa hari. Jangan kebanyakan nengok naskah yang baru saja ditulis. Biarkan semua selesai dan indah pada waktunya *eaa.


Buat target dan perhitungkan kemampuanmu

Kamu yang paling tahu seberapa besar kemampuanmu saat menulis. Sehari bisa jadi temanmu menyelesaikan dua halaman, tapi kamu ternyata hanya bisa satu halaman per hari. Itu sudah oke asalkan konsisten, kamu akan merampungkan bukumu juga, kok.


Jika kerangka naskahmu terdiri dari 10 bab, dan setiap bab terdiri dari 3 sub bab, maka kamu bisa membaginya menjadi beberapa hari sesuai kemampuan. Pastikan setiap sub bab sudah jelas terdiri dari berapa halaman sehingga sehari kamu bisa kerjakan berapa sesuai kemampuan. Bisa jadi satu bab sehari atau berapa halaman sehari. Simpel.


Anggap targetmu sebagai hutang yang harus dibayar ketika kamu tinggalkan

Jika sehari kamu tidak menulis apa yang telah ditargetkan, maka kamu harus membayarnya di hari berikutnya. Iya, anggap saja kamu sudah berhutang dan kamu harus membayarnya supaya target tetap tercapai.


Ya, memang tidak ada yang semudah membalikkan telapak tangan, tapi ketika target itu tercapai, kamu akan merasa sangat lega.


Yakinlah kamu pasti bisa menyelesaikannya

Meskipun awalnya tampak tidak mudah bahkan kayaknya nggak mungkin, tapi yakinlah bahwa kamu akan melampaui pikiranmu itu. Kalau kamu nggak yakin, lalu bagaimana kamu bisa melakukan semuanya? Penting banget kamu yakin dan teruslah berdoa supaya dimudahkan semua prosesnya.


Itulah beberapa hal yang bisa kamu terapkan supaya naskah kamu selesai dan tidak hanya tersimpan berupa file kosong di laptopmu. Kebayang senangnya bisa menulis buku? Iya, buku kamu bakal majang di toko buku dan dibaca oleh banyak orang. Tolonglah dirimu sendiri sebelum kamu menolong orang lain. Yup! Bantu kamu menyelesaikan targetmu dan raihlah impianmu sebelum kamu membantu mewujudkan impian orang lain.


Salam,

Saturday, March 9, 2019

Mudahnya Menjadi Pendekar Anak di Era Modern

Mudahnya Menjadi Pendekar Anak di Era Modern


Ada banyak hal yang bisa dilakukan secara mudah di era modern seperti sekarang ini. Mulai dari mencari alat transportasi, berbelanja sampai menjadi pendekar anak pun bisa dilakukan dengan mudah. Rasanya semua terasa serba dimudahkan, ya? Kita nggak lagi harus kehujanan dan kepanasan saat mencari kebutuhan karena semua bisa dicari online. Teknologi benar-benar mengubah banyak hal dalam kehidupan kita sekarang.

Zaman dulu ketika saya masih kecil, apa-apa rasanya susah. Apalagi kita terhimpit kebutuhan ekonomi, uang pas-pasan sampai-sampai susah buat beli buku pelajaran atau bahkan sekadar nyewa aja mesti barengan sama temen sebangku.

Suatu hari sempat saya membutuhkan buku pelajaran yang disewa bareng teman. Sore hari mestinya dia antar bukunya ke saya. Tapi, sampai malam dia nggak kunjung datang bahkan hingga hujan deras waktu itu. Sedih, karena saya belum belajar sedangkan besoknya ada ujian. Mau nggak mau harus saya jemput ke rumahnya.

Hujan lebat sambil pegang payung dan naik sepeda ontel bersama Bapak, saya menuju rumah teman saya itu. Nggak enak kalau kondisinya kayak gini. Kalau ada uang, nggak mau deh sampai sewa berduaan apalagi kalau teman seenaknya begini. Sayangnya, kenyataan nggak seperti itu.

Andai dulu ada teknologi, kan enak bisa nanya dan nagih bukunya biar diantar karena kami sebenarnya udah sepakat sehari sebelumnya. Kalau dia nggak bisa antar, sore sebelum hujan saya bisa ambil ke rumahnya. Nggak harus was-was nunggu sampai hujan lebat dan kami mesti basah-basahan :(

Ya, dengan adanya teknologi internet serta gawai yang Anda miliki. Anda bisa menjadi seorang pendekar anak yang menyelamatkan nyawa jutaan anak di Indonesia.

Menjadi Pendekar Anak


Untuk menjadi seorang pendekar anak, salah satu cara yang bisa Anda lakukan yakni dengan melakukan donasi melalui UNICEF Indonesia. Donasi yang Anda berikan bisa membantu jutaan anak di Indonesia yang belum sejahtera atau bahkan hidup dengan penuh penderitaan. Padahal, harusnya anak-anak memiliki kehidupan yang layak agar proses tumbuh kembangnya dapat berjalan secara optimal. Selain itu, anak-anak juga perlu memiliki kehidupan yang layak agar bisa memiliki masa depan yang cerah karena mereka merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi pemimpin di masa yang akan datang.


Di era modern seperti sekarang ini, menjadi pendekar anak merupakan hal yang sangat mudah. Anda bisa melakukannya dengan cara donasi online melalui UNICEF Indonesia. Cukup dengan memanfaatkan koneksi internet serta menggunakan gawai yang dimiliki, kunjungi situs resmi UNICEF Indonesia di https://www.supportunicefindonesia.org/. Setelah itu, Anda bisa memilih jenis donasi yang diinginkan apakah ingin menjadi seorang pendekar anak bulanan atau satu kali saja.


Lalu, apa itu pendekar anak bulanan? Pendekar anak bulanan merupakan pilihan berdonasi melalui UNICEF Indonesia untuk membantu anak-anak setiap bulannya. Sebagai pendekar anak, Anda akan dibantu oleh sistem yang bisa melakukan donasi online secara otomatis. Melalui fitur autodebet melalui kartu kredit, Anda bisa menjadi pendekar anak setiap bulannya secara praktis. Jangan khawatir, UNICEF Indonesia merupakan lembaga yang terpercaya dan sebagai pendekar anak, Anda akan mendapatkan laporan perkembangan donasi yang telah dilakukan. Sehingga, sebagai donatur Anda bisa mengetahui sejauh mana perkembangan donasi yang disalurkan.


Demikian ulasan mengenai betapa mudahnya menjadi seorang pendekar anak di era modern seperti sekarang ini. Mau berpartisipasi untuk membantu kehidupan anak-anak di Indonesia? Segera lakukan donasi sekarang juga dan jadilah pendekar anak Indonesia.


Salam,

Wednesday, February 27, 2019

Cara Mengirimkan Naskah ke Penerbit Mayor

Cara Mengirimkan Naskah ke Penerbit Mayor
Photo on Unsplash


Kemarin, saya sempat mengadakan sharing di wag Estrilook Community tentang buku terbaru saya yang terbit di Quanta. Salah satu pertanyaan yang menarik adalah Bagaimana cara menerbitkan buku di penerbit mayor?


Dua tahun yang lalu, pertanyaan itu pun mampir di benak saya. Bagaimana cara mengirimkan naskah ke penerbit mayor? Apa saja yang harus dikirim? Apakah cukup naskah dan perkenalan atau ada hal lain yang perlu dikirimkan juga?


Kadang mencari di Google pun jawabannya nggak maksimal, sebab tidak banyak yang membahas soal ini. Pada dasarnya, sebelum kamu mengirimkan naskah ke penerbit mayor, kamu harus tahu dulu karakter penerbit tersebut. Jangan sampai kamu salah mengirimkan naskah pada penerbit. Satu contoh mudah misalnya, kamu mengirimkan naskah islami pada penerbit yang nggak pernah menerbitkan naskah islami. Bukan karena mereka anti Islam…haha, tapi memang kamu sendiri yang tidak mempelajarinya sehingga kamu pun siap bunuh diri di sana alias ditolak mentah-mentah.


Biasanya, ada penerbit yang memang khusus menerbitkan naskah islami, ada juga khusus menerbitkan naskah anak-anak, ada juga yang memilih fokus menerbitkan buku-buku seputar pendidikan saja. Nah, ini harus benar-benar kamu pelajari. Naskah ditolak kadang nggak berarti naskah kamu buruk, lho. Bisa jadi karena tidak sesuai saja dengan keinginan penerbit.


Penting sebelum memutuskan mengirimkan naskah ke penerbit mayor, kamu sudah membaca beberapa buku yang diterbitkan oleh mereka. Kamu bisa membeli atau melihat-lihat di toko buku. Supaya apa? Supaya naskah kamu tepat sasaran aja…hehe.


Setelah itu, kamu bisa mencari email penerbit dari teman-teman lain sesama penulis yang pernah menerbitkan naskahnya di sana, kamu juga bisa menghubungi penerbit langsung untuk menanyakan email. Banyak jalan menuju Roma. Katanya, Orang sukses mencari jalan, orang gagal mencari alasan!


Nah, kamu termasuk orang sukses, akan sukses, atau malah sebaliknya? Hmm, daripada kamu galau, mending perhatikan apa saja yang perlu dipersiapkan ketika hendak mengirimkan naskah ke penerbit mayor.


Siapkan outline lengkap

Sebelum mengirimkan naskah utuh, kamu juga perlu membuat outline. Apa sih outline itu dan isinya apa saja? Outline merupakan kerangka atau garis besar dari naskah yang kamu buat. Outline terdiri dari banyak hal, termasuk judul, alternatif judul. 


Sebagian penerbit mayor juga mau menerima outline dan beberapa halaman (10-15 halaman) contoh naskah kamu, lho. Dengan cara ini, kamu nggak perlu mengerjakan naskah utuh sekaligus kemudian mengirimnya ke penerbit. Kamu cukup mengerjakan sebagian saja dan kirimkan kepada penerbit. Setelah mereka mempertimbangkannya, naskah kamu bisa diterima atau sebaliknya. Jika diterima, kamu harus segera menyelesaikannya. Lebih mudah ya?


Tapi, buat saya, untuk mengerjakan outline yang sudah lama ditulis butuh energi baru. Udah nggak fresh aja gitu. Apalagi kalau tiba-tiba ada beberapa outline yang diterima sekaligus, mabuk beneran…haha.


Kirimkan naskah utuh

Kebanyakan penerbit mau menerima dan mempertimbangkan naskah utuh karena naskah yang hanya berupa outline dan beberapa contoh nggak bisa dilihat secara menyeluruh, apakah layak atau tidak.


Kalau dipikir, memang benar adanya. Tapi, kadang kitanya malas mengerjakannya ya kalau belum pasti diterima…haha. Padahal ‘kan bisa jadi sarana belajar juga yang pastinya nggak akan sia-sia. Jadi, ada baiknya kamu mengirimkan naskah utuh atau yang sudah selesai dan dilengkapi juga dengan kata pengantar serta blurb ke penerbit. Itu bisa jadi nilai lebih. Kalau bisa, kamu juga dapat melengkapinya dengan endorsement dari penulis senior yang kamu kenal.



Lengkapi data diri dan portfolio

Jangan minder hanya karena kamu seorang pemula. Nggak perlu khawatir portfolio kamu belum seberapa. Kebanyakan penerbit akan mempertimbangkan naskah kamu, bukan tentang siapa dirimu. Jika naskah kamu memang layak, pastinya editor akan menerimanya, kok.


Karena alasan itulah, saya nggak pernah minder mengirimkan naskah kepada penerbit mayor. Ditolak berkali-kali sampai editor malas jawab juga pernah…kwkwk. Dikasih alasan bahkan diberi saran juga pernah. Nggak dibalas juga pernah. Apa pun itu, ya nggak perlu dijadikan alasan untuk menyerah. Jika ditolak, saya yakin memang naskah saya nggak layak. Sudah. Lupakan dan menulislah yang baru. Perbaiki yang perlu dan kirim kembali.


Selama kamu berusaha, pasti Allah kasih jalan, kok. Kenapa kamu mudah banget menyerah? Pikirkan segala kemungkinan bukan dengan bersandar pada logika dan akal kita, tetapi pada Allah yang punya semesta.


Perkenalkan diri dan tawarkan naskah kamu dengan sopan

Kamu bisa memperkenalkan diri (bisa ditulis di badan email) kepada penerbit secara singkat. Tunjukkan bawah kamu ingin mengirimkan naskah dan berharap bisa diterbitkan. Nggak usah lebay juga kata-katanya, santun dan efektif saja kalimatnya.


Tahap ini menjadi awal perkenalan kamu dengan editor. Kalau di sini sikap kamu sudah tidak menyenangkan, bisa jadi berikutnya editor malas membuka naskah kamu. Miris banget, kan?


Butuh waktu 1-3 bulan untuk mendapatkan jawaban

Ya, itulah beratnya menulis buku. Menulisnya saja sudah butuh waktu panjang, kemudian harus menunggu jawaban iya atau tidak saja hingga berbulan-bulan. Masya Allah. Memang rasanya berat dan panjang banget prosesnya. Tapi, jika kamu sudah berhasil melakukannya satu kali saja, berikutnya pasti akan ketagihan.


Selama menunggu, jangan cerewet dan banyak bertanya. Biarkan saja naskah kamu mencari jodohnya sendiri. Kadang editor akan meresponnya secara langsung. Kadang mereka diam sampai 3 bulan ke depan bahkan selamanya..haha. Jika sampai 3 bulan tidak ada jawaban, kamu bisa menanyakannya pada penerbit atau langsung menarik naskah kamu dengan mengirimkan surat penarikan lewat email baru kemudian bisa kamu kirimkan ke penerbit lain.


Selamat! Naskah kamu diterima!

Dari semua tahapan di atas, ada satu tahap yang harus benar-benar kamu nanti dan kamu usahakan. Ya, tahapan di mana naskah kamu diterima oleh penerbit. Ngapain juga setelah perjuangan panjang tiba-tiba kamu nggak mau mencoba lagi? Ditolak sekali mah biasa. Lihat saja, penulis setenar Tere Liye saja pernah ditolak. Malu juga ngapain, ketemu editornya saja tidak pernah…kwkwk. Ini yang dikatakan ibu pada saya kemarin, “Pantaslah kamu nggak malu kirim naskah, kamu ‘kan nggak pernah ketemu juga sama yang punya.”


Haha…iya, bener banget. Kalau jadi penulis, hati mah dikuatin biar nggak gampang luka (meski ini susaaah), telinga disumpel kapas biar nggak bisa mendengar orang meremehkan kamu, semangat kamu pun harus dipompa terus biar nggak pernah putus asa. Mau nggak mau, setiap yang mau berhasil harus melalui banyak cobaan dan ujian. Ini bukan lagi drama di sinetron azab atau hidayah, ya. Ini kenyataan yang harus kamu terima.


Ingat, keberhasilan itu ada di tangan kamu, bukan di tangan orang-orang yang meremehkan dan menertawakanmu. Semua orang bebas mangatakan apa pun tentang dirimu, kamu juga mustahil melarang mereka. Tapi, kamu bisa mengendalikan diri dan hati kamu supaya tidak mudah terluka atas apa yang telah mereka katakan. Orang lain memang pandai berkata, tapi belum tentu mereka bisa sebaik dirimu!


Salam,

Begini Cara Memulai Profesi Sebagai Penulis Khusus Buat Kamu yang Pemula

Begini Cara Memulai Profesi Sebagai Penulis Khusus Buat Kamu yang Pemula
Photo by Kaytlin Baker on Unsplash


Beberapa hari ini saya sempat bertemu sama teman-teman yang sebenarnya pengen banget jadi penulis, tetapi nggak tahu harus memulai dari mana. Hmm, menjadi penulis buku atau seorang blogger tidak mengharuskan kamu memiliki bakat. Kamu yang merasa hanya punya kemampuan pas-pasan pun bisa menekuni profesi satu ini asalkan kamu punya keinginan kuat. Semuanya bisa dipelajari satu per satu asal kamu mau serius menekuninya.


Masalahnya, yang saya lihat selama ini tidak demikian. Ada orang yang katanya mau jadi penulis, tetapi sama sekali tidak meluangkan waktu untuk hobinya. Bahkan seminggu sekali posting pun nggak ada waktu. Kadang, saya pun merasa berlebihan ketika menjelaskan sesuatu yang berhubungan dengan profesi sebagai penulis. Yup! Rupanya saya sendiri jauh lebih bersemangat daripada mereka yang katanya ingin belajar…kwkwk.


Bukannya nggak merasa, saya merasa banget, lho. Iya, saya ini menggebu banget (untuk menjelaskan) ketika ada orang yang bertanya, ‘Bagaimana saya harus memulai? Dari mana saya mulai? Saya ingin jadi penulis, tetapi nggak tahu caranya?’ dan seabrek kalimat serupa yang rupanya justru membuat saya pribadi yang lebih bersemangat.


Karena ini adalah profesi yang menjadi keseharian saya, tak berbeda dengan makan tiga kali sehari, rasanya tidak ada alasan untuk berhenti menyemangati seseorang yang baru saja masuk ke dunia literasi dan mencoba serius di dalamnya, meskipun pada akhirnya banyak yang juga yang tumbang di tengah jalan. Itu bukan masalah, dan saya pikir tidak ada yang sia-sia.


Meski saya sudah berusaha membantu seseorang semaksimal yang saya bisa, pada akhirnya, tetap pribadi masing-masinglah yang menentukan kesuksesannya sendiri. Benar, kan?


Walaupun kita sampai jungkir balik menyemangati, kalau orangnya aja lempeng, melempem, mana bisa berhasil? Pada akhirnya kita sendirilah yang menentukan keberhasilan itu. Mau berjuang lebih, mau berusaha lebih, atau hanya diam di tempat?


Menulis memang bukan aktivitas yang mudah dikerjakan secara rutin. Jujur saja, apalagi dalam kondisi badan capek setelah mengerjakan banyak hal, godaan untuk istirahat dan tidur lebih cepat itu susah banget ditolak. Beberapa hari ini saya bahkan ketiduran tanpa saya ingin…haha. Ya, tidur karena ketiduran dan tahu-tahu udah pagi. Ish, kesel bukan main karena rencananya mau menulis. Semalam, hingga jam 10 malam, anak-anak masih minta dibacakan buku dan bercerita, saya pun ikut tepar setelahnya.


Kalau sudah begitu, masa iya mau menyesal dan menyalahkan diri sendiri? Kalau tidak ada pekerjaan yang darurat, ya terima saja, sebab tubuh kita juga butuh istirahat, kan? Kita bukan robot, yang bisa mengerjakan banyak hal tanpa merasa lelah atau mengantuk. Kita manusia yang nggak jauh dari capek. Anggap saja itu vitamin yang bisa menyehatkan dan bikin hari esok jauh lebih baik.


Bicara tentang kebingungan seorang pemula yang ingin menulis, saya pikir nggak banyak trik khusus yang bisa dilakukan kecuali banyak belajar dan berlatih. Semua yang saya kerjakan selama ini dilakukan secara otodidak. Baik saat menulis artikel atau buku. Saya juga ikut kelas menulis online, tapi jika kamu memang tidak punya kesempatan untuk ikut kelas, kamu bisa belajar dari internet. Zaman sekarang, informasi apa yang nggak ada di Google? Semua  bisa dengan mudah kamu cari.

 

Tapi, jika kamu mau belajar dari saya, beberapa tahapan ini rasanya sangat cocok buat penulis yang masih pemula dan nggak tahu mau memulai dari mana.


Bikin blog

Kemarin ada seorang teman yang bingung mau mulai menulis dari mana, saya sarankan mulailah menulis di blog hingga lancar. Bikin blog nggak harus berbayar, kamu bisa banget bikin yang free pakai Blogspot untuk sementara waktu. Blogspot jauh lebih simpel daripada Wordpress. Tutorialnya pun seabrek di Google jika kamu ingin mencari.


Kamu yang suka bingung mau menulis dari mana, mulailah menjadi blogger dan isilah blog kamu sesering mungkin. Jika tidak ada alasan darurat jangan tinggalkan hobi menulis itu, sebab akan membuatmu lebih sulit menyelesaikan tulisan.


Ini tidak hanya saya alami sendiri, teman saya pun mengakuinya. Jika kita berhenti menulis terlalu lama, maka kita harus memulai semuanya dari nol lagi. Susah menyelesaikan tulisan, jadi malas, ide menumpuk, tetapi nggak ada yang bisa dituntaskan. Itulah kenapa, terutama bagi kamu yang pemula, menulis dengan rutin seperti yang dianjurkan oleh Tere Liye adalah prioritas dan nggak bisa disebut main-main.


Setelah menulis menjadi bagian dari diri kamu yang nggak terpisahkan, sekali waktu kamu bisa mencari jeda. Tapi, bukan berarti kamu berhenti juga, ya.


Tulis pengalaman pribadi dan paling lekat dengan kehidupan kamu


Setelah blog kamu jadi, kamu bisa mulai menulis apa pun asal bermanfaat dan bukan sekadar curhat. Jadikan itu latihan yang tiada henti. Kerjakan sebisa mungkin setiap hari meskipun hanya satu paragraf per hari. Tentu itu jauh lebih baik demi melatih kemampuan menulismu.


Ambil tema sehari-hari yang biasa kamu kerjakan. Yang lekat dengan kehidupan kamu dan kamu kuasai. Misalnya, kamu menulis tentang pendidikan karena selama ini kamu memang berprofesi sebagai guru. Itu adalah pilihan tepat karena pastinya tema itu akan sangat kamu kuasai.


Kalau di awal kamu ambil tema-tema yang sulit, khawatir kamu justru lebih berat mencari referensi dan akhirnya batal menulis. Mending ambil tema-tema yang lekat dengan kehidupan kamu, bahkan hal kecil bisa jadi ide menarik jika kamu pandai mengemasnya.


Menulislah setiap hari


Seperti saya katakan sebelumnya, menulis setiap hari adalah latihan yang wajib dan kudu banget kamu kerjakan jika memang ingin sukses dan berhasil. Orang yang suka kehabisan ide biasanya karena kurangnya membaca dan jarangnya berlatih.


Jika kamu sudah terbiasa menulis, ide kecil dan sederhana sekalipun bisa jadi tulisan menarik. Percaya, kamu memang harus melakukan tahapan ketiga ini jika memang serius ingin jadi penulis. Gimana, sanggupkah?


Jangan malas belajar


Jika kamu ingin menulis artikel, kamu harus membaca dan belajar dari artikel penulis lain. Jika kamu ingin menulis cerita anak, kamu wajib membaca buku-buku kumpulan cerita anak yang mudah ditemukan di toko buku.


Jalan-jalan ke toko buku pun menjadi agenda yang wajib kamu lakukan supaya kamu tahu, tulisan seperti apa sedang banyak dicari saat ini. Saat datang ke toko buku, ide-ide baru bermunculan. Kamu jadi tahu, kira-kira apa yang akan kamu tulis selanjutnya.


Mulailah!


Dari sekian banyak trik dan tahapan yang telah kamu pelajari, tidak ada yang bisa terjadi jika kamu nggak pernah memulainya. Impian sebagai penulis hanya akan jadi angan, lama-lama menguap atau ditelan angin.


Jika kamu tidak pernah memulai, lalu kapan kamu tahu, apakah kamu berhasil atau tidak? Jika kamu tidak pernah berani memulainya, kamu tidak akan pernah merasakan seperti apa perjuangannya. Impian hanya jadi impian. Dan buat saya, itu menyakitkan.


Iya, menyakitkan banget punya impian tapi nggak pernah kita perjuangkan dan nggak pernah kita cecap proses dan perjalanannya. Jatuh dan bangun itu hal biasa. Kadang menangis, kecewa, melakukan kesalahan, gaptek, sama sekali nggak mengerti, merasa bodoh, adalah hal yang nggak perlu kamu takutkan, apalagi kamu anggap memalukan.


Setiap penulis yang karyanya sudah majang di toko buku atau blogger yang telah sukses, pasti pernah mengalami yang namanya gagal dan jatuh. Mereka semua juga memulai dari nol, dan kita nggak pernah bertanya, berapa lama mereka berproses hingga sampai pada posisi sekarang? Kita nggak pernah bertanya tentang itu. Kita hanya fokus dan peduli bahwa mereka sudah sukses tanpa mau tahu seperti apa perjalanan panjang di balik semua keberhasilan itu.


Dan kita pun akhirnya ingin seperti mereka dengan cara yang instan. Kalau susah sedikit mengeluh, capek dikit berhenti, nggak mau belajar dan berlatih, bahkan membaca saja malas. Ya sudah, mungkin kamu harus rela mengubur impianmu dalam-dalam. Supaya nggak hanya merepotkan orang lain di sekeilingmu *jahad…kwkwkwk.


Apa sih, serius banget membaca omelan saya…haha. Jangan diambil hati, ya. Itu hanya kalimat yang tiba-tiba saja meluncur tanpa mau dibatasi…haha. Never give up! Semua yang mau berusaha dan berjuang Insya Allah punya kesempatan dan harapan yang sama besar. Jangan sampai rasa malas dan putus asa masuk melalui kisi-kisi jendela kamarmu. Jangan beri celah sedikit pun dalam hatimu untuk menyerah. Sebab jika itu terjadi, impianmu hanya akan jadi sekadar impian. Miris banget, kan?


Salam,

Sunday, February 24, 2019

Buku ‘Agar Suami Tak Mendua’ dan Perjuangan Selama Hampir 5 Tahun

Buku ‘Agar Suami Tak Mendua’ dan Perjuangan Selama Hampir 5 Tahun


Kangen banget mengisi blog yang sebulan kemarin bisa hampir setiap hari, minggu-minggu ini sedikit agak berkurang karena saya memilih fokus mengerjakan naskah buku yang outline-nya kemarin baru saja di-acc. Karena jumlahnya lumayan, sekaligus 3 outline, jadi agak menyita waktu. Sebisa mungkin nggak saya bikin santai selama saya bisa. Alhamdulillah, tinggal satu naskah lagi yang harus dirampungkan.


Sebelum menulis ini, saya kerjakan dulu beberapa bagian dari naskah saya, menulis di blog adalah bonusnya…haha. Ya, itu cara saya supaya nggak melulu menunda pekerjaan yang sebenarnya jadi prioritas. Jika saya telah menyelesaikan naskah, biasanya saya akan memberikan hadiah kepada diri sendiri dengan jalan-jalan ke toko buku dan membeli beberapa yang saya suka. Sederhana banget tapi itu yang saya kerjakan setahun terakhir.



Perjuangan selama hampir 5 tahun akhirnya berbuah manis


Beberapa hari yang lalu, seorang berdiri di depan pintu pagar rumah sambil membawa paket. Bukan ojol atau kurir lain yang biasa mangantar barang ke rumah. Dia juga tidak membuka helm dan maskernya. Pakai kacamata hitam pula, jadi agak ngeri nyemperin dan ragu mau buka gembok…kwkwk.


“Paket, Mbak.”


Owh, ternyata paket. Tapi, dari siapa ya? Kayaknya saya nggak merasa pesan buku selama beberapa hari ini. Kemudian saya menanyakan, dari mana? Gramedia. Nah, lho. Sejak kapan saya belanja buku di sana? Kwkwk, semakin misterius saja. Semoga itu bukan bom *lebay..kwkwk.

 
Saat dia mengambil pulpen, barulah saya paham itu paket dari penerbit Elex Media. Yess! Ternyata itu buku bukti terbit. Masya Allah. Rasanya pengen lompat-lompat kalau saja nggak ingat ada masnya masih mematung melihat saya kebingungan plus pakai kacamata pinky yang nggak banget…kwkwk.


Buru-buru saya masuk rumah setelah menerima paket dan membukanya. Allahu Akbar. Itu naskah pertama saya. Itu buku yang saya tulis tahun 2014 silam kini sudah menjelma menjadi buku yang cantik dan manis sekali. Saya menangis sambil memeluk si bungsu dan nggak tahu mau berkata apa.



Sempat menyerah dan mencoba ikhlas


Bahkan dua tahun kemarin, saya menyerah dan tidak mengharapkan buku itu terbit lagi. Saya ikhlaskan itu di penerbit pertama yang menurut saya sangat tidak amanah karena tidak memberikan kabar sejak 2014-2017. Terakhir buku itu saya dengar sudah antre cetak, bahkan saya cek sendiri sudah terdaftar ISBN-nya. Saya tanyakan berulang kali, tapi jawabannya sama. Hingga 2017 saya kembali memastikan kabarnya yang ternyata qadarallah gagal terbit tanpa alasan jelas. Ya, menurut mereka itu adalah hal biasa. Banyak buku penulis yang akhirnya gagal terbit. Owh, mungkin itu tidak biasa buat saya, terutama jika tidak diberikan kabar. Kami penulis tidak sekadar mengejar royalti, tapi ketika kami kirimkan naskah, kami sangat berharap buku bisa terbit.


Gimana rasanya? Sedih, kesel, tapi nggak bisa ngapa-ngapain. Tapi, Gusti Allah mboten sare. Apa yang sudah menjadi rezeki saya tidak akan ke mana-mana, tidak akan pula tertukar. Apa yang telah menjadi hak saya, Insya Allah akan kembali pada saya. Saya tanamkan itu dalam hati meski saya tidak tahu bagaimana caranya supaya buku itu terbit.


Hingga suatu hari, seorang teman menganjurkan saya menarik naskah itu dan mengirimkannya ke salah satu penerbit mayor. Dan saya melakukannya. Sekitar bulan Juli 2018, naskah itu saya kirimkan dengan catatan telah memiliki ISBN dan gagal terbit. Alhamdulillah, sekitar dua bulanan, naskah saya mendapatkan kabar baik dan diterima di Quanta, lini dari Elex Media.


Masya Allah, bahagia banget rasanya saat itu. Saya bilang siap merivisi jika ada yang perlu diperbaiki. Alhamdulillah, tidak ada revisi. Kontak sama editor sangat jarang. Beliau hanya menghubungi ketika meminta sinopsis dan data diri. Saya pun tak mau cerewet sehingga tidak pernah menanyakan bagaimana kabar naskah saya. Ya, itu 'kan baru beberapa bulan lewat, sedangkan sebelumnya saya sudah melewati waktu bertahun-tahun…hihi.


Sekitar Januari lalu, editor kembali menghubungi saya dan memberikan contoh cover. Itu artinya buku saya siap terbit. Tapi, saya nggak cocok dengan cover pertama dan memutuskan meminta revisi atau ganti dengan beberapa contoh seperti yang saya inginkan. Alhamdulillah, hasilnya sesuai keinginan, lebih menjual, terlihat manis, dan islami. Dan editor bilang buku itu akan segera terbit.


Waktu kayaknya berlalu lambat banget. Nungguin beberapa minggu aja kayaknya lama banget. Saya tidak sabar menunggu buku itu terbit. Dan Alhamdulillah, beberapa hari lalu, buku ini sudah terbit dan saya bisa memeluknya *lebay nggak sih…haha.


Buku ini terdiri dari 400 halaman. Berisi kisah fiksi inspiratif di setiap bab serta ulasan disertai dalil. Di setiap bab, kamu juga bisa membaca quote yang Insya Allah bikin sadar diri…haha. Judulnya memang bikin deg-degan kata orang…haha. Tapi, ini bukan berarti kami para perempuan menentang poligami, ya. Buku ini lebih fokus menjelaskan lebih detail kewajiban dan peran seorang istri kepada pasangannya.


Tadi sempat baca-baca lagi  sekilas dan merasa ada cerita yang lucu tapi manis, serta ulasan yang mak jleb. Jadi, berkaca-kaca lagi, ini buku pertama saya yang harusnya terbit beberapa tahun lalu, tapi Allah Mahabaik. Dan saya percaya, Allah tahu yang terbaik buat saya meski dulu saya merasa ini nggak adil banget!


Buku ini saya tulis selama dua minggu. Dan kini sudah bisa kamu dapatkan di toko buku seperti Gramedia dan kawan-kawannya. Jika kamu malas atau jarang keluar, kamu bisa pesan langsung di Gramedia online. Kemarin saya cek sudah masuk dan tersedia.


Kalau kamu ketemu buku ini, jangan lupa foto dan tag saya. Suatu kebahagiaan tersendiri bagi penulis jika ada bukunya yang dibeli dan dibaca sehingga bisa lebih bermanfaat. Dan sekadar info, penulis itu nggak punya stok banyak buku karena kami memang bukan toko buku *yaiyalah…haha. Kami hanya mendapatkan 6 pcs buku sebagai bukti terbit dengan syarat satu buku dikembalikan lagi pada penerbit bersama surat perjanjian.


Kadang kaget juga ketika ada yang sampai inbox minta dikirimkan buku. Bukannya kami pelit, terutama seperti kami yang pemula, royalti belum seberapa, kebayang kalau harus membagikan buku kepada semua orang? Haha. But, it’s oke. Mungkin mereka belum memahami dunia penerbitan, saya memaklumi. Jika saya ingin punya lebih, saya pun harus membelinya sama seperti pembaca lain. Tapi, yang istimewa tentu saja tentang apa yang kita tulis, yang kemudian dicetak dan berharap bisa jadi lebih bermanfaat bagi banyak orang sehingga bernilai pahala. Ustadz saya bilang, ini dakwah lewat buku. Masya Allah semoga demikian adanya.



Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada keluarga terutama ibu yang tak pernah lepas mendoakan,  kepada teman, serta mentor saya yang telah mendoakan dan mendukung saya selama ini. Alhamdulillah, perjuangan panjang berbuah manis. Sebab yang namanya rezeki tidak akan berlalu dan berpaling. Apa yang sudah jadi hak kita akan kembali juga pada kita.
Istri itu ibarat sebuah rumah. Tempat berteduh dari panas, tempat berlabuh saat lelah, dan tempat yang damai saat gelisah. Meski kita semua tak bisa menyajikan kehidupan yang sempurna bagi suami, tetap berusaha menjadi istri yang selalu ada saat suami butuhkan, itu sebaik-baiknya seorang istri. Buku ini membuat degup jantung saya berdebar kencang, sudahkah saya menjadi perempuan istimewa di mata suami? Bismillah, semoga bukan hanya saya, tapi kita semua, para perempuan sholehah pembaca buku ini. (Indari Mastuti, CEO INDSCRIPT Corp)


Salam,

Monday, February 18, 2019

Pentingnya Blogger Memahami Apa Itu Plagiat dan Rewrite

Pentingnya Blogger Memahami Apa Itu Plagiat dan Rewrite
Photo by Chris Spiegl on Unsplash


Apakah semua blogger paham apa itu plagiat dan rewrite? Dalam kelas menulis artikel yang tim Estrilook adakan, baik berupa kelas free ataupun berbayar, kami selalu katakan, jangan plagiat! Sebab itu ngeselin banget. Walaupun kamu nggak plagiat artikel saya, tetapi melihat tulisan yang copas seratus persen itu asli bikin gemas. Kamu penulis atau bukan, sih?


Selama memegang Estrilook, beberapa kali saya menemukan artikel kontributor yang terdeteksi plagiat lebih dari 50%. Bagi yang nggak biasa melihat hal ini, pasti santai saja menanggapi. Dianggap enteng. Tapi, bagi kami yang terbiasa menulis pake keringat *plus otot…kwkwk, melihat naskah hasil copas itu bikin geram. Nggak hanya saya, teman-teman satu tim di Estrilook juga merasakan hal yang sama.


Nah, kebetulan kemarin sempat membaca komentar salah satu blogger yang ikut mengomentari sebuah status di sebuah grup, intinya dia bilang, kamu juga plagiat. Nggak ada ide asli di dunia ini. Kamu pakai ide orang, kamu pakai gambar orang.


Eist, ngegas banget komentarnya sambil nahan pengen komentar juga…kwkwk. Di salah satu media pun tulisan saya sempat dikomentari begitu, nggak sekali dua kali, mereka bilang, paling juga artikel copas punya orang, nih, Min. Padahal media itu bakal mendeteksi kalau misal memang ada artikel terbit dan plagiat. Pasti kena sentil dan offline. Saya suka kesel dikatain begitu, tapi orang awam yang tidak pernah menulis, masih lebih mudah dimaafkan. Berbeda dengan mereka yang memang sudah ada di dunia literasi sejak lama dan bahkan berkomitmen fokus di dalamnya. Aneh kalau masih nggak paham apa itu plagiat dan rewrite.

Salah satu mentor menulis saya pernah mengatakan, di dunia ini memang tidak ada ide yang benar-benar orisinil. Semua ide yang ada merupakan modifikasi, dikembangkan kembali dari ide yang sudah ada. Yang begini ini tidak dilarang.



Apa itu rewrite?

Kamu bisa menulis artikel tentang kuliner di kota Malang. Kamu bisa cari ada berapa artikel yang membahas tema serupa, tapi sebagian besar nggak bakalan sama. Susunan kalimat, paragraf pembukanya pun beda. Rewrite merupakan cara kita menulis artikel dengan tema yang sama, tetapi dengan gaya bahasa kita sendiri. Itu boleh dan nggak dianggap plagiat.


Gimana caranya? Kamu bisa baca sumber referensi sebanyak mungkin, kemudian baca baik-baik sampai kamu benar-benar memahami. Tutup sumber dan tulis dengan gaya bahasa kamu sendiri.


Kalau artikel nggak mau dicopas, jangan menulis dan jangan diterbitkan di blog! Kalimat itu memang benar, tetapi nggak bisa jadi solusi. Saya yakin, semua orang yang benar-benar menulis dengan hati, pasti nggak bakalan rela tulisannya dicopas begitu saja. Kita mungkin saja pada akhirnya bakalan memaafkan, tetapi masih ada rasa nggak nyaman dan kesal pastinya.



Plagiat nggak hanya berupa tulisan

Dan plagiat itu nggak hanya berupa tulisan, lho. Beberapa minggu lalu, tanpa sengaja saya melihat blog salah satu blogger yang memakai header dengan gambar kartun muslimah persis seperti yang saya pakai di blog ini. Ya, itu memang ambil langsung dari blog saya, kemudian disambung dengan text dan dikasih pemanis seperti hiasan bintang gemintang.


Saya lumayan kaget, karena blogger itu sering menanyakan tutorial bikin header pakai Ibis Paint X juga pada saya, dan sering minta saran. Tiba-tiba tanpa ada basa basi langsung memakai gambar saya. Kenapa saya agak kesel? Karena saya bikin gambar itu sendiri dan nggak ambil di Google. Kalau saya ambil di Pexels atau Pixabay, okelah dia ikutan pakai.


Mungkin itu salah satu dari ketidaktahuannya sebagai seorang blogger yang katanya masih pemula. Tapi, kalau keterusan bikin gemas juga dong. Sedangkan selama ini saya sudah biasa diminta membuat gambar khusus buat teman-teman sesama penulis, dan itu saya kasih free! Kenapa dia nggak minta saja?


Lalu apa yang terjadi setelah saya tegur? Dia minta maaf itu sudah pasti. Dan saya tawarkan akan membuatkannya juga. Akhirnya? Saya cek kemarin, header buatan saya sudah dipakai, tapi entah hari ini. Saya tahu, semua orang berawal dari ketidaktahuan kemudian menjadi tahu, tetapi jika tidak paham, ada baiknya bertanya dulu sebelum bertindak. Saya tidak mempermasalahkan itu lagi, ya sudahlah. Tapi, mungkin bisa jadi pelajaran bagi teman-teman yang lain.


Header dengan animasi seperti milik saya mungkin ada beberapa yang punya, tetapi biasanya gambarnya beda. Ketika saya menggambar untuk teman-teman, selalu saya tanyakan, mau warna apa? Mau model seperti apa? Selain biar sesuai sama yang punya, saya juga nggak mungkin bikin gambar yang sama. Masa iya, ada 10 blogger pakai gambar kartun sama semua? Eneg, nggak? Haha.


Memakai gambar dari media atau dari situs penyedia gambar gratisan bukan termasuk yang dilarang. Kalau kamu pakai gambar dari blog orang, tulis sumbernya. Kalau kamu ambil di Google, jangan hanya menulis ‘Sumber: Google.com’ saja, tetapi tulis media yang sudah menerbitkannya. Kalau kamu pernah menulis di Idn Times, di sana sangat detail ngasih informasi soal gambar. Hati-hati banget. Kalau kita ambil di Pexels.com, kita juga harus cantumkan siapa yang punya gambar itu. Nggak boleh hanya asal menulis ‘Sumber: Pexels.com’ saja.



Bagaimana supaya artikel atau gambar kita nggak dicopas?

Lalu gimana caranya supaya artikel kita di blog terhindar dari hal begitu? Gimana biar tulisan kita nggak dicopas sama penulis lain? Kamu bisa cari caranya di Google, banyak banget tutorialnya. Tapi, kalau yang copas ahli pake banget, cara seperti apa pun nggak akan berguna. Tapi, setidaknya hati kita bisa tenang karena sudah berusaha.


Sedangkan untuk gambar pribadi milik kita, tinggal kamu kasih watermark saja. Ya, pada akhirnya kita memang harus ikhlas kalau memang nantinya masih saja ada orang yang iseng dan nggak mau usaha, tetapi mau disebut berkarya. Kita memang ada di dunia yang susah banget menghindari itu. Tapi, setidaknya kita tetap berusaha dong jangan sampai ada orang dengan mudahnya copas atau ambil gambar di blog kita.


Jadi penulis itu memang nggak mudah, tetapi juga nggak susah. Seperti keahlian lain yang sebenarnya nggak tergantung sama bakat, menulis juga bisa dipelajari dan diulang-ulang supaya kamu bisa mahir. Yup! Pekerjaan yang diulang-ulang itu bisa dengan sendirinya membuat kamu pintar, lho. Nggak percaya? Seperti resep dari Tere Liye, kita yang pemula dianjurkan menulis selama 180 hari tanpa berhenti sehari pun. Maka kamu akan sebaik Tere Liye saat menulis.


Pertanyaannya, apakah semua penulis sanggup melakukan itu?


Salam,

Monday, February 11, 2019

Roti Sobek Pandan, Super Lembut dan Gampang Bikinnya!

Roti Sobek Pandan, Super Lembut dan Gampang Bikinnya!
Photo: Dok pribadi


Hari ini niat banget mau bikin roti pandan. Sudah berapa minggu seisi rumah sakit, jangankan bikin roti, mau masak aja malas…hehe. Alhamdulillah, hari ini semua sudah membaik. Bosan nggak ada kerjaan *sok ganggur, akhirnya keluarin mixer dan takar-takar bahan.


Kali ini bikin roti pakai resep ci Xanders. Ini saya buat versi pandan. Bahan yang nggak ada saya ganti seperti susu cair diganti dengan air, tetapi pada susu bubuk ditambahkan lebih banyak. Selain itu, saya tambahkan juga pasta pandan supaya lebih wangi.

Sebenarnya, awalnya saya ngiler berat melihat salah satu postingan di Instagram. Postingan itu berisi video penjual roti pandan kukus. Roti pandannya diisi mesis cokelat dan parutan keju super banyak, kemudian dikukus. Kebayang aromanya sampai ke rumah…kwkwk. Dan, akhirnya hari ini pun memberanikan diri bikin roti pandan supaya bisa ngerasain seperti apa yang sudah saya lihat sebelumnya. Hasilnya? Lembut dan enak banget!

 
Sayangnya, entah karena nggak fokus atau gimana, pas ngeluarin kaki mixer malah salah ambil kaki mixer buat ngaduk telur atau adonan cake. Tepung dalam baskom jadi berantakan. Adonan jadi naik. Hiks. Sampai di situ belum sadar juga kalau saya salah ambil kaki mixer. Hingga terbesit pikiran kayaknya mixer rusak deh…kwkwk. Dasar emak-emak, ya. Dirinya yang salah, malah nyalahin mixernya…haha.


Saya memang terbiasa memakai hand mixer untuk mengaduk adonan roti. Lumayan banget daripada harus ngulen pakai tangan karena jujur itu susah banget dan butuh waktu yang sangat lama. Ya meskipun pakai mixer aja udah lama karena harus mematikan dan menghidupkan kembal setelah mixer tidak panas. Tapi, lumayanlah hanya pegang nggak harus ngulen capek gitu.


Ngulen roti bisa satu setengah jam jika ingin hasilnya empuk dan cantik. Lumayan banget waktu habis seharian buat ngurusin roti doang :D

Roti Sobek Pandan, Super Lembut dan Gampang Bikinnya!

Buat kamu yang penasaran dengan resepnya, silakan dicoba di rumah, ya!



Bahan:

450 gram terigu protein tinggi

50 gram terigu protein rendah (bisa pakai protein tinggi seluruhnya)

75 gram margarin

1 butir kuning telur

1 butir telur

225 ml susu cair (saya ganti air)

7 gram fermipan

110 gram gula pasir

15 gram susu bubuk (saya pakai satu sachet kecil)

Sejumput garam

Sedikit pasta pandan



Cara membuat:

1. Campur semua bahan kecuali margarin, garam, dan pasta pandan. Aduk sampai semua tepung tercampur rata.


2. Masukkan margarin dan garam. Mixer sampai rata baru kemudian masukkan pasta pandan.


3. Uleni sampai kalis elastis. Biasanya ditandai dengan adonan mengilap, tidak lengket, dan tidak mudah sobek ketika dibentangkan hingga tipis.


4. Diamkan adonan selama satu jam dan jangan lupa ditutup.


5. Kempeskan adonan dan bentuk sesuai selera. Boleh langsung kasih isian atau bisa diberi isian ketika sudah dipanggang.


6. Panaskan oven 10 menit sebelum digunakan. Panggang selama 15 menit atau sesuaikan dengan suhu oven masing-masing.


7. Keluarkan dari oven dan olesi permukaannya dengan margarin.


8. Sajikan bersama selai kesukaanmu!

Roti Sobek Pandan, Super Lembut dan Gampang Bikinnya!


 
Roti Sobek Pandan, Super Lembut dan Gampang Bikinnya!

Roti Sobek Pandan, Super Lembut dan Gampang Bikinnya!



Voila! Roti sobek pandan buatanmu siap disantap bersama keluarga tercinta. Gimana, gampang banget sebenarnya bikin roti itu. Tapi, kadang persiapan dan prosesnya yang agak lama jadi bikin malas. Padahal, ketika baru keluar dari oven, aroma dan rasanya susah banget ditolak.


Yuk, ah bikin sendiri di rumah. Selamat mencoba semoga berhasil, ya!


Salam,