Demam Naik Turun Lebih dari Seminggu, Perlukah Panik dan Pergi ke Dokter?

Sunday, February 10, 2019

Demam Naik Turun Lebih dari Seminggu, Perlukah Panik dan Pergi ke Dokter?
Photo on Unsplash


Sudah dua minggu lebih Dhigda demam naik turun setelah terakhir dia demam tinggi dan kejang demam pertama berulang. Awalnya karena Alby yang kena common cold, sudah bisa dipastikan bakalan mudah banget menular ke adiknya. Nggak lama adiknya sakit, kemudian kakaknya lagi meski saya pribadi sudah berhati-hati. Misalnya saja,  Alby sudah dari TK dibiasakan pakai masker jika sakit, rajin cuci tangan, dan tidak boleh memakai peralatan makan yang sama dengan yang dipakai adiknya. Bukannya terlalu lebay, tapi memang common cold itu sebabnya virus sehingga mudah banget menular.


Cuma batuk pilek aja sampai segitunya? Ya, karena kedua anak saya ada riwayat kejang demam. Bahkan Alby dari usia 2 tahun hingga 6 tahun. Disusul adiknya yang kemarin baju aja kena kejang demam saat usianya  3,5 tahun. Jadi, kebayang dong paniknya saya sebagai orang tua jika anak sakit dan demam. Nggak bisa tidur, anak tidur aja kita bingung, lho…haha.


Daaan, kemarin cukup lama juga demam dan batuk pileknya. Kayaknya ping pong. Setelah Dhigda enakan, akhirnya saya pun kena juga. Seminggu meriang bahkan belum benar-benar pulih. Bahkan malah muncul urtikaria karena imunitas yang menurun dan salah makan. Jadi, selepas Isya, seluruh tubuh bentol-bentol besar, panas, dan gatal. Besoknya agak siangan menghilang. Kemudian terulang lagi sampai 3 malam.

 
Sebenarnya dokter kulit sudah ngasih salep dan obat alergi. Hanya saja saya malas banget memakainya. Kebayang nggak harus pakai salep seluruh tubuh sama wajah yang udah bengkak gitu? Mending digaruk aja…haha *jangan ditiru. Sedangkan kalau minum obat, efeknya itu lemes parah. Nggak bangun hanya bisa tidur aja. Terus gimana nasib di rumah kalau saya tiduran terus? Mending saya gatal-gatal ajalah…kwkwk.


Balik lagi ke Dhigda yang sampai semalam masih demam hingga 39,8. Sudah lebih dari dua minggu begitu. Besoknya suhu normal, malam demam lagi atau selang sehari enakan, besoknya demam lagi.


Karena disertai batuk-batuk dan pilek, jujur saja saya belum ada keinginan buat ke dokter. Hanya dikasih minum yang banyak serta sirup penurun demam, itu pun jika dia mau dipaksa dan suhunya benar-benar tinggi. Kalau nggak, mending nggak usah daripada ribut.


“Adik nggak mau minum obat, minum air putih aja yang banyak.”


Iya, itu memang saya yang ngajarin kalau demam minum yang banyak. Tapi, kalau terlalu tinggi suhunya jujur aja saya parno mengingat dia sudah pernah kejang demam. Kejang demam memang nggak bisa dicegah dan tidak pula memengaruhi otak, tapi kalau udah kejadian saya pasti panik juga.


Masa anak demam lama dibiarin aja?

Yang belum kenal saya pasti akan mengatakan seperti itu. Saya bukannya anti dokter, hanya saja mencoba untuk lebih bijak menggunakan obat. Datang ke dokter juga bukannya tanpa risiko, lho. Di sana sambil menunggu antrean, kita bakalan duduk sama anak-anak yang juga sedang sakit. Jadi, risiko tertular penyakit lain justru lebih besar.


Kalau memang perlu konsultasi atau ada keadaan darurat yang perlu segera ditangani, saya tak akan berpikir dua kali. Tapi, kalau sudah ada batuk dan pilek, saya bakalan mikir berkali-kali untuk datang ke dokter.


Apa tidak perlu cek darah dan curiga DBD?

DBD itu punya demam yang khas. Biasanya pada fase pertama demam akan tinggi  dan manteng. Kalau demamnya turun, keadaan semakin memburuk, bukan semakin lincah seperti demam pada virus biasa.


Cek darah diperlukan jika demam sudah terjadi selama 72 jam tanpa sebab seperti ada tanda common cold. Kalau sudah jelas ada ingus dan batuk, saya pribadi nggak akan berpikir itu DBD. Terlebih saat demam turun, dia baik-baik saja dan lincah seperti biasanya.


Turunnya trombosit dalam jumlah sedikit saat sakit itu wajar terjadi, bukan satu-satunya tanda DBD. Setiap yang sakit biasanya akan mengalami itu, jadi, jangan buru-buru curiga DBD setelah cek darah apalagi jika kamu tahu anak tetap lincah seperti biasa meski demam turun.


Kapan harus pergi ke dokter?

Tidak setiap batuk dan pilek kita meski tenang di rumah. Ya, ada tanda-tanda gawat darurat yang perlu dipelajari dan diwaspadai. Jika itu terjadi, jangan berpikir dua kali untuk pergi ke dokter.


1. Dehidrasi berat pada anak

2. Kesadaran menurun

3. Sesak napas

4. Kejang berulang atau kejang dalam waktu yang cukup lama

5. Demam sangat tinggi hingga 40,5 C

6. Muntah berwarna hijau

7. Terjadi perdarahan baik di saluran cerna atau lainnya.


Jika terjadi tanda darurat pada anak, sebaiknya segera dibawa ke dokter untuk mendapatkan penanganan serius. Jangan anti dengan dokter, tapi jangan pula terlalu parno sampai-sampai kita sebagai orang tua nggak bisa RUM dan bijak pakai obat. Kasihan anak kita. Setiap obat yang masuk ke dalam tubuh meski paling aman sekalipun tetap memberikan efek samping. Jadi, jadilah orang tua yang cerdas dan bijak mengonsumsi obat.


Salam,

Comments

  1. Luv u bunmuy baca tulisan ini karena saya sekarang lagi was-was karena si kecil demam pulang pergi

    Tetangga udah pada heboh bilang DBD, typus dsb (pusying)

    ReplyDelete
  2. Hehe..iya, Bun. Musim sekarang kayaknya ya..semoga lekas sehat yaa... :)


    ReplyDelete
  3. Masyaallah, jazakillahu khairan mbak informasinya..

    Saya juga mengurangi intensitas, 'apa-apa bawa ke dokter'. Tapi kadang emang cemas dan panik sendiri kalau anak demamnya hampir mencapai 40 derajat, dan takut kejang..

    Karena anak masih ng-asi, selama masih mau makan dan ngasi, biasanya ga saya bawa dokter..

    ReplyDelete
  4. Kalau masih minum asi itu benar-benar membantu, anak2 biasanya nempel terus kalau sakit dan itu membantu caira tetap masuk. Giliran udah disapih kadang ada saatnya susah minum..hiks


    ReplyDelete