Cerpen Dia

Wednesday, June 21, 2017

Cerpen Dia


Dia, lelaki yang dipenuhi luka di masa lalu kini justru tengah leluasa menyakiti orang yang sudah menyembuhkan sakitnya…

“Siapa perempuan itu?” Suaranya terdengar lebih serak.

Kamal tercengang beberapa saat. Wanita berparas ayu itu sudah berada di belakangnya tepat lima detik sebelum dia menutup obrolan mesra dengan teman di facebook. Wanita dengan gurat kelelahan di kening, kedua mata yang kehilangan pendar, bibir merah yang beku, kenapa begitu tega lelaki itu melakukannya? Serupa ditusuk sembilu, kalimat terakhir yang diucapkannya pada perempuan lain membuat wanita itu sulit menyembunyikan perih.

“Dia cuma teman,” kalimatnya mudah saja didengar, namun sulit sekali dimengerti. Bagaimana bisa seorang teman mengucap kalimat kasih serupa orang yang saling mencinta. Tidak salahkah wanita itu membaca kalimat terakhir, “I miss you.”

“Apa pantas seorang teman bicara semesra itu pada suami orang?!”

“Lagian kita nggak pernah ketemu,” sergah Kamal.

“Sarah pikir ini cuma salah paham. Tapi ternyata benar,” tangisnya mulai berhamburan.

“Mas cuma main-main.”

Lelaki tiga puluh lima tahun itu menyangka semua ucapan itu hanya serupa guyonan antar teman biasa. Padahal akibat yang ditimbulkan bisa saja mengguncang ketenangan dua perempuan yang sedang menginginkan kepastian. Harapan yang dilambungkannya serupa mimpi-mimpi di malam pekat. Dia abaikan perasaan. Dia lupakan pedihnya luka.

Kamal memang sempurna dengan kulit putih dan hidung mancungnya. Kedua alis legamnya saling bertaut membuat siapa pun ingin berlama-lama memandang. Ucapannya manis dan selalu menyanjung. Sebab itulah, wanita yang bahkan tak pernah bertatap muka dengannya berani untuk tetap tinggal.

Sebelumnya, Kamal memang betul tak benar-benar ingin menjalin hubungan spesial dengan wanita lain selain Sarah, istrinya. Tapi, rupanya setan bermain lebih lihai sehingga perasaan yang awalnya biasa berubah menarik bahkan hingga membuat lelaki berperawakan tinggi itu sulit sekali tidur.

Serupa orang yang baru saja jatuh hati, pertemuan tanpa sengaja di dunia maya membuat keduanya saling suka. Awalnya hanya berkenalan dan saling sapa. Lama-lama Kamal mulai menaruh hati. Pelan-pelan dia mengatakan suka. Gayung bersambut, wanita yang baru dikenalnya itu membalasnya mesra. Sungguh diluar prasangka, hubungan keduanya semakin lekat. Tiga bulan sudah cukup membuat rasa berubah cinta.

Tidak cukupkah ketulusan yang Sarah berikan selama ini? Lelaki itu amat tahu jawabannya. Bahkan lebih dari yang dia harapkan. Lalu alasan apa yang membuat Kamal begitu mudahnya berpaling?

Bau busuk bangkai tentu akan tercium juga bahkan hingga ratusan meter. Begitu juga dengan hubungan spesial Kamal dengan wanita bernama Restu. Keduanya memang tak pernah saling bertemu, namun dunia maya sudah cukup menjadi tempat menumpahkan rindu. Kamal lupa, kendati istrinya tak memergoki, Tuhan tentu lebih tahu siapa yang sebenarnya tengah berkhianat.

Sarah hanya berniat mengantarkan teh hangat untuk suaminya. Semalam, Kamal pulang larut. Selepas shalat subuh, lelaki dengan kacamata minus itu kembali terlelap. Dengan hati-hati Sarah menjulurkan selimut. Keluar ke dapur dan menyiapkan sarapan. Teh hangat yang pekat dengan satu sendok gula dia bawa dengan nampan. Pintu sedikit tersibak. Dia masuk tanpa perlu menimbulkan derit.

Kamal terlalu asyik sehingga tak menyadari jika sejak beberapa detik lalu, istrinya tengah mematung dengan keterkejutan nyaris sempurna merobek rongga hati. Adakah yang lebih menyakitkan ketimbang melihat orang yang kita cintai ternyata berdusta?

Teh hangat di tangannya hampir saja jatuh ke lantai. Sekuat tenaga Sarah menahan isak yang sulit sekali disimpan. Kenapa lelaki yang dulu datang penuh luka, meminta Sarah mendampingi dan menyembuhkan, kini justru dengan leluasa mencabiknya? Tidak ingatkah lelaki itu, ketika dia memintanya menjadi istri, memohon dengan mata penuh pijar, berjanji tak akan menyiakan bahkan haram jika sampai melukai dirinya. Di mana kalimat-kalimat yang berterbangan serupa kapas dan menghantarkan mereka pada surga di dalam rumah tangga? Tak ada kejadian yang lebih menyakitkan ketimbang kejadian pagi ini.

Pelan-pelan Kamal beringsut dari meja kerja, menutup laptop dan menatap wanita yang sedang dipenuhi hujan. Apa yang harus dia lakukan? Mungkin saja setelah ini, wanita yang bersedia mendampingi bahkan berkorban nyawa itu akan meminta cerai. Bayangan masa lalu berkelebat dalam ingatan.

Untuk pertama kalinya Kamal menemui Sarah di sebuah rumah sakit. Tanpa sengaja mereka berkenalan. Sarah yang sedang bertugas sebagai perawat memeriksa kondisi Kamal yang limbung di UGD. Pada malam yang dipenuhi hujan lebat serta guntur, lelaki itu diantar seorang teman dalam kondisi yang sangat lemah. Demam selama lima hari, tubuh menggigil serta kekurangan cairan. Dengan cekatan, Sarah memasang jarum infus diikuti keluh sakit dari lelaki berkacamata itu.

“Semua akan baik-baik saja,” suaranya terdengar pelan.

Kamal tersenyum. Bukan hanya karena dia merasa jauh lebih baik, namun entah kenapa, wanita dengan seragam berwarna biru cerah dengan jilbab senada itu begitu memesona. Sahabatnya mencubit lengan Kamal. Disusul suara mengaduh, Kamal tertawa.

Esoknya, Kamal yang diketahui positif tifus akhirnya mulai membaik. Pertemuan semalam dengan salah satu petugas medis membuatnya gundah. Rupanya Kamal tak sedang main-main. Dia meminta nomor handphone serta berkenalan dengan perawat yang pertama kali menolongnya. Dan tak butuh waktu lama, Kamal pun jatuh hati.

Lantas, ada apa dengan duka dan tangis di masa lalu? Tentang lelaki yang datang penuh luka, ditinggalkan tunangannya, bahkan dengan penuh sayat sembilu, wanita yang segera resmi dinikahinya lari dengan lelaki lain. Detik itulah, Kamal mulai merasa dirinya tak akan bertahan hidup lebih lama. Lelaki lain mungkin saja segera beranjak dan mencari pengganti. Tapi, Kamal terlalu cinta untuk segera lupa.

Dan Tuhan selalu punya jawaban atas setiap doa yang dipanjatkan oleh hamba-Nya. Sarah, wanita dengan mata penuh pelangi muncul di hadapannya. Kamal yang sudah setahun tak pernah tertarik dengan perempuan lain, kali ini tiba-tiba jatuh cinta tanpa perlu banyak alasan. Dia hanya suka. Rindu menderu hampir di setiap malam. Lantas, wajah Sarah selalu memenuhi ingatan. Dengan terbata, lelaki itu datang dan memohon agar Sarah mau menemaninya dalam mengarungi biduk rumah tangga.

Sarah pun tak berpikir lama saat menganggukkan kepala disertai semburat kemerahan di kedua pipi. Mungkin itulah yang dinamakan jodoh.

Rumah tangga yang nyaris sempurna. Meski belum juga dikarunia momongan, kehidupan mereka tak pernah kehilangan pendar. Selalu saja ada aroma hangat menyeruak penuh cinta. Lalu, kejadian pagi ini begitu menyentak. Entah sejak kapan lelaki itu mulai merasa butuh wanita lain selain Sarah.

“Apa salah Sarah, Mas? Tega kamu, Mas!” Kalimat itu berulang kali diucapkannya.

Kamal tak menjawab. Tercenung memikirkan kesalahan besar yang sudah dilakukan. Bagaimana bisa kebahagiaan sesaat sempat masuk dalam pikiran. Bukankah Tuhan sudah memberikannya lebih dari apa yang dia minta? Sarah, dia bukan sekadar ibu rumah tangga. Meluangkan waktu mengurus suami dan mertua. Padahal pekerjaannya di rumah sakit tak bisa dibilang sedikit. Banyak hal-hal kecil yang Kamal lewatkan namun selalu jadi prioritas bagi Sarah. Seperti menyediakan air putih hangat untuk suaminya sebelum tidur. Memastikan lelaki itu tetap sehat dengan menaruh vitamin di dalam kotak makannya. Dia selalu penuh kejutan. Dan Kamal mulai menyadari di saat tak tepat. Ketika wanita itu sudah amat terluka.

***

Bertemu dan menjalin hubungan dengan Kamal membuat hari-harinya nyaris utuh. Mereka bicara tentang banyak hal. Restu merasa ada orang yang amat memerhatikan dan selalu tulus menyanjung. Beberapa kali dia mulai memikirkan hubungan mereka. Cinta tanpa status bahkan merusak rumah tangga orang. Dia serupa duri dalam daging. Mencintai suami orang dengan tanpa perasaan. Bukankah dia juga wanita yang sulit berbagi bahagia dengan wanita lain? Lantas kenapa dengan mudahnya dia merusak rumah tangga orang hanya demi kebahagiaannya sendiri.

Beberapa hari terakhir, Kamal tak lagi menyapa. Dia juga kehilangan ucapan selamat pagi dari lelaki bermata elang itu. Ketika malam, Restu bahkan tak menemukan Kamal mengucapkan selamat tidur serta sedikit kalimat penuh rindu. Lelaki itu seolah hilang ditelan bumi.

Apa yang terjadi? Mungkin hubungan mereka diketahui orang lain? Lebih buruknya oleh istri Kamal. Dengan terbata, wanita tiga puluh tahun itu mulai mempertanyakan apa sebenarnya yang ingin dia dapatkan dengan mencintai suami orang? Kamal bahkan tak pernah berhutang janji untuk menikahinya apalagi menceraikan istri sahnya. Tidak sekalipun ada kalimat seperti itu. Selama ini, mereka hanya mengatakan rindu. Tak lebih. Lalu apa yang akan Restu dapatkan selain kecewa?

Nyata-nyata dia membohongi diri sendiri. Kebahagiaan tak akan didapat dengan menyakiti orang lain. Restu meringkuk di dalam selimut. Menyesali setiap jengkal dari kesalahannya.

***

Wanita itu begitu tergoda untuk segera mengakhiri semua. Perasaan yang dipenuhi luka, hati yang berkeping dan tak lagi utuh membuatnya terseok untuk melanjutkan hidup bersama Kamal. Piring pecah tentu tak lagi bisa utuh. Meski dengan hati-hati menyambungnya, tetap saja ada bagian retak yang tampak. Begitu juga dengan hatinya.

Beberapa hari ini suaminya memutuskan membuang akun sosial medianya. Demi membuktikan rasa bersalah serta menyesal. Laki-laki itu lebih suka menemani Sarah ketimbang biasanya. Dia selalu berlama-lama memandangi kedua mata Sarah yang masih sembab.

Kamal tahu, kesalahannya terlalu besar untuk bisa dimaafkan. Tapi sungguh, lelaki dengan sweter biru itu tak pernah siap jika harus berpisah dari wanita yang dahulu telah menyembuhkan cedera di hatinya.

“Sebaiknya mas cepat tidur. Ini sudah malam.” Sarah tergugu melihat Kamal sedang menatapnya. Lelaki itu dengan mata elangnya tampak tersenyum sambil menarik selimut.

“Ada apa, Mas? Kenapa tersenyum sendiri?” Sarah penasaran.

“Mas sedang jatuh cinta,” ucapnya sambil mengerling disusul rona merah di kedua pipi Sarah.

***

Terlalu banyak nikmat yang kita ingkari. Terlalu sedikit yang bisa kita ingat. Keburukan tidak pernah melahirkan kebaikan. Pun keduanya tak akan pernah bisa menyatu. Serupa minyak dengan air yang tak pernah saling bertaut.

Comments