Sudah Siapkah Kita Melakukan Pembelajaran Tatap Muka?

Wednesday, September 1, 2021

Sudah Siapkah Kita Melakukan Pembelajaran Tatap Muka?
PTM terbatas sudah dimulai


Rencana PTM atau Pembelajaran Tatap Muka terbatas di Jakarta sudah bukan sekadar wacana lagi. Bulan ini, beberapa sekolah mulai melakukannya. Jujur, senang, tapi sekaligus ragu juga. Apakah kita sudah siap melakukan PTM dalam waktu dekat?


Di sekolah si sulung, PTM belum dimulai. Minggu depan rencananya baru akan direalisasikan. Saya mungkin termasuk orang tua yang belum mau mengizinkan anak-anak melakukan PTM terutama dalam waktu dekat. Lho, kenapa? Emang anaknya nggak jenuh sekolah online terus? Jenuh, tapi PTM bukan pilihan terbaik buat saya untuk saat ini.


Alasannya banyak. Karena yang antar jemput belum ada. Kalau dulu, anak saya diantar jemput oleh ojek langganan. Sekarang, saya belum siap melepas anak-anak bersama ojek tersebut karena beliau belum melakukan prokes dengan baik. Dari sekolah pun biasanya diwajibkan diantar jemput oleh orang serumah yang artinya hanya ada suami saya. Maafkan, ya, Mas. Istrimu belum bisa naik motor :(


Kedua, apakah semua pihak sudah siap melakukan prokes ketat? Baik dari pihak sekolah ataupun anak-anak?


Selain tenaga pendidik dan petugas mesti divaksin penuh (melihat aturan yang diberikan bagi sekolah di DKI), anak-anak pun mestinya sudah siap selalu memakai masker dan nggak ada ceritanya ‘melorotin’ masker terutama ketika bersama teman-temannya. Begitu juga dengan gurunya. Semua pihak mesti jujur dan bertanggung jawab. Dari sini saya belum yakin semua sudah sepenuhnya siap.


Minggu lalu, anak-anak kelas lima sebagian masuk ke sekolah untuk try out. Dari sini saya melihat, dari foto-foto bersama di kelas, ada anak yang belum disiplin memakai masker. Begitu juga waktu ke TK si bungsu. Ada kelas yang nggak jaga jarak. Padahal, terutama untuk usia dini yang belum bisa vaksin, memakai masker dan jaga jarak adalah hal yang sangat penting.


Pandemi Belum Usai, Tapi Sekolah Harus Segera Dimulai

Saya paham, tidak semua anak bisa sekolah online dengan nyaman. Ya, hampir semua akan mengatakan ‘yes’. Namun, dalam kondisi tertentu, bagi saya, masuk sekolah untuk saat ini bukan jawabannya. Anak-anak saya masih bisa diarahkan saat sekolah online, mereka pun menikmati meskipun pasti nggak semenyenangkan saat ada di sekolah dan bertemu langsung dengan teman-temannya.


Bagi sebagian yang lain, sulit banget mengarahkan anak-anaknya buat belajar online. Jadi, bagi yang sudah siap, ini solusinya. Sekolah online buat usia dini kayak nggak ngaruh. Seperti nggak sekolah. Selain waktunya sangat terbatas, prosesnya agak riweh karena berisik dan sebagainya. Berbeda dengan anak yang sudah lebih besar.


Makanya saya nggak heran, kenapa TK si bungsu sudah memaksa masuk sebelum wacana PTM dimulai saat ini. Sejauh ini, semua berjalan aman. Jika ada yang sakit, mesti jujur dan tidak memaksa masuk. Meskipun itu hanya sekadar flu sedikit atau apa pun. Tetaplah di rumah. Itulah salah satu aturannya.


Saya pribadi masih ingin melihat kondisi ke depannya. Jika memang terus membaik sesuai harapan kita, kenapa nggak? Masuk sekolah adalah hak anak-anak. Mereka butuh bersosialisasi dengan guru dan teman-temannya. Meski hanya sebentar, itu sangat berpengaruh buat mereka. Parno’an emaknya dihilangkan dulu kalau memang nggak ada masalah di sekolah.


Mungkin, kita nggak akan benar-benar bisa hidup normal seperti dulu, tapi kita bisa beraktivitas seperti biasa dengan tetap memakai masker dan jaga jarak. Adaptasinya berat juga. Semoga kita bisaaa.


Enjoy Saat Sekolah Online, Kenapa Tidak?

Waktu awal-awal sekolah online, stres parah, sih. Karena anak-anak waktu itu belum siap dan gurunya pun belum seluwes saat ini. Semua sedang beradaptasi. Termasuk orang tuanya anak-anak.


Yang saya ingat dari awal-awal sekolah online, isinya tugas aja. Sedangkan anak-anak kurang paham sama pelajaran. Ya, Allah. Ini drama banget suka bikin anak nangis…kwkwk. Begitu juga teman-temannya yang lain. Ceritanya hampir sama :D


Dari sini, bisa kebayang, orang tua yang ngomel karena gurunya nagihin tugas, sedangkan anak-anaknya lelah dan jenuh plus nggak paham. Pokoknya dramatis sekali. Tapi, tahun ini, semua berbeda. Terima kasih sekali kepada wali kelas si sulung yang kreatif banget. Anak-anak sekarang harus melek semua, nggak ada yang bisa ngelamun karena bu guru bakalan nunjuk muridnya satu per satu. Kalau anak-anak jenuh, suka ngadain tebak-tebakan dan sejenisnya. Bikin mereka happy walaupun hanya bisa sekolah online.


Berasa banget, saat ini sekolahnya si sulung benar-benar bekerja keras buat beradaptasi di masa pandemi. Ekskul mulai masuk lagi. Sekolah pulangnya lebih siang. Setiap pelajaran ada penjelasan lewat zoom. Mungkin yang bikin khawatir, mata lelahnya aja karena hampir seharian menghadap layar.


Saya nggak tahu gimana ceritanya ada anak yang nggak semangat sekolah, selalu diam saat ditanya gurunya, atau enggan mengerjakan tugas. Karena setiap anak terlahir berbeda dan unik. Bisa banget memang kondisi itu terjadi. Mungkin jadi nggak mood sekolah karena jenuh sekolahnya online mulu, bisa juga malah main gadget. Namun, untuk anak-anak saya, semua itu memang nggak terjadi di saat ini. Iyap, kalau kemarin-kemarin ya kayak kurang motivasi buat sekolah sama nangis aja bawaannya :D


Yang pasti, saya nggak bisa maksa anak-anak buat belajar terus menerus. Kalau anak-anak udah kelihatan capek, jenuh, mau nangis, stop dulu, deh belajarnya. Nanti bisa dilanjutkan. Ini berlaku buat si bungsu dan sulung. 


Saya lihat, makin ke sini, si sulung makin semangat sekolah dan belajar. Kadang, buat pelaran besoknya, dia sudah pelajari malam harinya. Ini nggak pernah terjadi sebelumnya. Iya, nggak pernah…kwkwk. Dan semua terjadi tanpa saya minta. Masyaallah tabarakallah.


Sedangkan si bungsu, dia ini sangat berbeda. Beda banget pokoknya. Hatinya lebih sensitiF, yang artinya nggak bisa diomelin dikit bisa mewek. Misalnya dia kesulitan, dia kayak insecure walaupun dia nggak tahu apa itu insecure…kwkwk. 


Misalnya saat belajar mengaji, setaip ganti halaman dan masuk materi baru, dia pasti tiba-tiba down karena ngerasa kesulitan. Kalau mood dia baik, dia hanya bilang, ngajinya sampai sini aja. Maksudnya hanya beberapa baris dan nggak mau sampai selesai. Saya selalu turutin itu. Besoknya, jika dia merasa lebih percaya diri dan bisa, dia minta sampai selesai.


Pastinya setiap anak itu berbeda cara mengatasinya. Pun beda banget ceritanya. Nggak bisa disamaratakan, bahkan yang sekandung saja beda banget. Buat saya, sejauh ini, saya merasa sudah bersyukur banget dengan mereka. Enjoy saat sekolah online, walaupun sekolahnya sendirian seperti si bungsu…kwkwk. Namun, dia bisa mengikuti pelajarannya dengan baik. 


Sampai kapankah kita hidup seperti ini? Entahlah. Hanya Allah yang tahu. Tapi, setiap pandemi pasti ada ujungnya. Kita sama-sama berharap, ujung dari pandemi nggak akan jauh-jauh dari tahun ini. Supaya semua lekas kembali normal. Terutama untuk anak-anak yang sedang sekolah.


Salam,


Comments