Kesehatan Mental Ibu Rumah Tangga

Sunday, September 26, 2021

Kesehatan mental ibu rumah tangga


Pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga itu sering dianggap sepele alias dianggap 'nggak kerja'. Padahal, pekerjaan IRT itu banyak banget dan kayak nggak ada habisnya. Benar-benar sangat melelahkan. Sebagai IRT, saya merasakan betuk capek lelahnya ngerjain pekerjaan rumah sendirian. Memang, untuk saat ini saya memilih mengerjakan semuanya sendiri karena merasa lebih nyaman seperti itu, tapi bukan berarti saya nggak punya rasa capek. Kalau sudah di puncak, bisa uring-uringan juga :D


Pekerjaan rumah tangga itu sepele, sih memang. Hanya nyuci, masak, setrika, nyapu, nyepel, beres-beres, ngurusin anak-anak, eh nggak tahunya banyak juga, ya selain itu…kwkwk. Apalagi kalau kita nggak sekadar ngerjain pekerjaan rumah alias punya pekerjaan sampingan. Seperti yang saya kerjakan saat ini, menulis, menggambar, dll. Itu artinya saya punya lebih banyak pekerjaan untuk dikerjakan dalam sehari-hari. 


Kenapa masih ngerjain yang lain kalau ngerasa sudah capek? Karena saya senang punya kegiatan lain, me time dengan ngerjain hobi, atau mendapatkan penghasilan dari hobi yang saya punya. Semua itu membuat saya merasa lebih berharga dan nggak selalu tergantung sama orang lain, terutama pasangan. 


Bayangkan, saya lahir bukan dari keluarga berada. Serba kekurangan dari kecil dan nggak pernah kuliah. Kemudian, dari hobi, saya bisa menghasilkan, membahagiakan diri sendiri, dan juga orang terdekat, kenapa nggak dikerjain? Jelas ini adalah hal ajaib yang sering saya syukuri. Namun terkadang, semua itu membuat saya kelelahan dan akhirnya nggak bisa memaksakan diri untuk mengerjakan semuanya. Sudahlah, mengalah dulu dan istirahat :)


Butuh Support Pasangan

Senangnya kalau punya pasangan yang mengerti dan memahami kesulitan kita. Pagi-pagi, tanpa diminta, dia sudah mau berbagi tugas dengan menyelesaikan pekerjaan sederhana di rumah seperti menyapu atau menyiram tanaman. Meskipun itu sepele dan bisa dikerjakan istrinya kapan saja, tapi tetap saja terasa sangat membantu.


Meskipun istri jarang mengeluhkan beratnya pekerjaan rumah tangga yang tanpa jeda, bukan berarti perempuan selalu kuat-kuat saja mengerjakan semua sendirian. Ada saatnya benar-benar nggak sanggup dan pengin dibantuin. Di sinilah pengertian suami dibutuhkan.


Sayangnya, nggak semua pasangan paham dengan masalah ini. Lebih sulitnya lagi, kebanyakan perempuan juga malas selalu minta tolong karena merasa sudah pernah mengatakan hal yang sama atau sudah ngasih kode, tapi kodenya nggak nyampe…kwkwk. Ujungnya jadi salah paham, ya?


Baik suami ataupun istri, sama-sama butuh support. Mungkin Ibu Rumah Tangga lebih rentan stres karena selalu di rumah dan jarang bertemu dengan orang lain selain anak-anaknya. Mungkin istri lebih banyak pengin curhat sama pasangannya karena seharian sudah menahan lelah, tapi nggak tahu mau cerita sama siapa. Saat pasangannya ada, dia pasti pengin banget didengarkan dan dimengerti. Supaya bebannya berkurang dan lelahnya hilang. Sederhana, kan?


Saat IRT Punya Masalah, Anak-Anak Menjadi Sasaran Kemarahan

Sering dengar berita tentang kekerasan orang tua terutama ibu kepada anaknya karena punya masalah ekonomi atau punya masalah dengan suaminya? Kadang, hampir nggak percaya, kok bisa, sih tega kayak gitu? Namun, masuk akal ketika kita mengalaminya sendiri. Ternyata, jadi ibu itu butuh bahagia seutuhnya. Bahagia yang nggak setengah-setengah apalagi sambil menahan beban pikiran.


Kalau sudah stres, anak-anak sering jadi sasaran kemarahan kita. Ujung-ujungnya mereka yang nggak bersalah menjadi korban. Itulah kenapa, banyak ibu mulai menyadari pentingnya memabahagiakan diri sendiri. Karena jika kita nggak bahagia, kita pun sulit membahagiakan orang lain walaupun itu anak-anak kita sendiri.


Seorang konseling kesehatan mental klinis di Atlanta mengatakan bahwa perasaan terisolasi, terlalu banyak di rumah hingga kurangnya interaksi sosial membuat Ibu Rumah Tangga sering mengalami depresi.


Pekerjaan rumah tangga bukanlah pekerjaan mudah. Mendampingi anak-anak, mengurus segala kebutuhan anggota keluarga, dan yang lainnya membuat kita sering mengabaikan kebutuhan sendiri. Apalagi jika kita masih punya pekerjaan lain, waktu istirahat pun akhirnya berkurang dan itu membuat lelah kita semakin bertambah.


Jika sudah terlalu capek, kita sering melampiaskan emosi kepada anak-anak yang nggak tahu apa-apa. Tentu saja ini nggak baik buat kesehatan mental mereka. Kita pun tidak boleh terus menerus melakukannya. Ambil jeda dan bicarakan dengan pasangan kita.


Jangan ragu membicarakan tugas rumah tangga bersama pasangan. Berbagi tugas dengan suami bukanlah hal yang salah, kok. Nggak menunjukkan kita manja juga. Tugas rumah tangga bukan hanya kewajiban seorang istri, tapi tugas semua anggota keluarga. Misalnya, anak-anak bisa membereskan kamar mereka sendiri, juga peralatan sekolah, pakaian, dan juga selalu membereskan mainana setelah bermain.


Sedangkan suami bisa mengambil perannya sendiri. Nggak perlu dia repot-repot masak, cukup bantu pekerjaan sederhana seperti menyapu, menyiapkan meja makan mungkin, dan pekerjaan mudah lainnya. Seperti Rasulullah SAW, nggak malu dan nggak segan mengerjakan pekerjaan rumah, bahkan menjahit pakaiannya yang sobek. 


Jangan Segan Meminta Bantuan

Jika kita tidak punya ART, jangan segan meminta tolong kepada pasangan kita. Nggak masalah meminta suami membantu karena urusan rumah tangga bukanlah urusan kita sendiri. Kita punya pasangan bukan hanya sebagai status apalagi pajangan. Ingat, ya, pasangan itu bukan pajangan. Jadi, belajarlah menjadi pasangan yang baik. Karena tanpa support dari pasangan, kita nggak akan mampu melakukan semuanya sendiri atau mengerjakan semuanya dengan mental yang sehat. Sedangkan kita butuh ‘bahagia’ bukan sebaliknya saat menjadi IRT.


Memang, kendala yang sering dihadapi adalah kesulitan komunikasi alias pasangan seringnya nggak peka meskipun kita sudah minta tolong. Tinggal diulang saja, jika belum dikerjakan, bisa lebih keras lagi mungkin minta tolongnya, atau sambil teriak pun boleh kali, ya? Kwkwk.


Kebanyakan dari kita, setelah sekali meminta tolong, akhirnya menyerah dan memilih mengerjakan semuanya sendiri. Rasanya capek bolak balik minta tolong, tapi nggak didengarkan. Iya, nggak, sih? Namun, kitanya tertekan nggak, tuh? Kalau iya, mending dibicarakan lagi daripada jadi stres dan akhirnya membuat anak jadi sasaran emosi saking lelahnya kita ngerjain semuanya sendiri.


Hei, teman-teman yang merasa capek dengan pekerjaan rumah tangga yang nggak pernah ada habisnya, semoga lelah kita menjadi pemberat di akhirat nanti. Semoga kita bisa belajar lebih ikhlas, lebih rida dengan semuanya. Dan semoga, pasangan kita mengerti dan memahami lelahnya kita sehingga kita nggak pernah merasa sendirian melewati semuanya :)


Salam hangat.


Comments