Sudahkah Kamu Melakukan Self-Love?

Wednesday, November 18, 2020

Self-Love



Self-love
dan you are enough semakin banyak digaungkan. Nggak hanya buat kita yang sudah dewasa, tetapi juga buat anak-anak. Jadi, sejak dini diajarin mencintai diri sendiri itu penting banget. Masalahnya, sejak kecil saya mana tahu sama self-love? Dengar pun nggak, kan?

Jadi, bisa disimpulkan bahwa saya begitu telat melakukan self-love dalam hidup. Setelah sekian puluh tahun, dengan banyak masalah yang hampir serupa terjadi berkali-kali dan terulang, akhirnya baru ngeh ‘inti’ dari salahnya di mana. Salah satunya nggak mencintai diri sendiri. Ada yang senasib?

Mencintai diri sendiri itu begitu penting. Bahkan lebih utama ketimbang mencintai orang lain. Sebelum menolong orang lain, kita mesti menolong diri sendiri dulu. Mana bisa kita nolongin orang, sedangkan kita sendiri sedang tersangkut di ranting kering dan hampir jatuh ke jurang?

Memangnya self love itu apa, sih?


Self love bukan berarti bertindak egois dan mementingkan diri sendiri. Bukan juga yang penting aku bahagia dan orang lain bukan urusan kita. Tapi, lebih ke mencintai diri sendiri dan menerima diri kita yang apa adanya tanpa perlu membandingkan diri dengan orang lain.

Sifat gampang sungkan dan nggak bisa nolak itu agak lumayan berat juga dikendalikan. Dan ternyata, membuktikan bahwa kita belum bisa mencintai diri sendiri. Ketika kita berusaha melakukan self-love, otomatas kita nggak boleh memelihara perasaan semacam ini. Lagian buat apa kita melakukan sesuatu yang nggak kita suka demi menyenangkan orang lain? Ujungnya jadi nggak nyaman, kan?

Kalau nolak bukannya sama dengan egois? Nggak sama dong. Karena kita juga boleh berpendapat dan mengutarakan apa yang kita mau, tentunya dengan cara yang baik.

Kita perlu membuat batasan dan nggak harus juga menyenangkan semua orang. Karena, sekuat apa pun kita berusaha buat jadi baik, ada aja yang menganggapnya berbeda. Jadi, bikin batasan dan beranilah mengatakan 'TIDAK' pada hal yang tidak kamu suka atau tidak bisa kamu lakukan. Awalnya pasti canggung dan nggak nyaman banget, tapi setelahnya kamu akan merasa lega.

Menghargai Diri Sendiri dengan Tidak Selalu Menuruti Keinginan Orang Lain


Maksudnya gimana, nih? Setelah menikah dan menetap di Jakarta, hidup saya berubah drastis. Berkumpul dengan orang-orang baru dan berbeda, membuat saya harus beradaptasi lekas. Kebiasaan yang paling terasa perubahannya adalah soal tepat waktu.

Kalau dulu, saya janjian sama teman bisa aja molor datangnya, karena mereka juga molor dan nggak pernah tepat waktu. Atau bahkan pernah kejadian janjian sama teman, dia mau balikin buku pelajaran yang akan saya pakai esok hari, ternyata sampai malam dia belum datang. Akhirnya, hujan lebat saya pergi ke rumahnya dengan sepeda ontel bersama Bapak demi mengambil buku itu. Kenapa maksa-maksa harus ambil bukunya? Karena besoknya mau ujian :(

Tapi, sejak tinggal di Jakarta, sebisa mungkin janjian sama orang, datangnya harus lebih awal. Karena lingkungan juga yang bikin saya seperti ini. Jarang banget ada yang nggak tepat waktu atau ditinggal aja kalau telat. Akhirnya, kita bisa lebih menghargai orang lain dan tentu saja diri sendiri. Self-love itu mestinya kayak gini, lho.

Kalau sudah janjian sama orang di jam yang telah disepakati bersama, ternyata dia telat atau malah nggak jadi tanpa menghubungi atau memberi tahu sebelumnya, nggak ada salahnya menolak dan mengatakan ‘TIDAK’.

‘Tapi, nggak enak, sungkan, ah.’

Nah, perasaan kayak gini bikin kamu nggak bisa mencintai diri sendiri. Bayangkan, saya pernah janjian sama orang, beberapa kali dia menanyakan kapan bisa menghubungi saya, ketika telah disepakati waktunya, saya pun menunggu. Waktu itu benar-benar ngantuk dan capek, tetapi nggak berani tidur, khawatir saya terlambat menjawab telepon.

Saya sampai tidak melakukan kegiatan apa pun demi menerima telepon itu. Setelah ditunggu sekian jam, akhirnya saya memutuskan untuk menghubungi lebih dulu, kelamaan nunggu dan mau beraktivitas. Ternyata, dia bilang nggak jadi. Sedang ada urusan *gubrak.

Tanpa pemberiatahuan sebelumnya? Tanpa japri sebentar aja buat bilang batal? Dan setelahnya, saya banyak menolak kecuali saya benar-benar mau dan punya waktu. Saya nggak lagi sungkan mengatakan ‘TIDAK’ dengan orang yang nggak bisa menghargai orang lain. Apa pun alasannya.

Dulu, saya nggak akan menolak atau lebih tepatnya nggak bisa menolak. Pernah saya menunggu sampai larut, janjian sama orang buat isi kelas. Ternyata setelah dihubungi, saya diminta menunggu. Ternyata, setelahnya dia nggak ngasih kabar lagi kalau admin grupnya nggak bisa dihubungi. Setelah menyiapkan materi beberapa hari sebelumnya dan menunggu sampai berjam-jam, akhirnya malam itu saya batal ngisi kelas dan diganti hari berikutnya.

Jika bisa, saya menolak. Tapi, demi menghargai orang lain dan mengesampingkan perasaan sendiri, saya tetap mengisi kelas. Dan rasanya itu keterlaluan juga. Nggak salah juga kalau misal saya menolak. Bukan masalah juga jika saya tetap mengisi kelas di hari lainnya. Tapi, tentunya saya nggak boleh melakukannya dengan terpaksa atau perasaan karena sungkan. Saya menerima karena saya mau dan senang melakukannya. Saya ulangi, bukan karena sungkan

Hargai Perasaanmu


Apakah kita mesti bilang selalu baik-baik saja dalam kondisi yang nggak baik-baik saja? Kadang, hidup membuat kita mesti meneteskan air mata, sedih, kesel, sampai nyesek. Dan perasaan atau emosi kamu itu nggak salah, kok. Nggak masalah kita mengatakan belum baik-baik saja.

Semua itu kita lakukan demi memahami diri sendiri. Setiap emosi itu penting, dan nggak ada yang salah dengan itu.

Kalau boleh jujur, ada bagian dari diri sendiri yang paling saya benci dan nggak suka. Kadang sampai mikir, kenapa Saya bisa kayak gini? Sesulit itu saya berusaha mengubah, tapi ternyata nggak mudah. Emosi yang disimpan sejak kecil, bagian-bagian buruk yang disimpan dalam memori tanpa dikehendaki, dan tentu saja seharusnya saya nggak menerima itu, apalagi menyimpan dan mengingatnya sampai sedewasa ini.

Tapi, kenapa harus terus menerus menolak dan menyesali keadaan apalagi sampai menyalahkan diri sendiri? Karena itu nggak mengubah keadaan, malah justru semakin menyulitkan saya. Daripada saya hanya fokus pada kekurangan itu, lebih baik saya fokus dengan hal positif lainnya.

Highly Sensitive Person


Salah satu hal negatif yang sering mengganggu salah satunya selalu berpikir berlebihan terhadap suatu hal dan baperan. Orang-orang mengatakan ini jelek dan buruk sekali. Tapi, siapa mau punya pikiran kayak gini?

Kalau kamu termasuk salah satu orang yang sensitif dan gampang baper, bisa jadi kamu termasuk orang yang masuk kategori highly sensitive person atau HSP. Orang HSP ini punya sensitifitas yang sangat tinggi. Saking sensitifnya, orang dengan HSP disebut lebay dan baperan.

Ketika orang-orang yang membenci kamu dan mengatakan kamu lebay dan baperan, Satu Persen bilang kalau kondisi kayak gini termasuk normal, kok. 15-20% orang di dunia tergolong HSP. Jika kamu salah satunya, kamu nggak seburuk yang kamu pikirkan apalagi seperti yang orang lain pikirkan. Kenapa? Karena, sebenarnya kita nggak sendirian.

Apakah orang yang tergolong HSP ini selalu buruk? Sepertinya nggak juga. Karena, ada sisi positifnya juga, termasuk dia begitu peka dengan kehidupannya sendiri, dengan detail kecil yang mungkin nggak dilihat oleh orang lain, sehingga dia paham jika ada perubahan.

Dan lagi, orang yang tergolong HSP ini lebih punya empati dan lebih peduli dengan orang lain. Saking pedulinya, sampai lupa sama perasaannya sendiri *jangan, dong, ya.

Tapi, setiap yang berlebihan itu nggak baik. Termasuk soal HSP ini. Misalnya, kita kepikiran berlebihan saat teman nyetatus apa, atau kita jadi terus menerus mengikuti keinginan orang lain demi menyenangkan dia. Ini termasuk berlebihan.

Kita nggak mungkin memedulikan begitu banyak hal. Termasuk omongan orang tentang diri kita. Misalnya, orang bilang kita gemukan atau terlalu kurus, kita sebenarnya bisa memilih mau bereaksi seperti apa. Peduli atau nggak peduli?

Kalau semua omongan orang atau sikap mereka pada kita selalu kita pikirkan serius, ujungnya kita capek dong. Kita jadi nggak bisa fokus. You care too much.

Jadi, kita mesti tahu apa yang penting dalam hidup kita. Nggak semua hal kita pedulikan. Nggak semua hal kita sambut. Dan lagi, HSP ini mesti dianggap sebagai kelebihan. Nggak selalu seperti kata orang, ‘Dia baperan! Lebay!’. Mending dengerin apa kata Psikolog yang mengatakan bahwa salah satu tips mengendalikan pikiran buat orang HSP adalah dengan menganggap HSP ini sebagai kelebihan. Jadi, kita nggak fokus sama jeleknya terus.

Ternyata Semua Itu Nggak Mudah


Meskipun banyak tips dan cara bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama untuk mengendalikan kebaperan kita sebagai orang HSP, tapi ternyata itu nggak mudah dipraktikkan. Ketika saya mengatakan tidak dan nggak nyaman dengan cara orang melakukan ini itu yang melibatkan diri saya, setelahnya saya berpikir banyak hal, apakah akan begini dan begitu? Apakah ini buruk buat saya? Sampai susah tidur. Padahal, saya hanya mengutarakan pendapat saya dan apa yang saya rasakan. Tapi, setelahnya saya malah memikirkan hal-hal yang tidak perlu.

Apakah sesulit itu? Ya. Tapi, bukannya mustahil. Jadi orang HSP ini berat. Apa-apa selalu dipikir berlebihan dengan tingkat kecemasan yang begitu tinggi. Belum lagi kalau kita punya teman-teman yang suka banget manasin kompor, tapi setelah itu buru-buru cuci tangan seolah nggak pernah ikut campur :D

Tapi, sisi positifnya, kita lebih peka sama orang lain. Ada teman kesulitan, kita nggak akan mikir dua kali untuk membantu. Karena seolah paham bagaimana rasanya berada di posisi itu.

Sudahkah Kamu Melakukan Self-Love?


Kayaknya, belum sepenuhnya. Kalau masih nggak bisa nolak demi menyenangkan orang lain, masih suka membandingkan diri dengan yang lain, atau masih nggak bisa menerima diri kita yang seutuhnya, mungkin kamu juga belum sepenuhnya mencintai diri sendiri.

Nggak masalah, karena setiap orang punya waktu berbeda dan pencapaian berbeda dalam hidupnya. Minimal kita mau belajar dan berusaha, menerima kekurangan kita dan tidak selalu menganggap diri paling buruk. Tetap semangat mencintai diri sendiri, ya. Tentunya tanpa mengabaikan orang-orang di sekitarmu.

Salam hangat,

 

Comments

  1. Serius, senyum geli baca tentang "gemukan dan kurusan" kkwkwkwk..
    Saya bahagia dengan berat 41 sekarang, pengen naik dikit ke 45 demi siapa cobak? Demi kamuuu *eehhhh ^^
    Bahagia dengan diri sendiri itu perlu agar kita bisa membahagiakan orang lain. *eeaaa
    Kutunggu di Cappadocia ya, naik balon gas bareng2. Aamiin..

    ReplyDelete