Nggak Harus Kayak yang Lain, You Are Enough!

Wednesday, November 18, 2020

You Are Enough



Apakah dalam hal pencapaian kita mesti sama dengan yang lain? Apakah kita harus sehebat si A, barulah kita mau mengapresiasi usaha sendiri?

Saat melihat orang sekeren dan sejago itu, pikiran kita pasti bilang gini, ‘Aku mesti kayak dia. Nggak mau tahu, pokoknya kalau belum sehebat dia, aku belum jadi apa-apa.’

Padahal, nggak masalah sebenarnya kalau kita nggak sepandai yang lain atau nggak sehebat idola kita. Karena ini bukan soal hasilnya, tetapi ‘proses’. Kita mestinya merasa cukup dengan apa yang kita punya dan berhentilah membandingkan diri dengan orang lain. Bukan berarti kita diminta berhenti ikhtiar, tapi lebih ke mensyukuri apa yang sudah kita capai selama ini.

Iya, cintai diri kamu dengan tidak banyak membandingkan diri dengan yang lain. Kalau kamu cinta sama seseorang, pasti nggak bakalan mau nyakitin apalagi sampai ngerendahin. Nggak bakalan membandingkan, karena tahu itu nggak nyaman.

Dan, itulah yang mesti kita lakukan pada diri kita sendiri. Sebelum menghargai dan mencintai orang lain, cintailah diri kita terlebih dahulu. Ngerasa aneh? Mungkin karena sejak kecil kita terbiasa mengenal lagu, ‘Satu-satu, aku sayang Ibu. Dua-dua, juga sayang Ayah. Tiga-tiga, sayang Adik Kakak…’ yang mestinya sejak dulu kita diajarkan untuk mengatakan, ‘Satu-satu, aku sayang aku’ kwkwk. Aneh bin ajaib, sih emang :D

Namun, memang ada benarnya juga, kan? Kita nggak pernah dikenalkan bagaimana mencintai diri sendiri. Akhirnya kita sering mengorbankan pendapat bahkan keinginan kita supaya bisa diterima oleh orang lain. Setelah baca buku 'Self Love' yang salah satu penulisnya merupakan mentor saya, saya jadi banyak tahu bagaimana memperlakukan diri sendiri. Begini, lho harusnya. Nggak perlu merasa nggak nyaman menolak atau bilang nggak kalau nyatanya kita memang nggak mau.

Terlalu Sering Melihat Kehebatan Orang Lain Kadang Membuat Kita Insecure


Saking terlalu fokusnya sama pencapaian orang lain, kita jadi lupa untuk menghargai diri sendiri. Hei, cukup. Bersyukurlah atas pencapaianmu dan belajarlah bahwa mereka hebat karena rajin berlatih. Kita nggak boleh hanya fokus sama hasilnya, sampai-sampai melupakan proses dan usahanya.

Kamu juga sedang berproses, kok. Kalau hasilnya belum sebaik si A atau si B, itu bukan masalah besar yang mesti kita pikirkan secara berlebihan. Akhirnya jadi nggak menikmati. Akhirnya jadi rendah diri dan insecure lagi. Sampai hampir putus asa karena gagal memuji diri sendiri yang sudah bekerja keras.

Kita nggak harus terus menerus mengejar apa yang belum kita punya. Kalau semua mesti kita kejar, kapan bisa menikmati dan mensyukurinya? Rasanya begitu berat kalau harus begini terus menerus, kan?

Apakah ini berarti kita jadi gampang merasa puas dengan pencapaian yang sudah ada? Tentu saja tidak. Ini lebih ke menghargai diri kita atas kerja keras dan usaha. Kemudian bersyukur dengan hasilnya dan bersabar menikmati prosesnya. Karena, mau sampai kapan pun, kita akan terus belajar. Jika tidak, sepeda yang kita kayuh akan berhenti di tengah jalan. So, pastikan kita tetap mengayuhnya.

Kita Nggak Harus Jadi yang Orang Lain Inginkan


Dengan alasan supaya disukai semua orang, biar banyak yang sayang dan mau menjadi teman, kita berusaha menuruti apa kata orang. Biar nggak ditinggalkan. Mengorbankan pendapat dan kepentingan pribadi. Padahal, orang lain bisa bebas datang dan pergi begitu saja tanpa bisa kita pastikan mau sampai kapan tetap tinggal?

Mustahil kita bisa menyenangkan semua orang. Biarkan saja mereka pergi dan berlalu, tak perlu memaksakan orang tetap tinggal kalau memang sudah nggak sejalan. Pada akhirnya, kita akan berteman dan dekat dengan orang-orang yang memang memahami dan mengerti seperti apa kita sebenarnya.

Dan lagi, kita nggak perlu berpura-pura jadi orang lain supaya orang nggak membenci. Bukannya yang jahat ataupun baik tetap saja ada yang mencibir? Capek dong ya kalau nurutin apa kata orang terus? Lalu, kapan kamu mendengarkan isi hati kamu sendiri? Kapan kamu mau mengutarakan pendapatmu dan memilih jalan yang sesuai dengan kata hatimu?

Belajarlah Merasa Cukup dengan Apa yang Kamu Miliki


Iya, maksudnya belajarlah bersyukur dengan apa yang telah kamu miliki. Dengan pencapaianmu yang mungkin belum sehebat yang lain, tapi kamu paham betul bahwa ikhtiarmu sudah semaksimal itu.

Jujur saja ini sulit sekali. Karena setiap orang pasti lebih senang melihat ke atas, baik sadar ataupun tidak, karena merasa termotivasi atau malah justru jadi insecure melihat keberhasilan orang lain. Seperti saya sebutkan di awal, kita mesti belajar bersyukur atas pencapaian yang telah diperoleh selama ini. Nggak harus sama dengan yang lain. Sebab jalan masing-masing kita itu berbeda. Nggak pernah sama.

"Ya, ampun! Tapi, ini susah, kan? Saya juga mau seperti Tere Liye, punya banyak novel best seller!"

Tere Liye, dalam sebuah seminar kepenulisan mengatakan, kira-kira begini intinya,

'Nggak ada rumus untuk membuat buku yang bagus atau best seller. Kalimat indah itu bisa ditulis sebab perjalanan panjang, proses yang nggak sebentar, dan jelas bukan datang tiba-tiba.'

Jadi, semua nggak datang tiba-tiba. Jadi, nggak usah buru-buru mengejarnya. Tetap konsisten, tetap disiplin, dan teruslah berusaha. Jangan lupa, tetap dinikmati prosesnya. Soal hasil, kita serahkan pada Allah. Usaha yang baik, insya Allah akan mendatangkan hasil yang baik juga.

Salam hangat,

 

Comments

  1. Bener beb, kadang sedih kadang bersyukur kadang insecure... Semoga kedepannya lebih baik... Kalo lihat lebih dekat Alhamdulillah nikmat Tuhan tak terhitung, anak sehat, suami sukses, kita masih bisa belanja, belajar, berkarya yang mungkin prosesnya gak keliatan sama orang lain tapi sebenarnya yaudah sih semuanya punya zona perjuangannya masing-masing

    ReplyDelete