Photo by Annie Spratt on Unsplash |
Beberapa waktu lalu, di sekolah si Kakak sempat ada kasus pencurian uang saku. Beberapa hari belum ketemu juga setelah sempat digeledah. Anak ini mengambil uang sejumlah 2 ribuan, 10 ribuan, hingga 20 ribuan.
Hal yang membuat saya agak kaget karena jumlah uang saku anak-anak sekarang gede-gede juga, ya? hihi. Maklum si Kakak hampir nggak pernah jajan di sekolah karena selalu bawa bekal dari rumah. Dia hanya saya bawakan uang sekitar 5 sampai 7 ribuan yang disimpan di tasnya dan bisa dipakai jika butuh sewaktu-waktu.
Uang dengan jumlah tersebut tidak diberikan setiap hari karena sampai berbulan-bulan pun masih utuh. Paling dipakai hanya 3 ribu untuk membeli air putih karena minumnya dia habis. Hemat amat, ya anak saya? :D
Aturan dari sekolah pernah menyebutkan bahwa uang saku anak-anak nggak boleh lebih dari 10 ribu, tapi nyatanya banyak anak membawa uang saku lebih dari itu. Jajanan di kantin sekolah memang agak sultan, ya…kwkwk. Soalnya harganya lumayan gitu. Hal ini juga sempat dikeluhkan oleh wali murid yang lain.
Karena kejadian itu, saya sampai bertanya pada si Kakak, memangnya kamu nggak pengin seperti teman-temanmu yang lain? Bisa jajan indomie seminggu sekali di sekolah atau jajan kebab dan burger? Dia jawab, biasa aja.
Selama ini, saya membawakan dia susu UHT, roti isi selai cokelat kesukaannya, dan biskuit. Kadang, diselang seling dengan kue buatan emaknya seperti kue cubit. Dia dan adiknya nggak pernah bosan dan nggak pernah mengeluh. Ketika tahu teman-temannya punya uang saku dengan nominal yang menurut saya lumayan besar, agak kaget juga kenapa anak saya nggak pernah minta?
Saya bersyukur anak-anak nggak banyak maunya. Pun dengan menu berat untuk makan siang. Kalau dipikir, menu-menu mereka simpel-simpel banget. Nasi goreng, nasi putih dengan brokoli krispi, omelet bayam keju, ayam goreng, perkedel kentang, dan sejenisnya. Menunya akan berputar itu-itu saja, sih…kwkwk. Dan mereka kayak mau bilang, I’ts okay, Bunda. Nggak apa-apa yang penting dibawain makan…kwkwk. Nggak ada ngeluhnya kecuali dia nggak suka menunya seperti si Kakak yang kurang suka dengan ayam goreng, sedangkan adiknya lebih ke pasrah dengan semua menu :D
Semalam saya ngobrol dengan suami dan sempat bilang, Bunda nggak tahu kenapa anak-anak bisa sampai sebegitu manutnya. Kalau ditanya gimana ngajarinnya, saya juga nggak tahu mau jawab apa karena semua terjadi seperti tanpa sengaja. Ya Allah, gini amat, ya? :D
Suami saya bilang, semua bisa dibiasakan. Yes, betul. Tapi, bagi sebagian orang tua nggak mudah juga menerapkan hal semacam ini.
Balik lagi dengan jumlah uang saku, sebenarnya bagaimana sih cara menentukan uang saku anak SD?
Photo by Annie Spratt on Unsplash |
Memberi Pemahaman Pada Anak Tentang Konsep Uang
Saya selalu mengajarkan pada anak-anak bahwa memperoleh uang itu nggak bisa dengan berdiam diri. Orang tua mendapatkan uang dari bekerja. Anak-anak melihat saya yang meski di rumah, tapi tetap bekerja dan berpenghasilan. Seperti itulah contohnya.
Karena untuk mendapatkan uang itu butuh usaha, kita nggak bisa seenaknya juga menghabiskan uang. Harus sesuai kebutuhan, tapi sesekali boleh menyenangkan diri sendiri dan orang lain dengan membeli hal-hal yang disenangi.
Jangan lupa, harus menabung dan juga berbagi dengan orang lain. Konsep dasar seperti ini mesti ditanamkan supaya anak-anak tidak berpikir bahwa uang bisa keluar dengan sendirinya dari mesin ATM…hihi.
Memberikan Uang Jajan Sesuai Kebutuhan
Waktu TK, anak-anak tidak diperbolehkan bawa uang saku. Jika ada yang bawa, maka harus dititipkan pada Bu Guru. Kantinnya juga nggak ada, jadi mesti ke kantin SD. Jadi, sepanjang anak-anak TK selaman 2 tahun, saya tidak pernah membawakan mereka uang saku.
Di SD, jam istirahat ada dua kali. Jam 10an pagi jamnya jajan atau makan snack. Sedangkan jam 12 siang jamnya makan siang. Anak-anak sebagian besar akan membawa 2 bekal berupa snack dan makan siang, tapi ada juga yang hanya membawa makan berat saja.
Bagi si Kakak, tentunya dia nggak butuh banyak uang jajan harian karena setiap hari pasti akan saya bawakan bekal dan bagi dia itu sudah lebih dari cukup. Sehingga uang saku 5 sampai 7 ribu itu hampir selalu ada di tasnya sampai sekarang. Seingat saya, baru 2 kali kakak pakai untuk membeli air mineral di kantin dan baru sekali saya tambahkan selama tahun ajaran baru ini.
Saking jarangnya jajan, dulu sampai saya paksa untuk mencoba jajan di kantin. Dia memang kurang suka, karena antre dan sedikit merepotkan. Sedangkan bagi dia jajanannya mungkin nggak terlalu sesuai sama selera. Jadi, nggak worth it banget, gitu…kwkwk.
Sedangkan bagi anak yang mesti jajan di kantin, bisa dicek juga harga jajanan di kantin berapa saja. Misalnya burger 6 ribu, ditambah jajan lain yang lebih murah sudah mengenyangkan apalagi ini bukan jamnya makan berat. Jadi, jajannya sesuai kebutuhan, bukan keinginan. Jumlah 10 ribu rasanya sudah lumayan besar dan sangat cukup bahkan ada teman Kakak yang bisa menabung dari sisa uang saku 10 ribu tersebut.
Perhatikan juga, apakah anak-anak butuh uang lebih untuk naik angkot ketika pulang dan sebagainya. Tentu saja jumlahnya akan berbeda karena setiap anak punya kebutuhan berbeda.
Jika ada yang bawa lebih dari cukup, benar ini memang sesuai kebiasaan saja. Karena ada anak yang seneng banget jajan dan nggak cukup hanya sedikit. Hanya saja ketika ada perbedaan jumlah uang saku cukup mencolok begini, khawatirnya menimbulkan kesenjangan sosial…kwkwk. Seperti uang saku kita sama Sisca Kohl yang bedanya seperti langit dan bumi :D
Kasus pencurian uang di sekolah bisa terjadi juga karena alasan seperti ini. Makanya, sekolah memberikan aturan supaya semua bisa merasa nyaman dan aman.
Bikin Kesepakatan dengan Anak
Saya dan anak-anak selalu berkomunikasi tentang apa pun, termasuk ketika akan memberikan uang saku. Mereka setuju lebih senang bawa bekal dari rumah, juga bawa uang secukupnya yang nantinya bisa dipakai sesuai kebutuhan.
Apa anak-anak nggak menabung? Mereka menabung di celengan dan di bank. Ketika mendapatkan uang dari kami atau dari orang lain, mereka hampir selalu menabungnya di celengan. Ketika sudah penuh, celengan dipecahkan dan uangnya disimpan di bank.
Tahun ini, Kakak pengin bisa kurban dari uang tabungannya sendiri. Waktu denger itu lumayan kaget juga. Dia bisa pakai uang tabungannya karena jumlahnya sudah lumayan besar, tapi keinginan kurban nggak muncul dari semua anak seusia dia.
Karena anak-anak begitu hati-hati saat menggunakan uang, nggak sembarang minta ini itu, saya dan suami juga harus mengapresiasi untuk lebih sering ngasih reward buat mereka. Tapi, Masya Allah, permintaan mereka nggak pernah berlebihan. Hanya pengin komik, beli mainan nggak lebih dari 50 ribu setelah berprestasi, makan es krim, dan itu-itu saja.
Inilah yang saya terapkan di rumah. Mungkin sedikit berbeda dengan teman-teman lainnya. Nggak apa-apa beda, setiap orang tua pasti tahu yang terbaik bagi anaknya.
Jadi, berapa jumlah uang saku yang teman-teman berikan pada anak-anak di rumah?
Salam hangat,
Comments