Serangan Stroke Hingga Tak Sadarkan Diri

Saturday, December 25, 2021

Serangan Stroke Hingga Tak Sadarkan Diri
Photo by Olga Kononenko on Unsplash


Jam dua dini hari saya baru sampai di Jakarta setelah menempuh perjalanan belasan jam dari Malang. Setelah dua tahun tidak bisa mudik karena pandemi, akhirnya saya bisa pulang, tapi dalam kondisi yang tidak diharapkan.


Kamis minggu lalu, tiba-tiba saya dapat telepon dari kakak di kampung. Katanya Ibu tiba-tiba tidak sadarkan diri. Tanpa jatuh sebelumnya. Benar-benar tertidur pulas dari malamnya hingga keesokan harinya tidak bisa dibangunkan.


Jangan tanya bagaimana rasanya, tiba-tiba mual-mual dan tak bisa berhenti menangis. Kejadian yang nggak pernah disangka. Dengan kondisi Ibu yang sebenarnya bisa dibilang stabil dengan riwayat hipertensi. Rasanya seperti mimpi. Belum lagi kondisi saya yang tinggal berjauhan. Rasanya panik bukan main.


Keesokan harinya, saya bergegas menuju Malang demi melihat kondisi Ibu yang hingga hari kedua belum juga bangun. Ibu masih tertidur pulas, tapi seluruh tubuhnya bisa bergerak spontan dengan normal semisal menggaruk, menarik selimut, dan tidur miring. Namun, kondisinya tertidur. Benar-benar tidur pulas :(


Waktu pertama menginjakkan kaki di rumah sakit, hampir seharian saya selalu menangis. Ingat segala macam. Ingat kalau kemarin telat banget kirim-kirim buku terbit, padahal Ibu mungkin sudah lama pengin lihat. Ingat kalau selama dua tahun tidak bisa pulang, padahal Ibu jauh lebih kangen dan pasti menanti kami pulang. Ingat segala macam yang mungkin belum tertunaikan dengan baik sebagai seorang anak.


Semua Ada Waktunya

Sebelumnya, saya sempat menulis dan menyelesaikan sebuah buku berjudul ‘Semua Ada Waktunya’. Selang beberapa hari, saya dapat kabar kalau Ibu tiba-tiba jatuh sakit. Apa yang saya alami seperti berkisah tentang buku yang sudah saya tulis. Tentang kesabaran, menerima semua takdir Allah tanpa terkecuali, berbaik sangka pada Allah, juga adanya keajaiban.


Setelah cukup tenang, saya berusaha menerima semua yang sudah terjadi. Meyakini bahwa semua takdir Allah itu baik. Sebab, tidak ada kejelekan yang bisa disandarkan kepada Allah. Maka, apa pun yang terjadi dan telah ditetapkan, pasti itu yang terbaik dan terdapat banyak sekali hikmah di dalamnya.


Menerima keadaan buruk dan sulit dengan sabar adalah sebuah cara untuk berdamai dengan masalah dan ujian. Masalah itu akan selalu muncul, sebab kita masih hidup. Karena masih hidup, maka Allah akan menguji kita.


Mau diterima ataupun ditolak, masalah akan selalu datang sesuai kehendak-Nya. Nggak ada cara terbaik menghadapi semuanya selain dengan menerimanya. Diterima dulu dengan lapang, kemudian berdoa (salat).


Musibah ini ada sebab-sebabnya. Ada asal mulanya kenapa sampai terjadi hal yang tidak kami inginkan. Sejak dulu, Ibu memang punya riwayat hipertensi. Namun, karena takut berobat ke dokter yang lebih mengerti dan paham, akhirnya Ibu hanya berobat seadanya saja. Dikasih resep Captopril, minumnya juga hanya pas sakit. Padahal, kami kenal banyak dokter yang lebih ahli, tapi ya nggak mudah meminta orang tua untuk berobat apalagi minum obat terus menerus. Dan ini merupakan salah satu alasan kenapa Ibu mengalami stroke.


Bagi teman-teman yang memiliki orang tua dengan riwayat hipertensi, usahakan cek lab dan minum obat hipertensi sesuai resep dokter dengan teratur. Jangan sekali-kali menghentikannya meskipun kondisi sudah stabil.


Ceritanya, Ibu suka sekali minum jus, bahkan jauh-jauh sebelum saya suka minum jus buah. Tensi Ibu termasuk stabil dan tidak pernah tinggi. Namun, beberapa bulan terakhir, Ibu berhenti minum jus karena merasa tubuhnya lebih kurus.


Ibu juga tidak menggantinya dengan minum obat. Qadarallah, akhirnya terjadi hal yang benar-benar kami takutkan. Stroke dengan adanya sumbatan saraf. Kondisinya diperburuk karena psikisnya sedang tidak baik.


So, kalau punya orang tua, banyak-banyak diajakin ngobrol, ya? Makin sepuh, makin mudah mikir. Makin sensitif juga. Kalau kita bisa membuat mereka happy, insya Allah kondisi kesehatan pun akan jauh lebih baik.


Hilang Ingatan

Setelah beberapa hari dirawat di Rumah Sakit Wafa Husada Kepanjen, akhirnya Ibu mulai sadar. Mau membuka mata meski sebentar. Namun, Ibu kehilangan ingatannya. Ibu nggak ingat kepada saya ataupun yang lain. Rasanya nyesek banget. Bayangin aja, ketika saya ada di depan Ibu, Ibu nggak tahu siapa saya. Bahkan sempat nggak percaya, kok bisa ada di sini?


Namun, kondisinya makin baik dari hari ke hari. Hingga akhirnya Ibu bisa mengingat hampir semua orang, meskipun ada hal-hal yang belum sepenuhnya diingat. Jadi, ingatannya belum kembali sempurna.


Ketika teman-teman punya orang tua dengan kondisi serupa, hal yang paling penting dilakukan adalah menemani dan ngajakin ngobrol. Jangan malas menyahut ketika orang tua mengatakan sesuatu meskipun itu nggak nyambung atau ngambang gitu seperti ngelantur. Saya selalu menjawab apa yang Ibu tanyakan meskipun itu terdengar aneh. Jangan pernah membuat mereka merasa sendiri.


Semisal, suami kamu sudah dapat seribu harinya, ya? Saya tertawa dan menjawab, mungkin suami orang yang sudah dapat seribu harinya. Suami saya masih hidup, kan, Bu? Ibu ikut tertawa.


Hindari menanyakan hal-hal yang sensitif, semisal kenapa bisa seperti ini? Apa yang dipikirkan? Apalagi sampai menyalahkan orang tua dan menganggap mereka manja. Percayalah, memotivasi mereka jauh lebih baik. Semisal, ayo, Bu sehat. Ibu pasti bisa. Ibu sudah bisa makan, pintar. Bentar lagi pulih, dll.


Istirahat yang Cukup

Saat dirawat di Rumah Sakit, Ibu masuk di ruang khusus Stroke. Ruangan khusus seperti ini tidak bisa dikunjungi sembarang orang karena orang-orang di dalamnya memang sedang mengalami sakit yang berbeda alias butuh tenang. Nggak bisa dikunjungi sering-sering apalagi oleh banyak orang sekaligus. Kondisi mereka bisa drop.


Pasien lain di sebelah Ibu juga nggak pernah dapat kunjungan. Yang jagain juga hanya orang-orang itu saja. Namun, ada hal-hal yang benar-benar MENYEBALKAN buat saya waktu itu. Ketika kami mengalami musibah, tapi ada orang-orang yang nggak punya attitude memaki-maki di depan saya. Benar-benar di depan mata saya sendiri.


Saya dan kakak saya mesti genose dulu supaya bisa bergantian menjaga di dalam. Itu pun nggak bisa seenaknya ganti. Minimal mesti di dalam selama 3 jam, baru boleh ganti orang lain. Suster-surter juga sudah hapal sekali kepada penunggu pasien karena selama 24 jam mereka ada di ruangan.


Waktu Ibu belum sadar, keluarga Bapak dan Ibu datang bergantian. Saya bersyukur, semua peduli dan mau mendoakan. Namun, ada hal-hal yang kurang berkenan buat saya pribadi. Salah satunya ketika mereka tidak mau mengerti dan memaksa masuk untuk melihat kondisi Ibu.


Orang-orang mengira kami melarang karena kondisi pandemi. Membandingkan kondisi Ibu dengan pasien lain yang tidak mengalami stroke sehingga boleh dikunjungi di jam-jam besuk. Padahal, peraturan itu ada dari rumah sakit. Tiap ada yang nyelonong masuk, pasti saya dan kakak saya yang diomelin suster. Kemudian ruangan dikunci. Herman banget memang sama orang-orang yang super ngeyel begini, ya, Allah :(


Kejadian paling buruk waktu saya mesti menjelaskan kepada orang-orang yang nggak mau mendengar bahkan sebelum kami bicara. Ada yang nyahut di depan mata saya,


“Kenapa nggak boleh masuk? Bilang kami dari keluarga Kapolres!”

“Udah cepat pulang kalau nggak bisa masuk! Ngapain lama-lama di sini nanti malah nularin penyakit!”


Kira-kira gimana rasanya kalau ada di posisi ini? Males dan capek hati ngeladenin, tapi, kok omongannya nggak ada akhlak? Keluarga kapolres? Emang kalau keluarga kapolres bisa seenaknya? Apalagi kalau hanya ngaku-ngaku keluarga kapolres? Kwkwk. Duh, miris banget kalau pulang kampung. Lingkungannya toxic banget :(


Kadang, nggak harus pintar, kok buat mengerti orang lain. Cukup merasa jadi manusia aja. Saya dan keluarga sedang bekerja keras mengobati Ibu. Kondisinya belum stabil waktu itu bahkan sempat demam setelah dijenguk orang-orang.


Doa-doa bisa dikirimkan, tidak perlu sampai memperburuk keadaan. Kami sudah capek, masih capek hati pula menghadapi orang-ornag yang ngeyelnya minta ampun. Yuk, belajar lagi menghargai orang lain :)


Ada lagi yang lebih parah, waktu kami memohon dengan segala kerendahan hati supaya jangan memaksa menjenguk dulu.


“Si A nggak dijenguk juga mati. Malah mati duluan.”


Terima kasih banyak untuk komentarnya yang sangat tidak berempati kepada keluarga kami. Kami tidak butuh dijenguk dengan caci maki apalagi sampai mengungkit kematian. Manusia itu tugasnya berusaha. Allah yang menentukan. Soal umur, itu urusan Allah. Kenapa kita mesti merasa paling tahu segalanya? Dokter bukan. Dukun kali, ya? kwkwk.


Berasa banget pulang kampung itu nggak sehat buat mental. Astagfirullah. Miris banget ada orang macam begini :(


Semua Normal

Beberapa hari setelah dirawat, Ibu akhirnya sadar lebih lama daripada sebelumnya. Makin hari makin bagus kondisinya. Kalau dihitung, nggak ada lima hari Ibu sudah bisa ngobrol lagi meski ingatan belum sepenuhnya pulih. 


Waktu itu, sempat kaget karena dokter nge-chat ke saudara kami yang sama-sama dokter syaraf dan update soal kondisi Ibu waktu itu. Dokter bilang, kondisi Ibu semua normal bahkan mestinya bisa pulang di hari sebelumnya. Namun, dokter tahu kalau kami masih panik dan belum siap sehingga dokter tunggu sampai 24 jam berikutnya.


Jadi, kami sama sekali nggak minta pulang paksa. Ya, ngapain? Kalau kondisi belum baik, mending Ibu dirawat oleh ahlinya. Apalagi kami mengenal dengan baik dokter yang menangani Ibu sambil dipantau juga oleh keluarga kami sesama dokter. Jadi, agak aneh karena banyak pertanyaan hilir mudik menanyakan, apakah dibawa pulang paksa? Jangan menyamaratakan kondisi satu orang dengan orang lain. Setiap pasien kondisinya berbeda-beda. Dokter tentu sangat paham karena mereka sudah merawat pasien dengan kasus yang sama selama bertahun-tahun.


Qadarallah, kondisi Ibu normal-normal saja setelah sadar. Semua anggota tubuh bergerak normal, hanya saja butuh dilatih. Nggak bisa tiba-tiba bisa jalan sendiri. Butuh dibantu dulu. Butuh dilatih dulu. Ibu juga butuh banyak istirahat. Tidur malam nggak boleh lebih dari jam sembilan malam.


Akhirnya, kami bisa pulang ke rumah. Ibu jauh lebih baik kondisinya dari hari ke hari. Bahkan di hari terakhir saya di sana, suami berhasil mengajak Ibu latihan jalan hanya dengan dipegangi saja tangannya. Benar-benar berasa kejaiban banget, masya Allah.


Untuk saat ini, Ibu hanya butuh distimulasi dengan gerakan dan juga diajak ngobrol hal-hal yang menyenangkan. Saya melarang orang-orang menangis di depan Ibu. Karena Ibu memang baik-baik saja. Saya nggak mau Ibu merasa ‘sakit’ dengan kondisinya yang sekarang. Saya juga nggak suka kalau orang-orang menceritakan orang lain yang sakit keras atau meninggal. Sangat tidak etis dibicarakan di depan orang yang sedang berjuang untuk sembuh.


Namun, saya tidak bisa lama-lama di sana. Saya tidak bisa menjaga Ibu lebih lama karena saya juga sudah punya kewajiban dan mesti pulang ke Jakarta. Melihat kondisi Ibu makin baik sebelum saya pulang, rasanya sangat lega. Insya Allah makin membaik dengan dukungan keluarga dan ketelatenan.


Di hari Ibu kemarin, rasanya nyesek mesti melihat Ibu sendiri terbaring di bangsal rumah sakit dalam kondisi tidak sadarkan diri. Jangan begini lagi, ya, Bu. Saya jauh dan nggak bisa selau jagain. Ibu mesti sehat karena hanya Ibu yang selalu memotivasi saya supaya mau mencoba banyak hal, bahkan yang saya takuti. Hingga saya bisa seperti sekarang.


Saya ikhlas dengan semua kejadian ini, insya Allah. Saya menerima dan tak apa merasa nggak baik-baik saja. Nggak masalah merasa sedih, tapi semua mesti dihadapi. Menangis bukan solusi. Saya berusaha kuat dan tidak menangis lagi supaya Ibu juga merasakan hal yang sama.


Terima kasih sudah membaca curhatan saya. Mohon doanya untuk kesembuhan Ibu. Tetap semangat, ya untuk teman-teman yang sedang merawat orang tua. Jalan ninja kita menuju surga mesti dijaga baik-baik. Maksimalkan waktu kita mumpung orang tua masih ada. 


Salam hangat,


Comments

  1. Kesel banget aku sama yang ngaku keluarga Kapolres. Urgensinya apa coba. 😅

    Kayak waktu Hada lahir dulu, Mbak. Dikira mengada-ada karena aku ga mau ditengok sampe Hada 1 bulan. Mana lagi puncak pandemi.

    Semoga Ibu sehat-sehat selalu. Pelukkkk. Alhamdulillah sudah terlewati.

    ReplyDelete