Anak Lelaki vs Perempuan

Wednesday, April 24, 2024

Anak lelaki vs perempuan
Photo by Hisu lee on Unsplash


Ketika baru menikah dan hamil anak pertama, saya mengalami keguguran pada trimester pertama. Dalam kondisi masih berduka, salah satu keluarga pernah berkomentar, kenapa tidak segera hamil supaya tidak kesepian?


Setelah punya anak pertama, ada saja yang bertanya, kapan nambah adek, nih? Setelah punya dua orang putra, saya kira tidak ada lagi yang berkomentar soal anak. Namun, nyatanya komentar orang-orang semakin heboh…kwkwk.


“Baru dua, masih bisa nambah lagi. Kan, usiamu masih muda.”

“Cowok semua anaknya? Nggak lengkap, tuh. Nambah lagi biar ada anak perempuan.”

“Kalau anaknya cuma dua, nanti kesepian setelah tua. Nambah lagi biar rame!”


Saya paham bahwa semua komentar itu hanya sekadar basa basi. Sambil menyeruput teh dan mengunyah nastar, kita butuh obrolan santai dan lucu. Apalagi setelah lama tidak bertemu. Momen lebaran menjadi waktu yang tepat untuk berkumpul dan bertukar cerita. Tidak ada yang perlu dimasukkan ke hati. Saya dan suami juga selalu menanggapinya dengan santai sambil tertawa. Nambah anak? Kayaknya belum kepikiran lagi, sih sampai sekarang karena sedang ada di fase menikmati hidup...eaaa...haha.


Bagaimana Perasaan Bunda Ketika Tahu Ternyata Aku Lahir Sebagai Anak Lelaki?

Anak Lelaki vs Perempuan
Photo by Omar Lopez on Unsplash


Suatu hari, selesai salat, spontan saya memperlihatkan sajadah yang dipakai oleh si Kakak dan menunjukkan label Syakira yang saya jahit sendiri. Label itu saya buat dengan nama calon anak pertama saya yang kata dokter berjenis kelamin perempuan. Sampai mau melahirkan, dokter masih yakin anak kami perempuan, bukan lelaki.


Saya tidak menyiapkan perlengkapan bayi perempuan, tapi memilih warna-warna netral. Jadi, ketika Kakak lahir, kami tidak kesulitan menukar dan membeli pakaian serta perlengkapan bayi lagi.


Namun, ada yang menarik saat itu. Kakak tiba-tiba bertanya, Gimana perasaan Bunda ketika tahu Kakak ternyata anak lelaki?


Maksud dia, bukannya awalnya Bunda dan Ayah membayangkan dia perempuan? Apa Bunda kecewa ketika ternyata Kakak bukan anak perempuan seperti yang dibayangkan?


Saya mengatakan bahwa kami bahagia meski anak pertama kami ternyata bukan anak perempuan. Pun ketika adeknya lahir dan tahu dia lelaki. Saya hanya khawatir ketika punya anak lelaki harus melewati fase merawat mereka setelah sunat…kwkwk. Asli ini part yang selalu saya takutkan ketika punya anak lelaki…huhu.


Saya dan suami tidak pernah berpikir bahwa punya dua anak lelaki membuat kebahagiaan kami jadi tidak lengkap. Meski saya seorang ibu, saya juga tidak pernah berharap punya anak perempuan hanya supaya saya bisa punya teman di dapur, jalan-jalan bareng, atau supaya bisa mendandani anak perempuan dengan pakaian-pakaian super gemas. Bagi kami, anak perempuan dan lelaki sama saja. Saya mungkin lebih fokus pada bagaimana saya bisa membesarkan mereka dengan baik, menjadi orang tua yang tidak zalim, dan tetap waras meski mereka sering ribut…kwkwk.


Saya juga selalu berpikir bahwa pekerjaan rumah tangga tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab seorang perempuan, baik itu ibu ataupun anak perempuan. Saya selalu menegaskan bahwa pekerjaan rumah merupakan tugas bersama. Seorang ayah harus mau membantu ibu di dapur. Anak lelaki juga harus belajar mencuci piring kotornya dan menyapu halaman rumah. Mereka juga belajar memasak telur mata sapi kesukaannya tanpa berpikir bahwa itu hanya tugas seorang perempuan.


Jadi, ketika kami tidak punya anak perempuan, saya tetap punya anak lelaki yang mau menyapu halaman, menyiram tanaman, mengepel lantai meski hasilnya tidak selalu bersih, mencuci piring kotornya, dan ikut membentuk adonan roti yang saya buat beberapa jam sebelumnya.


Terkadang, pada hari Sabtu saya meminta jatah libur meski tak sepenuhnya libur. Suami turun ke dapur dan mengupas bawang bersama si bungsu. Saya tetap ada di sana dan memasak seperti biasa sambil tertawa, ternyata memang tidak ada tanggal merah bagi seorang ibu, kan? kwkwk.


Saya Dibesarkan Sebagai Anak Lelaki

Anak Lelaki vs Perempuan
Photo by Heike Mintel on Unsplash


Ayah saya selalu menginginkan anak lelaki lahir dari rahim Ibu. Ketika saya lahir, mungkin Ayah sudah putus asa kenapa ketiga anaknya berjenis kelamin perempuan…kwkwk. Saya masih ingat, Ayah selalu mendandani saya layaknya anak lelaki. Membelikan saya pakaian berupa celana dan kaos dibanding membelikan saya dress manis dan bermotif bunga cantik. Saya juga selalu dipakaikan peci, bukan jilbab berwarna cerah.


Sampai saya masuk SD, Ayah selalu memotong rambut saya pendek dan menyisakan sedikit rambut lebih panjang di bagian tengah sehingga teman-teman saya selalu mengejek saya dengan panggilan 'ekor kuda'. Dulu, saya berpikir potongan rambut seperti itu keren (meski sangat tidak wajar) asalkan Ayah saya suka, tetapi setelah dewasa saya mulai berpikir bahwa mungkin itu cara Ayah mendadani saya supaya lebih mirip seperti anak lelaki yang beliau harapkan sejak lama.


Demi memuaskan keinginan orang tua, saya harus menerima ejekan teman-teman hingga bertahun-tahun. Saat itu saya tidak pernah protes apalagi marah. Diterima saja dengan polosnya dan sepertinya saya bangga didandani aneh-aneh karena Ayah bilang itu keren…kwkwk.


Ayah saya sangat bangga dengan keponakan-keponakan lelakinya. Seolah anak lelaki itu lebih baik dibanding anak perempuan. Padahal, kita sudah hidup jauh dari zaman jahiliyah, kan? Namun, masih ada orang tua yang berpikir bahwa anak lelaki lebih baik dibanding anak perempuan. Bahkan sampai saat ini saya yakin, masih banyak orang tua yang berpikiran seperti itu.


Setelah saya dan kedua kakak perempuan menikah, Ayah dikaruniai cucu-cucu lelaki hampir seluruhnya kecuali hanya seorang…kwkwk. Namun, pada akhirnya semua sama saja. Rasanya sama. Tidak ada yang lebih istimewa antara kedua gender tersebut. 


Putra saya, meski seorang anak lelaki, dia sering melakukan hal-hal manis. Diam-diam menyelimuti ketika saya ketiduran, memeluk dan menepuk punggung ketika saya menangis, senang menulis surat, dan mencium ibunya yang sering mengaktifkan mode Singa…haha.


Meski mereka anak lelaki, saya tidak pernah melarang mereka menangis. Hingga suatu hari saya merasa kaget ketika salah seorang dari mereka mengatakan, “Bunda pergi dulu. Aku pengin sendiri dulu.”


Dia pengin sendirian dulu dan menuntaskan rasa sedih dan kecewanya dengan cara yang mereka inginkan. Saya bilang, gapapa nangis dan sedih, itu wajar. Asal jangan menyakiti diri sendiri dan orang lain apalagi sampai merusak barang. Meski anak lelaki, mereka boleh menangis. Karena mereka juga manusia.


Aku Pengin Adek!

Anak Lelaki vs Perempuan
Photo by Minnie Zhou on Unsplash


Anak-anak kami pengin adek lagi. Mereka suka gemas kalau lihat bayi apalagi yang belum bisa apa-apa dan belum senang bikin rusuh…haha. Menarik, ya? Kayaknya harus direalisasikan, nih. Apalagi usia saya masih 30an. Begitu kata mereka yang siap menanggung biaya pendidikan hingga anak kami kuliah...kwkwk.


Kalau boleh jujur, saya sedang ada di fase seneng banget akhirnya bisa kembali menulis setelah berhenti beberapa tahun untuk fokus mengurus si Kakak dan Adek beberapa tahun lalu. Saya tidak pernah menyesali itu karena setiap orang punya waktunya masing-masing. Meski ada yang tetap bekerja ketika punya anak kecil, tetapi saya tidak memaksa memakai ukuran sepatu orang lain hanya supaya saya bisa sama seperti mereka. Saya memilih menakar kemampuan saya dan memilih istirahat dan mendampingi anak-anak. Dalam kondisi rehat saja, mode singa saya sering on, apalagi kalau sambil kerja? Kwkwkwk. Mohon maaf, jangan membayangkan saya itu ibu yang sangat penyabar dan tidak pernah marah. Saya tetaplah ibu-ibu seperti kebanyakan dibanding yang sedikit seperti Nikita Willy…hoho.


Ketika anak-anak menyampaikan keinginan mereka, saya jelaskan bahwa rasanya sudah tidak cukup lagi kesabaran untuk mengurus anak lebih dari dua…kwkwk. Dibanding menambah momongan, saya memilih untuk menikmati waktu bersama dengan mereka dan menambal semua kekurangan serta kekeliruan di masa lalu saya terutama ketika menjadi orang tua baru.


Mereka juga harus paham bahwa adek bayi itu tidak selamanya bayi. Bayi akan tumbuh besar dan menjadi musuh besar yang mesti diwaspadai…haha. Mereka harus siap barangnya diacak-acak dan buku bacaan selemari diberantakin. Mana rela, kan? *Emaknya tertawa mode puas…kwkwk.


Setiap orang punya cara pandangnya masing-masing. Banyak orang tua yang pengin tetap punya anak lelaki setelah punya lima anak perempuan atau sebaliknya. Sah-sah saja dan itu hak mereka. Hanya saja, tidak semua keluarga memiliki keinginan dan pemahaman yang sama. Jadi, jangan paksakan cara pandangmu kepada orang lain karena belum tentu semua orang setuju.


Anak lelaki atau perempuan, bagi saya sama saja. Hal yang lebih penting yakni bagaimana kita bisa membesarkan mereka dengan baik. Karena membesarkan anak-anak bukan hal mudah terutama ketika kita punya inner child yang terluka. Kita tidak pernah tahu, luka sedalam apa yang pernah orang lain alami dan sekuat apa mereka berjuang.


Semoga lebaran tahun depan kita dapat pertanyaan dan komentar yang lebih menarik, ya. Supaya mudah dijawab, saya sarankan pakai pilihan ganda...kwkwk.


Salam,


Comments