Dia, lelaki yang dipenuhi luka di
masa lalu kini justru tengah leluasa menyakiti orang yang sudah menyembuhkan
sakitnya…
“Siapa
perempuan itu?” Suaranya terdengar lebih serak.
Kamal
tercengang beberapa saat. Wanita berparas ayu itu sudah berada di belakangnya tepat
lima detik sebelum dia menutup obrolan mesra dengan teman di facebook. Wanita
dengan gurat kelelahan di kening, kedua mata yang kehilangan pendar, bibir
merah yang beku, kenapa begitu tega lelaki itu melakukannya? Serupa ditusuk
sembilu, kalimat terakhir yang diucapkannya pada perempuan lain membuat wanita
itu sulit menyembunyikan perih.
“Dia
cuma teman,” kalimatnya mudah saja didengar, namun sulit sekali dimengerti.
Bagaimana bisa seorang teman mengucap kalimat kasih serupa orang yang saling
mencinta. Tidak salahkah wanita itu membaca kalimat terakhir, “I miss you.”
“Apa
pantas seorang teman bicara semesra itu pada suami orang?!”
“Lagian
kita nggak pernah ketemu,” sergah Kamal.
“Sarah pikir ini cuma salah paham. Tapi ternyata benar,” tangisnya mulai berhamburan.
“Mas
cuma main-main.”
Lelaki
tiga puluh lima tahun itu menyangka semua ucapan itu hanya serupa guyonan antar
teman biasa. Padahal akibat yang ditimbulkan bisa saja mengguncang ketenangan
dua perempuan yang sedang menginginkan kepastian. Harapan yang dilambungkannya
serupa mimpi-mimpi di malam pekat. Dia abaikan perasaan. Dia lupakan pedihnya luka.
Kamal memang sempurna dengan kulit putih dan
hidung mancungnya. Kedua alis legamnya saling bertaut membuat siapa pun ingin
berlama-lama memandang. Ucapannya manis dan selalu menyanjung. Sebab itulah,
wanita yang bahkan tak pernah bertatap muka dengannya berani untuk tetap
tinggal.
Sebelumnya,
Kamal memang betul tak benar-benar ingin menjalin hubungan spesial dengan
wanita lain selain Sarah, istrinya. Tapi, rupanya setan bermain lebih lihai
sehingga perasaan yang awalnya biasa berubah menarik bahkan hingga membuat
lelaki berperawakan tinggi itu sulit sekali tidur.
Serupa
orang yang baru saja jatuh hati, pertemuan tanpa sengaja di dunia maya membuat
keduanya saling suka. Awalnya hanya berkenalan dan saling sapa. Lama-lama Kamal
mulai menaruh hati. Pelan-pelan dia mengatakan suka. Gayung bersambut, wanita
yang baru dikenalnya itu membalasnya mesra. Sungguh diluar prasangka, hubungan
keduanya semakin lekat. Tiga bulan sudah cukup membuat rasa berubah cinta.
Tidak
cukupkah ketulusan yang Sarah berikan selama ini? Lelaki itu amat tahu
jawabannya. Bahkan lebih dari yang dia harapkan. Lalu alasan apa yang membuat
Kamal begitu mudahnya berpaling?
Bau
busuk bangkai tentu akan tercium juga bahkan hingga ratusan meter. Begitu juga
dengan hubungan spesial Kamal dengan wanita bernama Restu. Keduanya memang tak
pernah saling bertemu, namun dunia maya sudah cukup menjadi tempat menumpahkan
rindu. Kamal lupa, kendati istrinya tak memergoki, Tuhan tentu lebih tahu siapa
yang sebenarnya tengah berkhianat.
Sarah
hanya berniat mengantarkan teh hangat untuk suaminya. Semalam, Kamal pulang
larut. Selepas shalat subuh, lelaki dengan kacamata minus itu kembali terlelap.
Dengan hati-hati Sarah menjulurkan selimut. Keluar ke dapur dan menyiapkan
sarapan. Teh hangat yang pekat dengan satu sendok gula dia bawa dengan nampan.
Pintu sedikit tersibak. Dia masuk tanpa perlu menimbulkan derit.
Kamal
terlalu asyik sehingga tak menyadari jika sejak beberapa detik lalu, istrinya
tengah mematung dengan keterkejutan nyaris sempurna merobek rongga hati. Adakah
yang lebih menyakitkan ketimbang melihat orang yang kita cintai ternyata berdusta?
Teh
hangat di tangannya hampir saja jatuh ke lantai. Sekuat tenaga Sarah menahan
isak yang sulit sekali disimpan. Kenapa lelaki yang dulu datang penuh luka,
meminta Sarah mendampingi dan menyembuhkan, kini justru dengan leluasa
mencabiknya? Tidak ingatkah lelaki itu, ketika dia memintanya menjadi istri,
memohon dengan mata penuh pijar, berjanji tak akan menyiakan bahkan haram jika
sampai melukai dirinya. Di mana kalimat-kalimat yang berterbangan serupa kapas
dan menghantarkan mereka pada surga di dalam rumah tangga? Tak ada kejadian
yang lebih menyakitkan ketimbang kejadian pagi ini.
Pelan-pelan
Kamal beringsut dari meja kerja, menutup laptop dan menatap wanita yang sedang
dipenuhi hujan. Apa yang harus dia lakukan? Mungkin saja setelah ini, wanita
yang bersedia mendampingi bahkan berkorban nyawa itu akan meminta cerai.
Bayangan masa lalu berkelebat dalam ingatan.
Untuk
pertama kalinya Kamal menemui Sarah di sebuah rumah sakit. Tanpa sengaja mereka
berkenalan. Sarah yang sedang bertugas sebagai perawat memeriksa kondisi Kamal
yang limbung di UGD. Pada malam yang dipenuhi hujan lebat serta guntur, lelaki
itu diantar seorang teman dalam kondisi yang sangat lemah. Demam selama lima
hari, tubuh menggigil serta kekurangan cairan. Dengan cekatan, Sarah memasang
jarum infus diikuti keluh sakit dari lelaki berkacamata itu.
“Semua
akan baik-baik saja,” suaranya terdengar pelan.
Kamal
tersenyum. Bukan hanya karena dia merasa jauh lebih baik, namun entah kenapa,
wanita dengan seragam berwarna biru cerah dengan jilbab senada itu begitu
memesona. Sahabatnya mencubit lengan Kamal. Disusul suara mengaduh, Kamal
tertawa.
Esoknya,
Kamal yang diketahui positif tifus akhirnya mulai membaik. Pertemuan semalam
dengan salah satu petugas medis membuatnya gundah. Rupanya Kamal tak sedang
main-main. Dia meminta nomor handphone serta berkenalan dengan perawat yang
pertama kali menolongnya. Dan tak butuh waktu lama, Kamal pun jatuh hati.
Lantas,
ada apa dengan duka dan tangis di masa lalu? Tentang lelaki yang datang penuh
luka, ditinggalkan tunangannya, bahkan dengan penuh sayat sembilu, wanita yang
segera resmi dinikahinya lari dengan lelaki lain. Detik itulah, Kamal mulai
merasa dirinya tak akan bertahan hidup lebih lama. Lelaki lain mungkin saja
segera beranjak dan mencari pengganti. Tapi, Kamal terlalu cinta untuk segera
lupa.
Dan
Tuhan selalu punya jawaban atas setiap doa yang dipanjatkan oleh hamba-Nya.
Sarah, wanita dengan mata penuh pelangi muncul di hadapannya. Kamal yang sudah
setahun tak pernah tertarik dengan perempuan lain, kali ini tiba-tiba jatuh
cinta tanpa perlu banyak alasan. Dia hanya suka. Rindu menderu hampir di setiap
malam. Lantas, wajah Sarah selalu memenuhi ingatan. Dengan terbata, lelaki
itu datang dan memohon agar Sarah mau menemaninya dalam mengarungi biduk rumah
tangga.
Sarah
pun tak berpikir lama saat menganggukkan kepala disertai semburat kemerahan di
kedua pipi. Mungkin itulah yang dinamakan jodoh.
Rumah
tangga yang nyaris sempurna. Meski belum juga dikarunia momongan, kehidupan
mereka tak pernah kehilangan pendar. Selalu saja ada aroma hangat menyeruak
penuh cinta. Lalu, kejadian pagi ini begitu menyentak. Entah sejak kapan lelaki
itu mulai merasa butuh wanita lain selain Sarah.
“Apa
salah Sarah, Mas? Tega kamu, Mas!” Kalimat itu berulang kali diucapkannya.
Kamal
tak menjawab. Tercenung memikirkan kesalahan besar yang sudah dilakukan.
Bagaimana bisa kebahagiaan sesaat sempat masuk dalam pikiran. Bukankah Tuhan
sudah memberikannya lebih dari apa yang dia minta? Sarah, dia bukan sekadar ibu
rumah tangga. Meluangkan waktu mengurus suami dan mertua. Padahal pekerjaannya
di rumah sakit tak bisa dibilang sedikit. Banyak hal-hal kecil yang Kamal
lewatkan namun selalu jadi prioritas bagi Sarah. Seperti menyediakan air putih
hangat untuk suaminya sebelum tidur. Memastikan lelaki itu tetap sehat dengan
menaruh vitamin di dalam kotak makannya. Dia selalu penuh kejutan. Dan Kamal
mulai menyadari di saat tak tepat. Ketika wanita itu sudah amat terluka.
***
Bertemu
dan menjalin hubungan dengan Kamal membuat hari-harinya nyaris utuh. Mereka
bicara tentang banyak hal. Restu merasa ada orang yang amat memerhatikan dan
selalu tulus menyanjung. Beberapa kali dia mulai memikirkan hubungan mereka. Cinta
tanpa status bahkan merusak rumah tangga orang. Dia serupa duri dalam daging.
Mencintai suami orang dengan tanpa perasaan. Bukankah dia juga wanita yang
sulit berbagi bahagia dengan wanita lain? Lantas kenapa dengan mudahnya dia
merusak rumah tangga orang hanya demi kebahagiaannya sendiri.
Beberapa
hari terakhir, Kamal tak lagi menyapa. Dia juga kehilangan ucapan selamat pagi
dari lelaki bermata elang itu. Ketika malam, Restu bahkan tak menemukan Kamal
mengucapkan selamat tidur serta sedikit kalimat penuh rindu. Lelaki itu seolah hilang ditelan bumi.
Apa
yang terjadi? Mungkin hubungan mereka diketahui orang lain? Lebih buruknya oleh
istri Kamal. Dengan terbata, wanita tiga puluh tahun itu mulai mempertanyakan
apa sebenarnya yang ingin dia dapatkan dengan mencintai suami orang? Kamal
bahkan tak pernah berhutang janji untuk menikahinya apalagi menceraikan istri
sahnya. Tidak sekalipun ada kalimat seperti itu. Selama ini, mereka hanya
mengatakan rindu. Tak lebih. Lalu apa yang akan Restu dapatkan selain kecewa?
Nyata-nyata
dia membohongi diri sendiri. Kebahagiaan tak akan didapat dengan menyakiti orang
lain. Restu meringkuk di dalam selimut. Menyesali setiap jengkal dari kesalahannya.
***
Wanita
itu begitu tergoda untuk segera mengakhiri semua. Perasaan yang dipenuhi luka,
hati yang berkeping dan tak lagi utuh membuatnya terseok untuk melanjutkan
hidup bersama Kamal. Piring pecah tentu
tak lagi bisa utuh. Meski dengan hati-hati menyambungnya, tetap saja ada bagian
retak yang tampak. Begitu juga dengan hatinya.
Beberapa
hari ini suaminya memutuskan membuang akun sosial medianya. Demi membuktikan
rasa bersalah serta menyesal. Laki-laki itu lebih suka menemani Sarah ketimbang
biasanya. Dia selalu berlama-lama memandangi kedua mata Sarah yang masih
sembab.
Kamal
tahu, kesalahannya terlalu besar untuk bisa dimaafkan. Tapi sungguh, lelaki
dengan sweter biru itu tak pernah siap jika harus berpisah dari wanita yang dahulu
telah menyembuhkan cedera di hatinya.
“Sebaiknya
mas cepat tidur. Ini sudah malam.” Sarah tergugu melihat Kamal sedang
menatapnya. Lelaki itu dengan mata elangnya tampak tersenyum sambil menarik
selimut.
“Ada
apa, Mas? Kenapa tersenyum sendiri?” Sarah penasaran.
“Mas
sedang jatuh cinta,” ucapnya sambil mengerling disusul rona merah di kedua pipi
Sarah.
***
Terlalu banyak nikmat yang kita
ingkari. Terlalu sedikit yang bisa kita ingat. Keburukan tidak pernah
melahirkan kebaikan. Pun keduanya tak akan pernah bisa menyatu. Serupa minyak
dengan air yang tak pernah saling bertaut.
Be First to Post Comment !
Post a Comment